Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN MODUL PENDIDIKAN POLITIK

Pemenuhan Hak-Hak Konstitusional Warga Negara Berkebutuhan Khusus

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pembuatan Modul Pembelajaran Mata Kuliah


Pendidikan Politik Pada Jurusan Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan

Dosen Pengampu : (Drs. Halkimg, M.Si)

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Dinda Azzahra (NIM 3183311011)
Zulfa Lubis (NIM 3181111016)

Rama Panjaitan (NIM 3181111017)

Tania Duta Carla Milala (NIM 3181111015)

Ika Nurhanifah Dalimthe (NIM 3183311028)

Ribka Purba (NIM 3181111002)

Sinta Nurlia (NIM 3183311018)

Kelas Reguler D PPKn 2018

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
November – 2020
HALAMAN JUDUL
TINGKAT PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL DALAM BIDANG
POLITIK TERKAIT PILKADA SERENTAK BAGI KAUM DISABILITAS
DESA TANJUNG BARUS KEC BARUS JAHE KAB KARO

Disusun oleh: Kelompok IV D PPKn 2018

Ketua Kelompok: Dinda Azzahra (NIM 3183311011)


Anggota kelompok:
Zulfa Lubis (NIM 3181111016)

Rama Panjaitan (NIM 3181111017)

Tania Duta Carla Milala (NIM 3181111015)

Ika Nurhanifah Dalimthe (NIM 3183311028)

Ribka Purba (NIM 3181111002)

Sinta Nurlia (NIM 3183311018)

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

PENDIDIKAN POLITIK

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2 Desember 2020

i
LEMBAGA PENGESAHAN

“Tingkat Pemahaman Hak Konstitusional Dalam Bidang Politik Terkait


Pilkada Serentak Bagi Kaum Disabilitas
Desa Tanjung Barus Kec Barus Jahe Kab Karo”

Proposal ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah
Pendidikan Poltik Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan. Akan dipertahankan dihadapan Dewan
Penguji pada tanggal 2 Desember 2020

Dosen Pengampu Ketua Kelompok IV

Drs. Halking, M.Si Dinda Azzahra


NIP: 19630406 199303 1001 Nim : 3183311011

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt, yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga proposal mini riset ini bisa
terselesaikan dengan baik, dengan judul miniriset “Tingkat Pemahaman Hak
Konstitusional Dalam Bidang Politik Terkait Pilkada Serentak Bagi Kaum
Disabilitas Desa Tanjung Barus Kec Barus Jahe Kab Karo”.

Kami banyak menemui kendala dalam menyelesaikannya, terutama dalam


kekompakan dan kerjasama antar tim dalam kelompok. Walaupun banyak
menemui kendala itu dalam mengerjakan tugas ini, berkat pertolongan dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikannya.

Laporan mini riset ini sebagai salah satu tugas dalam Mata Kuliah
Pendidikan Politik. Proposal ini terdiri atas empat bab, yaitu Bab I Pendahuuan
yang terdiri atas Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Manfaat Penelitian. Bab II
Kajian Pusataka yang terdiri atas Kerangka Teori, Penelitian Relevan, dan
Kerangka Berpikir. Yang terakhir Bab III Metode Penelitian, yang terdiri atas
Desain Penelitian, Populasi Dan Sampel, Variabel dan Defisi Operasional,
Instrumen Penelitian, dan Teknik Analisis Data.

Kemudian dalam pembuatan proposal penelitian mini riset ini, kami


“Kelas Reguler D Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Stambuk
2018” Banyak mendapat bantuan dalam penyelesaiannya. Untuk itu kami patut
dan sewajarnya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam penyelesaiannya.

Ucapan terima kasih yang pertama kami ucapkan kepada orang tua kami
yang telah memberikan dorongan baik dorongan moril dan motivasi kepada kami,
maupun dukungan materi kepada kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
proposal mini riset ini.

Berikutnya kami ucapkan terima kasih kepada dosen kami, Drs. Halking,
M.Si., dan Asisten Dosen yaitu Ibu Riska Sari, S.Pd., dan Bapak Azamal Siagian,

iii
S.Pd., dalam Mata Kuliah Pendidikan Pancasila yang sudah banyak memberikan
ilmunya dalam mengikuti mata kuliah ini dan mengerjakan tugas-tugasnya.

Kemudian kami mengucapkan banyak terima kasih kakak pembimbing


dan supervisor dari masing-masing kelompok yang telah memberikan bantuan dan
petunjuk dalam pembuatan proposal penelitian mini riset ini.

Harapan kami semoga hasil penelitian mini riset ini dapat bermanfaat bagi
pembaca khususnya bagi Kelas Reguler D Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan/ 2018 Fakultas Ilmu Sosial/ Universitas Negeri Medan.Dalam
proposal penelitian mini riset ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kami
mohon mohon maaf atas kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam proposal
ini. Masukan dan kritikan atas kekurangan proposal ini sangat kami harapkan dari
pembaca. Selain itu, supaya tim penulis dapat membuat proposal ini menjadi lebih
baik dan menarik.

Medan, 8 November 2018

Reguler D/ PPKn/ 2018

Ketua : Dinda Azzahra


(Nim: 3183311011)

iv
DAFTAR ISI

COVER
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................i
LEMBAGA PENGESAHAN ........................................................................................ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................v
BAB I .............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................1
B. Perumusan Masalah .............................................................................................3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................3
BAB II ...........................................................................................................................4
KEGIATAN PRAKTIK PENDIDIKAN POLITIK : PEMENUHAN HAK-HAK
KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA ...................................................................4
A. Tujuan Kegiatan ..................................................................................................4
B. Metode Kegiatan .................................................................................................4
C. Media kegiatan ....................................................................................................6
D. Materi Kegiatan ...................................................................................................6
E. Pendekatan ........................................................................................................ 13
F. Evaluasi............................................................................................................. 13
BAB III ........................................................................................................................15
PENUTUP ...................................................................................................................15
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................17
LAMPIRAN ................................................................................................................18

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berbicara tentang hak konstitusional, berarti membicarakan
tentang hak dasar manusia yang dimuat dalam konstitusi. Hak-hak yang
diatur dalam konstitusi merupakan batas yang tidak bisa dilanggar oleh
penyelenggara Negara dalam menjalankan kekuasaan Negara, baik sebagai
hak warga Negara atau hak asasi. Salah satu hak konstitusional yang diatur
dalam UUD NRI 1945 adalah hak konsitutisional penyandang disabilitas.
Hak konstitusional penyandang disabilitas ini perlu untuk diatur baik
dalam konstitusi maupun di dalam undang-undang yang bertujuan bukan
hanya untuk menjamin pemenuhan hak dan kebutuhan para penyandang
disabilitas, tetapi juga memberikan tanggung jawab pada pemerintah dan
masyarakat untuk lebih berperan aktif dalam memberikan perlindungan
terhadap harkat dan martabat para penyandang disabilitas.
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menyebutkan bahwa Negara Indonesia
adalah negara hukum. Konsekuensi dari Pasal 1 ayat (3) UUD NRI
1945tersebut bahwa dalam negara Indonesia hukum ditempatkan dalam
kedudukan tertinggi dalam rangka penyelenggaraan negara. Dalam
penyelenggaraan negara tersebut, hukum dibentuk ke dalam suatu
konstitusi, yang dalam hal ini adalah UUD 1945. Menurut J.G. Steen beek,
konstitusi sebagai aturan dasar tertinggi dalam suatu negara minimal
memuat tiga hal pokok yaitu: (1) adanya jaminan dan penghormatan
terhadap Hak asasi manusia dan warga negaranya; (2) ditetapkannya
susunan kenegaraan suatu negara yang bersifat fundamental; dan (3)
adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga
bersifat fundamental.

1
Perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia maupun hak
warga negara menjadi inti dari konsepsi negara hukum. Oleh karena
itu,segala norma hukum yang menjadi dasar penyelenggaraan negara harus
diorientasikan kepada perlindungan dan pemenuhan HAM dan hak warga
negara. Dalam praktik penyelenggaraan negara hukum, diperlukan adanya
instrumen dan institusi hokum untuk menjaga dan menjamin per-
lindungan dan pemenuhan hak warganegara. Instrumen dan institusi
hokum inilah yang menjadi ciri dari Negara hukum, yang berkembang
baik dalam tradisi hokum civil law dengan konsep rechtsstaat maupun
dalam tradisi hokum common law dengan konsep therule of law. Hak-hak
yang diatur dalam konstitusi merupakan batas yang tidak bias dilanggar
oleh penyelenggara Negara dalam menjalankan kekuasaan negara,baik
sebagai hak warga negara atau hak asasi. Dalam UUD NRI 1945 hak-hak
yang secara tegas disebut sebagai hak asasi manusia yaitu sebagai mana
termuat dalam Bab XA UUD NRI 1945.Hak asasi manusia merupakan hak
yang melekat pada harkat dan martabat manusia sejak lahir, seperti hak
untuk hidup, hak untuk diperlakukan sama dan hak untuk mendapat
kepastian hukum dan keadilan serta sejumlah hak-hak asasi lainnya. Hak
asasi tersebut pada hakikatnya dikatakan tidak tergantung pada negara,dan
telah ada sebelum negara lahir.
Pelanggaran terjadikarena penyandang disabilitas tidak dianggap
sebagai bagian dari warga negara, bahkan juga tidak dianggap manusia.
Kondisi tersebut mengakibatkan para penyandang disabilitas tidak
mendapatkan perlindungan yang layak. Sehingga penyandang disabilitas
rentan untuk dijadikan alat produksi yang murah, misalnya menjadi
pekerja anak dan buruh perempuan yang selalu dibayangi tindakan
pelanggaran HAM. Dalam kondisi itu, penyandang disabilitas rentan
terkena tindakan diskrimi-natif ganda, yaitu ketika seorang penyandang
disabilitas merupakan seorang anak, perempuan, dan lanjut usia. Mengacu
pada banyaknya jumlah penyandang disabilitas, semestinya memang tidak
terjadi pembedaan perlakuan pemenuhan hak antaraorang yang normal

2
dengan penyandang disabilitas. Meskipun demikian,tidak dapat dipungkiri
bahwa secara praktis banyak karya mengagumkan yang dihasilkan para
penyandang disabilitas.

B. Perumusan Masalah
Dari pembahasan latar belakang masalah diatas, dapat ditemukan
rumusan masalah yaitu :
1. Apa saja kendala yang terjadi dalam proses pemilu bagi penyandang
disabilitas?
2. Bagaimana pemahaman bagi masyarakat penyandang disabilitas dalam
melakukan proses pemilu?
3. Apa saja hak jaminan dalam proses pemilu bagi penyandang
disabilitas?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan yang dilakukan ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui kendala apa saja yang terjadi dalam proses pemilu bagi
penyandang disabilitas.
2. Mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat penyandang
disabilitas dalam melakukan proses pemilu.
3. Untuk menemukan hak jaminan apa saja yang dimiliki masyarakat
penyandang disabilitas dalam proses pemilu.

3
BAB II

KEGIATAN PRAKTIK PENDIDIKAN POLITIK : PEMENUHAN HAK-


HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA

A. Tujuan Kegiatan

Penyuluhan adalah bentuk usaha pendidikan non-formal kepada


individu atau kelompok masyarakat yang dilakukan secara sistematik,
terencana dan terarah dalam usaha perubahan perilaku yang berkelanjutan
demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan dan perbaikan
kesejahteraan.Adapun tujuan kegiatan dari penyuluhan tersebut adalah:
1. Untuk mengetahui kendala apa aja yang terjadi dalam proses pemilu bagi
penyandang disabilitas
2. Untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai proses pemilu
bagi penyandang disabilitas.
3. Untuk memberikan wawasan mengenai tata cara dalam proses pemilu.
4. Untuk memberikan motivasi kepada penyandang disabilitas tentang tidak
adanya diskriminasi dalam proses pemilu.
5. Untuk memberikan pengetahuan hak jaminan bagi penyandang disabilitas.
6. Untuk mengetahui kekurangan apa saja yang terjadi bagi penyandang
disabilitas dalam proses pemilu.
7. Untuk memenuhi tugas pendidikan politik.

B. Metode Kegiatan
Ada pun metode kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan tersebut
yaitu metode diskusi. Metode diskusi merupakan suatu cara mecapaian
materi dengan cara melibatkan dua atau lebih individu yang berintegrasi
secara varbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran
sudah ditetapkan untuk memacahkan masalah. Diskusi adalah suatu cara
penyajian penyampaian bahan kepada peserta kelompok untuk
mengadakan pembicaraan guna mengumpulkan pendapat, membuat

4
kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu
masalah.Diskusi dan juga merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran
kelompok yang setiap kelompok yang dapat didiskusikan sesuai dengan
tema masalah,atau masalah yang di tetapkan bersama.Ada pun jenis
diskusi yang dilakukan yaitu diskusi formal yang mana diskusi ini
berlangsung dalam suatu diskusi yang serba di atur dan pimpinan sampai
dengan anggota nya . Kelebihan metode ini antara lain dapat membina
kebiasaan menghargai pendapat orang lain,serta memberikan keterampilan
dalam mengemukakan dan mempertahankan pendapatnya.

Adapun pelaksanaan metode diskusi yaitu :

1. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat


umum maupun tujuan khusus. Tujuan yang ingin dicapai mesti
dipahami oleh setiap peserta diskusi. Tujuan yang jelas dapat
dijadikan sebagai kontrol dalam pelaksanaan.
2. Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan
tujuan yang ingin pelaksana.
3. Menetapkan masalah yang akan dibahas. Masalah dapat ditentukan
dari isi materi pembelajaran atau masalah-masalah yang aktual
yang terjadi di lingkungan masyarakat yang dihubungkan dengan
materi peserta didikan sesuai dengan bidang studi yang diajarkan.
4. Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis
pelaksanaan diskusi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi


adalah:

 Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat mempengaruhi


kelancaran diskusi
 Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya
menyajikan tujuan yang ingin

5
 Dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang
akan dilaksanakan.
 Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah
ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memperhatikan
suasana atau iklim belajar yang menyenangkan.
 Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi
untuk mengeluarkan gagasan.
 Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang
dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya
arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.

C. Media kegiatan
Kegiatan penyuluhan tidak dapat lepas dari media,karna melalui
media pesan di sampaikan dengan mudah untuk dipahami.Media dapat
menghindari kesalah persepsi, memperjelas informasi dan mempermudah
pengertian. Alat bantu penyuluhan adalah alat alat yang di gunakan dalam
penyampaian bahan materi , berfungsi dalam membantu proses
penyampaian informasi.Ada pun beberapa media yang dapat di gunakan
dalam kegiatan penyuluhan tersebut yaitu :
1. Laptop
2. Angket
3. Cacatan kecil
4. Speaker
5. Kamera

D. Materi Kegiatan
Konteks Konstitusi Negara Bangsa Indonesia

Negara merupakan suatu area teritorial yang rakyatnya diperintah


oleh sejumlah pejabat yang berhasil menuntut dari warganya satu kekuatan
pada peraturan perundangan yang melalui penguasaan monopistik dari
kekuasaan yang sah. Dengan pemaparan diatas dapat

6
disederhanakan bahwa Negara merupakan suatu wilayah yang dimana di
dalamnya terdapat rakyat, pemimpin dan tidak hanya itu saja, jika suatu
wilayah bisa dikatan suatu negara tidak hanya dilihat dari adanya wilayah,
rakyat, pemimpin saja melainkan juga harus diakui negara lain secara de
facto dan de jure ,dengan begitu bisa dikatakan negara. Disisi lain negara
juga membutuhkan suatu konstitusi atau yang biasa disebut dengan
perundangan, karena jika tidak ada perundangan maka negara tidak akan
bisa berkembang atau pun maju. Di Indonesia sendiri berlandaskan
pancasila dan berkonstitusional menurut UUD. Dengan adanya UUD
maka negara akan semakin mudah untuk diajak ke tujuan yang semakin
baik.

Pengertian konstitusi menurut bahasa Perancis, bahasa Inggris dan


bahasa Latin, pada intinya adalah suatu ungkapan untuk membentuk,
mendirikan/menetapkan, lebih lanjut dikenal dengan maksud
pembentukan, penyusunan atau menyatakan suatu negara, maka dengan
kata lain secara sederhana, konstitusi dapat diartikan sebagai suatu
pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu negara, yang dipersiapkan
sebelum maupun sesudah berdirinya negara yang bersangkutan. Konstitusi
secara umum memiliki sifatsifat formil dan materiil. Konstitusi dalam arti
formil berarti konstitusi yang tertulis dalam suatu ketatanegaraan suatu
negara, Dalam pandangan ini suatu konstitusi baru bermakna apabila
konstitusi tersebut telah berbentuk nakskah tertulis dan diundangkan,
misalnya UUD 1945, Sedangkan konstitusi materiil adalah suatu konstitusi
jika orang melihat dari segi isinya, isi konstitusi pada dasarnya
menyangkut hal-hal yang bersifat dasar atau pokok bagi rakyat dan negara.
Perkembangan konstitusi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem
politik pada waktu tertentu, pada mulanya UUD 1945 dijadikan konstitusi,
namun sempat tidak diberlakukan pada pemerintahan Republik Indonesia
Serikan dan masa sistem pemerintahan parlementer. akhirnya UUD 1945
sebagai konstitusi di Indonesia deberlakukan kembali hingga kini dan

7
telah mengalami perubahan. Konstitusi mengamanatkan kepada negara
terutama pemerintah untuk bertanggungjawab memenuhi hak politik tanpa
adanya diskriminasi dan berhak untuk mendapatkan kemudahan serta
perlakuan khusus bagi disabilitas dalam memperoleh kesempatan yang
sama menggunakan hak pilih dalam pemilu. Konstitusi adalah keseluruhan
sistem ketatanegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan
yang membentuk, mengatur/ memerintah dalam pemerintahan suatu
negara. arti konstitusi lebih luas daripada Undang-Undang Dasar (UUD).
Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.

Hak-hak konstitusional bagi penyandang disabilitas


Penyandang disabilitas adalah anggota masyarakat dan memiliki
hak untuk tetap berada dalam komunitas lokal. Para penyandang
disabilitas harus menerima dukungan yang dibutuhkan dalam struktur
pendidik- an, kesehatan, pekerjaan dan pela- yanan sosial. Sehingga hak-
hak pe- nyandang disabilitas dalam persektif HAM dikategorikan sebagai
hak khu- sus bagi kelompok masyarakat tertentu. Berbicara tentang hak
konstitu- sional, berarti membicarakan tentang hak dasar manusia yang
dimuat dalam konstitusi. Hak konstitusional penyandang disabilitas ini
perlu untuk diatur baik dalam konstitusi maupun di dalam undang-undang
yang bertujuan bukan hanya untuk menjamin peme- nuhan hak dan
kebutuhan para pe- nyandang disabilitas, tetapi juga memberikan tanggung
jawab pada pemerintah dan masyarakat untuk lebih berperan aktif dalam
meningkat- kan harkat dan martabat para penyan- dang disabilitas. Selain
itu, pengaturan hak penyandang disabilitas ke dalam konstitusi maupun
undangundang diharapkan dapat memperkuat komitmen untuk kemajuan
dan perlin- dungan terhadap hak penyandang disabilitas di Indonesia.
Dengan demikian, hak penyandang disabilitas ini akan menjadikannya
sebagai hak yang dilindungi secara konstitusional atau hak konstitusional
(constitutional rights). Penyandang Disabilitas menurut Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas adalah

8
setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental,
dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak. Penyandang disabilitas memiliki hak
fundamental layaknya manusia pada umumnya dan penyandang disabilitas
memperoleh perlakuan khusus dimaksudkan sebagai upaya perlindungan
dari kerentanan ter- hadap berbagai pelanggaran HAM. Sebagai hak
konstitusional, bentuk hukum hak-hak penyandang disabilitas dapat diatur
dalam tiga bentuk yaitu: (1) diatur konstitusi, dalam hal ini Pasal 28I ayat
(2) UUD NRI 1945; (2) diatur dalam suatu undang-undang berikut sanksi
hukuman bagi pelang- garnya (contoh: diatur dalam
UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia (UU No. 39 Tahun 1999) dan UU No. 8 Tahun 2016); (3) diatur
dalam Peraturan Daerah (contoh: Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2014
tentang Pemenuhan Hak Penyan- dang Disabilitas). Landasan hak
konstitusional yang mengatur perihal perlindungan khusus bagi
penyandang disabilitas diatur dalam Pasal 28H ayat (2) jo. Pasal 28I Pasal
42 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 yang mengatur bahwa setiap
penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak,
berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU
No. 36 Tahun 2009). Perlindungan terhadap penyandang disabilitas
dibidang kesehatan berupa Upaya pemeliharaan kesehatan penyan- dang
cacat harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif
secara sosial, ekonomis, dan bermartabat (Pasal 136 UU No. 36 Tahun
2009). Penyandang Disabilitas fisik, yaitu terganggunya fungsi gerak,
antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy
(CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil.

9
Jaminan Konstitusional Untuk Bebas dan Diskriminas Bagi
Penyandang Disabilitas

Salah satu aktualisasi hak penyandang disabilitas adalah hak


memilih dalam pemilihan umum. Hanya saja, secara umum pelaksanaan
praktek demokrasi di memberikan jaminan kehidupan berpolitik yang setara
kepada setiap warga negara termasuk didalamnya kaum disabilitas. Selain
telah adanya jaminan dari konstitusi, Hak politik bagi disabilitas dalam
mendapatkan perlindungan hukum lebih diatur secara tegas dalam Tentang
Hak Asasi Manusia dalam pasal-pasal berikut: a) Pasal 28D ayat 1, b) Pasal
28D ayat 3, c) Pasal 28E ayat 3, d) Pasal 28H ayat 2, e) Pasal 28I ayat 2, f)
Pasal 28I ayat 4, g) Pasal28I ayat 5. Konstitusi mengamanatkan kepada
negara terutama pemerintah untuk bertanggungjawab memenuhi hak politik
tanpa adanya diskriminasi dan berhak untuk mendapatkan kemudahan serta
perlakuan khusus bagi disabilitas dalam memperoleh kesempatan yang
sama menggunakan hak pilih dalam pemilu. penyandang Disabilitas harus
dilindungi hak politiknya, terkhusus hak memilih. Secara filosofis, hak
politik bagi penyandang disabilitas adalah hak yang melekat dan telah ada
sejak terlahir menjadi manusia. Maka, hak tersebut setara dengan manusia
lainnya dan tidak dapat dikurangi dan dibatasi pemenuhannya oleh Negara.
Terlebih konsep disabilitas yang mensyaratkan agar hak-hak mereka
sebagai suatu hal yang wajib untuk dipenuhi. Berbeda dengan konsep cacat
yang merupakan sebuah hasil atas rasa belas kasihan.

Hak untuk memilih adalah hak konstitusional warga Negara,


sedangkan semua warga Negara tidak dapat didiskriminasi atas dasar
apapun juga. Hal ini sejalan dengan yang tertuang di dalam penjelasan
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Convention
On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak
Penyandang Disabilitas) pada pokok-pokok isi konvensi tentang
kewajiban Negara dan hak-hak penyandang disabilitas. erkait regulasi dan
bentuk pemenuhan hak penyandang disabilitas pada pelaksanaan

10
pemilihan umum, diantaranya ialah diatur dalam instrument hukum
internasional dan nasional. Instrumen hukum internasional yang terkait hal
ini terdapat dalam Convention on The Right Persons with Disabilities
(CRPD), mengatur tentang hak penyandang disabilitas secara lebih
komperehensif yang berisikan antara lain penghormatan atas martabat, non
diskriminasi, keterlibatan masyarakat secara penuh dan aktif,
penghormatan atas perbedaan serta penerimaan bahwa disabilitas termasuk
dari keragaman manusia dan kemanusiaan, kesetaraan kesempatan,
aksesibilitas, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, serta
penghormatan atas perkembangan kapasitas penyandang disabilitas.

Mekanisme Penegakan Hak-hak Konstitusional Bagi Penyandang


Disabilitas

Penyandang Disabilitas, adalah setiap orang yang mengalami


keterbatasan fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka
waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami
hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif
dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Penyandang
disabilitas harus mendapat perlindungan. Penyandang disabilitas
kondisinya beragam, ada yang mengalami disabilitas fisik, disabilitas
mental, dan gabungan disabilitas fisik dan mental. Kondisi penyandang
disabilitas berdampak pada kemampuan untuk berpartisipasi di tengah
masyarakat, sehingga memerlukan dukungan dan bantuan dari orang
lain.Penyandang disabilitas juga menghadapi kesulitan yang lebih besar
dibandingkan masyarakat nondisabilitas seperti hambatan dalam
mengakses layanan umum, pendidikan, kesehatan, maupun dalam hal
ketenagakerjaan. Penyandang disabilitas juga menghadapi kesulitan yang
lebih besar dibandingkan masyarakat nondisabilitas seperti hambatan
dalam mengakses layanan umum, pendidikan, kesehatan, maupun dalam
hal ketenagakerjaan.

11
Pengaturan hak-hak disabilitas dalam pemilu pada masa
parlementer, dalam hal ini pengaturan bagi penyandang disabilitas pada
masa orde baru lebih ditegaskan pada upaya pemerintah dan masyarakat
untuk mewujudkan hak-hak penyandang cacat. Pemerintah yang dimaksud
dalam hal ini meliputi pejabat pemerintahan, instansi/lembaga kenegaraan,
baik eksekutif, legislatif ataupun yudisiil. Masyarakat dalam hal ini berarti
seluruh Warga Negara Indonesia yang secara sah memenuhi syarat sebagai
Warga Negara. Selain itu, hak penyandang disabilitas pada masa ini telah
diakui sebagai kesamaan pemenuhannya. Kesamaan kesempatan dalam hal
ini berarti penyandang disabilitas dianggap sebagai manusia utuh yang
tidak berbeda dengan yang lain. Hanya saja, akses yang secara khusus
harus diberikan oleh pemerintah dikarenakan kekhususan dalam
penanganannya sangat diperlukan,tentang Penyandang Disabilitas, dan
beberapa peraturan Komisi Pemilihan Umum atau selanjutnya disebut
KPU diantaranya Peraturan KPU Nomor 3 tahun 2019 tentang
Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu, Peraturan KPU 11
tahun 2018 tentang Penyusunan daftar pemilih di dalam negeri dalam
penyelenggaraan pemilihan umum, dan Peraturan KPU Nomor 12 tahun
2018 tentang penyusunan daftar pemilih di luar negeri dalam
penyelenggaraan pemilihan umum. PKPU telah mengatur secara rinci
terkait regulasi bagi penyandang disabilitas yang memiliki hak pilih dalam
pemilu. Namun, beberapa aturan agaknya masih berbenturan dengan
beberapa asas pemilu yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 7
tahun 2017 tentang pemilihan umum. Asas Rahasia menjadi sorotan utama
ketika dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait hak
pilih penyandang disabilitas dalam pemilu, terutama disabilitas netra yang
didampingi oleh seorang pendamping ketika memilih. Tidak terpenuhinya
secara lengkap template untuk pemilih netra bagi penyandang disabilitas
netra untuk mencoblos pilihannya, menjadi alasan mengapa asas rahasia
yang digunakan dalam pemilu dilanggar begitu saja. Kedua,
diperbolehkannya pendamping bagi penyandang disabilitas netra untuk

12
mendampingi mereka dalam mencoblos pilihannya menjadi persoalan
benturan antara asas rahasia dan aturan atau norma yang berlaku. Maka,
asas rahasia tidak menjadi asas yang utuh karena diperbolehkannya
melalui aturan dalam perundang-undangan terkait untuk memperbolehkan
pendamping bagi disabilitass netra. KPU memberikan peluang bagi para
pendamping tunanetra dapat berbuat kecurangan atau mempengaruhi
penyandang tunanetra dalam menggunakan hak suaranya, karena
pendamping menganggap bahwa tunanetra adalah kaum yang lemah dan
mudah dipengaruhi. Seharusnya Pemerintah yang menaungi seluruh
golongan masyarakat dalam memberikan fasilitas penuh terhadap kalangan
tunanetra dengan menjunjung tinggi hak kesamaan setiap warga negara.
Selanjutnya, permasalahan di lapangan terkait petugas di TPS yang harus
memahami perlakuan kepada penyandang disabilitas. Kemudian juga
terkait dengan fasilitas yang harus memadai di dalam TPS ketika
penyandang disabilitas memilih.

E. Pendekatan
Ada pun pendekatan yang digunakan dalam kegiatan tersebut yaitu
pendekatan evokasi atau ekspresi spontan, malalui pendekatan ini
masyarakat di beri kebebasan penuh untuk mengemukakan atau
mengekspresikan tangkapan, perasaan, penilaian,dan pandangan nya
terhadap sesuatu hal yang biasa nya dalam bentuk semulus yang telah di
berikan . Pendekatan ini menekankan pemberani an dari inisiatif dari
masyarakat untuk mengekspresikan diri nya secara spontan atas dasar
kebebasan dan kesempatan yang telah di ciptakan.

F. Evaluasi
Jadi adapun masyarakat penyandang disabilitas ini mendapatkan
haknya dalam berpolitik ataupun kebebasan memilih yang mana
perlindungan terhadap hak-hak penyandang disabilitas (rights of persons
with disabilities) merupakan hak konstitusional sebagaimana dimaksud
Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, yang juga ditegaskan dengan ratifikasi

13
konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas. 2. Perlindungan
penyandang disabilitas ditingkat daerah sangatlah penting dituangkan
dalam peraturan daerah agar dapat memberi kepastian hukum, hal ini
disamping sejalan dengan UUD 1945 juga sesuai dengan rumusan Undang
Undang Nomor 4 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2011. Hak politik bagi penyandang disabilitas merupakan salah satu
komponen dari HAM yang juga harus dipenuhi, apalagi dalam tataran
negara demokrasi. Sehingga Indonesia sudah semestinya membuka ruang
seluas-luasnya bagi masyarakat termasuk masyarakat penyandang
disabilitas untuk ikut berpartisipasi dalam ranah politik termasuk ikut serta
dalam sistem pemerintahan karena, hak politik sebagai salah satu dari
serangkaian hak yang juga dimiliki oleh setiap warga negara termasuk
para penyandang disabilitas, memiliki arti penting bagi keberlangsungan
dari perlindungan hak asasi manusia dan sistem demokrasi yang berlaku di
Indonesia. Pengakuan, maupun pemajuan dan perlindungan hak-hak
penyandang disabilitas sejatinya merupakan perkembangan penting dalam
konsep hak asasi manusia. Indonesia, sebagai negara hukum yang sejak
awal mengedepankan pengakuan atas hak asasi manusia, juga sudah
mengadopsinya dengan ratifikasi CRPD serta diperbaharuinya UU
Penyandang Disabilitas. Pengakuan Indonesia ini bukan semata karena
solidaritas internasional, melainkan karena negara Indonesia memandang
hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati; dan hak
penyandang disabilitas adalah hak kodrati yang penting untuk diakui.
Filosofi ini tertuang jelas ketika Indonesia meratifikasi CRPD pada 2011.
Karena itu, Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 mengenai hak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum, juga berlaku secara mutlak untuk
penyandang disabilitas.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian bagian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa
Perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap permasalahan penyandang
disabilitas selama ini dapat dikatakan masih rendah, padahal data yang
dihimpun menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang
disabilitas secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari masih kurangnya
sumber daya kesehatan bagi penyandang disabilitas, yang terdiri atas:
sumber daya manusia (tenaga kesehatan, tenaga professional, dan
relawan/pendamping), fasilitas kesehatan bagi penyandang disabilitas
(puskesmas RS Umum, fasilitas pelayanan rehabilitasi), perbekalan (obat
dan alat kesehatan), dan teknologi dan produk teknologi yang diperlukan
bagi penyandang disabilitas. Minimnya anggaran yang tersedia untuk
penyelenggaraan pelindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas
juga merupakan permasalahan yang terjadi di lapangan. Selain itu, stigma
yang ada dalam masyarakat terhadap penyandang disabilitas seringkali
mengakibatkan pelanggaran terhadap hak penyandang disabilitas, seperti
adanya perlakuan diskriminatif dalam berbagai bidang kehidupan dan
penghidupan, termasuk pengucilan dan ejekan yang diterima oleh
penyandang disabilitas beserta keluarganya.Penyelesaian permasalahan
bagi penyandang disabilitas tidak hanya terbatas pada masalah kesehatan
saja (rehabilitasi medik).
Hal ini juga dititik beratkan pada upaya penyelenggaraan
pelindungan dan pemenuhan hak yang akan dilakukan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah agar tercipta kesetaraan dan kesamaan kesempatan
bagi penyandang disabilitas. Alasan ini pula yang membuat pengaturan
penyandang disabilitas perlu diatur dalam Undang-Undang
tersendiri,karena pada prakteknya penyandang disabilitas akan terhubung

15
dengan Perlindungan terhadap hak-hak penyandang disabilitas
merupakan hak konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 28H ayat
(2) UUD 1945, yang juga ditegaskan dengan ratifikasi konvensi
mengenai hak-hak penyandang disabilitas. Perlindungan penyandang
disabilitas ditingkat daerah sangatlah penting dituangkan dalam
peraturan daerah agar dapat memberi kepastian hukum, hal ini
disamping sejalan dengan UUD 1945 juga sesuai dengan rumusan
Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor.

B. Saran
Demi mewujudkan hukum yang berkeadilan bagi penyandang
disabilitas, sebaiknya pemerintah segera menyiapkan fasilitas-fasilitas
yang ramah disabilitas dan bersifat aksesibel dalam bentuk ketersediaan
alat media, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan penyandang disabilitas.

16
DAFTAR PUSTAKA
Basniwati AD. (2019). Hak Konstitusional Penyandang Disabilitas Dalam
Pemilu Constitutional Rights Of Person. Mataram: Universitas Mataram.

Dewi Anak Agung Istri Ari Atu. (2018). Aspek Yuridis Perlindungan
Hukum dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Bali: Universitas Udayana.

Indrayati Rosita. (2019). Hak Pilih Penyandang Disabilitas dalam


Pemilihan Umum di Indonesia. Jember: Universitas jember.

Marwandianto. (2019). Memilih Dan Dipilih, Hak Politik Penyandang


Disabilitas Dalam Kontestasi Pemilihan Umum Studi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Yogyakarta: Risbang Kemenristekdikti.

Pawestri Aprilina. (2017). Hak Penyandang Disabilitas Dalam Perspektif


HAM Internasional Dan HAM Nasional. Solo: Universitas Sebelas Maret.

Purnomosidi Arie. (2011). Konsep Perlindungan Hak Konstitusional


Penyandang Disabilitas Di Indonesia. Surakarta: Universitas Surakarta.

Rahmadni Muflih. (2020). Perlindungan Hukum Hak Memilih


Penyandang Disabilitas Dalam Pemilihan Umum. Yogyakarta: Universitas
Airlangga.

Rahmanto Yuri Toni. (2019). Hak Pilih bagi Penyandang Disabilitas


Mental Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia. Jakarta: Kemenkumham.

Ridwan Zulkarnain. (2013). Perlindungan Hak-Hak Konstitusional


Penyandang Disabilitas (Rights Of Persons With Disabilities). Lampung:
Universitas Lampung.

Sholihah Imam. (2016). Kebijakan Baru Jaminan Hak Bagi Penyandang


Disabilitas. Jakarta: Kejaksaan Agung.

Susanto Harry Eko. (2020). Dinamika Komunikasi Politik Dalam


Pemilihan Umum. Jakarta: Universitas Tarumanagara Jakarta.

17
LAMPIRAN
 Foto Kegiatan

18
19
 Video Kegiatan

20

Anda mungkin juga menyukai