Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN LEUKEMIA

LIMFOBLASTIK AKUT

Oleh:

Diki Gusti Pradana (19.11.031)

Dosen Penguji:

Ns. Reisy Tane, M.Kep, Sp.An

INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA

FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr,Wb

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan

kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan

hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN LEUKEMIA

LIMFOBLASTIK AKUT dengan tepat waktu.

Makalah ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT disusun guna memenuhi tugas Dosen saya

Ns. Reisy Tane, M.Kep, Sp.An pada mata kuliah AKN di Institut Kesehatan Deli

Husada Deli Tua. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat

menambah wawasan bagi pembaca .

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dosen kami Ibu Ns.

Reisy Tane, M.Kep, Sp.An selaku dosen mata kuliah AKN. Tugas yang telah

diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang

ditekuni penulis..

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan

makalah ini. Wassalamu’alaikum, Wr, Wb

01 September 2021

Adam Maulana Anugrah


KONSEP TEORI

1. Pengertian LLA

Leukimia limfoblastik akut itu sendiri adalah suatu penyakit keganasan

pada jaringan hematopoetik yang ditandai dengan penggantian elemen

sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik dan

penyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal ( Price,

2009 di kutip oleh Rahmadina, 2018 ).

Leukimia limfoblastik akut juga merupakan tipe leukemia paling sering

terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama

telah berumur 65 tahun atau lebih.

Puncak usia terjadi Leukimia limfoblastik akut adalah kira-kira 4 tahun,

walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia. Individu-individu tertentu,

seperti penderita sinrom down dan ataksia-telangieksis sangat beresiko

mengalami penyakit ini. Penyebab tidak dapat diketahui, walaupun dapat

berkaitan dengan factor genetik, lingkungan, infeksi, dan di pengaruhi oleh

imun. Gejalah pada saat pasien datang berobat adalah pucat, Fatigue, demam,

pendarahan, memar. Nyeri tulang, sering dijumpai, dan anak kecil dapat

datang untuk dievaluasi karena pincang atau tidak mampu berjalan. Pada

pemeriksaan fisik dijumpai adanya memar, petekie, limfadenopati dan

hepatosplenomegali. Evaluasi laboratorium dapat menunjukan leukositosis,

anemia, dan trombositopenia. Pada kira-kira 50% pasien ditemuakan jumlah

leukosit melebihi 10.000/mm3 . Neutopenia ( jumlah netrofil absolute kurang

dari 500/mm3 ) sering dijumpai. Limfoblas dapat melaporkan didaerah

perifer, tetapi pemeriksaan yang berpengalaman dapat melaporkan Limfoblas


tersebut sebagai Limfosit atipik. Diagnosis pada leukemia ditegakkan dengan

lakukan aspirasi sumsum tulang yang memperlihatkan limfoblas lebih dari

25%. Sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan imunologik, sitogenik, dan

karakter biokimia sel. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena system saraf

pusat merupakan tempat persembunyian penyakit ekstrameduler. Faktor-

faktor prognostic seperti jumlah leukosist awal dan usia pasien menentukan

pengobatan yang diindikasikan. Pasien-pasien yang beresiko tinggi

memerlukan terapi yang lebih intensif. Kebanyakan rencana-rencana

pengobatan berlangsung selama 2-3 tahun dan dimulai dengan fase induksi

remisi yang bertujuan untuk menurunkan beban leukemia yang dideteksi

menjadi kurang dari 5%. Fase terapi berikutnya bertujuan untuk menurunkan

dan akhirnya menghilangkan semua sel leukemia dari tubuh terapi. Terapi

preventif pada saraf pusat termaksud didalam semua protocol terapi.

Kemoterapi dengan beberapa obat merupakan terapi utama walaupun pada

beberapa pasien yang beresiko tinggi dilakukan radiasi pada system saraf

pusat. Transplantasi sumsum tulang merupakan pendekatan pengobatan lain

yang dilakukan pada anak yang mengalami relaps sumsum tulang. Tempat

relaps lain adalah system saraf pusat dan testis. Prognosis untuk daya tahan

tubuh shidup bebas panyakit lain lama adalah kira-kira 75% pada semua

kelompok resiko ( M.william schawtz,2005 dikutip dalam Supriadi 2018 ).

2. Etiologi

Etiologi spesifik leukemia limpoblastik akut belum diketahui, tetapi

terdapat hubungan dengan proses multifaktorial yang berkaitan dengan


genetik, imunologi, lingkungan, bahan toksik, dan paparan virus. Faktor

lingkungan meliputi antara lain paparan ionizing radiation, bahan toksik

kimia, herbisida dan pestisida. Pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi,

diethylstilbestrol, dan amfetamin, rokok, konsumsi alkohol, kontaminasi zat

kimia sebelum atau selama kehamilan mempunyai hubungan tidak konsisten

dengan leukemia limpoblastik akut. Ionizing radiation dan paparan benzene

merupakan faktor risiko yang berhubungan erat baik akut ( Yeni, 2014 ).

Faktor lain yang diduga berperan adalah faktor genetik yaitu riwayat

keluarga, kelainan gen, dan translokasi kromosom. Leukemia juga

dipengaruhi Human T-cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1), etnis, jenis kelamin,

usia, usia ibu saat melahirkan, serta karakteristik saat lahir seperti berat lahir

dan urutan lahir ( Ward, 2014 ).

Beberapa penelitian melaporkan adanya kemungkinan hubungan antara

medan elektromagnetik dari daya voltase tinggi dan perkembangan leukemia,

tetapi penelitian yang lebih besa r tidak mengonfirmasi hubungan tersebut.

Sampai saat ini, penyebab leukemia umumnya tidak dapat diidentifikasi

( Yenni 2014 ).

3. Patofisiologi

LLA dicirikan oleh proliferasi limfoblas imatur. Pada tipe leukemia akut,

kerusakan mungkin pada tingkat sel punca limfopoietik atau prekursor

limfoid yang lebih muda. Sel leukemia berkembang lebih cepat daripada sel

normal, sehingga menjadi crowding out phenomenon di sumsum tulang.

Perkembangan yang cepat ini bukan disebabkan oleh proliferasi yang lebih
cepat daripada sel normal, tetapi selsel leukemia menghasilkan faktorfaktor

yang selain menghambat proliferasi dan diferensiasi sel darah normal, juga

mengurangi apoptosis dibandingkan sel darah normal ( Yenni, 2014 ).

Perubahan genetik yang mengarah ke leukemia dapat mencakup antara

lain menurut ( Yenni, 2014 ) :

a. Aktivasi gen yang ditekan (protogen) untuk membuat onkogen

yang menghasilkan suatu produk protein yang mengisyaratkan

peningkatan proliferasi

b. Hilangnya sinyal bagi sel darah untuk berdiferensiasi

c. Hilangnya gen penekan tumor yang mengontrol proliferasi normal

d. Hilangnya sinyal apoptosis

4. Manifestasi klinis

Gambaran klinis pada LLA bervariasi. Awitan biasanya mendadak dan

progresif seperti penderita merasa lemah, pucat, sesak, pusing hingga gagal

jantung akibat anemia. Pada LLA sering terjadi neutropenia yang

menyebabkan infeksi dan demam. Trombositopenia dapat menyebabkan

perdarahan seperti ptekie, ekimosis atau manifestasi perdarahan lainnya.

Keluhan pada sistem saraf pusat (SSP) ditimbulkan oleh infiltrasi sel

leukemia dengan gejala sakit kepala, kejang, mual dan muntah. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya limfadenopati, hepatomegali, dan

atau splenomegali ( Pui dkk, 2012 dikutip dalam Ward, 2014 ).


Gejala klinis umumnya berupa rasa tidak sehat, demam, pucat, kurang

nafsu makan, berat badan menurun, malaise, kelelahan, nyeri tulang dan

sendi, epistaksis dan cenderung terjadi perdarahan, rentan terhadap infeksi,

serta sakit kepala. Tanda klinis yang ditemukan ialah kenaikan suhu tubuh,

ekimosis atau petekie, splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, dan

anemia, dan letargi ( Yenni, 2014 ).

Adapun gejalan yang muncul pada penderita leukemia limpoblastik akut

seperti berikut ( Ester, 2013 dikutip dalam Supriadi 2018 ).

a. Demam tinggi

Demam tinggi disebkan karena adanya penurunan leukosit, secara

otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh kerena leukosit yang

berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat

bekerja secara optimal.

b. Pendarahan

Pendarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya pendarahan mukosa

seperti gusi, hidung ( epistaksis ) atau pendarahan bawah kulit yang

sering disebut peteki. Pendarahan ini dapat terjadi secara spontan

atau kerana trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah,

pendarahan dapat terjadi secara spontan.

c. Anemia

Anemia disebabkan kerana produksi sel darah merah kurang, akibat

dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel hemoglobin,

turunnya hemotokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang


menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang

sesak napas.

d. Nyeri abdomen

Nyeri abdomen muncul akibat adanya pembengkakan atau rasa tidak

nyaman di perut ( akibat pembesaran limpah ). Serta beberapa

gejalah lain yang bisa muncul seperti gejalah : pasien mengalami

penurunan berat badan, malaise, nyeri tulang, kejang, sakit kepala,

dan diplopia.

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

 Pemeriksaan darah tepi.

a. Kadar Hb menunjukkan penurunan ringan hingga berat dengan

morfologi normokromik normositer. Kadar Hb yang rendah

menunjukkan durasi leukemia yang lebih panjang, sedangkan

kadar Hb yang tinggi menunjukkan leukemia dengan proliferasi

yang lebih cepat.

b. Sel darah putih dapat normal, menurun atau meningkat.

c. Sebanyak 92% dengan kadar trombosit dibawah normal.

d. Pada hapusan darah tepi dapat ditemukan adanya sel blas. Sel blas

pada pasien dengan leukopenia umumnya hanya sedikit atau

bahkan tidak tampak. Sel blas banyak ditemukan pada pasien

dengan jumlah leukosit lebih dari 10 x 103/µL ( Ward, 2014 ).

 Sumsum tulang
Jumlah normal sel blas pada sumsum tulang adalah kurang dari 5%.

Sediaan hapusan sumsum tulang pada LLA menunjukkan peningkatan

kepadatan sel dengan trombopoesis, eritropoesis dan granulopoesis

yang tertekan, disertai jumlah sel blas >25%. Berdasarkan morfologi

blas pada hapusan sumsum tulang, French-American British (FAB)

membedakan LLA menjadi 3 antara lain:

a. L1 : terdiri dari sel-sel limfoblast kecil serupa, dengan kromatin

homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma

sempit.

b. L2 : terdiri dari sel-sel limfoblas yang lebih besar tetapi

ukurannya bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih

anak inti.

c. L3 : terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin

berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang

basofilik dan bervakuolisasi ( Ward, 2014 ).

 Pemeriksaan immunophenotyping

Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi

imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk

pemeriksaan surfacemarker guna membedakan jenis leukemia

( Pudiastuti, 2013 dikutip dalam Supriadi 2018 ). Pemeriksaan

imunologi atau sering disebut dengan imunophenotyping digunakan

untuk identifikasi dan kuantifikasi antigen seluler. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan menggunakan sampel darah perifer dan sumsum

tulang untuk membedakan leukemia sel T atau sel B ( Gupta, 2015 ).


 Pemeriksaan sitogenik

Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat

diperlukan dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom

dapat dihubungkan dengan prognosis ( Pudiastuti, 2013 dikutip dalam

Supriadi 2018 ).
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

An. A, laki-laki usia 2 tahun dibawa ke UGD rumah sakit RSUD Purwodadi oleh

kedua orangtuanya karena anak mengalami demam sejak 2 minggu, anak lemas,

dan pucat. Orang tua mengatakan sekitar 2 minggu lalu anaknya sempat jatuh dan

sampai sekarang kakinya masih bengkak dan memar. Anak terlihat menangis

sambil menunjuk bagian tubuh yang bengkak. Orangtua mengatakan anak tidak

mau berjalan karena badannya sakit. Nafsu makan anak selama 2 minggu ini juga

dikeluhkan mengalami penurunan dan berat badan anak tidak mengalami

kenaikan dari 10,5 kg. Hasil pemeriksaan, BB: 10,5 kg. PB: 85cm, leukosit:

70.000/uL, trombosit : 42.000 u/l , Hb: 6 g/dl., Suhu : 38,5 oC, HR: 110x/mnt ,

RR: 35x/mnt, Konjungtiva anemis, badan teraba panas, pemeriksaan abdomen:

teraba keras. Diagnosa medis: Akut Limpoblastik Leukemia (ALL).

1. Pengkajian

a. Biodata

Nama Pasien : An. A

Usia : 2 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

b. Keluhan Utama

Orang tua mengatakan anak mengalami demam sejak 2 minggu, anak

lemas, dan pucat. Sekitar 2 minggu lalu anaknya sempat jatuh dan sampai
sekarang kakinya masih bengkak dan memar. Orang tua mengatakan

anak tidak mau berjalan karena badannya sakit. Nafsu makan anak

selama 2 minggu ini juga dikeluhkan mengalami penurunan dan berat

badan anak tidak mengalami kenaikan dari 10,5 kg

c. Riwayat Kesehatan terdahulu

d. Riwayat Kesehatan Sekarang

e. Riwayat Kesehatan keluarga

f. Pemeriksaan Fisik

Mengalami nyeri dan bengkak pada kaki. BB: 10,5 kg. PB: 85cm,

leukosit: 70.000/uL, trombosit : 42.000 u/l , Hb: 6 g/dl., Suhu : 38,5 oC,

HR: 110x/mnt , RR: 35x/mnt, Konjungtiva anemis, badan teraba panas,

pemeriksaan abdomen: teraba keras. Diagnosa medis: Akut Limpoblastik

Leukemia (ALL).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan efek fisiologis dari

leukemia yang ditandai dengan pembengkakan dan memar pada kaki

b. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi dan kelainan darah

yang ditandai dengan peningkatan leukosit

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh.

d. Resiko infeksi, factor resiko: kerusakan jaringan dan paparan lingkungan,

tidak adekuat pertahanan sekunder ( penurunan HB, trombosiopenia,

leukositosis, penekanan respon inflamasi ).


3. Intervensi Keperawatan

a. Nursing outcomes classification ( NOC ) untuk diagnosa keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan efek fisiologis dari

leukemia yang ditandai dengan pembengkakan dan memar pada kaki

yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan

nyeri yang dirasakan pasien berkurang yang ditandai dengan indikator

hasil:

 Melaporkan nyeri berkurang

 Memperlihatkan tehnik relaksasi secara individual yang efektif.

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri).

Nursing intervensions classification ( NIC ) untuk diagnose keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan efek fisiologis dari

leukemia yang ditandai dengan pembengkakan dan memar pada kaki,

yaitu: pain management :

 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakterisitik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

 Ajarkan teknik non farmakologis : tekni relaksasi napas dalam, dan

distraksi.

b. Nursing outcomes classification ( NOC ) untuk diagnosa keperawatan

Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi dan kelainan darah


yang ditandai dengan peningkatan leukosit yaitu setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan hipertermi dengan

indicator hasil:

 Peningkatan suhu kulit tidak ada.

 Suhu tubuh dalam rentang normal

 Tidak ada tanda hipertermi.

Nursing intervensions classification ( NIC ) untuk diagnose keperawatan

Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi dan kelainan darah

yang ditandai dengan peningkatan leukosit yaitu, Perawatan hipertermi:

 Monitor tanda-tanda vital terutama suhu tubuh klien.

 Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban.

 Longgarkan atau lepaskan pakaian.

 Kompres dingin pada kepala, dahi, atau selangkangan (Kompres

Cold Pack)

 Berikan antipiretik untuk menurunkan nyeri dan suhu tubuh.

c. Nursing outcomes classification ( NOC ) untuk diagnosa keperawatan

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh yaitu setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan pasien

mampu melakukan aktivitas sehari-hari ( ADL ) yang ditandai dengan

indicator:

 Pasien mampu bergerak dengan mundah.

 Terjadi peningkatan aktivitas fisik pada pasien


 Pasien dapat melakukan aktivitas mobilitas secara mandiri

 Pasien menyatakan kanyamanan terhadap kemampuan untuk

melakukan ADL.

 Dapat melalukan ADL tampa bantuan.

Nursing intervensions classification ( NIC ) untuk diagnose keperawatan

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh yaitu , energy

management:

 Kaji tingkat kemampuan pasien untuk melakukan ambulasi dan

berpindah posisi.

 Hindari penggunaan kasur yang berstekstur keras.

 Bantu kebutuhan pasien untuk alat-alat kebersihan diri, berpakaian,

toileting, dan nakan.

 Gunakan alat ditempat tidur untuk melindungi pasian.

d. Nursing outcomes classification ( NOC ) untuk diagnosa keperawatan

Resiko infeksi yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8

jam diharapkan terhindar dari tanda-tanda infeksi dengan indicator:

 Klien terhindar dari tanda dan gejalah infeksi.

 Jumlah leukosit dalam batas normal.

 Menunjukan perilaku hidup sehat.

Nursing intervensions classification ( NIC ) untuk diagnose keperawatan

Resiko infeksi yaitu, infection control:

 Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain.


 Pertahankan tehnik isolasi.

 Beri terapi antibiotic bila perlu.

Infection protection:

 Monitor tanda dan gejalah infeksi sitemik dan lokal.

 Pertahankan tehnik aseptic pada pasien yang beresiko.

 Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan panas

dan drainase.

 Dorong masukan nutrisi yang cukup.


Perbandingan Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres

Cold Pack Hangat dengan Kompres Air Hangat pada Anak Acute

Limpoblastic Leukemia di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi

Tri Paryani1), Rufaida Nur Fitriana2), Saelan3)

1) Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2,3) Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Abstrak

Jumlah penderita Leukemia setiap tahun mengalami peningkatan baik

pada anak maupun dewasa. Anak yang menderita leukemia akan mengalami

pucat, lemah, perdarahan, nyeri tulang, memar spontan, infeksi, dan demam.

Demam terjadi karena pada leukemia ditemukan jumlah leukosit yang tidak

normal dan bekerjanya tidak efektif, sehingga memudahkan terjadinya infeksi dan

demam yang berulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

efektifitas penurunan suhu tubuh menggunakan kompres cold pack hangat dan

kompres air hangat pada anak dengan Acute Limpoblastic Leukemia di ruang

Melati 2 RSUD Dr. Moewardi.

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen dengan pendekatan

pre test and post test without control group. Sampel penelitian ini adalah pasien

anak dengan ALL yang dirawat di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi sebanyak
38 orang, yang terbagi 19 orang kelompok perlakuan A (cold pack hangat) dan 19

orang kelompok perlakuan B (kompres air hangat). Teknik pengambilan sampel

penelitian menggunakan quota sampling. Instrument penelitian menggunakan

SPO cold pack hangat, SPO kompres air hangat, lembar observasi, dan

thermometer. Uji Analisis yang digunakan dengan Uji Wilcoxon dan Uji Mann

Whitney.

Kompres cold pack hangat dan kompres air hangat efektif untuk

menurunan suhu tubuh pada anak dengan Acute Limpoblastic Leukemia.

Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara membandingkan nilai suhu tubuh post

test dan nilai suhu tubuh pre test, ditunjukkan dengan hasil uji mann whitney

0.000 (< 0,05).

Kompres menggunakan cold pack yang diberikan pada anak dengan Acute

Limphoplastic Leukemia (ALL) lebih efektif dalam menurunkan demam

dibandingkan dengan kompres air hangat.

Kata kunci : suhu tubuh, kompres, cold pack, demam, acute limpoblastic leukemia

(ALL).

Anda mungkin juga menyukai