Profil demografi dan klinis pasien yang diteliti, 59% adalah laki-laki dan 41% adalah
perempuan dengan usia rata-rata = pada perempuan adalah 75,8 dan laki-laki 67,2 tahun.
Diagnosa medis yang paling banyak adalah gagal jantung kongestif (22,2%) dan infark
miokard akut (20%). Laki-laki lebih banyak terkena gagal jantung dan infark miokard akut,
sedangkan Wanita lebih banyak angina dan aritmia.
Teridentifikasi terdapat 366 dosis obat terjadwal yaitu obat antihipertensi dengan 133 dosis,
analgesic 116 dosis, diuretic 70 dosis dan agen antiplatelet 46 dosis. Jadwal pemberian obat
paling banyak terjadi pada pukul 6 pagi sebanyak 301 dosis dan jam 6 sore sebanyak 208
dosis
Dari hasil analisis yang dibuat oleh Micromedex, 57 berpotensi mengalami interaksi obat
disajikan dalam 51 resep dan diklasifikasikan dengan 5 mengalami interkasi ringan, 30
mengalami interaksi sedang, dan 22 mengalami interaksi berat. Odds ration (OR) yang
dihitung menghasilkan peluang bahwa terjadinya interaksi obat dalam resep dengan
penggunaan ima obat atau lebih adalah 8,0 dengan demikian interaksi obat pada resep dengan
5 obat memiliki peluang delapan kali lebih besar dengan p <0,0001.
Sedangkan untuk interkasi obat serius terdeteksi 18 resep obat dari 22 PDI berat antara lain
simvastatin (n=5), amiodarone (n=5), amlodipine (n=4), clopidogrel (n=4), enoxaparin (n=4),
digoxin (n=2) , ranitidine (n =2), risperidone (n=2), diltiazem (n=1), carvedilol (n=1),
cilostazol (n=1), kalium klorida (n=1), spironolakton (n=1 ), enalapril (n =1), metoprolol
(n=1), omeprazole (n=1), ticagrelor (n=1) dan warfarin (n=1).
Selain itu terdapat 14 pasangan obat yang berpotensi interaksi obat dan mengalami kerusakan
parah, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang mengaitkan dengan klasifikasi ini serta
dampak klinis yang diamati dalam praktik keperawatan
Obat berpotensi mengalami interaksi obat dengan kerusakan parah pada pukul 6 sore dan 6
pagi hal ini terjadi karena pada pukul 6 sore dan 6 pagi mengalami frekuensi pemberian obat
paling tinggi.
Pembahasan
Pada penelitian ini diagnosa medis yang paling banyak adalah gagal jantung kongestif
(22,2%) dan infark miokard akut (20%). Sementara pada penelitian lain gangguan sistem
kardiovaskuler, diabetes melitus, gangguan liver, gangguan metabolic, gangguan saluran
kemih, gangguan saluran pencernaan, anemia, infeksi, gout, gangguan ansietas, suspected
neoplasma, gangguan kelenjar tiroid (Sulistiyowatiningsih et al., 2016).
Pada penelitian ini 57 berpotensi mengalami interaksi obat. Sementara pada penelitian yang
dilakukan oleh Sulistiyowatiningsih et al (2016) pada Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode 2009-2013 didapatkan hasil jumlah kejadian interaksi obat adalah
sebanyak 325 kejadian. Kejadian interaksi obat yang potensial tersebut ditemukan dari total
70 pasien yang mengalami interaksi obat. Hal ini dapat menjelaskan bahwa setiap pasien
dapat mengalami lebih dari satu interaksi karena perbedaan jenis dan jumlah terapi obat yang
diperoleh. Sementara pada penelitian lain yang dilakukan oleh (Nur’aini & Banu Kuncoro,
2019) pasien PJK rawat inap RSU Kabupatan tangerang dari total sampel 92 pasien tahun
2017 berpotensi mengalami interaksi obat sebanyak 82 pasien.
1. Mempengaruhi absorpsi
Kecepatan absorpsi atau total jumlah yang diabsorpsi dapat dipengaruhi oleh interaksi
obat. Penurunan jumlah yang diabsorbsi dapat menyebabkan terapi menjadi tidak
efektif.
3. Mempengaruhi metabolisme.
Dapat menyebabkan rendahnya kadar plasma dan mengurangi efek obat. Penghentian
obat penginduksi tersebut dapat menyebabkan meningkatnya kadar plasma obat yang
lainnya sehingga terjadi gejala toksisitas. Barbiturat, griseofulvin, beberapa
antiepilepsi dan rifampisin adalah penginduksi enzim yang paling penting. Obat yang
dipengaruhi antara lain warfarin dan kontrasepsi oral. Sebaliknya, saat suatu obat
menghambat metabolisme obat lain, akan terjadi peningkatan kadar plasma, sehingga
menghasilkan peningkatan efek secara cepat dan juga meningkatkan risiko. Beberapa
obat yang meningkatkan potensi warfarin dan fenitoin memiliki mekanisme seperti di
atas.
Obat dieliminasi melalui ginjal, melalui filtrasi glomerulus dan melalui sekresi aktif di
tubulus ginjal. Kompetisi terjadi antara obat-obat yang menggunakan mekanisme
transport aktif yang sama di tubulus proksimal. Contohnya salisilat dan beberapa
AINS menghambat ekskresi metotreksat; toksisitas metotreksat yang serius dapat
terjadi