Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN SEMINAR AKHIR STASE KEPERAWATAN

MEDIKALBEDAH PADA KLIEN Tn. J DENGAN DIAGNOSA MEDIS


BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)DI RUANG PERAWATAN
FLAMBOYAN RSUD UNDATA PALU

OLEH:
KELOMPOK V

1. Sujirman, S.Kep
2. Sri Indriningsi, S.Kep
3. Dina Afiani, S.Kep
4. Wini Olivia Pratiwi, S.Kep
5. Nur Hikma, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayahNya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan asuhan keperawatan mengenai Tuberculosis
Paru. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan
sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Laporan ini merupakan salah satu tugas mata kuliah KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH di program studi profesi Ners STIKES WIDYA
NUSANTARA PALU. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.

PALU, MEI 2021


HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN DIAGNOSA MEDIS

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

Telah Disahkan

Pada Tanggal : ...........................

Mengetahui :

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Ns. Masri Dg. Taha, M.Kep Ns. Ismawati, M.Sc


DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................i
Halaman Pengesahan.........................................................................................ii
Kata Pengantar..................................................................................................iii
Daftar Isi.............................................................................................................iv
Bab I Pendahuluan............................................................................................
1. Latar Belakang.......................................................................................1
2. Identifikasi Masalah...............................................................................3
3. Tujuan Penulisan....................................................................................3
4. Manfaat penulisan..................................................................................3
5. Metode Penulisan...................................................................................3

Bab II Tinjauan Teori.......................................................................................


1. Konsep Medis
a. Definisi............................................................................................5
b. Anatomi fisiologi............................................................................7
c. Etiologi............................................................................................10
d. Patofisiologi....................................................................................11
e. Patway.............................................................................................13
f. Manifestasi Klinis...........................................................................14
g. Komplikasi......................................................................................15
h. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................16
i. Penatalaksanaan..............................................................................17
j. Pencegahan.....................................................................................18
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian.......................................................................................20
b. Diagnosa Keperawatan...................................................................23
c. Intervensi Keperawatan..................................................................24

Bab III Tinjauan Kasus.....................................................................................


a. Pengkajian......................................................................................36
b. Pathway..........................................................................................41
c. Diagnosa Keperawatan...................................................................42
d. Intervensi........................................................................................43
e. Implementasi..................................................................................44

Bab IV Kesimplan dan Saran...........................................................................


a. Kesimpulan.....................................................................................46
b. Saran...............................................................................................46

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
BPH merupakan kelainan pembesaran kelenjar yaitu hiperplasia yang
mendesak jaringan asli keporifer. Pada pasien BPH usia lanjut sangat
memerlukan tindakan yang tepat untuk mengantisipasinya. Sebagai salah satu
tindakan yang akan dilakukan adalah dengan operasi prostat atau
prostatektomi untuk mengangkat pembesaran prostat. Dari pengangkatan
prostat, pasien harus dirawat inap sampai keadaannya membaik, guna
mencegah komplikasi lebih lanjut. (Suwandi, 2007)
Menurut Silva (2007), BPH dianggap menjadi bagian dari proses penuaan
yang normal. Walaupun demikian, jika menimbulkan gejala yang berat dan
tidak segera ditangani dapat menimbulkan komplikasi yang mungkin terjadi
pada penderita BPH yang dibiarkan tanpa pengobatan adalah pembentukan
batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah buang air kecil, sehingga
terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang selalu tinggi tersebut
diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang
akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
Di Dunia, dapat dilihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan
seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah
meningkatnya usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi
50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa 1 2 sehingga
90%. Sedangkan hasil penelitian Di Amerika 20% penderita BPH terjadi pada
usia 41-50 tahun, 50% terjadi pada usia 51-60 tahun dan 90% terjadi pada usia
80 tahun (Johan, 2005).
Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran
prostat benigna. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan
kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca, 2006).
Menurut pengamatan peneliti selama praktek Di RSUD Pandanarang Boyolali
pada tanggal 7 Mei 2012, Di Bangsal Bedah Flamboyan, dari hasil Rekam
Medik pada tahun 2012 dari bulan Januari sampai Mei 2012 Di RSUD
Pandanarang Boyolali dari 40 % terdapat 30 % yang menderita BPH rata-rata
penderita berusia 50 tahun keatas dan berjenis kelamin laki-laki. Dan dari 20
% penderita harus dilakukan operasi.
2. Identifikasi Masalah
Apa itu benign prostatic hyperplasia (BPH), Bagimana cara penegakan
diagnosisnya dan bagaimna penatalkasanaan yang tepat pada pasien penderita
penyakit ini.
3. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah membuat laporan ini diharapkan mahasiswa mengerti dan mampu
memberikan asuhan keperawatan secara konfrehensip pada pasien dengan
kasus benign prostatic hyperplasia (BPH).
b. Tujuan Khusus
Setelah menyusun laporan ini diharapkan klien mampu.
1) Mengenal benign prostatic hyperplasia (BPH)
2) Merumuskan diagnosa untuk pasien benign prostatic hyperplasia (BPH)
3) Membuat perencanaan untuk pasien dengan benign prostatic hyperplasia
(BPH)
4) Melakukan implementasi pada pasien dengan benign prostatic
hyperplasia (BPH)
5) Membuat evaluasi pada pasien dengan benign prostatic hyperplasia
(BPH)
4. Manfaat Penulisan
a. Dengan adanya laporan kasus ini kita dapat mengetahui karakteristik
dari penyakit benign prostatic hyperplasia (BPH).
b. Dengan adanya laporan kasus ini kita dapat memberikan
asuhankeperawatan pada pasien yang mengalami benign prostatic
hyperplasia (BPH).

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Menurut Taufan (2015) Pembesaran jinak kelenjar prostat yang
disebabkan karena hyperplasia beberapa/semua komponen prostat. Menurut
Tanto (2016) Hiperplasia prostat jinak (benign prostate hyperplasia-BPH)
merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki. Insidennya
terkait pertambahan usia, prevelensi yang meningkat dari 20 % pada laki-laki
berusia 41-50 tahun menjadi lebih dari 90% pada laki-laki berusia lebih dari
80 tahun.
B. Anatomi Fisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak
disebelah inferior buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa
kurang lebih 20 gram. Kelenjar prostat yang terbagi atas beberapa zona, antara
lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler, dan zona
periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional
(zona yang terdapat bagian salah satu organ genitalia pria yang menjadi besar
akbat penumpukan urine) (Tanto, 2016).

Kelenjar postat merupaka organ berkapsul yang terletak dibawah


kandung kemih dan ditembus oleh uretra. Uretra yang menembus
kandung kemih ini disebut uretra pars prostatika. Lumen uretra pars
prostatika dilapisi oleh epitel transisional.
C. Etiologi
Menurut Tanto (2016) teori yang umum digunakan adalah bahwa
BPH bersifat multifactorial dan pengaruh oleh sistem endokrin, selain itu
ada pula yang menyatakan bahwa penuaan menyebabkan peningkatan
kadar estrogen yang menginduksi reseptor adrogen sehingga meningkat
sensitivitas prostat terhadap testosteron bebas, secara patologis, pada BPH
terjadi proses hiperplesia sejati disertai peningkatan jumlah sel.
Pemeriksaan micropis menunjukan bahwa bPH tersusun atas stroma dan
epitel dengan rasio yang bervariasi.
D. Patofisiologi
Menurut Tanto (2016) kelenjar prostat terletak dibawah kandung
kemih dan tembus oleh uretra.kelenjar ini dibagi empat zona yaitu zona
perifer, sentral, stoma fibromuskularis anterior, dan transsisional, yang
disebut dengan benign prostat obstruksi (BPO). Gejala klinis yang timbul
terbagi atas dua jenis yaitu gejala obstruksi dan gejala iritasi, gejala
obstruksi timbul akibat sumbatan secara langsung akibat uretra, gejala
iritatif terjadi sekunder pada kandung kemih sebagai respon
meningkatkan resitensi pengeluaran dan pengosongan yang tidak
sempurna menyebakan ransangan pada kandung kemih berkontraksi pada
kondisi belum penuh.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Menurut Tanto (2016) pada umumnya pasien BPH datang dengan gejala-gejala
truktus urinarius bawah (lower urinari tract symptoms -LUTS) yang terdiri atas gejala
obstruksi dan iritasi.

Gejala obtruksi :
a. Miksi terputus
b. Hesitancy: saat miksi pasien harus menunggu sebelum urin keluar
c. Harus mengedang saat mulai miksi
d. Kurangannya kekuatan dan pancaran urine
e. Sensasi tidak selesai berkemih
f. Miksi ganda (berkemih untuk kedua kalinya dala waktu ≤ 2 jam
setelah miksi sebelumnya
g. Frekuensi sering miksi
h. Urgensi : rsa tidak dapat menahan lagi, rasa ingin miksi
G. Komplikasi
1. Retensi urine. Retensi urine ditandai dengan ketidakmampuan seseorang
untuk buang air kecil. Pengidap BPH yang mengalami retensi urine
mungkin perlu dibantu dengan kateter yang dimasukkan ke dalam
kandung kemih untuk mengeringkan urine. 
2. Infeksi saluran kemih. BPH juga bisa membuat pengidapnya tidak mampu
mengosongkan kandung kemih sepenuhnya. Kondisi ini meningkatkan
risiko infeksi saluran kemih.
3. Batu kandung kemih. Batu kandung kemih juga dapat terbentuk apabila
pengidap BPH tidak mampu mengosongkan kandung kemih sepenuhnya.
Jika ukurannya semakin besar, batu bisa menyebabkan infeksi, mengiritasi
kandung kemih, dan menyumbat aliran urine.
4. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan
sepenuhnya lama kelamaan dapat meregang dan melemah. Akibatnya,
dinding otot kandung kemih tidak lagi berkontraksi dengan baik.
5. Kerusakan ginjal. Tekanan pada kandung kemih akibat retensi urine terus-
menerus dapat merusak ginjal atau menyebarkan infeksi kandung kemih
sampai ke bagian ginjal.

H. Pemeriksaan Diagnostok
1. labolatorium
a. BNO IVP
b. Transrekral ultrasonografi – prostat
c. Lab : rutin persiapan operasi, PSA.
d. Biopsi jarum bila ada kecurigaan pada colok dubur atau PSA 10
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Prostat spesifik anti gen (PSA), bersifat spesifik tetapi tidak spesifik
kanker. Pemeriksaan ini dpat dilakukan untuk menilai bagaimana
perjalan penyakit BPH selanjutnya, keluhan alkibat BPH lebih berat
atau lebih mudah terjadi retensi urine akut, rentang normal nilai
PSA adalah:
1) 40-49 tahun : 0-2,5 ng/mL
2) 50-59 tahun : 0-3,5 ng/mL
3) 60-69 tahun : 0-4,5 ng/mL
4) 70-79 tahun : 0-6,5 ng/mL
b. Nilai PSA >4 ng/mL merupakan indikasi tindakan biopsi prostat
c. Flowmetri : Qmax (laju pancaran urine maksimal) turun biasanya < 15
cc
d. USG/kateter untuk menilai volume urine residual
e. Transrectal/transabdominal Ultrasonografi (TRUS/TAUS)
mengukur volume prostat dan menemukan gambaran hipoekoik
f. Pemeriksaan atas indikasi : intravenous
I. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Mulai berolahraga secara teratur, misalnya berjalan kaki setiap hari
selama setengah hingga satu jam. Mulai mengurangi atau berhenti
mengonsumsi kafein dan minuman keras, Mencari jadwal minum obat yang
tepat, agar terhindar dari nokturia (meningkatnya frekuensi buang air kecil
sepanjang malam),Mulai membiasakan diri untuk tidak minum apapun dua
jam sebelum waktu tidur, agar terhindar dari nokturia.
2. Tindakan medis
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien
dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang
ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan
(parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan
minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk
menghindari mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat
dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung kemih
(jangan menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi
kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien
dianjurkan untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan laboratorium,
sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur (Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011)
dapat diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:
a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat
diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau
ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi.
b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung
jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau
dengan alat urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran
urin.
3. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2017) tujuan dari obat-obat yang
diberikan pada penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi
untuk mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan
alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone
testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).
d. Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH,
menurut Purnomo (2011) diantaranya :
penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa
reduktase, fitofarmaka.
1) Penghambat adrenergenik alfa
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin,
doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a
(Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin
adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1
adrenergenik karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi
pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini
menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot
polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat
sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini
dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini
akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga
gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya
pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu
setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin
timbul 19 adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada
obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu
dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer,
dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot kandung
kemih dan sfingter uretra.
2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5
mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini
bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya
hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih
diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan
sedikit/ 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan
bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan
miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya
adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
3) Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat.
Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa
repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama
1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.
4. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan
pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio
urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu
saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan
untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan
komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang
dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan
endourologi.
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi
terbuka yang biasa digunakan adalah :
1) Prostatektomi suprapubik Adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung
kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat
digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi
yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang
cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang
dapat terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua
prosedur bedah abdomen mayor.
2) Prostatektomi perineal Adalah suatu tindakan dengan mengangkat
kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih
praktis dan sangat berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode
pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi
dilakukan dekat dnegan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi
dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
3) Prostatektomi retropubik Adalah tindakan lain yang dapat
dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah mendekati kelenjar
prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa
memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar
prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah
yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih
mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.
21 Gambar. 2.3 Terapi Bedah (Smeltzer dan Bare, 2002)
b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan,
reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan
cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak
tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai
berat, volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan ini dilaksanakan
apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial yang
langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai kateter
threeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan
untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP
antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu
operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi
TURP adalah rasa tidak enak pada 22 kandung kemih, spasme
kandung kemih yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi,
fertilitas (Baradero dkk, 2007).
2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini
dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat
fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau
berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau kurang).
Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan instrument
kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien
bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare,
2002).
3) Terapi invasive minimal
Menurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukan
pada pasien dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan.
Terapi invasive minimal diantaranya Transurethral Microvawe
Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon Dilatation (TUBD),
Transuretral Needle Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA),
Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.
a) Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis
pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit
besar. Dilakukan dengan cara pemanasan prostat menggunakan
gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui
transducer yang diletakkan di uretra pars prostatika, yang
diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang dipakai
antara lain prostat.
b) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini dilakukan
dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan
menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini
efektif pada pasien dengan prostat kecil, 23 kurang dari 40 cm3.
Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun
efek ini hanya sementar, sehingga cara ini sekarang jarang
digunakan.
c) Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini memakai
energy dari frekuensi radio yang menimbulkan panas mencapai 100
derajat selsius, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.
Pasien yang menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri,
disuria, dan kadang-kadang terjadi retensi urine (Purnomo, 2011).
J. Asuhan Keperawatan
1. Identitas
a. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat.
b. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
2. Pengkajian
a. Alasan utama datang ke rumah sakit
b. Keluhan utama (saat pengkajian)
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan dahulu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat pengobatan dan alergi
3. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum : sakit / nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan
lain-lain.
b. Data sistemik
1. Sistem persepsi sensori : pendengaran, penglihatan, pengecap /
penghidu, peraba, dan lain-lain
2. Sistem penglihatan : nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata,
alis, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon
cahaya, dan lain-lain.
3. Sistem pernapasan : frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan
napas, dan lain-lain.
4. Sistem kardiovaskular : tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
5. Sistem saraf pusat : kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi
tempat, orientasi orang, dan lain-lain.
6. Sistem gastrointestinal : nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan,
bibir, mual dan tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan
menelan, perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan lain-lain.
7. Sistem muskuloskeletal : rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan,
kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot
kaki, akral, fraktur, dan lain-lain.
8. Sistem integumen : warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan
lain-lain.
9. Sistem reproduksi : infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis,
prostat, payudara, dan lain-lain.
10. Sistem perkemihan : urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK,
vesika urinaria.
c. Data penunjang
d. Terapi yang diberikan
e. Pengkajian masalah psiko, sosial, budaya dan spiritual
1. Psikologi
a. Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
b. Cara mengatasi perasaan tersebut
c. Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
d. Jika rencana ini tidak terselesaikan
e. Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada
2. Sosial
a. Aktivitas atau peran klien di masyarakat
b. Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
c. Cara mengatasinya
d. Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
3. Budaya
a. Budaya yang diikuti oleh klien
b. Aktivitas budaya tersebut
c. Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut
d. Cara mengatasi keberatan tersebut
4. Spiritual
a. Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari
b. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
c. Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
d. Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut
e. Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
f. Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang
sekarang sedang dialami

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernytaan yang jelas mengenai status
kesehatan atau masalah actual atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, dan
mencegah maslah keperawatan klien yang ada pada tanggung jawabnya (nur
salam 2017)
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

a. Pre Operasi :

1) Ansietas b.d kurangnya pengetahuan dan informasi

2) Nyeri akut b.d trauma jaringan (insisi operasi), pemasangan kateter


spasme kandungan

b. Post Operasi :
1) Nyeri akut b.d trauma jaringan (insisi operasi), pemasangan kateter
spasme kandungan
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak
adekuatnya intake
3) Gangguan pola tidur b. perubahan status kesehatan

4) Resiko tinggi infeksi b.d pembedahan


Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Ansietas NOC : Anxiety Reduction
 Ansietas control (penurunan kecemasan)
 Anxiety Level 1. Gunakan pendekatan
 Coping yang menenangkan
Setelah dilakukan 2. Nyatakan dengan jelas
tindakan keperawatan harapan terhadap pelaku
selama 1 x 24 jam pasien
kecemasan pada klien 3. Jelaskan semua
berkurang atau hilang prosedur dan apa yang
dengan dirasakan selama
Kriteria Hasil : prosedur
 Klien mampu 4. Temani pasien untuk
mengidentifikasi dan memberikan keamanan
mengungkapkan gejala dan mengurangi takut
cemas 5. Berikan informasi
 Mengidentifikasi, faktual mengenai
mengungkapkan dan diagnosis, tindakan
menunjukkan tehnik prognosis
untuk mengontol cemas 6. Dorong keluarga untuk
 Vital sign dalam batas menemani anak
normal 7. Lakukan back / neck rub
 Postur tubuh, ekspresi 8. Dengarkan dengan
wajah, bahasa tubuh penuh perhatian
dan tingkat aktivitas 9. Identifikasi tingkat
menunjukkan berkurang kecemasan
nya kecemasan 10. Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian

secara IV, IM untuk


pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
3. Ketidakseimban NOC: 1. Kaji adanya alergi
gan nutrisi  Nutritional status: makanan
kurang dari Adequacy of nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli
kebutuhan  Nutritional Status : gizi untuk menentukan
tubuh food and Fluid Intake jumlah kalori dan nutrisi
 Weight Control yang dibutuhkan pasien
3. Yakinkan diet yang
Setelah dilakukan tindakan dimakan mengandung
keperawatan tinggi serat untuk
selama….nutrisi kurang mencegah konstipasi
teratasi dengan indikator: 4. Ajarkan pasien
❖ Albumin serum bagaimana membuat
❖ Pre albumin serum catatan makanan harian.
❖ Hematokrit 5. Monitor adanya
❖ Hemoglobin penurunan BB dan gula
❖ Total iron binding darah
capacity 6. Monitor lingkungan
❖ Jumlah limfosit selama makan
7. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
10. Monitor mual dan
Muntah
11. Monitor
pucat, kemerahan,
dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
16. Anjurkan banyak
minum
17. Pertahankan terapi IV line
18. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
Oval
4. Gangguan Pola NOC : Sleep Enhancement
Tidur  Comfort level 1. Monitor jumlah dan
 Pain level kualitas tidur klien
 Rest : extent and 2. Menginstruksikan pasien
pattern untuk tidur pada waktunya
 Sleep : extent and 3. Mengidentifikasi penyebab
pattern kekurangan tidur pasien.
4. Diskusi dengan pasien dan
Setelah dilakukan tindakan keluarga pasien untuk
asuhan keperawatan meningkatkan tekhnik
selama 2 x 24 jam pada tidur.
pasien dengan gangguan 5. Menentukan pola tidur
pola tidur dapat teratasi pasien
dengan kriteria hasil:
1. Jumlah jam tidur

dalam batas normal 6. Bantu untuk membuang


(6-8jam/hari) faktor stress sebelum tiba
2. Pola tidur, kualitas waktu tidur
tidur dalam batas Environment management
normal (Manajemen lingkungan)
3. Perasaan segar 1. Ciptakan lingkungan
sesudah tidur atau yang aman untuk klien
istirahat 2. Berikan tempat tidur dan
4. Mampu lingkungan yang bersih
mengidentifikasika dan nyaman
n hal-hal yang 3. Berikan posisi tidur yang
meningkatkan tidur membuat klien nyaman
4. Control kebisingan
5. Atur pencahayaan
6. Batasi pengunjung
7. Berikan satu ruangan
jika diindikasikan
5. Resiko Infeksi NOC : Infection Control (Kontrol
 Immune Status infeksi)
 Knowledge : Infection 1. Bersihkan lingkungan
control setelah dipakai pasien
 Risk control lain
Setelah dilakukan tindakan 2. Pertahankan teknik
keperawatan selama 3 hari isolasi
masalah resiko infeksi 3. Batasi pengunjung bila
teratasi dengan perlu
Kriteria Hasil : 4. Instruksikan pada
 Klien bebas dari tanda pengunjung untuk
dan gejala infeksi mencuci tangan saat
 Mendeskripsikan berkunjung dan setelah
proses penularan berkunjung
penyakit, factor yang meninggalkan pasien
mempengaruhi 5. Gunakan sabun
penularan serta antimikrobia untuk cuci
penatalaksanaannya, tangan
 Menunjukkan 6. Cuci tangan setiap
kemampuan untuk sebelum dan sesudah
mencegah timbulnya tindakan kperawtan
Infeksi 7. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat

 Jumlah leukosit dalam pelindung


batas normal 8. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
9. Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
10. Gunakan
kateter
intermiten

untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingktkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotik bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor hitung
granulosit, WBC
3. Monitor
kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
7. Pertahankan teknik
isolasi k/p
8. Berikan
perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan
membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase
Ispeksi kondisi
luka/ insisi bedah
11. Dorong
masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan
cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan
infeksi
10. Laporkan kultur
positif

Tgl pengkajian : 12 april 2021


Jam pengkajian : 11.00
Ruang/Kelas : Flamboyan
No. Register : 01-03-11-90
Tgl. MRS : 10 april 2021
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn J
Umur : 56 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Alamat : Morowali
Diagnosa Medis : BPH ( Benigna Prostat Hiperplasia)
B. ANAMNESE
1. KELUHAN UTAMA (Alasan MRS)
a. Saat masuk Rumah Sakit : nyeri perut bagian bawah
b. Saat pengkajian : klien mengatakan nyeri daerah
perut bagian bawah, klien merasa pusing,klien mengatakan pola
tidurnya tidak teratur, klien mengatakan sering terbangun karenya
nyeri yang datang tiba-tiba pada saat klien tidur, klien mengatakan
nyeri pada saat buang air kecil, klien mengatakan buang air kecil
tidak tuntas.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan sebelum memutuskan berobat ke RSUD klien
sudah berobat rawat jalan di Rs morowali sejak akhir 2019. Klien rutin
control ke RS setempat namun pada bulan januari 2021 klien
merasakan keluhan nyeri yang di rasakan tidak berkurang dan semakin
bertambah dan sangat menggagu aktivitas klien, klien merasa cemas
sehingga pada tanggal 10 april klien di rujuk ke RSUD Undata palu.
 P = klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah
 Q = kualitas nyeri yang di rasakan klien seperti di tusuk-tusuk
dengan benda tajam
 S = skala nyeri yang dirasakan klien berada pada skala 8 ( berat)
 T = keluhan nyeri berkurang pada saat klien beristrahat dan akan
bertmabah apabila klien melakukan aktivitas
3. Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan pada tahun 2019, klien pernah di rawat di rumah
sakit morowali dengan keluhan yang sama. Klien sering control ke RS
sampai akhirnya pada pada bulan maret 2021 klien di rujuk ke RS
undata Palu di karenakan keluhan semakin bertambah parah .
Tn J mengatakan tidak memiliki riwayat sakit keturunan dan
keluarganya tidak memiliki penyakit keturunan

- Genogram

Keterangan gambar :

: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

C. AKTIVITAS SEHARI-HARI
Jenis kegiatan Dirumah Dirumah Sakit
Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan:
Makan/ minum
Jumlah 3 kali sehari 3 kali sehari
Jenis Nasi putih,lauk dan Nasi, sayur dan lauk
sayuran
Pantangan Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan
Kesulitan makan/minum Tidak ada Tidak ada
Porsi makan di
habiskan
Usaha mengatasi Tidak ada Tidak ada
kesulitan

Pola Eliminasi
BAK:
Jumlah 8 – 12 kali sehari 8-10 kali sehari

Warna Kuning kemerahan Kuning k emerahan


Bau Amoniak Amoniak
Masalah eliminasi Ada Ada
Yaitu nyeri pada saat Nyeri saat buang air kecil
buang air kecil
BAB:
Jumlah 1-2 kali sehari 1 kali sehari
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Bau Khas Khas
Konsistensi Padat Padat

Pola Istirahat Tidur


Jumlah Siang : 2 jam Siang : 1 jam
Malam : 4 jam Malam : 4 jam
(pola tidur berubah)
Gangguan tidur kadang-kadang Kadang-kadang terbangun
terbangun karena nyeri karena menahan nyeri yang di
pada daerah perut rasakan pada daerah perut
bagian bawah bagian bawah
Upaya mengatasi Mengalihkan rasa nyeri Mencari posisi yang nyaman
gangguan tidur dengan menonton tv yaitu dengan cara meninggikan
sedikit kepala dengan
menggunakan bantal , menutup
sampiran agar klien nyaman.
Hal-hal yang Mendengarkan musik Klien bercerita dengan anaknya
mempermudah tidur
Hal-hal yang Keininan untuk nyeri pada daerah perut bagian
mempermudah bangun berkemih bawah

Pola kebersihan diri


Frekuensi mandi 2 kali sehari 1 kali sehari
Frekuensi mencuci 2 kali seminggu Klien belum mencuci rambut
rambut selama dirawat dirumah sakit
Frekuensi menggosok 2 kali sehari 1 kali sehari
gigi
Keadaan kuku Bersih Bersih

D. Riwayat social ekonomi


1. Klien sering mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti menghadiri
pertemuan di balai desa dan melkukan gotong royong jumat bersih.
Klien tidak pernah mengalami konflik di masyarakat. Klien taat
beribadah ke masjid dan di rumah.
2. Ekonomi
Pengobatan klien di tanggung BPJS pemerintah , tidak ada kendala
ekonomi dalam keluarga
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Tanda-tanda vital
Tekanan darah :130/80 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Suhu : 36,2°c
Pernafasan : 20 x/menit
2. Keadaan umum
Keadaan umum klien lemah, ekspresi wajah klien terlihat meringis,
Nampak klien terlihat pucat, klien Nampak leti/lesuh, Klien bisa bicara
dengan baik, kesadaran klien composmentis, pakaian yang digunakan
klien tampak rapi dan bersih, terpasang infus Nacl 16 tetes/menit.
3. Pemeriksaan integument,rambut,dan kuku
a. Rambut
Inspeksi : tampak bersih, berwarna hitam, rambut tidak rontok.
b. Integumen
Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada luka atau lesi.
c. Kuku
Inspeksi : kuku tampak bersih dan pendek. CRT : < 2 detik
d. Klien tidak memiliki keluhan yang berhubungan dengan kulit
4. Pemeriksaan kepala,wajah dan leher
a. Kepala
 Inspeksi :
bentuk kepala bulat, rambut hitam pendek, pertumbuhan
rambut merata, kulit kepala bersih.
 Palpasi :
tidak ada nyeri tekan dan massa
b. Mata
 Inspeksi :
Mata klien lengkap kiri dan kanan klien, mata klien simetris
kiri dan kanan, tidak ada edema pada palpebral, tidak ada luka
dan peradangan, bulu mata tidak mudah rontok, konjungtifa
anemis, sklera tidak icterus, warna iris hitam kecoklatan, reaksi
pupil terhadap cahaya mengecil, pupil isokor.
c. Wajah
 Inspeksi
Ekspresi wajah kadang-kadang meringis, tidak ada tanda-tanda
kelumpuhan facialis
d. Telinga
 Inspeksi dan palpasi
Bentuk telinga simetris kiri dan kanan,warna hitam, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada peradangan, dan penumpukan
serumen,fungsi pendengaran baik.
e. Hidung
 Inspeksi
Bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada secret
 Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
f. Leher
 Inspeksi
Bentuk leher simetris, tidak ada perdarahan, tidak ada
perubahan jarigan parut, tidak terdapat masaa, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, dan vena junggularis.
 Palpasi
Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak pemberasaran
kelenjar tiroid, posisi trakea simetris.
5. Pemeriksaan payudara san ketiak
 Inspeksi
Bentuk payudara simetris kiri dan kanan, tidaka da lesi
 Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
6. Pemeriksaan torak dan paru
 Inspeksi :
bentuk dada normal, ekspansi dada simetris, tidak terdapat
retraksi dinding dada.
 Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan.
 Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan.
7. Pemeriksaan jantung
a. Inspeksi
Ictus cordis teraba
b. Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba lemah
c. Perkusi
 Batas atas ics II mid sternalis
 Batas bawah ics V
 Batas kiri ics V mid clavikula sinestra
 Batas kanan ics IV mida sinetra dextra
d. Auskultasi
e. Keluhan lain terkait dengan jnatung
8. Pemeriksan abdomen
 Inspeksi : bentuk abdomen cembung, tidak ada masa
kesimetrisan normal, bayangan pembuluh darah dan pembuluh
darah tidak Nampak, nampak distensi kandung kemih di area
suprapubik.
 Perkusi : tidak terdapat penumpukan cairan
 Auskultasi : peristalsik usus 20 x/menit
 Palpasi :
1) hepar, tidak ada nyeri takan, tidak ada pembekakan hepar
2) Lien tidak ada nyeri tekan
3) Apendiks, tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri lepas
4) Ginjal : tidak ada neri tekan, ginjal tidak teraba
Terdapat nyeri tekan dibagian perut bawah
9. Pemeriksaan genetalia
Tidak dilakukan pemeriksaan karna klien tidak bersedia, klien Nampak
tidak terpasang kateter, klien mengatakan nyeri pada saat berkemih.
10. Pemeriksaan anus
Tidak dilakukan pemeriksaan, tetapi klien mengatakan tidak ada
keluhan pada bagian anus.
11. Pemeriksaan musculoskeletal
 Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak terdapat fraktur
 Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

 Kekuatan otot 5 5

5 5

Pada ekstremitas atas sebelah kanan terpasang infus RL 20 tpm


12. Pemeriksaan neurologis
a. Tinggkat kesadaran : composmentis
GCS :
E:4 V:5 M:6
Tingkat kesadaran composmentis
b. Pemeriksaan tanda-tanda rangsangan otak
Tidak ada peningkatan suhu tubuh, tidak terdapat nyeri kepala,
klien tidak merasa pusing, tidak ada muntah-muntah, dank lien
tidak mengalami penurunan kesadaran

c. Pemeriksaan nervus
 Nervus I : olfaktorius (pembau) klien dapat membedakan bau
 Nervus II : optikus (penglihatan) klien masih dapat melihat
suatu onjek dengan baik
 Nervus III : okumulatorius tidak ada penglihatan ganda gerakan
mata dapat mengikuti arah
 Nervus IV : throclearis pergerakan bola mata kebawah normal
 Nervus v : thrigeminus cabang optalmicus reflek berkedip
normal, cabang maksilaris kepekaan sensasi wajah, lidah, dan
gigi norma, cabang mandibularis pergerakan rahang normal
 Nervus VI : abdusen, klien dapat mengangkat kelopak mata
 Nervus VII : facialis klien dapat mengerutkan dahi,
mengangkat alis, menutup erat kedua mata.
 Nervus VIII : auditorius klien dapat mendengarkan suara
dengan baik
 Nervus IX : glosopharingeal, tidak ada gangguan pada lidah
 Nervus X : vagus, tidak ada gangguan pada laring, faring, dan
pita suara.
 Nervus XI : accessories, tidak ada gangguan pada pergerakan
kepala dan leher
 Nervus XII : hipoglosal, klien dapat mengerakkan lidah dari
kiri kekanan dan sebaliknya.
13. Pemeriksaan psikologis
a. Klien mengatakan nyeri bagian perut bawah
b. Status emosi
Klien mengatakan cemas dengan keadaannya karena ini pertama
kalinya di rawat di RS dengan keluhan seperti sekarang
c. Gaya komunikasi
Nampak berhati-hati dalam berbicara pola komunikasi klien
spontan, klien tidak menolak untuk di ajak berkomunikasi, dan
klien tidak menggunakan Bahasa isyarat.
d. Pola interaksi
Saat diajak komunikasi klien langsung berespon, orang terdekat
dengan klien adalah istri dan anaknya klien berinteraksi baik
terhadap perawat maupun keluarga menjaganya.
e. Pola pertahanan Mekanisme koping klien baik
f. Dampak dirawat di rumah sakit
Dampak secara psikologis klien sangat berharap keluarga lebih
memperhatikan klien disaat sakit
14. Pemeriksaan status mental
a. Kondisi emosi
Suasana hati klien merasa cemas, dan ekspresi wajah lesuh
b. Kebutuhan spiritual klien
Kebutuhan untuk beribadah tidak terprnuhi, klien mengatakan
ingin segerah berinbadah dimasjid atau di rumah
c. Tinggkat kecemasan klien
Orirntasi terhadap orang, tempat, dan waktu baik. Lapang
pandang persepsi baik, kemampuan memecahkan masalah baik,
proses berfikir mampu berkonsentrasi dan mengingat dengan
baik, motivasi baik, dan tingkat kecemasan ringan.
15. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah lengkap
 Leukosit : 9.15 (103/ul
 Eritrosit : 3.51 (103/ul
 Trombosit : 307 L
 Haemogoblin : 7,9 g/dl
 Haemotokrit : 23.7 %
b. Kimia darah
 Glukosa : 175 mg/dl
 Creatinine : 1.24 mg/d;
 Urea : 18,7 mg/dl
 Ast/GOT :-
 Ast/GPT :-
c. Pemeriksaan penunjang
USG abdomen, hasil :
KESAN :
Massa soft tissue dari vesical urinaria, ukuran = 4,8 cm x 2,3
cm
Hypertrofi prostat grade 3
16. Terapi yang di berikan
 Injeksi ceftriaxone 1 gr 2x1
 Injeksi caterolac 30 mg 2x1
 Injeksi ranitidine 50 gr 2x1
 Injeksi transamin 3x1
F. Pengumpulan data
 Klien mengatakan nyeri didaerah perut bagian bawah
 Klien mengatakan tidak tuntas saat buang air kecil
 Klien mengatakan nyeri berada di skala 8
 Klien mengatakan sering pusing
 Klien mengatakan nyeri pada saat buang air kecil
 Klien mengatakan nyeri dirasakan pada saat miring kiri dan kanan
 Klien mengatakan sering pusing
 Klien mengatakan susah tidur
 Klien mengatakan sering terbangun saat malam hari
 Klien mengatakan sering terbangun karena nyeri yang dirasakan
 Klien mengatakan pola tidurnya tidak teratur
 Klien Nampak lemah
 Nampak distensi kandung kemih
 Klien Nampak bedres di tempat tidur
 Klien Nampak pucat
 Skala nyeri 8
 Klien Nampak meringis
 Nyeri dirasakan setiap saat
 Klien Nampak gelisa
 Ttv :
Tb : 130/90
Sb : 36
N : 82x/menit
R : 20x/menit
G. klasifikasi data
1. Data subjektif
 Klien mengatakan nyeri pada saat buang air kecil
 Klien mengatakan buang air kecilnya tidak tuntas
 Klien mengatakan nyeri tidak tertahan
 Klien menhatakan nyeri perut bagian bawah
 Klien mengatakan nyeri saat buang air kecil
 Klien mengatakan nyeri dirasakan saat melakukan miring kiri dan
kanan
 Klien juga mengatakan nyeri pada saat buang air besar
 Klien mengatakan susah untuk tidur
 Klien mengatakan sering terbangun saat malam hari
 Klien mengatakan tidurnya hanya 4-5 jam
 Klien mengatakan pola tidurnya tidak teratur
2. Data objektif
 Klien nampak pusing
 Klien Nampak meringis
 Nampak distensi kandung kemih
 Skala nyeri 8 (nyeri yang berat)
 Klien Nampak lemah
 Klien Nampak gelisah
 Klien sering terbangaun pada malam hari
 Pemeriksaan TTV
Tekanan darah : 130/70 mmhg
Nadi : 78 kali / menit
Suhu : 36,5 c
Respirasi : 20 kali/menit
H. Analisa data

NO Data Etiologi Masalah

Data ds : Agen cedera biologis Nyeri akut


 Klien mengatakan nyeri
tidak tertahankan
 Klien menhatakan nyeri
perut bagian bawah
 Klien mengatakan nyeri saat
buang air kecil
 Klien mengatakan nyeri
dirasakan saat melakukan
miring kiri dan kanan
 Klien juga mengatakan nyeri
pada saat buang air besar
Data objektif :
 Klien nampak pusing
 Skala nyeri 8
 Klien Nampak meringis
 Nyeri dirasakan setiap saat
a. Data subjektif Blog sfingter Retensi urin
 Klien mengatakan
nyeri pada saat buang
air kecik
 Klien mengatakan
tidak tuntas saat buang
air kecil
b. Data objektif
 Nampak
distensi
kandung kemih
 Keluaran urine
: 800 cc /
8 jam

Data subjektif : Kurang kontrol tidur Gangguan pola


 Klien mengatakan susah tidur
untuk tidur
 Klien mengatakan sering
terbangun saat malam hari
 Klien mengatakan sering
terbangun karena nyeri yang
dirasakan
 Klien mengatakan pola
tidurnya tidak teratur
Data objektif :
 Klien Nampak lemah
 Klien Nampak gelisah
Klien sering terbangun
 Ttv :
Tb : 130/90
Sb : 36
N : 82x/menit
R : 20x/menit

I. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis di tandai dengan :
a. Data ds :
 Klien mengatakan nyeri tidak tertahankan
 Klien menhatakan nyeri perut bagian bawah
 Klien mengatakan nyeri saat buang air kecil
 Klien mengatakan nyeri dirasakan saat melakukan miring kiri
dan kanan
 Klien juga mengatakan nyeri pada saat buang air besar
b. Data objektif :
 Ttv :
TD : 130/90 mmhg
S : 36,5c
N : 78x/menit
 R : 20x/menit
 Skala nyeri 8
 Klien Nampak meringis
2. Retensi Urine berhubungan dengan blok spingter
Di buktikan dengan :
a. Data subjektif
 Klien mengatakan nyeri pada saat buang air kecik
 Klien mengatakan tidak tuntas saat buang air kecil
b. Data objektif
 Nampak distensi kandung kemih
 Keluaran urine : 800 cc / 8 jam
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur di
tandai dengan :
1. Data subjektif
 Klien mengatakan susah untuk tidur
 Klien mengatakan sering terbangun saat malam hari
 Klien mengatakan sering terbangun karena nyeri yang
dirasakan
 Klien mengatakan pola tidurnya tidak teratur
2. Data objektif :
 Klien Nampak lemah
 Klien Nampak lusuh
 Klien Nampak gelisah
H. Intervensi keperawatan

No Tujuan dan kriteria


Diagnosa keperawatan Intervensi Rasional
hasil
1. 1. Data DS : Setelah dilakukan SIKI (Manajemen nyeri):
tindakan keperawatan
 Klien mengatakan nyeri
selam 3x24 jam.
tidak tertahankan
Diharapkan keluhan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk menetukan
 Klien menhatakan nyeri
nyeri dapat berkurang durasi, frekuensi, kualitas, intensitas intervensi yangsesuai
perut bagian bawah
dengan kriteria hasil : nyeri dan kefektifan dari terapi
 Klien mengatakan nyeri
- Mampu yang diberikan
saat buang air kecil
mengontrol nyeri 2. Identifiksa skala nyeri.
 Klien mengatakan nyeri
- Melaporkan nyeri
dirasakan saat
berkurang dengan
melakukan miring kiri
menggunakan 2. Untuk mengetahui
dan kanan
manajemen nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal. intervensi yang tepat
 Klien juga mengatakan
- Mampu mengenali 4. Identifikasi yang memperberat dan dilakukan untuk
nyeri pada saat buang
nyeri ( lokasi, memperingan nyeri meredakan nyeri.
air besar
karakteristik, 5. Berikan tehnik non farmakologi
Data objektif :
durasi, frekuansi,
 Ttv : kualitas, intensitas) 6. Kontrol lingkungan yang 3. Reaksi non verbal bias
Tb : 130/90 mmhg - Menyatakan rasa memperberat rasa nyeri menunjukan tingkat
Sb : 36 c nyaman setelah nyeri
N : 78x/menit nyeri berkurang 4. Untuk mengetahui
R : 20x/menit - Skala nyeri 2 7. Ukur tanda-tanda vital tingkat kenyaman klien
 Skala nyeri 7 (ringan) 5. Untuk mengalihkan

 Klien Nampak - Tanda-tanda vital perhatian klien terhadap

meringis TD : 110/80 – 8. Berikan analgetik ketorolac 30 nyeri yang diraakan

 Nyeri dirasakan setiap 120/80 Mmhg mg/iv/12 jam

saat N : 60 - 100 6. Agar klien bisa lebih


kali/menit rileks dan bisa
S : 36,5 – 37 ℃ beristrahat.
R : 12 – 20
kali/menit.

7. Untuk menentukan
intervensi yang akan
dilakukan.
8. Analgesik berfungsi
sebagai depresan system
saraf pusat sehingga
dapat mengurangi atau
menghilangkan nyeri
2. 2. Retensi Urine berhubungan Setelah dilakukan (SIKI )
dengan blok spingter tindakan asuhan Manajemen eliminasi urin (1.04152)
Di buktikan dengan : keperawatan selam 3
a. Data subjektif 24 jam diharapkan 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi 1. Mengetahui tanda dan
1) Klien mengatakan masalah retensi urin atau inkontinensia urine urin gejala retensi urine
nyeri pada saat pasien teratasi.
buang air kecik Dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi factor yang 2. Mengetahui penyebab
2) Klien mengatakan 1. Adanya sensasi menyebabkan retensi atau dari retensi urine.
tidak tuntas saat berkemih inkontinensia urine.
buang air kecil 2. Tidak adanya 3. Monitor eliminasi urine (misalnya : 3. Mengatahui
distensi kandung frekuensi, konsistensi, aroma, karakterristik urine
b. Data objektif kemih volume, dan warna
 Nampak 3. Tidak terjadi 4. Catat waktu-waktu haluaran 4. Mengetahui jumlah
distensi disuria berkemih keluaran urine
kandung 5. Anjurkan mengurangi minum 5. Agar mengurangi
kemih penumpukan cairan pada
 Keluaran urine : vesika urinaria
800 cc / 8 jam 6. Kolaborasi pemasangan kateter 6. Untuk mempermudah
keluaran urine
3. 3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan SIKI: Manajemen Kenyamanan
berhubungan dengan kurang tindakan keperawatan Lingkungan
control tidur 3 kali 24 jam
dibuktikan dengan: diharapkan gangguan 1. Identifikasi sumber ketidaknyamanan. 1. Agar bisa menentukan
Ds: pola tidur klien teratasi intervensi yang tepat
dengan kriteria hasil : 2. Sediakan ruangan yang tenang dan untuk mengatasi
- Klien mengatakan
- Klien bisa istrahat mendukung gangguan
sering terbangun saat
cukup pada malam 3. Atur posisi yang nyaman (tinggikan ketidaknyamanan yang
istirahat malam
hari bantal klien) dialami klien
- Klien Mengeluh pola
- Klien bangun pagi 4. Jelaskan tujuan manajemen 2. Agar klien bisa lebih
tidur berubah
dalam keadaan lingkungan rileks dalam beristrahat
DO : - segar
- Tidak merasa lelah 3. Agar pola nafas lebih
dan letih lancer karena pasca
operasi di hidung klien
masih terpasang tampon
4. Agar lingkungan klien
bersih dan klien merasa
nyaman.
I. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TGL Dx Implementasi Evaluasi
12/4/2 1 1. Mengidentifikasi pengkajian nyeri secara S : Klien mengatakan masih nyeri pada daerah perut
1 komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, bagian bawah.
durasi, frekuensi, kualitas dan integritas
nyeri. O:
Hasil: Lokasi nyeri pada daerah perut bagian 1. Skala nyeri 8 (berat)
bawah, nyeri dirasakan skala 8 (berat). 2. Nampak klien masih terlihat meringis
Durasi sekitar 10-15 menit, nyeri yang 3. Tanda-tanda vital :
dirasakan hilang dan timbul. TD: 120/80 mmhg
2. Mengidentifikasi skala nyeri. N: 80/m
Hasil : skala nyeri 8 (berat). S: 36,6c
3. Mengukur tanda-tanda vital. R: 20x/m
Hasil : sudah melakukan tindakan
pengukuran tanda-tanda vital. A : Nyeri akut belum teratasi.
TD : 120/80MmHg
N : 78 kali/menit P : Intervensi nyeri akut dilanjutkan.
S : 36,6 c 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
R : 20 kali/menit frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
4. Mengkaji reaksi non verbal dari 2. Identifiksa skala nyeri.
ketidaknyamanan. 3. Ukur tanda-tanda vital
Hasil : Klien tampak meringis 4. Identifikasi respon nyeri non verbal.
5. Memberikan tehnik non farmakologi 5. Berikan tehnik non farmakologi
Hasil : Klien melakukan pengalihan nyeri 6. Berikan analgetik
dengan cara tehnik relaksasi yaitu dengan
cara menarik lafas secara berlahan lewat
hidung tahan 2 detik dan kemudian
dilepaskan secara berlahan-lahan lewat
mulut.
6. memberikan obat injeksi ketorolac 30 mg/iv
hasil : setelah 15 menit kemudian klien
mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang
2. 1. Mengdentifikasi tanda dan gejala retensi atau S :
inkontinensia urine - Klien mengatakan masih nyeri pada saat buang
Hasil : klien mngatakan sering buang air kecil air kecil
2. Identifikasi factor yang menyebabkan retensi - Klien menagtakan masih tidak tuntas saat
atau inkontinensia urine berkemih
Hasil : terjadinya obstruksi pada uretra
3. Monitor eliminasi urine (misalnya : O:
frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan - Nampak distensi kandung kemih
warna - Klien Nampak belum terpasang kateter
Hasil :
- Frekuensi buang air kecil 10-12 kali /hari A:
- Konsistensi : cair - Masalah retensi urin belum teratasi
- Aroma : amoniak
- Volume : 800 cc/hari P : Lanjutkan intervensi
- Warna : kuning kemerahan 1. Identifikasi factor yang menyebabkan retensi
4. Mencatat waktu-waktu haluaran berkemih atau inkontinensia urine.
Hasil : 2. Monitor eliminasi urine (misalnya : frekuensi,
- Klien mengatakan sering berkemih pada konsistensi, aroma, volume, dan warna
malam hari 3. Anjurkan mengurangi minum
5. Menganjurkan mengurangi minum menjelang 4. Kolaborasi pemasangan kateter
tidur
Hasil :
Klien mengerti dan paham dan mengikuti apa
yang di anjurkan kepada pasien
6. Kolaborasi pemasangan kateter
Hasil : klien direncanakan untuk pemasangan
kateter
a. 1. Mengkaji pola tidur klien. S : Klien mengatakan pola istirahat dan tidur masih
Hasil : Klien mengatakan sering terganggu.
terbangun pada malam hari karena nyeri
tiba-tiba muncul. O:
2. mengajarkan klien distraksi sebelum - Klien masih terlihat sering menguap
tidur. - Klien masih terlihat letih
Hasil : Klien mengatakan bisa lebih - Klien masih terlihat lesuh
tenang dan cepat tidur kembali dengan
tehnik distraksi dengan mendengarkan A : Masalah gangguan pola tidur belum teratasi.
musik.
3. Menganjurkan klien dan keluarga untuk P : Intervensi gangguan pola tidur dilanjutkan.
mengatur dan merapikan tempat tidur 1. Kaji pola tidur klien
sebelum beristirahat. 2. Ajarkan klien distraksi sebelum tidur
Hasil : Tempat tidur bersih dan klien 3. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengatur
nyaman. dan merapikan tempat tidur sebelum beristrahat.
TGL Dx Implementasi Evaluasi
13/4/2 1 1. Mengidentifikasi pengkajian nyeri secara S : Klien mengatakan masih nyeri pada daerah perut
1 komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, bagian bawah.
durasi, frekuensi, kualitas dan integritas
nyeri. O:
Hasil: Lokasi nyeri pada daerah perut bagian 1. Skala nyeri 5 (sedang)
bawah, nyeri dirasakan skala 6 (sedang ). 2. Terlihat klien rileks mendengarkan musik.
Durasi sekitar 10-15 menit, nyeri yang 3. Tanda-tanda vital :
dirasakan hilang dan timbul. TD: 120/80 mmhg
2. Mengidentifikasi skala nyeri. N: 80/m
Hasil : skala nyeri 6 (sedang ). S: 36,6c
3. Mengukur tanda-tanda vital. R: 20x/m
Hasil : sudah melakukan tindakan
pengukuran tanda-tanda vital. A : Nyeri akut teratasi sebagian.
TD : 120/80MmHg
N : 80 kali/menit P : Intervensi nyeri akut dilanjutkan.
S : 36,6 c 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
R : 20 kali/menit frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
4. Mengkaji reaksi non verbal dari 2. Identifiksa skala nyeri.
ketidaknyamanan. 3. Ukur tanda-tanda vital
Hasil : Klien tampak meringis 4. Identifikasi respon nyeri non verbal.
5. Memberikan tehnik non farmakologi 5. Berikan tehnik non farmakologi
Hasil : Klien melakukan pengalihan nyeri 6. Berikan analgetik
dengan cara tehnik relaksasi yaitu dengan
cara menarik lafas secara berlahan lewat
hidung tahan 2 detik dan kemudian
dilepaskan secara berlahan-lahan lewat
mulut.
6. memberikan obat injeksi ketorolac 30 mg/iv
hasil : setelah 15 menit kemudian klien
mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang
2. 1. Mengdentifikasi tanda dan gejala retensi atau S :
inkontinensia urine - Klien mengatakan setelah di lakukan
Hasil : klien mngatakan sering buang air kecil pemasangan kateter klien merasa nyaman
2. Identifikasi factor yang menyebabkan retensi - Klien mengatakan sudah tidak ada keluhan bak
atau inkontinensia urine
Hasil : terjadinya obstruksi pada uretra O:
3. Monitor eliminasi urine (misalnya : - Tidak Nampak distensi kandung kemih
frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan - Klien Nampak terpasang kateter
warna
Hasil : A:
- Frekuensi buang air kecil 10-12 kali /hari - Masalah retensi urin teratasi
- Konsistensi : cair
- Aroma : amoniak P : Lanjutkan intervensi
- Volume : 800 cc/hari 3. Monitor eliminasi urine (misalnya : frekuensi,
- Warna : kuning kemerahan konsistensi, aroma, volume, dan warna
4. Mencatat waktu-waktu haluaran berkemih
Hasil :
- Klien mengatakan sering berkemih pada
malam hari
5. Menganjurkan mengurangi minum menjelang
tidur
Hasil :
Klien mengerti dan paham dan mengikuti apa
yang di anjurkan kepada pasien

2. 1. Mengkaji pola tidur klien. S : Klien mengatakan pola istirahat dan tidur mulai
Hasil : Klien mengatakan sering membaik.
terbangun pada malam hari karena nyeri
tiba-tiba muncul. O:
2. mengajarkan klien distraksi sebelum - Klien terlihat segar
tidur. - Klien Nampak tenang
Hasil : Klien mengatakan bisa lebih
tenang dan cepat tidur kembali dengan A : Masalah gangguan pola tidur teratasi sebagian.
tehnik distraksi dengan mendengarkan
musik. P : Intervensi gangguan pola tidur dilanjutkan.
3. Menganjurkan klien dan keluarga untuk 4. Kaji pola tidur klien
mengatur dan merapikan tempat tidur 5. Ajarkan klien distraksi sebelum tidur
sebelum beristirahat. 6. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengatur
Hasil : Tempat tidur bersih dan klien dan merapikan tempat tidur sebelum beristrahat.
nyaman.
CATATAN PERKEMBANGAN
HARI/ JAM Diagnosis keperawatan CATATAN PERKEMBANGAN
sabtu, 17 april 2021 1. Nyeri akut S:
berhubungan dengan Klien mengatakan nyeri pada daerah perut bagian bawah sudah hilang
agent pencedera muncul hanya sesekali apabila klien beraktivitas ringan
fisiologis O:
- skala nyeri 3 (ringan)
- terlihat klien rileks
- Tanda-tanda vital:
- TD= 110/ 70 mmHg
- N= 78x/ menit
- S=36,5°C
- R= 18x/menit

A: Nyeri teratasi
P : pertahankan intervensi
2. Identifikasi skala nyeri
4. Kaji non verbal dari ketidaknyamanan
7. Berikan obat Injeksi ketorolac 30 mg IV/12 jam
2. Retensi urine S:
berhubungan dengan - Klien mengatakan setelah di lakukan pemasangan kateter klien
blog sfingter merasa nyaman
- Klien mengatakan sudah tidak ada keluhan bak

O:
- Tidak Nampak distensi kandung kemih
- Klien Nampak terpasang kateter

A:
- Masalah retensi urin teratasi

P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor eliminasi urine (misalnya : frekuensi, konsistensi, aroma,
volume, dan warna

3. Gangguan pola tidur


berhubungan dengan S:
kondisi pasca operasi - Klien mengatakan pola istirahat dan tidur sudah membaik.
- Klien mengatakan sudah bias tidur

O:
- Wajah klien nampak segar
- Klien Nampak tenang

A:
- Masalah gangguan pola tidur teratasi

P:
- Pertahankan intervensi
1. Kaji Pola Tidur klien
2. Ajarkan klien distraksi sebelum tidur
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengkajian pasien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) pada Tn. J sesuai
dengan teori yang ada, dijumpai beberapa data penting dari aspek biologis,
antara lain susah untuk berkemih, nyeri bila mau berkemih, dan urine masih
menetes setelah berkemih. Sebelum dilakukan operasi pasien sering
berkemih dimalam hari, tetapi urin yang keluar sedikit, kadang tidak keluar
sama sekali. Setelah dioperasi pasien mengalami nyeri luka operasi dan
sering terdapat gumpalan darah pada selang kateter pasien, pasien juga
mengalami perdarahan dengan urin berwarna merah. Aspek psikologis
pasien tampak cemas menghadapi prosedur bedah, ini merupakan operasi
pertama pasien, selalu bertanya tentang tindakan yang didapat. diagnosa
keperawatan yang ada secara teori pada pasien BPH juga dijumpai pada Tn.
J. Masalah keperawatan yang muncul pada Tn. J sebelum operasi adalah
retensi urine, nyeri akut, pola tidur Tindakan keperawatan penting yang
dilakukan pada pasien antara lain tindakan mengatasi nyeri dengan teknik
relaksasi, tindakan ini efektif untuk mengatsi nyeri pada pasien, tindakan
penting lainya melakukan pemasangan kateter pada pasien, tindakan ini
efektif untuk mengatsi retensi urin dan penghitungan balance cairan yang
dilakukan irigasi yang melibatkan pasien dan keluarga secara mandiri untuk
melakukan pencatatan, tindakan ini memberikan hasil yang positif, tindakan
penting lainya adalah memberikan informasi pada pasien tentang perawatan
dan 89 pengobatan pre operasi untuk mengatasi kecemasan dan
meningkatkan pengetahuan. Namun ada beberapa keterbatasan yaitu pasien
kurang paham, karena tidak menggunakan media saat memberiakan
edukasi.
B. Saran
1. Saat merawat pasien BPH perawat perlu melakukan pengkajian secara
komprehensif dari aspek biologis, psikologis dan spiritual. Pengkajian
dilakukan mulai dari anamnesa dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan
data yang menunjang terhadap masalah pasien agar asuhan keperawatan
pasien dapat secara optimal
2. Perawat perlu ketelitian dalam menentukan diagnosa keperawatan pasien,
prioritas sebaiknya diutamakan berdasarkan tingkat kegawatan.
3. Perawat perlu mengaplikasikan intervensi keperawatan secara mandiri
seperti, mengajarkan teknik relaksasi, memberikan edukasi, melakukan
pendokumentasian yang lengkap dan benar. Perawat saat melakukan
edukasi harus menggunakan media yang sesuai, oleh karena itu ruangan
perlu menyediakan media-media yang bisa digunakan untuk pembelajaran
pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Detter. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan). Edisi 3. Jakarta :

EGC. Dinkes Muara Bungo Jambi Tahun 2016. Jumlah Kejadian Pasien

BPH di Dinas
Kesehatan Bungo.
Dinkes Provinsi Jambi Tahun 2018. Jumlah Kejadian Pasien BPH di
Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Provinsi Jambi
Nusalam. 2017. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik
Keperawatan Nasional. Edisi 5. EGC : Jakarta.
Riskesdas RI. 2016. Perawatan Maksimal Pasca Post Op BPH.Jurnal
Kesehatan. Dipublikasikan. Http://blogspot.com. (Diakses
Tanggal 10 April 2019, Pukul 20:30 WIB
Sjamjuhidajat, R & Jong Wim De. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :

EGC Tanto. 2016. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius :

Jakarta

Taufan. 2016. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan


Penyakita Dalam.
Nuha Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai