[diterima: 2 Desember 2017 — disetujui: 25 Januari 2019 — terbit daring: 19 Juli 2019]
Abstract
So far poverty alleviation policies are still oriented to the monetary approach, while poverty is multidimensional, this
means that multidimensional poverty is defined as the condition of the lack of all existing poverty indicators. This study
finds the main deprivation of poverty indicators in each province in Indonesia, so that poverty alleviation programs
can be directed and more in line with the main deprivation needs of poverty in an area. Using the data of the National
Socio-Economic Survey (Susenas 2014) and Alkire-Foster’s multidimensional poverty measurement method, and with
12 indicators in three dimensions (health, education, and living standards), found that a priority scale of poverty
alleviation assistance required by all provinces in Indonesia based on deprivation primarily a relief program that deals
with old school problems and immunizations, except in Maluku province is a birth attendant and in Papua is a literacy
issue.
Keywords: multidimensional poverty; Alkire-foster Methods; aid priorities
Abstrak
Sejauh ini kebijakan pengentasan kemiskinan masih berorientasi pada pendekatan moneter, sementara
kemiskinan bersifat multidimensi, ini berarti bahwa kemiskinan multidimensi didefinisikan sebagai
kondisi kurangnya semua indikator kemiskinan yang ada. Studi ini menemukan deprivasi utama indikator
kemiskinan di setiap provinsi di Indonesia, sehingga program pengentasan kemiskinan dapat diarahkan dan
lebih sesuai dengan kebutuhan deprivasi utama kemiskinan di suatu daerah. Berdasarkan data hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2014 dan metode pengukuran kemiskinan multidimensi Alkire-Foster,
serta 12 indikator dalam tiga dimensi (pendidikan, kesehatan, dan standar hidup), maka ditemukan skala
prioritas bantuan pengentasan kemiskinan yang dibutuhkan di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan
deprivasi utamanya, yakni program bantuan untuk mengatasi permasalahan lama sekolah dan imunisasi,
kecuali di Provinsi Maluku adalah persoalan penolong kelahiran dan di Papua adalah persoalan melek huruf.
Kata kunci: kemiskinan multidimensi; Metode Alkire-foster; prioritas bantuan
(Badan Pusat Statistik [BPS], 2018). Padahal gambaran kemiskinan yang komprehensif
Pemerintah sudah berupaya untuk mencapai tidak dapat direpresentasikan oleh satu indikator
tujuan menyejahterahkan masyarakat melalui pendapatan atau pengeluaran semata (Laderchi,
program-program pengentasan kemiskinan, seperti 1997). Dengan kata lain, kemiskinan merupakan
Bantuan Langsung Tunai (BLT) oleh Kementerian masalah yang kompleks dan multidimensional.
Sosial, Program Nasional Pemberdayaan Masyara- Sebenarnya, kemultidimensionalan kemiskinan
kat Mandiri oleh Pemerintah Pusat atau Daerah, telah diungkapkan oleh Chambers (1995) yang men-
sementara di daerah ada Tim Koordinasi Penang- jelaskan bahwa ada lima dimensi kemiskinan se-
gulangan Kemiskinan (TKPK) oleh Pemerintah Da- bagai suatu konsep utuh, yakni: (1) kemiskinan
erah, Program Keluarga Harapan oleh Badan Ko- (proper), (2) ketidakberdayaan (powerless), (3) ke-
ordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), rentanan menghadapi situasi darurat (state of emer-
dan lain-lain. Program-program pemerintah untuk gency), (4) ketergantungan (dependency), dan (5) ke-
pengentasan kemiskinan terkesan belum terintegra- terasingan (isolation). Kemiskinan diejawantahkan
si satu sama lain karena masing-masing program sebagai suatu kondisi deprivasi (kekurangan atau
dilakukan oleh kementerian atau instansi yang ber- keterampasan) mulai dari pendapatan, kekuatan
beda untuk tujuan yang sama. Kesan ini diperkuat sosial (keadilan atau persamaan hak), ketidaksi-
dengan belum saling terintegrasi karena kendala apan menghadapi situasi darurat (bencana alam,
sumber data dasar yang berbeda antar-pemangku biaya pengobatan untuk kesehatan), ketergantung-
kepentingan, pembuat kebijakan, penyaluran ban- an yang tinggi dari pihak lain, dan keterasingan
tuan antarprogram yang berjalan sendiri-sendiri, dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.
belum tepatnya sasaran program subsidi (subsidi
Dengan kata lain, telah terjadi pergeseran pene-
energi), belum optimalnya penggunaan dana desa,
litian tentang kemiskinan, yakni dari pengukuran
dan lain-lain (Sumarto dan De Silva, 2014).
yang sifatnya unidimensi menjadi multidimensi
Berdasarkan penjelasan di atas, sepertinya sudah yakni yang mengarah pada empat pokok dasar
ada keselarasan korelasional antara pertumbuhan kemiskinan multidimensional yaitu mulai dari ter-
ekonomi yang dari tahun ke tahun naik melam- batasnya peluang (chance) ekonomi, berketeram-
bat, dan diikuti dengan penurunan yang melambat pilan rendah, ketidakpastian hidup berkelanjutan,
pula secara data berkala (series) tentang angka ke- dan ketidakberdayaan. Hal ini disebabkan karena
miskinan. Pelambatan ini erat kaitannya dengan kemiskinan memengaruhi beberapa dimensi yang
arti hakiki “kemiskinan” itu sendiri yang dimaknai berbeda, seperti pendidikan, kesehatan, kondisi
berbeda oleh pemangku kepentingan dan masih tempat tinggal, dan sebagainya. Oleh karena itu,
dalam perspektif unidimensi, padahal sebenarnya kemiskinan sekarang didefinisikan sebagai sebuah
kemiskinan itu sendiri bersifat multidimensional. kondisi manusia yang mencerminkan kegagalan
BPS mengumpulkan data jumlah penduduk mis- di banyak dimensi kehidupan manusia, seperti ke-
kin dengan menggunakan konsep dan definisi bah- laparan, sakit, malnutrisi, pengangguran, tempat
wa kemiskinan merupakan kondisi ketika seseo- tinggal yang tidak layak, kurang pendidikan, keren-
rang memiliki pendapatan atau pengeluaran ku- tanan, ketidakberdayaan, pengasingan sosial, dan
rang dari garis yang ditentukan sebagai batas kemis- sebagainya (Kakwani dan Silber, 2008). Demikian
kinan. Sepertinya konsep ini mengacu dari World juga seperti yang dilakukan oleh Oxford Poverty and
Bank yang mengukur kemiskinan dari satu dimen- Human Development Initiative (OPHI) yang mem-
si saja, yakni moneter (pendapatan/pengeluaran). perkenalkan Multidimensional Poverty Index (MPI)
JEPI Vol. 19 No. 2 Juli 2019, hlm. 160–172
162 Deprivasi Utama Kemiskinan Multidimensi Antarprovinsi...
sebagai indikator yang digunakan untuk mengukur ungkapkan oleh Sumarto dan De Silva (2014), bah-
kemiskinan multidimensional, yakni dimensi kese- wa dibutuhkan indikasi kemiskinan moneter dan
hatan, pendidikan, dan standar hidup (Alkire et al., multidimensi sebagai pelengkap untuk memaham-
2011b). Indikator-indikator dalam masing-masing i keragaman dan dinamika kesejahteraan rumah
dimensi tersebut adalah angka kematian anak dan tangga di Indonesia. Dengan demikian, MPI dapat
gizi pada dimensi kesehatan, dimensi pendidikan digunakan sebagai alat ukur yang objektif dalam
dengan indikator lama sekolah dan partisipasi se- menggambarkan kemiskinan yang sesungguhnya
kolah, sedangkan indikator-indikator pada dimensi sehingga dapat membantu pemerintah dalam pe-
standar hidup adalah bahan bakar untuk mema- nentuan strategi penanggulangan kemiskinan di
sak, toilet, air, listrik, dan aset. MPI juga dapat Indonesia (Budiantoro et al., 2013).
mengukur rumah tangga yang mengalami depri- Berdasarkan konsep kemiskinan multidimensi,
vasi (kekurangan) di salah satu indikator/dimensi maka penelitian ini akan menentukan deprivasi
yang ada. Namun, mengalami deprivasi di satu utama indikator kemiskinan multidimensi di suatu
indikator tidak menyebabkan seseorang menjadi provinsi dengan menggunakan metode MPI.
miskin multidimensi. MPI mensyaratkan seseorang
harus mengalami deprivasi di beberapa indikator
pada waktu yang bersamaan. Sebuah rumah tangga Tinjauan Literatur
dan seluruh anggotanya dikatakan miskin multi-
dimensi apabila mengalami deprivasi di 1/3 atau Pemerintah telah menggelontorkan beberapa pro-
lebih di indikator yang telah diberi penimbang. gram pengentasan angka kemiskinan, sebut saja
Selain itu, dengan MPI juga dapat menentukan in- ada Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada
dikator atau dimensi apa yang memiliki kontribusi tahun 2005, namun belum mampu mengentaskan
terbesar dalam menyumbang kemiskinan multi- kemiskinan secara drastis. Tentunya, program ini
dimensi di wilayah tersebut, atau dapat disebut mempersepsikan kemiskinan sebagai penduduk
juga sebagai deprivasi utama sehingga penyelidik- miskin dalam kategori ketidakberdayaan –suatu
an tentang penentuan deprivasi utama kemiskinan kondisi ketika tidak adanya kemampuan apapun
multidimensional sangat penting untuk mengatasi dari penduduk dalam memenuhi kebutuhan da-
kemiskinan yang tepat sasaran dikarenakan ada- sar untuk hidup. Kemudian, untuk pengentasan
nya dana terbatas yang dimiliki pemerintah untuk tahap selanjutnya adalah memberdayakan pendu-
program pengentasan kemiskinan. Dengan kata la- duk miskin dalam suatu kegiatan usaha ekonomi
in, bantuan pengentasan kemiskinan akan sesuai sehingga dapat menghasilkan pendapatan untuk
dengan kebutuhan rumah tangga miskin karena da- pemenuhan kebutuhan hidup. Untuk tahap ini,
na pengentasan kemiskinan diprioritaskan dengan pemerintah melaksanakan program pengentasan
kesesuaian kebutuhan rumah tangga miskin. kemiskinan, seperti program Inpres Desa Tertinggal
(IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK),
Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengata-
dan beragam yang menjadikan adanya perbeda- si Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), Program
an karakteristik mendasar dari kemiskinan sehing- Pemberdayaan Masyarakat (PNM), dan sebagainya.
ga perlu penentuan prioritas bantuan kemiskinan Keberhasilan dua tahap sebelumnya, yakni tahap
yang lebih utama dibutuhkan oleh rumah tangga ketidakberdayaan dan pemberdayaan, kemudian
atau wilayah tertentu berdasarkan indikator atau tahap pencapaian selanjutnya adalah tahap mandiri
dimensi yang ada. Hal ini selaras dengan yang di- yang mana penduduk atau rumah tangga miskin
JEPI Vol. 19 No. 2 Juli 2019, hlm. 160–172
Sumargo, B. & Simanjuntak, N. M. M. 163
sudah mampu mandiri dalam memenuhi kebutuh- menjadi polemik tersendiri, yang diakibatkan ka-
an dasar dan kebutuhan nondasar lainnya, seperti rena adanya sumber data jumlah rumah tangga
kesehatan, pendidikan, menabung atau investasi, miskin yang berbeda-beda, dan masih mengguna-
dan lain-lain. Pada akhirnya, tahap pengentasan kan satu pendekatan, yakni dimensi pengeluaran
kemiskinan terjadi ketika rumah tangga atau pen- (moneter) yang dihitung BPS sehingga hal ini ti-
duduk miskin dapat hidup madani atau sudah ti- dak mencerminkan gambaran kemiskinan yang
dak masuk kategori miskin sehingga rumah tangga riil. Mengingat kemiskinan ini kompleks sifatnya
atau penduduk tersebut dapat mengaktualisasikan (Dewilde, 2004; Nándori, 2011; Kim et al., 2010),
dirinya sebagai manusia yang sejahtera. maka perlu penggabungan dengan dimensi lain
yang belum dimasukkan. Dengan kata lain, perlu
Namun demikian, semua program pengentasan
adanya pengukuran kemiskinan dengan pendekat-
kemiskinan belum tercapai tujuannya secara efek-
an nonmoneter berupa dimensi yang mengarah
tif. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya
pada pengukuran kebahagiaan atau kesejahteraan
jumlah penduduk miskin, atau belum dapat me-
subjektif (Pratomo dan Sumargo, 2016; Sumargo,
nurunkan angka kemiskinan secara drastis, dan
2002).
bahkan masih adanya perbedaan angka kemiskin-
an dari berbagai sumber penghitungan kemiskinan Saat ini, sudah seyogyanya untuk memahami
seperti yang dilakukan BPS, World Bank, BKKBN, perspektif kemiskinan dalam konteks multidimen-
dan lain-lain. Salah satu penyebabnya juga adalah sional seperti yang diutarakan oleh Asselin (2009),
pengukuran kemiskinan dengan pendekatan pen- yakni kemiskinan terdiri dari banyak bentuk keti-
dapatan –sesuai pernyataan bahwa bentuk program dakadilan dalam hal kapabilitas individu, rumah
pengentasan kemiskinan mengarah pada sisi penda- tangga, dan komunitas untuk memenuhi kebutuh-
patan (World Bank, 2015; Strauss et al., 2004; Sumarto an dasar yang berhubungan dengan dimensi pen-
dan De Silva, 2014), atau konsumsi layaknya pengu- dapatan, pendidikan, kesehatan, makanan/nutrisi,
kuran oleh World Bank dengan pendekatan dolar air bersih dan sanitasi layak, pekerjaan, perumah-
(Ravallion et al., 2009). Padahal, kemiskinan tidak an/lingkungan tempat tinggal, akses terhadap aset
hanya tentang ketidakmampuan pengeluaran ba- yang produktif, akses terhadap pasar, serta parti-
rang dan jasa, namun di sisi lain seperti kesenangan sipasi dalam masyarakat. Perlu tambahan faktor
(enjoyable) terhadap berbagai aktivitas lainnya (Yu, nonmoneter di samping faktor moneter, misalkan
2013; Whelan et al., 2004). Terlihat bahwa keter- salah satunya adalah kesenangan (enjoyable) terha-
gantungan penduduk miskin masih tinggi karena dap berbagai aktivitas lainnya (Alkire dan Santos,
program pengentasan kemiskinan tersebut yang 2013; Ranis, 2004; Nolan dan Whelan, 1996). Uni-
tidak sustainable, yang menjadikan penduduk mis- ted Nations Development Programme (UNDP) dan
kin dalam kapasitas hanya menerima dan tidak OPHI memelopori penyusunan penghitungan MPI
berupaya keras untuk tidak menjadi miskin kem- dengan dimensi yang sama dengan Indeks Pem-
bali. Program pengentasan kemiskinan tidaklah bangunan Manusia (IPM), yakni kesehatan, pendi-
efektif manakala data rumah tangga miskin tidak dikan, dan standar hidup. Indikator dalam masing-
akurat dan masih bersifat parsial, atau penghitung- masing dimensi tersebut memungkinkan untuk
annya menggunakan pendekatan moneter, dan be- dikembangkan lebih lanjut dan bisa berbeda an-
lum mempertimbangkan penggabungan dengan tarnegara, tetapi tetap dalam koridor tiga dimensi
pendekatan nonmoneter. yang dimaksud (Alkire et al., 2011b).
Ketidaktepatan sasaran penerimaan bantuan Pada tahun 2010, OPHI dan UNDP menginisia-
JEPI Vol. 19 No. 2 Juli 2019, hlm. 160–172
164 Deprivasi Utama Kemiskinan Multidimensi Antarprovinsi...
Indikator
Dimensi
IPM MPI Studi
(1) (2) (3) (4)
Kesehatan Angka harapan hidup pada saat lahir 1. Gizi Imunisasi dan penolong kelahiran
2. Kematian Bayi
Pendidikan 1. Melek huruf 1. Lama Sekolah Lama sekolah, partisipasi sekolah,
2. Lama sekolah (rata-rata) 2. Kehadiran dalam sekolah dan melek huruf
Standar hidup Purchasing Power Parity (P3) (rupiah) 1. Bahan bakar untuk memasak Jenis lantai, jenis dinding, jenis atap,
2. Sanitasi BBM, listrik, sumber air minum,
3. Air bersih dan sanitasi
4. Sumber penerangan
5. Kondisi lantai rumah
6. Kepemilikan aset
Sumber: World Bank (2015) dan Alkire (2016)
dari BPS, baik yang masuk dalam dimensi besar dup, sedangkan 12 indikator terdiri dari imunisasi,
moneter atau nonmoneter. Selanjutnya, dibentuk penolong kelahiran, lama sekolah, partisipasi seko-
dimensi baru dengan rumusan kriteria baru mela- lah, melek huruf, jenis lantai, jenis dinding, jenis
lui proses penghitungan Analisis Faktor. Pertim- atap, BBM, listrik, sumber air minum, dan sanitasi.
bangan ini dilandasi masih adanya indikator atau Sumber data berasal dari data primer Survei Sosial
dimensi lainnya yang berhubungan dengan kemis- Ekonomi Nasional (Susenas) 2014 yang dilaksanakan
kinan multidimensi dan belum diperhitungkan se- oleh BPS.
perti aksesibilitas, kondisi lingkungan yang erat
Metode yang digunakan untuk menghitung
kaitannya dengan penyakit, hubungan sosial, ke-
indikator-indikator kemiskinan multidimensi ada-
harmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang,
lah metode Alkire-Foster. Tahapan dalam melaku-
kondisi keamanan, kebebasan demokrasi, dan lain-
kan penghitungan dengan metode ini adalah seba-
lain (Applebaum, 2001; Kim et al., 2010; Zucker dan
gai berikut (Alkire et al., 2015):
Weiner, 1993; Henry et al., 2004).
Selanjutnya, dalam penelitian ini akan ditentu- (1) Memilih unit analisis:
kan deprivasi utama indikator rumah tangga miskin Unit analisis yang umum digunakan adalah
multidimensional. Hal ini penting sebagai pende- individu atau rumah tangga tapi dapat juga
teksi kebutuhan utama dari sekian indikator kebu- sebuah komunitas atau sekolah, klinik, perusa-
tuhan rumah tangga miskin, atau menjadi prioritas haan, desa, atau unit lainnya;
kebutuhan rumah tangga miskin untuk menda- (2) Memilih dimensi:
pat bantuan pengentasan kemiskinan yang ditinjau Pemilihan dimensi dapat dilakukan berdasar-
dari prespektif ketidakberdayaan rumah tangga kan data survei atau penelitian mengenai ke-
tersebut. butuhan yang dirasakan orang banyak, hasil
konsensus umum, seperti deklarasi Hak Asasi
Manusia (HAM), SDGs, serta kebijakan nasio-
Metode nal ataupun daerah;
(3) Memilih indikator:
Batasan penelitian ini meliputi 3 dimensi dan 12 in- Indikator dipilih untuk setiap dimensi dengan
dikator untuk menghitung kemiskinan multidimen- aturan akurasi (menggunakan indikator seba-
si di Indonesia tahun 2014. Ketiga dimensi tersebut nyak yang diperlukan sehingga analisis da-
terdiri dari kesehatan, pendidikan, dan standar hi- pat menjadi dasar kebijakan) dan parsimoni
JEPI Vol. 19 No. 2 Juli 2019, hlm. 160–172
166 Deprivasi Utama Kemiskinan Multidimensi Antarprovinsi...
Hasil dan Analisis yakni suatu garis yang menunjukkan jumlah rupi-
ah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi
Berdasarkan hasil penghitungan, diperoleh propor- kebutuhan pokok minimum makanan yang setara
si penduduk yang mengalami kemiskinan multi- dengan 2.100 kilokalori (kkal) per kapita per hari
dimensi (H) Indonesia adalah sebesar 19,3% dan dan kebutuhan pokok bukan makanan (BPS, 2015).
intensitas kemiskinan multidimensi (A) sebesar
47,7%. Angka tingkat kemiskinan multidimensi Berdasarkan garis kemiskinan nasional yang di-
(H) menggambarkan persentase penduduk yang hasilkan BPS, persentase penduduk miskin tahun
mengalami kemiskinan multidimensi, sedangkan 2104 di Indonesia adalah sebesar 11,25%. Besaran
intensitas kemiskinan multidimensi (A) menggam- persentase tersebut masih di bawah besaran persen-
barkan intensitas atau jumlah indikator yang dia- tase tingkat kemiskinan dengan garis kemiskinan
lami oleh penduduk. Artinya, rata-rata penduduk US$3,10 per hari sebesar 36,4%, namun lebih be-
yang miskin multidimensi mengalami kekurangan sar dibandingkan dengan garis kemiskinan US$1,90
sebanyak 5 hingga 6 indikator dari total 12 indikator per hari sebesar 8,25%. Angka kemiskinan versi BPS
sehingga diperoleh indeks kemiskinan multidimen- lebih moderat di antara dua ukuran kemiskinan
si (MPI) sebesar 9,2%. Angka MPI ini menggam- versi World Bank dan angkanya lebih besar dari ang-
barkan tingkat keparahan dan tingkat kemiskinan ka kemiskinan multidimensi (9,2%). Pengukuran
multidimensi di Indonesia, yang artinya sebanyak kemiskinan secara moneter sebenarnya tidak da-
9,2% penduduk Indonesia miskin multidimensi pat dibandingkan dengan pengukuran kemiskinan
mengalami deprivasi sebanyak 5 hingga 6 indikator. secara multidimensi. Hal ini dikarenakan meto-
Angka yang digunakan adalah MPI karena dapat de pengukuran yang digunakan berbeda. Namun,
dilakukan perbandingan antarwilayah, misalnya jika ditelusuri lebih lanjut, pengukuran kemiskin-
jika beberapa wilayah memiliki tingkat kemiskinan an yang dilakukan oleh BPS sesungguhnya dapat
multidimensi (H) yang sama, pemerintah atau sta- menggambarkan kemiskinan multidimensi. Hal ini
keholders terkait dapat menentukan wilayah yang dikarenakan garis kemiskinan yang digunakan un-
menjadi prioritas. tuk menjadi titik potong dalam menentukan suatu
Penghitungan angka kemiskinan dilakukan oleh rumah tangga miskin atau tidak miskin merupa-
beberapa pihak di antaranya adalah World Bank kan penjumlah dari garis kemiskinan makanan dan
dan BPS. World Bank mengukur angka kemiskin- garis kemiskinan nonmakanan. Garis kemiskinan
an dengan pendekatan moneter, yaitu persentase makanan diperoleh dari penghitungan pengelu-
populasi yang hidup di bawah US$1,9 per hari (Pur- aran kebutuhan minimum makanan yang setara
chasing Power Parity [PPP]), dan di bawah US$3,1 dengan 2.100 kkal per kapita per hari dan garis
per hari (PPP). Pengukuran yang dilakukan oleh kemiskinan nonmakanan diperoleh dari penghi-
World Bank bertujuan agar dapat melakukan perban- tungan kebutuhan minimum untuk perumahan,
dingan persentase penduduk miskin antarnegara. sandang, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini seja-
Sementara BPS melakukan penghitungan angka lan dengan metode Alkire Foster yang menghitung
kemiskinan dengan konsep kemampuan memenu- angka kemiskinan secara multidimensi. Perbedaan
hi kebutuhan dasar dengan indikator pendapatan kedua metode ini terletak pada penghitungan yang
atau pengeluaran per kapita untuk menentukan dilakukan, yaitu BPS melihat dari sisi pengeluaran
kemiskinan. Penduduk dikategorikan miskin jika yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sua-
memiliki pengeluaran konsumsi per kapita per bu- tu rumah tangga yang multidimensi, sedangkan
lan (secara rata-rata) di bawah garis kemiskinan, metode Alkire Foster melihat dari sisi kemampu-
JEPI Vol. 19 No. 2 Juli 2019, hlm. 160–172
168 Deprivasi Utama Kemiskinan Multidimensi Antarprovinsi...
an rumah tangga untuk mengakses pendidikan, sasi. Berdasarkan estimasi yang dilakukan World
kesehatan, dan standar hidup. Health Organization (WHO) dikatakan bahwa pada
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa garis 2015, hampir 1 juta anak Indonesia tidak menda-
kemiskinan mencakup aspek multidimensi yang di- patkan imunisasi sama sekali atau tidak lengkap
ubah dalam bentuk rupiah sehingga tidak salah jika status imunisasinya (Kementerian Kesehatan [Ke-
dikatakan bahwa penghitungan angka kemiskinan menkes], 2017). Padahal, imunisasi merupakan sa-
yang dilakukan oleh BPS cukup menggambarkan lah satu cara ampuh untuk preventif terjadinya
kemiskinan multidimensi di Indonesia. Akan teta- sakit, cacat, serta penyakit menular.
pi, hal ini tidak dapat memberikan informasi yang Perbedaan wilayah dapat menyebabkan perbeda-
lengkap mengenai apa yang menjadi penyebab se- an karakteristik kemiskinan multidimensi. Hal ini
seorang miskin selain tidak memiliki pendapatan dikarenakan setiap wilayah memiliki karakteristik
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hi- wilayah dengan infrastruktur yang berbeda pula.
dup. Karakteristik kemiskinan multidimensi suatu pro-
vinsi dapat dilihat dari persentase penduduk yang
Deprivasi Kemiskinan Multidimensi miskin multidimensi mengalami deprivasi pada
suatu dimensi. Semakin banyak penduduk yang
Deprivasi kemiskinan multidimensi merujuk pada miskin multidimensi mengalami deprivasi pada
indikator-indikator dari masing-masing dimensi suatu dimensi, dapat disimpulkan bahwa dimensi
Indeks Kemiskinan Multidimensi (MPI) yakni di- tersebut merupakan dimensi yang dominan seba-
mensi kesehatan adalah imunisasi dan penolong gai deprivasi utama dalam penyebab kemiskinan
kelahiran; dimensi pendidikan adalah lama sekolah, multidimensi di wilayah tersebut.
partisipasi sekolah, dan melek huruf; sedangkan un- Pada Gambar 3 terlihat bahwa pada tahun 2014,
tuk dimensi standar hidup adalah listrik, jenis lantai, dimensi pendidikan merupakan deprivasi utama
jenis dinding, jenis atap, BBM, sumber air minum, dalam kemiskinan multidimensi di 17 provinsi,
dan sanitasi. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa yaitu Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi,
penduduk Indonesia yang dikategorikan miskin Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI
multidimensi paling banyak mengalami deprivasi Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan
pada indikator lama sekolah. Hal ini menunjukkan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawe-
bahwa masih banyak penduduk Indonesia usia 16 si Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Dep-
tahun ke atas yang memiliki pendidikan kurang da- rivasi utama kemiskinan multidimensi pada di-
ri 9 tahun, dan ini tersaji dari data BPS yang menun- mensi kesehatan terjadi di 11 provinsi, yakni Riau,
jukkan bahwa hanya 20,82% penduduk Indonesia Kepulauan Riau, Jawa Barat, Banten, Kalimantan
usia 15 tahun ke atas yang menamatkan pendidik- Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Su-
an SMP/MTS sebesar 20,82%. Padahal, pemerintah lawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, dan Papua
berharap dengan memperoleh pendidikan minimal Barat. Sementara dimensi standar hidup merupak-
9 tahun dapat mengembangkan potensi setiap war- an deprivasi utama penyebab kemiskinan multi-
ga negara untuk dapat mengenyam ke pendidikan dimensi di Provinsi NTT dan Papua, sedangkan
lanjutan yang lebih tinggi sehingga diindikasikan provinsi lainnya seperti Sumatra Selatan, Bengku-
bahwa Program Wajib Belajar 9 Tahun belum efektif lu, dan Lampung relatif berimbang deprivasinya
keberhasilannya. antara dimensi pendidikan, kesehatan, dan standar
Urutan ke-2 deprivasi penduduk Indonesia yang hidup.
miskin multidimensi adalah pada indikator imuni-
JEPI Vol. 19 No. 2 Juli 2019, hlm. 160–172
Sumargo, B. & Simanjuntak, N. M. M. 169
Jika dilihat per indikator, indikator lama sekolah si utama penyebab kemiskinan multidimensi di
dan imunisasi menjadi deprivasi utama indikator Maluku adalah penolong kelahiran dan di Papua
penyebab kemiskinan multidimensi hampir di se- adalah melek huruf.
luruh provinsi di Indonesia kecuali Maluku dan
Papua. Indikator yang dominan sebagai depriva-
tps://doi.org/10.1023/B:SOCI.0000033578.81639.89. [28] Strauss, J., Beegle, K., Dwiyanto, A., Herawati, Y., Pattina-
[15] Hanandita, W., & Tampubolon, G. (2016). Multidimen- sarany, D., Satriawan, E., Sikoki, B., Sukamdi, & Witoelar, F.
sional poverty in Indonesia: Trend over. Social Indicators (2004). Indonesian living standards: Before and after the financial
Research, 128(2), 559–587. doi: https://doi.org/10.1007/s11205- crisis. Institute of Southeast Asian Studies.
015-1044-0. [29] Sumargo, B. (2002). Validitas dan reliabilitas pengukuran
[16] Henry, P. J., Reyna, C., & Weiner, B. (2004). Hate welfare kemiskinan. Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut
but help the poor: How the attributional content of stereo- Pertanian Bogor.
types explains the paradox of reactions to the destitute in [30] Sumarto, S., & De Silva, I. (2014). Beyond the he-
America. Journal of Applied Social Psychology, 34(1), 34–58. adcount: Examining the dynamics and patterns of
doi: https://doi.org/10.1111/j.1559-1816.2004.tb02536.x. multidimensional poverty in Indonesia. TNP2K Wor-
[17] Irawan, P. B., Raharto, A., Rumanitha, E., & Romdiati, H. king Paper 21-2014. Jakarta: Tim Nasional Percepat-
(2000). Analisis studi evaluasi penentuan kriteria rumahtangga an Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Diakses 14
miskin tahun 2000. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Februari 2017 dari http://www.tnp2k.go.id/downloads/
[18] Kakwani, N., & Silber, J. (Eds.). (2008). Quantitative appro- beyond-the-headcount-examining-the-dynamics-and-
aches to multidimensional poverty measurement. New York: patterns-of-multidimensional-poverty-in-indonesia.
Palgrave Macmillan. [31] Suppa, N. (2016). Comparing monetary and multidimensio-
[19] Kemenkes (2017) Profl Kesehatan Indonesia Tahun 2017. nal poverty in Germany. OPHI Working Papers, 103. Oxford
Jakarta: Kemenkes Poverty and Human Development Initiative (OPHI). Diak-
[20] Kim, K. S., Lee, Y., & Lee, Y. J. (2010). A multilevel analysis of ses 14 Februari 2017 dari https://ora.ox.ac.uk/objects/uuid:
factors related to poverty in welfare states. Social Indicators 4302c7c8-0a69-4ae0-a817-e5826866ea6a.
Research, 99(3), 391–404. doi: https://doi.org/10.1007/s11205- [32] Whelan, C. T., Layte, R., & Maı̂tre, B. (2004). Understanding
010-9592-9. the mismatch between income poverty and deprivation: A
[21] Klasen, S. (2000). Does gender inequality reduce growth dynamic comparative analysis. European Sociological Review,
and development? Evidence from cross-country regressions. 20(4), 287–302. doi: https://doi.org/10.1093/esr/jch029.
Ludwig-Maximilians-Universität München & Institut für [33] World Bank. (2015). Ketimpangan yang semakin lebar. The
Statistik. Sonderforschungsbereich 386: Analyse Diskreter Struk- World Bank - Australian Aid. Diakses 14 Februari 2017 da-
turen Discussion Paper No 212. Diakses 14 Februari 2017 dari ri http://pubdocs.worldbank.org/en/986461460705141518/
https://epub.ub.uni-muenchen.de/1602/1/paper 212.pdf. Indonesias-Rising-Divide-Bahasa-Indonesia.pdf.
[22] Laderchi, C. R. (1997). Poverty and its many di- [34] Yu, J. (2013). Multidimensional poverty in China: Fin-
mensions: The role of income as an indicator. dings based on the CHNS. Social Indicators Research, 112(2),
Oxford Development Studies, 25(3), 345–360. doi: ht- 315–336. doi: https://doi.org/10.1007/s11205-013-0250-x.
tps://doi.org/10.1080/13600819708424139. [35] Zucker, G. S., & Weiner, B. (1993). Conservatism and
[23] Nándori, E. S. (2011). Subjective poverty and its relation perceptions of poverty: An attributional analysis. Jo-
to objective poverty concepts in Hungary. Social Indicators urnal of Applied Social Psychology, 23(12), 925–943. doi:
Research, 102(3), 537–556. doi: https://doi.org/10.1007/s11205- https://doi.org/10.1111/j.1559-1816.1993.tb01014.x.
010-9743-z.
[24] Nolan, B., & Whelan, C. (1996). The Relationship
between income and deprivation: A dynamic per-
spective. Revue Économique, 47(3), 709–717. doi: ht-
tps://doi.org/10.2307/3502573.
[25] Pratomo, D., & Sumargo, B. (2016). Sebuah alternatif: Better
life index sebagai ukuran pembangunan multidimensi di
Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, 16(2),
123–140. doi: https://doi.org/10.21002/jepi.v16i2.597.
[26] Ranis, G. (2004). The evolution of development thinking:
Theory and policy. Center Discussion Papers, 886. Economic
Growth Center - Yale University. Diakses 14 Februari 2017
dari https://egcenter.economics.yale.edu/sites/default/files/
files/CDP-cdp801-cdp900/cdp886.pdf.
[27] Ravallion, M., Chen, S., & Sangraula, P. (2009). Dollar a day
revisited. The World Bank Economic Review, 23(2), 163–184.
doi: https://doi.org/10.1093/wber/lhp007.