Lingkungan internal adalah semua faktor yang berada di bawah kendali organisasi
dalam arti manajemen memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan tentang
faktor-faktor tersebut karena adanya ikatan organisaional dan adanya legitimasi
manajemen untuk mengatur faktor-faktor tersebut. Terkait dengan perumusan
strategi, faktor internal dikelompokkan dalam dua kategori:
Kunci lain manajemen strategi adalah adanya kerjasama antara semua pihak dalam
organisasi. Manajemen strategi merupakan suatu proses yang sangat interaktif yang
menuntut koordinasi yang efektif di antara manajerial dengan fungsional.
Partisipasi dari seluruh pihak dalam pelaksanaan audit manajemen strategis internal
memberikan pengetahuan tentang hakikat dan dampak keputusan di bidang
fungsional lain di organisasi. Pengetahuan mengenai tatahubungan fungsional ini
sangat penting untuk merumuskan strategi dan sasaran organisasi.
Bangunan tempat dua buah turbin itu menjadi tempat pembangkit listrik tenaga mikro
hidro (PLTMH) yang menjadi bagian kehidupan Rejo dan puluhan warga lain. Melalui
PLTMH itu mereka mendapat energi yang ramah lingkungan.
“Listrik dari PLTMH ini ramah lingkungan dan tak ada polusi. Saat listrik PLN mati, listrik
kami tetap menyala dan membuat warga lain iri,” kata Rejo saat ditemui di PLTMH RT
52 RW 25 Dusun Kedungrong, Desa Purwoharjo, Minggu, 22 September 2019.
Rejo bersama puluhan Kepala Keluarga lainnya menggunakan PLTMH sudah lebih dari
tujuh tahun. Sejarah PLTMH ini dimulai dari kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta di daerah tersebut.
Kegiatan akademis ini lantas melihat potensi besar di Dusun Kedungrong untuk dibuat
sumber tenaga listrik dari aliran air yang mengairi pertanian untuk sawah-sawah di
Kulon Progo itu.
Awalnya, Rejo mengisahkan, aliran listrik dibuat hanya sebatas untuk menerangi jalanan
kampung. Setahun berselang, wilayah tersebut memperoleh bantuan atau hibah
peralatan PLTMH dari Dinas Pekerjaan Umum Energi Sumber Daya Mineral (PU ESDM)
DIY.
Dari sinilah warga RT 52 Dusun Kedungrong menyusun organisasi pengelolaan PLTMH.
Pengurus selesai terbentuk, penerangan pun mulai dilakukan ke rumah warga. “Awalnya
untuk lima rumah warga sebagai sampel,” ujar Rejo yang kini menjadi teknisi PLTMH.
Warga yang menjadi sampel pemakaian PLTMH ini lalu merasakan manfaatnya.
Pengelola PLTMH memutuskan memperbanyak jaringan secara swadaya. Jaringan ini
sebagai sarana mendekatkan aliran listrik ke rumah-rumah warga yang berjarak lebih
dari 34 kilometer dari pusat kota Wates, ibu kota Kabupaten Kulon Progo ini.
Di sisi lain, Rejo mengatakan, aliran listrik dari PLTMH ini memiliki daya yang cukup
besar, sekitar 8.000 ampere. Dari PLTMH ini dipasang tiga buah kabel yang
didistribusikan lewat jaringan yang telah dibuat. Artinya, ada sekitar 24.000 ampere
kekuatan arus yang dihasilkan dari PLTMH.
Sampai saat ini, dari 46 KK di Dusun Kedungrong, 35 KK di antara sudah memakai
PLTMH. “Untuk penerangan jalan, dari semula 11 titik sekarang sudah menjadi 30 titik,”
kata lelaki yang berprofesi sebagai petani organik ini.
Bendahara PLTMH, Rahmad Sutejo menjelaskan, setiap KK dikenakan biaya Rp7 ribu
rupiah per 36 hari pemakaian. Nominal Rp7 ribu itu di antaranya untuk biaya
penerangan jalan (Rp2 ribu) dan perawatan mesin (Rp5 ribu). Dalam setahun, warga
hanya mengeluarkan sekitar Rp70 ribu. “Iuran penggunaan PLTMH ini mulai 2013
setelah efektif berjalan,” ujar Rahmad.
Dalam operasional, PLTMH di Dusun Kedungrong terdapat dua mesin dan dioperasikan
secara bergantian. Satu mesin untuk siang, dan satunya untuk malam hari.
"Warga juga ada listrik dari PLN. Yang dari PLN dipakai kalau memang dibutuhkan,
kayak PLTMH dari ada kendala perbaikan," kata dia.
Tak Berharap Upah
Hampir setiap sore Rejo membersihkan saluran turbin PLTMH dari berbagai gangguan
sampah. Ada berbagai jenis sampah yang bisa mengganggu gerakan turbin dan
berimbas tidak stabilnya daya listrik dari PLTMH.
Berbagai jenis sampah yang bersarang di turbin PLTMH yang salah satu bikin pengelola
PLTMH prihatin yakni sampah popok bekas yang dibuang sembarangan. Ini ditemukan
hampir setiap hari, 2-4 buah sampah popok.
“Ini warga membersihkan (turbin) PLTMH swadaya, kesadaran sosial saja, tidak dibayar.
Pembersihannya dilakukan secara bergantian. Biasanya yang rumahnya paling dengan
dengan PLTMH,” kata Ketua Kelompok PLTMH, Suhadi.
Ia mengatakan pembersihan dilakukan pada rentang waktu pukul 16.00-17.00 WIB.
Meski disertai rasa tak suka dengan perilaku buang sampah sembarangan, mau atau
tidak mau mereka tetap harus melakukan pembersihan itu. “Pembersihan dilakukan
dengan kesadaran masing-masing,” katanya.
Ia menambahkan, warga RT 52 yang menggunakan listrik dari PLTMH baru sekitar 90
persen. Menurutnya, pengurus akan memperluar jaringan tersebut agar masyarakat
yang merasakan PLTMH ini bisa lebih luas.
https://www.medcom.id/nasional/daerah/dN62z8rN-cerita-dari-pelosok-kulon-progo-
merintis-kemandirian-energi