Karena itulah diperlukan sebuah sistem yang mengatur bagaimana masyarakat bisa
memanfaatkan tanah dan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. Hal ini penting
dilakukan agar tidak timbul konflik kepentingan di masyarakat serta menjamin
kepastian hukum bagi masyarakat. Sistem dan dasar hukum pemanfaatan lahan telah
diatur dalam UU No 5 Tahun 1960 atau disebut juga UU Agraria. Sebelum membahas
lebih lanjut terkait Undang-Undang Pokok Agraria, berikut ini merupakan poin-poin
penting yang akan menjadi pokok pembahasan.
Undang-undang ini secara resmi diberi nama UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria, yang mengatur mengenai tentang hak-hak atas tanah, air,
dan udara. Hal tersebut juga meliputi aturan dasar dan ketentuan penguasaan,
pemilikan, penggunaan atau pemanfaatan sumber daya agraria nasional di Indonesia,
pendaftaran tanah, ketentuan-ketentuan pidana dan ketentuan peralihan.
Hal tersebut sejalan dengan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang berbunyi “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Jika kita melihat UU No 5 Tahun 1960 dengan cermat, sebenarnya UU No 5 yang juga
dikenal dengan undang-undang Agraria tersebut tidak hanya mengatur tanah dalam
artian sempit.
UU No 5 atau undang undang Agraria mengatur sumber daya alam agraria secara
umum juga mengatur jenis-jenis hak atas tanah. Hal ini seperti yang termaktub dalam
pasal 16 ayat 1 bahwa jenis-jenis itu antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan
hak-hak lain.
Jika melihat ketentuan Pasal 16 tersebut, maka jenis-jenis hak atas tanah dikategorikan
menjadi tiga antara lain:
Hak milik Hak atas tanah yang bersifat tetap yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak
Membuka Tanah, dan Hak Memungut Hasil Hutan.
Hak sementara Hak atas tanah yang bersifat sementara, yakni Hak Gadai (Gadai
Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak
Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Hak dengan Hak atas tanah yang statusnya mengikuti undang-undang, maksudnya
status undang- adalah hak atas tanah bisa berubah disebabkan perubahan undang-
undang undang yang akan lahir kemudian.
Saat berbicara tentang UU Pokok Agraria dalam masalah properti, tentu saja UU No 5 ini
sangat bermanfaat sekali karena aturan ini mengatur tentang jenis hak terkait tanah.
Adapun lima hak yang mencakup dalam urusan properti yaitu hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan hak pengelolaan.
Seperti contohnya rumah sebagai hunian pribadi wajib memiliki sertifikat baik hak milik
atau hak guna bangunan. Jika Anda sedang mencari rumah di Kota Medan mulai Rp700
jutaan dengan sertifikat yang resmi, Rumah.com bisa menjadi referensinya.
Dengan memiliki kelima jenis hak tersebut, maka pemilik properti akan memiliki jaminan
hukum dan kebebasan untuk mengelola propertinya. Misalnya Hak Guna Bangunan
(HGB) yang memberikan kewenangan kepada individu atau kelompok untuk mendirikan
dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.
Melalui aturan hak pemanfaatan tanah tersebut, seluruh tanah yang dimanfaatkan
wajib memiliki sertifikat sebagai bukti sah pemanfaatannya. Dalam proses pendaftaran
pemanfaatan atas tanah, secara umum harus melalui tiga proses. Proses tersebut
meliputi pengukuran dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak, dan pemberian bukti
hak yang biasanya berbentuk sertifikat sebagai bukti sah. Seluruh proses pengurusan
pemanfaatan tanah sebagian besar dilakukan terpusat di Badan Pertanahan Nasional
(BPN).
Dari uraian tentang UU No 5 tentang Pokok Agraria di atas, agar lebih sederhana, berikut
ini merupakan rangkuman uraian beberapa fakta tentang UU No 5 tahun 1960 yang
sangat bermanfaat bagi pemilik properti. Simak ulasan berikut ini:
Sementara hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang
bersifat perseorangan dan terpisah. Kepemilikan tersebut dibuktikan dengan penerbitan
sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.
Kegiatan pemeliharaan atau pengelolaan rumah susun harus dilakukan oleh pengelola
berbadan hukum, kecuali untuk rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah
susun negara. Pengelola diperbolehkan menerima sejumlah biaya yang dibebankan
kepada pemilik dan penghuni secara adil dan proporsional.
Pasal 385 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengancam pelaku
penyerobotan tanah dengan dengan ancaman pidana paling lama empat tahun. Ini
berlaku bagi siapa saja yang secara melawan hukum, menjual, mengelola, menukarkan,
menghibahkan dan lain-lain suatu hak tanah yang bukan hak miliknya.
Seperti diketahui bahwa UU Pokok Agraria ini diterbitkan pada tahun 1960, yaitu 15
tahun setelah Indonesia merdeka. UU ini diberlakukan saat kepemimpinan presiden
pertama RI yaitu Ir. Soekarno. Tentu saja dalam perkembangannya, UU ini memerlukan
banyak perluasan dan penambahan agar tetap relevan dengan situasi, kondisi, dan
perubahan zaman.
Konflik agraria dan gesekan yang terjadi di masyarakat karena permasalahan tanah
seringkali terjadi. Karenanya pemerintah mencanangkan Reforma Agraria sebagai
salah satu Program Prioritas Nasional.
Reforma Agraria ini dikelompokkan menjadi tiga sektor yaitu yaitu legalisasi aset,
redistribusi tanah dan perhutanan sosial. Hal ini sesuai dengan Lampiran Peraturan
Presiden Nomor 2 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015-2019.
Atas dasar itulah diterbitkan UU No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional dengan tujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan. Ini juga bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan
perencanaan dan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara.
Berkaitan dengan kredit perumahan, masih terdapat banyak konsumen yang merasa
dilanggar haknya terkait pembiayaan, baik pembiayaan bank maupun non-bank.
Sengketa tentang perumahan dan pelanggaran hak konsumen ini seringkali terjadi
dalam proses jual beli.