Anda di halaman 1dari 2

1.

Menurut saya penggunaan bahasa Indonesia di media sosial seperti Twitter, Facebook, dan
Instagram yang keluar dari kaidah bahasa Indonesia seperti penggunaan angka, tanda baca, bahasa
alay, dan yang menyinggung SARA sangat tidak baik untuk perkembangan Bahasa Indonesia.
Contoh bahasa yang digunakan biasanya seperti :
 Penggunaan angka : Kurasa menjadi kur4sa
 Penggunaan tanda baca : Tidur menjadi t!duR
 Bahasa alay : Serius menjadi Cius
Penggunaan bahasa alay tersebut juga tidak sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat bahasa.
Adapun hakikat bahasa yaitu memiliki sistem, yaitu bahasa yang dipakai disusun berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh kelompok masyarakat pengguna bahasa. Penggunaan angka,
tanda baca ataupun bahasa alay tersebut mengacaukan sistem yang telah disepakati. Seperti kalimat
“Serius” yang menjadi Cius, hal tersebut mengubah sistem yang telah disepakati bahwa kata yang
tersusun dari fonem-fonem /s/, /e/, /r/, /i/, /u/, /s/ yang bermakna bersungguh-sungguh menjadi
sukar dimengerti oleh masyarakat karena diganti dengan kata Cius.
Selain itu, bahasa juga memiliki fungsi, yaitu untuk mengungkapkan sesuatu yang ada di dalam
pikiran dan perasaan. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah tersebut akan membuat
pengungkapan pikiran dan perasaan tidak mampu dimengerti oleh orang lain.
Dalam kaitan dengan sifat bahasa, bahasa bersifat konvensional yang berarti bahasa itu
disepakati. Dalam hal ini bahasa gaul bahasa alay belum disepakati secara resmi oleh suatu
komunitas, berbeda dengan Bahasa Indonesia yang memang telah disepakati oleh komunitas
penggunanya.
Selain itu, sifat bahasa lainnya yaitu Indah. Penggunaan bahasa alay dan gaul tersebut membuat
bahasa kurang indah didengar. Contohnya “Geje” untuk mengkapkan kalimat “tidak jelas”
Sedangkan untuk bahasa yang menyinggung SARA sangat tidak baik digunakan di media
sosial, karena hal tersebut dapat memecah belah bangsa. Seperti bangsa Indonesia yang memiliki
keanekaragaman Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan. Harusnya bahasa bisa menyatukan kita,
seperti yang disebutkan dalam sumpah pemuda, namun jika digunakan untuk menyinggung SARA,
maka bahasa bisa menjadi alat pemecah belah sesame bangsa Indonesia.
2. Perbedaan tersebut dikarenakan sifat bahasa yaitu arbitrer. Arbitrer bermakna sewenang-wenang
atau sesuka-suka sehingga tidak dapat dijelaskan berdasarkan pertimbangan logika dan nalar.
Dengan sifat itu, tidak ada kaitan antara bunyi dengan yang dilambangkan. Selain itu, suara hewan
yang sama terdengar berbeda dikarenakan :
 Pengalaman kultural suatu masyarakat berbeda, seperti budaya di Indonesia dan budaya di
Jepang.
 Perbedaan interpertasi oleh dari penutur bahasa yang berbeda, selain itu perbedaan ini
disebabkan oleh logat dan dialek diantara penutur bahasa yang berbeda.
 Letak geografis yang berbeda menyebabkan perbedaan genetic maupun anatomi manusia,
sehingga berbeda dalam menuturkan kembali bunyi yang didengar.

Sumber :
Polili, Andi Wete. Kearbitreran Onomatope. Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
Saleh, R. 2014. Gangguan Bahasa Alay di Facebook terhadap Komunikasi. Balai Bahasa Provinsi Riau.
Vol. 6. No. 1.
Santoso, Anang dkk. 2020. Buku Materi Pokok Bahasa Indonesia. Banten : Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai