Anda di halaman 1dari 13

RESUME

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA (POIN C DAN D)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila yang


diampu oleh Bapak Albar Adetary Hasibuan, M.Phil

Disusun oleh :

Naufal Nurmuzakki (195020307111014)

Putra Boynard Khasea (195020307111027)

Azka Rizki Achmadi (195020307111029)

Nuh Titang Salyowioso (195020307111043)

Muhammad Najy Abdurrahman (215020900111013)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2021
A. Nilai-nilai Etis Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan Keadilan)
1. Ketuhanan
Nilai pertama ada ketuhanan, yang dimana nilai ini dapat dikatakan
sebagai nilai yang mendasar dalam kehidupan manusia yang bersifat
mutlak. Seluruh nilai kebaikan lainnya diturunkan dari nilai ketuhanan.
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai,
kaidah, dan hukum Tuhan. Apabila terdapat perbuatan yang melanggar
nilai, kaidah, dan hukum Tuhan maka seluruh hubungan kepada
manusia dan alam pastinya akan berdampak buruk. Misalnya ketika
sesama manusia tidak menjalin hubungan secara baik maka tentunya
akan terjadi konflik dan permusuhan oleh sesama manusia. Selain itu,
apabila terdapat pelanggaran kaidah Tuhan dalam melestarikan alam
maka akan menghasilkan bencana alam.
Dengan adanya nilai ketuhanan di dalam Pancasila, maka sistem
etika yang dihasilkan seharusnya sangat kuat. Karena nilai yang
terkandung tidak hanya bersifat mendasar tetapi juga bersifat realistis
dan dapat diaplikasikan kedalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila merupakan nilai-nilai
yang ideal yang sudah terkandung di dalam cita-cita bangsa Indonesia
yang harus diwujudkan dan di-implementasikan dalam kehidupan nyata
khususnya di Indonesia.
Dalam istilah Notonagoro, nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang
bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi
realitas kemanusiaan dimanapun, kapanpun, dan merupakan dasar bagi
setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai lain. Seperti contoh nilai
ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi.
2. Kemanusiaan
Kemanusiaan menurut KBBI, mempunyai arti sebagai sifat-sifat
manusia. Manusia itu sendiri mempunyai arti sebagai makhluk ciptaan
Tuhan yang mempunyai pikiran dan akal budi yang mampu menguasai
makhluk lain. Keadilan merupakan suatu sifat dimana kita berpihak
kepada yang benar, tidak memihak atau berat sebelah. Sedangkan
keadaban berasal dari kata adab yang mempunyai arti budaya. Jadi
keadaban dapat diartikan sebagai suatu sikap atau tindakan yang
dilandasi oleh nilai-nilai budaya, terutama norma-norma sosial dan
kesusilaan dalam masyarakat.
Sila ke-2 Pancasila mempunyai bunyi “Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab”, dimana memiliki arti bahwa Bangsa Indonesia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa harus saling menjunjung tinggi
harkat dan martabat seseorang tanpa membeda-bedakan suku, budaya,
ras, dan agamanya. Berikut adalah berbagai upaya untuk mewujudkan
kemanusiaan yang adil dan beradab di kehidupan kita:
1. Mengenali dan memperilakukan orang-orang sesuai dengan status
dan martabat mereka sebagai makluk ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa.
2. Mengakui kesetaraan, hak-hak dasar, dan kewajiban setiap manusia,
tanpa memandang ras, suku, agama, jenis kelamin, warna kulit, dan
sebagainya.
3. Mengembangkan rasa saling mencintai dan menyayangi antara
sesama.
4. Mengembangkan toleransi antara sesama.
5. Tidak bersikap sewenang-wenang terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Mengaplikasikan nilai-nilai kemanusiaan di kehidupan kita.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Mengetahui bahwa Bangsa Indonesia merupakan sebagian dari
seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat kepada bangsa lain dan sesama.
3. Persatuan
Pancasila bisa dimaknai sebagai rumusan serta pedoman dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia,
termasuk sila ke-3 yang berbunyi “Persatuan Indonesia”. Sila ke-3
dalam Pancasila mengandung butir-butir pengamalan yang memuat
nilai-nilai, isi, serta penjelasan untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari oleh bangsa Indonesia yang sangat majemuk. Menurut buku
Pancasila dalam Pusaran Globalisasi (2017) yang disunting oleh Al
Khanif, Pancasila harus dikemukakan isi dan artinya yang kontekstual
sehingga nilai-nilainya bisa ditemukan dalam semua kebudayaan
bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur Pancasila dalam realitas kondisi
masyarakat akan digali sebagai solusi atau jalan keluar untuk
menghadapi segala macam tantangan yang dihadapi oleh segenap rakyat
Indonesia dalam segala situasi, termasuk di era globalisasi seperti
sekarang ini. Istilah Pancasila terdiri dari dua kata yang berasal dari
bahasa Sanskerta. Panca yang berarti "lima" dan sila yang bermakna
"prinsip" atau "asas". Maka, Pancasila bisa dimaknai sebagai rumusan
dan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Nilai-nilai luhur Pancasila dalam realitas kondisi masyarakat akan
digali sebagai solusi atau jalan keluar untuk menghadapi segala macam
tantangan yang dihadapi oleh segenap rakyat Indonesia dalam segala
situasi, termasuk di era globalisasi seperti sekarang ini. Istilah Pancasila
terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Sanskerta. Panca yang
berarti "lima" dan sila yang bermakna "prinsip" atau "asas". Maka,
Pancasila bisa dimaknai sebagai rumusan dan pedoman dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Butir-Butir Pengamalan Pancasila Pancasila memuat nilai dan sikap
yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sudharmono dalam Beberapa Pemikiran Tentang Pancasila dan Undang
Undang Dasar 1945 (1997) menyebutkan, sikap-sikap yang penting dari
Pancasila itu kemudian diperinci menjadi butir-butir pengamalan.
Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 merupakan regulasi resmi yang
mengatur Butir-Butir Pengamalan Pancasila.
Setelah terjadinya Reformasi 1998 yang sekaligus mengakhiri
riwayat pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto sebagai
presiden, Butir-Butir Pengamalan Pancasila disesuaikan kembali
berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003. Butir-Butir Pengamalan
Pancasila pada awalnya terdiri dari 36 butir, tapi kemudian mengalami
perkembangan atau penyempurnaan menjadi 45 butir. Terlepas dari pro
dan kontra yang muncul, Butir-Butir Pengamalan Pancasila ini
dirumuskan untuk dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-
hari seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan
Menurut Bung Hatta, hal yang sangat mendasar dari demokrasi ;
“ Democracy is something which should and eventually must touch the
lives of the people every day and in all ways “. Dari pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa syarat untuk menegakkan demokrasi adalah
masyarakat yang demokrasi. Selain itu kita harus mengetahui prinsip
masyarakat demokratis, dan kemudian menghidupi prinsip-prinsip
tersebut. Prinsip masyarakat yang demokrasi berpijak pada nilai yang
terkandung dalam konsep masyarakat sipil. Nilai-nilai tersebut menurut
Bung Hatta (dalam Andreas dkk,2012:191) sebagai berikut:
1. Kemandirian dan tanggung jawab individu
2. Keterlibatab atau partisipasi masyarakat.
3. Hubungan kooperatif antar individu yang mandiri dalam masyarakat
Dalam sila kerakyatan ini diakui bahwa negara Indonesia menganut
asas Demokrasi yang bersumber pada nilai-nilai kehidupan yang
berakar dalam budaya bangsa Indonesia. Perwujudan asas dasar
demokrasi di persepsi sebagai paham kedaulatan rakyat, yang
bersumber pada nilai kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong.
Dalam sila ke 4 ini tercermin nilai yang mengutamakan kepentingan
negara dan masyarakat yang harus didahulukan. Dalam sila ini tercakup
nilai yang lebih menghargai kesukarelaan, dan kesadaran dari pada
memaksakan sesuatu kehendak pada orang lain. Sila ke 4 ini
mengandung keyakinan atas nilai kebenaran dan keadilan dalam
menegakkan kehidupan yang bebas adil dan sejahtera.
Nilai kerakyatan, dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung
nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dalam
permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada
tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari
kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas.
Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh
kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Adapun perubahan sila pertama
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluknya diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal
tersebut memperhatikan kelompok minoritas (dari wilayah Indonesia
Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima. Maka
perubahan pada sila pertama merupakan hasil kompromi antara
pandangan kelompok minoritas dengan pandangan kelompok mayoritas.
Dengan demikian, dapat disimpulkan jika sebuah keputusan harus
dimusyawarahkan secara bersama-sama dan melibatkan semua pihak
tidak hanya dari kelompok mayoritas, namun juga melibatkan kelompok
minoritas agar tercipta sebuah kesepakatan.
5. Keadilan
Nilai keadilan pada sila kelima lebih di arahkan pada konteks sosial.
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan
masyarakat banyak. Menurut kohlberg, keadilan merupakan kebajikan
utama bagi setiap pribadi masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama
sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya. Pancasila sebagai
sistem etika dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang
ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif.
Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai
mendahului fakta, maka nilai-nilai pancasila merupakan nilai-nilai ideal
yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus di
wujudkan dalam realitas kehidupan.
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam, masyrakat
disegala bidang kehidupan baik material maupun spiritual. Keadilan
sosial juga menjamin setiap warga negara diperlakukan dengan adil
dalam bidang hukum, ekonomi, budaya, sosial. Kedudukan pribadi dan
kedudukan masyrakat ditempatkan dalam hubungan keselarasan dan
keserasian. Sila ke 5 ini mengandung nilai vital yaitu bersama
mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial, dalam
makna untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Nilai
yang mencakup konsep keadilan sosial itu memberi jaminan untuk
mencapai taraf kehidupan yang layak dan terhormat sesuai dengan
kodratnya dan menempatkan nilai demokrasi dalam bidang ekonomi,
dan sosial.
a. Negara menghandaki agar perekonomian rakyat disusun dengan
berasaskan demokrasi, ekonomi.
b. Negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hidup orang banyak.
c. Negara menghendaki agar kekayaan alam yang terdapat diatas dan di
dalam bumi dan air Indonesia haruslah dipergunakan untuk
kemakmuran rakyat banyak.
d. Negara menghendaki agar setiap orang Indonesia mendapat perlakuan
yang adil disegala bidang kehidupan baik bidang material maupun
spiritual.
e. Negara menghendaki agar tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran.
f. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarkan satu sistem
pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
g. Pemerintah, masyarakat dan keluarga bertanggung jawab agar
pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia.
h. Dengan pembangunan nasional yang bertujuan keadilan sosial,
pemerintah berusaha membangun manusia Indonesia seutuhnya dan
masyarakat seluruhnya.
B. Pancasila sebagai Solusi Problem Bangsa
1. Kasus SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan)
Indonesia adalah negara yang memiliki suku bangsa dan agama yang
beragam. Di sekitar kita mungkin kehidupan umat beragama sudah
rukun, tetapi di beberapa tempat lain masih saja ada kasus yang
menyangkut SARA seperti perusakan tempat ibadah, terorisme agama,
pertikaian antar suku, dan saling ejek antar agama di dunia maya. Jika
hal ini dibiarkan maka akan menyebabkan perpecahan atau disintegrasi
bagsa yang sangat berbahaya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Dengan adanya kasus SARA yang masih banyak terjadi di Indonesia,
menandakan bahwa pengamalan nilai-nilai Pancasila belum terlaksana
dengan baik. Apabila nilai Pancasila telah di-implementasikan dengan
baik maka sesuai dengan nilai sila pertama yang berlandaskan kepada
ketuhanan maka tentunya kasus SARA tidak akan terjadi di Indonesia.
Pada dasarnya sila pertama mengandung makna bahwa Negara
melindungi setiap pemeluk agama untuk menjalankan ibadahnya sesuai
dengan ajaran agamanya.
Dapat kita simpulkan bahwa, dengan adanya nilai ketuhanan di
dalam Pancasila yang bersifat mutlak maka akan menjamin kehidupan
suku dan agama karena saling menghormati kebebasan antar umat
dalam menjalankan ibadahnya masing-masing atau yang bisa kita sebut
dengan istilah toleransi. Dengan adanya toleransi, maka kita sudah
termasuk mendukung jalannya nilai sila pertama di Indonesia untuk
mengurangi hingga menghilangkan seluruh kasus SARA yang berada
di Indonesia.
2. Bullying
“MS (13), seorang siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Negeri 16 Kota Malang, Jawa Timur diduga menjadi korban
bully oleh sejumlah temannya. Bahkan, dua ruas jari tengah MS
terpaksa diamputasi akibat tindakan teman-temannya. Ia juga kerap
menangis akibat syok usai jarinya diamputasi. Polresta Malang pun
menaikkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan. 15 orang saksi
diperiksa dalam kasus ini. Kapolresta Malang Kota Kombes Leonardus
Simarmata mengungkapkan, MS pernah diangkat beramai-ramai.
Kemudian tubuh MS dibanting ke lantai paving. “Diangkat beramai-
ramai begitu. Terus dibanting ke paving dalam kondisi terlentang,” kata
Leonardus. Aksi itu dilakukan saat jam istrirahat sekolah. Oleh teman-
temannya, MS juga pernah dibanting ke pohon dengan cara yang sama.
“Kedua posisinya juga sama, tapi dibanting ke pohon kecil,” ungkapnya.
Mengaku hanya bercanda, 7 orang siswa rekan MS terancam hukuman
pidana.”
Kasus bullying dianggap sebagai pelanggaran sila ke-2 Pancasila
karena hak dan martabat seseorang tidak dihargai, dimana seorang
individu diperlakukan tidak setara karena individu lain menganggap
dirinya lebih baik dalam segi tertentu. Individu tersebut bersikap
sewenang-wenang dan tidak adanya perilaku saling mengasihi antar
sesama.
Dengan adanya sikap kemanusiaan yang adil dan beradab maka akan
terciptanya kehidupan masyarakat yang saling mengasihi dan
menghormati setiap individu tanpa memandang suku, ras, budaya, dan
agama. Dengan demikian, maka kehidupan masyarakat yang aman dan
tentram dapat terjadi di kehiduapan bermasyarakat ini.
3. Perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa
Sebagaimana bunyinya, Sila ke-3 yaitu “Persatuan Indonesia”,
merupakan landasan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia. Sila ke-3 memuat 7 butir pengamalan, antara lain sebagai
berikut.
• Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
• Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa
apabila diperlukan.
• Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
• Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
• Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal
Ika.
• Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Tidak Memberikan Hak Suara Saat Pemilu
Sila Keempat dilambangkan dengan lambang kepala banteng dan
berlatar merah. Sila ke empat ini mempunyai makna bahwa kekuasaan
ada di tangan rakyat. Dalam melaksanakan kekuasaannya, rakyat
menjalankan sistem perwakilan, dan keputusan - keputusan yang
diambil dilakukan dengan musyawarah, yang dikendalikan dengan
pikiran yang sehat, logis, serta penuh tanggung jawab baik kepada
Tuhan maupun rakyat yang diwakilinya (Subri,2010).
Sila keempat Pancasila yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan,
mengandung nilai kerakyatan, yaitu musyawarah untuk mufakat,
toleransi, gotong royong,dan demokrasi. Oleh karena Demokrasi dalam
arti umum yaitu,pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat,dan untuk rakyat.
Demokrasi adalah pemerintahan oleh semua,untuk kepentingan semua
warga negara,demokrasi yang berkedaulatan rakyat dalam
pelaksanaanya perlu dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila
Pancasila.itu,nilai demokrasi tersebut relevan jika dijadikan acuan
membentuk sikap demokratis
Sila ke empat Pancasila yang berisi;Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan perwakilan. Nilai
kerakyatan yang terdapat pada sila ke empat dihubungkan dengan
realitas kongkrit, yaitu memberikan hak yang sama pada orang
lain,menghargai pendapat orang lain,melakukan musyawarah untuk
mencapai mufakat dalam suatu masalah yang terdapat pada kehidupan
masyarakat. Sila ke empat Pancasila merupakan wujud dari sikap
Demokratis.
Dalam berbangsa dan bernegara sebangai warga Negara Indonesia,
harus selalu bersikap positif agar tercipta persatuan,kedamaian,dan
kesehjahteraan rakyat. Adapun pengamalan adalah bentuk perwujudan
dari prilaku setelah memahami nilai Pancasila. Pengamalan sila ke
empat Pancasila yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Sebagai warga negara yang baik, kita harus menggunakan hak suara
kita dalam pemilu. Partisipasi kita didalam pemilu sangat berarti untuk
Indonesia. Dengan menggunakan hak suara kita didalam pemilu, kita
bisa memilih calon pemimpin dan anggota legislatif baik di tingkat
daerah maupun pusat.
Dengan tidak menggunakan hak suara kita saat pemilu tentu akan
sangat merugikan Indonesia. Nantinya, para pemimpin yang terpilih
akan mewakili kita dalam menjalankan roda pemerintahan. Anggota
legislatif yang terpilih memiliki tugas untuk menyampaikan aspirasi
suara kita. Dengan tidak menggunakan hak suara kita saat pemilu maka
sikap tersebut akan bertentangan dengan nilai-nilai sila keempat.
Menggunakan hak suara kita saat pemilu berarti kita mendukung
demokrasi di Indonesia.
5. Ketimpangan Sosial
Kemerdekaan Indonesia yang berusia 76 tahun masih banyak
menyisakan permasalahan bagi bangsa ini. Tak terkecuali dalam
menerapkan sila kelima Pancasila yakni “keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”. Sila ini masih kerap menjadi dilema ketika melihat
kenyataan yang ada di negeri ini. Khususnya dengan banyaknya
ketimpangan sosial yang terjadi. “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” menjadi sila yang kerap menjadi dilema ketika melihat
kenyataan yang ada di negeri ini. Banyaknya ketimpangan sosial yang
menjadi pekerjaan rumah bagi para politisi seakan tidak berpedoman
dengan pancasila. Padahal Pancasila menurut Buya, bisa menjadi
pedoman dalam bernegara bagi para pemimpin saat ini.
Program bantuan untuk desa yang dimiliki pemerintah pusat
sebenarnya juga cukup besar guna membangun daerah yang termasuk
dalam kawasan 3T. Papua pun menjadi daerah yang mendapatkan
bantuan tersebut, akan tetapi keadaan di sana masih saja cukup
memprihatinkan. Sebagaimana diungkapkan Apolo Safano selaku
Rektor Universitas Cendrawasih. Menurutnya, para petingi tingkat
kampung yang ada di Papua sering meninggalkan kewajibannya untuk
pergi membawa uang bantuan pemerintah tersebut. “Di sana, begitu
dapat dana kampung dari pemerintah, pejabat kampung langsung pergi.
Alasannya pergi ke kota untuk beli keperluan desa, tapi satu tahun tidak
balik-balik. Sehingga dana itu tidak dapat dirasakan oleh rakyatnya,”
ungkapnya.
Selain itu juga, tingginya sifat konsumtif warga Papua menyebabkan
dana yang diberikan kepada warga cepat habis tanpa menghasilkan
sesuatu. “Orang Papua itu konsumtif, dikasih uang sejuta, sehari itu
juga langsung habis,” tegasnya. Apolo pun sependapat dengan Buya
Syafi’i, bahwa permasalahan pada negeri ini bisa diatasi apabila pejabat
dan rakyat yang ada di Indonesia bisa menanamkan nilai–nilai
Pancasila dengan baik.
Daftar Pustaka

http://bp3ipjakarta.ac.id/attachments/article/609/PENDIDIKAN%20KEWARGA
NEGARAAN%20BAB%20IV.pdf, diakses pada 8 November 2021, pukul 12.30
WIB

https://bpip.go.id/bpip/berita/1035/804/bagaimana-pancasila-menjadi-sistem-
etika-simak-selengkapnya-berikut-ini.html, diakses pada 8 November 2021,
pukul 12.05 WIB

Mohamad Anas, Emi Setyaningsih, Destriana Saraswati, dkk. 2019. Buku Ajar
Pendidikan Pancasila. Pusat Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Universitas Brawijaya: Malang.

Ruslan, I. (2014). ‘Membangun’Nasionalisme Sebagai Solusi Untuk Mengatasi


Konflik Sara di Indonesia. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam,
10(1), 85-102.

Suprianto, B. (2019). Implementasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Menghadapi Isu


Sara di Desa Kapota Kecamatan Wangi-Wangi Selatan.

Susilawati, S. (2020). Pancasila Sebagai Solusi Problem Bangsa. Jurnal Ilmiah


Universitas Batanghari Jambi, 20(2), 626-629.

Anda mungkin juga menyukai