PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
C. Manfaat Kegiatan
Manfaat dari penulisan laporan kasus kelolaan dengan pendekatan Inter
Profesional Education & Collaboration Keluarga Tn. A pada An. G RW 9,
Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta.
1. Bagi penulis
Mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pemberian
pelayanan kesehatan pada keluarga. Dengan masalah Perkembangan dan
pertumbuhan anak yang kompleks.
2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
a. Dapat digunakan sebagai masukan dalam pengembangan ilmu
kesehatan pelayanan kesehatan pada keluarga dengan masalah
Perkembangan dan Pertumbuhan motorik anak.
3. Bagi klien dan keluarga klien
a. Memberikan masukan bagi orang tua untuk lebih memperhatikan
berbagai macam faktor yang dimungkinkan dapat menghambat
perkembangan anak. Terutama faktor-faktor yang berhubungan dengan
motorik anak.
D. GAMBARAN REVIEW LITERATUR
1. Down Syndrome
a. Pengertian
Down Sindroma adalah suatu kumpulan gejala akibat dari
kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Sebagian besar (92,5%)
Down sindroma disebabkan oleh nondisjunction yang menghasilkan 3
kromosom 21 atau sering disebut trisomi 21. Down Sindroma merupakan
kelainan genetik yang paling sering menyebabkan gangguan kognisi atau
3
retardasi mental ringan sampai sedang dan memiliki ciri khas wajah
mongoloid. Kelainan kromosom ini juga sering menyebabkan gangguan
pada sistem organ spesifik, seperti kelainan jantung bawaan (40-50%),
kelainan gastrointestinal, leukemia, gangguan imun, hipotiroid, dan lain-
lain (Nikmah, 2013 ).
b. Prevalensi
Berdasarkan data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,
2013) di Indonesia, tercatat penderita Down Syndrome mencapai 0,12%
pada tahun 2010 dan 0,13% pada tahun 2013. Angka kejadian penderita
Down Syndrome di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 23 per 194
kelahiran. Menurut Chang & Zimer (2005) perbandingan kasus pada
down syndrome, laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Sebagian
besar anak dengan down syndrome 80% dilahirkan dari ibu berusia lebih
dari 35 tahun, namun resiko terjadinya down syndrome semakin
meningkat pada saat usia ibu dan ayah di atas 35 tahun. Lima provinsi di
Indonesia dengan penduduk terbanyak yang mengalami disabilitas
diantaranya Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan,
dan Sumatra Utara (Riskesdas 2013).
c. Etiologi
Menurut national down syndrome society (ndss), terdapat berbagai
faktor-faktor penyebab terjadinya down syndrome antara lain:
1) Genetika
Sekitar 1 dari 700 bayi di Amerika Serikat lahir
dengan Down sindrom kebanyakan terjadi karena adanya kelainan
genetik. Down Sindrom biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam
pembelahan sel yang disebut "nondisjunction." Nondisjunction
menghasilkan embrio dengan tiga salinan kromosom 21, bukan dua
salinan seperti anak normal. Sebelum atau saat pembuahan, sepasang
kromosom ke 21 baik dalam sperma atau sel telur gagal untuk
terpisah. Ketika embrio berkembang, kromosom ekstra direplikasi di
setiap sel tubuh. Jenis Down sindrom, yang menyumbang 95% kasus
down syndrome, disebut trisomi 21. Sedangkan 3% kasus down
4
2. Perkembangan Motorik
a. Definisi
Menurut Papalia (2008) Perkembangan motorik berarti perkembangan
gerakan secara jasmaniah melalui kegiatan yang melibatkan syaraf pusat,
otot syaraf dan otot yang dikoordinasikan. Gerakan ini dibedakan
menjadi gerak kasar (Gross Motor) dan gerak halus (Fine Motor). Pada
perkembangan anak usia 0-6 tahun, seorang anak tumbuh dengan cepat.
Bagian tubuh seperti tangan dan kaki mengalami pertumbuhan semakin
panjang serta perkembangan otot dan tulang membuat anak semakin
kuat.
b. Jenis Perkembangan Motorik
1) Motorik Kasar (Gross Motor)
Kemampuan motorik kasar adalah kemampuan dalam melibatkan
kerja otot-otot besar seperti tangan untuk bergerak dan kaki untuk
berjalan. Kemampuan menggunakan otot-otot besar bagi anak
merupakan kemampuan gerak dasar. Kemampuan gerak dasar dibagi
menjadi empat kategori yaitu lokomotor, nonlokomotor, manipulatif,
dan koordinasi. (Nevvy, 2013).
2) Motorik Halus (Fine Motor)
Motorik halus adalah bagian dari aktivitas motorik yang melibatkan
gerak oto-totot kecil disertai koordinasi, seperti mengambil benda
kecil dengan ibu jari dan telunjuk, menggambar dan menulis
Santrock (2011).
c. Perkembangan Kemampuan Motorik Kasar
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014)
1) Keterampilan motorik kasar pada anak usia 0-3 bulan antara lain anak
mampu mengangkat kepala, berguling-guling dan mampu menahan
kepala tetap tegak.
2) Keterampilan motorik kasar pada anak usia 3-6 bulan antara lain anak
mampu menyangga berat dan mampu duduk.
6
3) Keterampilan motorik kasar anak usia 6-9 bulan antara lain anak
mampu merangkak, mampu menarik ke posisi berdiri, mampu
berjalan berpegangan dan mampu berjalan dengan bantuan.
4) Keterampilan motorik kasar anak usia 9-12 bulan antara lain anak
mampu bermain bola, mampu membungkuk, mampu berjalan sendiri
dan mampu menaiki tangga.
5) Ketampilan motorik kasar anak usia 12-15 bulan antara lain anak
mampu menarik mainan, mampu berjalan mundur, mampu berjalan
naik dan turun tangga, berjalan sambil jinjit dan mampu menangkap
dan melempar bola ukuran besar.
6) Keterampilan motorik kasar anak usia 15-18 bulan antara lain anak
mampu bermain diluar rumah seperti ayunan, memanjat tangga,
berlari-lari, mampu bermain air seperti dikolam renang, dan mampu
menendang bola.
7) Keterampilan motorik kasar anak usia 18-24 tahun antara lain anak
mampu melompat, mampu melatih keseimbangan tubuh dan mampu
mendorong mainan dengan kaki.
8) Keterampilan motorik kasar anak usia 24-36 bulan antara lain anak
mampu latihan menggunakan rintangan, mampu melompat jauh serta
anak mampu melempar dan menangkap bola ukuran kecil.
9) Keterampilan motorik kasar anak usia 36-48 bulan antara lain anak
mampu berjalan mengikuti garis lurus, mampu melompat dengan satu
kaki, mampu melempar benda-benda kecil keatas dan mampu
menirukan binatang berjalan.
10) Keterampilan motorik kasar anak usia 48-60 bulan antara lain anak
mampu bermain engklek dan mampu melompati tali.
11) Keterampilan motorik kasar anak usia 60-72 bulan antara lain anak
mampu menaiki sepeda dan anak mampu bermain sepatu roda.
d. Perkembangan Kemampuan Motorik halus
g. Setiap keterampilan motorik halus dipelajari secara individu, tidak ada hal
yang sifatnya umum perihal keterampilan tangan dan keterampilan kaki,
sehingga setiap keterampilan harus dipelajari secara individu.