Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang mengalami


keterbelakangan secara fisik, mental atau intelektual, sosial, dan emosional dalam
proses perkembangannya sehingga mereka memerlukan pelayanan khusus. Salah
satu jenis anak dengan kebutuhan khusus adalah anak Down Syndrome (Santoso,
2012). Down Syndrome merupakan kondisi keterbelakangan fisik dan mental anak
yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom
terbentuk akibat adanya kegagalan sepasang kromosom untuk memisahkan diri saat
terjadi proses pembelahan (Judarwanto, 2012). Down Syndrome merupakan kasus
yang banyak terjadi diseluruh dunia, angka penderita Down Syndrome diseluruh
dunia diperkirakan hingga 8 juta anak. Hasil survey menyatakan bahwa prevalensi
Down Syndrome rata rata di seluruh dunia adalah 1 dari 700 - 1000 kelahiran hidup
dan terjadi rata – rata sebanyak 0.45% dari setiap konsepsi (Wiyani, 2014). Salah
satu aspek perkembangan anak yang perlu diperhatikan yaitu kemampuan motorik.
Perkembangan motorik merupakan salah satu prasyarat anak untuk belajar dalam
proses belajar sehari-hari banyak sekali keterampilan belajar yang membutuhkan
kematangan serta kemampuan motorik. (Nuraeni, 2016)
Dari masalah tersebut dilakukan kolaborasi dengan 2 jurusan (Okupasi
Terapi dan Terapi Wicara) yaitu dengan memberikan asuhan sesuai dengan jurusan
masing-masing agar masalah yang terjadi pada An. G dapat teratasi.
B. Tujuan Kegiatan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang pelaksanaan OTOF (One Team One Family)
keluarga Tn. A pada An. G dengan pemberian edukasi tentang perkembangan
motorik dan perkembangan bahasa bicara pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian keluarga Tn. A Pada An. G dengan
pemantauan perkembangan motorik anak dengan profesi Okupasi Terapi

1
2

di RW 09, Kelurahan Mojosongo , Kecamatan Jebres, Surakarta dengan


pendekatan OTOF.
b. Memeberiakan edukasi kepada keluarga Tn. A sesuai dengan program
OTOF dalam upaya promotif dan preventif.
c. Mendeskripsikan hasil tindakan kolaboratif pada keluarga Tn. A pada An.
G di RW 9, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta dengan
pendekatan OTOF.

C. Manfaat Kegiatan
Manfaat dari penulisan laporan kasus kelolaan dengan pendekatan Inter
Profesional Education & Collaboration Keluarga Tn. A pada An. G RW 9,
Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta.
1. Bagi penulis
Mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pemberian
pelayanan kesehatan pada keluarga. Dengan masalah Perkembangan dan
pertumbuhan anak yang kompleks.
2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
a. Dapat digunakan sebagai masukan dalam pengembangan ilmu
kesehatan pelayanan kesehatan pada keluarga dengan masalah
Perkembangan dan Pertumbuhan motorik anak.
3. Bagi klien dan keluarga klien
a. Memberikan masukan bagi orang tua untuk lebih memperhatikan
berbagai macam faktor yang dimungkinkan dapat menghambat
perkembangan anak. Terutama faktor-faktor yang berhubungan dengan
motorik anak.
D. GAMBARAN REVIEW LITERATUR
1. Down Syndrome
a. Pengertian
Down Sindroma adalah suatu kumpulan gejala akibat dari
kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Sebagian besar (92,5%)
Down sindroma disebabkan oleh nondisjunction yang menghasilkan 3
kromosom 21 atau sering disebut trisomi 21. Down Sindroma merupakan
kelainan genetik yang paling sering menyebabkan gangguan kognisi atau
3

retardasi mental ringan sampai sedang dan memiliki ciri khas wajah
mongoloid. Kelainan kromosom ini juga sering menyebabkan gangguan
pada sistem organ spesifik, seperti kelainan jantung bawaan (40-50%),
kelainan gastrointestinal, leukemia, gangguan imun, hipotiroid, dan lain-
lain (Nikmah, 2013 ).
b. Prevalensi
Berdasarkan data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,
2013) di Indonesia, tercatat penderita Down Syndrome mencapai 0,12%
pada tahun 2010 dan 0,13% pada tahun 2013. Angka kejadian penderita
Down Syndrome di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 23 per 194
kelahiran. Menurut Chang & Zimer (2005) perbandingan kasus pada
down syndrome, laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Sebagian
besar anak dengan down syndrome 80% dilahirkan dari ibu berusia lebih
dari 35 tahun, namun resiko terjadinya down syndrome semakin
meningkat pada saat usia ibu dan ayah di atas 35 tahun. Lima provinsi di
Indonesia dengan penduduk terbanyak yang mengalami disabilitas
diantaranya Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan,
dan Sumatra Utara (Riskesdas 2013).
c. Etiologi
Menurut national down syndrome society (ndss), terdapat berbagai
faktor-faktor penyebab terjadinya down syndrome antara lain:
1) Genetika
Sekitar 1 dari 700 bayi di Amerika Serikat lahir
dengan Down sindrom kebanyakan terjadi karena adanya kelainan
genetik. Down Sindrom biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam
pembelahan sel yang disebut "nondisjunction." Nondisjunction
menghasilkan embrio dengan tiga salinan kromosom 21, bukan dua
salinan seperti anak normal. Sebelum atau saat pembuahan, sepasang
kromosom ke 21 baik dalam sperma atau sel telur gagal untuk
terpisah. Ketika embrio berkembang, kromosom ekstra direplikasi di
setiap sel tubuh. Jenis Down sindrom, yang menyumbang 95% kasus
down syndrome, disebut trisomi 21. Sedangkan 3% kasus down
4

syndrome akibat pola translokasi, dan sebanyak 2% terjadi akibat


adanya mosaicism.
2) Faktor ibu
Usia ibu merupakan salah satu faktor utama yang
dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan melahirkan bayi dengan
Down sindrom akibat nondisjunction atau mosaicism. Seorang
wanita berusia 35 tahun memiliki sekitar 1 dari 350 kemungkinan
mengandung anak dengan Down sindrom, dan kesempatan ini
meningkat secara bertahap menjadi 1 dalam 100 pada usia 40 tahun.
Pada usia 45 tahun, insidensinya menjadi sekitar 1 dalam 30 tahun.
Usia ibu tidak terkait dengan resiko translokasi.
d. Gambaran Klinis
Menurut Kosasih (2012) Down Syndrome memiliki gambaran
klinis yang sangat khas yaitu adanya kemiripan satu dengan. Seorang
anak Down Syndrome memiliki kriteria fisik antara lain:
1) Mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang
mongol. Pangkal hidungnya pendek. Jarak antara dua matanya
berjauhan dan berlebihan kulit di sudut dalam.
2) Mempunyai ukuran mulut yang kecil dan lidahnya besar. Keadaan
demikian menyebabkan lidah selalu terjulur.Pertumbuhan gigi
lambat dan tidak teratur. Telinga lebih rendah. Kepala biasanya lebih
kecil dan agak lebar dari bagian depan ke belakang. Lehernya
terlihat pendek.
3) Mempunyai jari-jari yang pendek dengan jari kelingking membengkok
ke dalam dan mempunyai kaki pendek dengan jarak di antara ibu jari
kaki dan jari kaki kedua agak berjauhan. Garis-garis tangan dan kaki
berbeda dengan garis tangan dan gari kaki anak-anak lain. Hal ini
disebabkan terdapatnya ciri khas garis yang disebut Simian Crease.
4) Mempunyai kaki agak pendek dengan jarak di antara ibu jari kaki dan
jari kaki kedua agak berjauhan.
5) Mempunyai otot yang lemah. Keadaan demikian
5

2. Perkembangan Motorik
a. Definisi
Menurut Papalia (2008) Perkembangan motorik berarti perkembangan
gerakan secara jasmaniah melalui kegiatan yang melibatkan syaraf pusat,
otot syaraf dan otot yang dikoordinasikan. Gerakan ini dibedakan
menjadi gerak kasar (Gross Motor) dan gerak halus (Fine Motor). Pada
perkembangan anak usia 0-6 tahun, seorang anak tumbuh dengan cepat.
Bagian tubuh seperti tangan dan kaki mengalami pertumbuhan semakin
panjang serta perkembangan otot dan tulang membuat anak semakin
kuat.
b. Jenis Perkembangan Motorik
1) Motorik Kasar (Gross Motor)
Kemampuan motorik kasar adalah kemampuan dalam melibatkan
kerja otot-otot besar seperti tangan untuk bergerak dan kaki untuk
berjalan. Kemampuan menggunakan otot-otot besar bagi anak
merupakan kemampuan gerak dasar. Kemampuan gerak dasar dibagi
menjadi empat kategori yaitu lokomotor, nonlokomotor, manipulatif,
dan koordinasi. (Nevvy, 2013).
2) Motorik Halus (Fine Motor)
Motorik halus adalah bagian dari aktivitas motorik yang melibatkan
gerak oto-totot kecil disertai koordinasi, seperti mengambil benda
kecil dengan ibu jari dan telunjuk, menggambar dan menulis
Santrock (2011).
c. Perkembangan Kemampuan Motorik Kasar
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014)
1) Keterampilan motorik kasar pada anak usia 0-3 bulan antara lain anak
mampu mengangkat kepala, berguling-guling dan mampu menahan
kepala tetap tegak.
2) Keterampilan motorik kasar pada anak usia 3-6 bulan antara lain anak
mampu menyangga berat dan mampu duduk.
6

3) Keterampilan motorik kasar anak usia 6-9 bulan antara lain anak
mampu merangkak, mampu menarik ke posisi berdiri, mampu
berjalan berpegangan dan mampu berjalan dengan bantuan.
4) Keterampilan motorik kasar anak usia 9-12 bulan antara lain anak
mampu bermain bola, mampu membungkuk, mampu berjalan sendiri
dan mampu menaiki tangga.
5) Ketampilan motorik kasar anak usia 12-15 bulan antara lain anak
mampu menarik mainan, mampu berjalan mundur, mampu berjalan
naik dan turun tangga, berjalan sambil jinjit dan mampu menangkap
dan melempar bola ukuran besar.
6) Keterampilan motorik kasar anak usia 15-18 bulan antara lain anak
mampu bermain diluar rumah seperti ayunan, memanjat tangga,
berlari-lari, mampu bermain air seperti dikolam renang, dan mampu
menendang bola.
7) Keterampilan motorik kasar anak usia 18-24 tahun antara lain anak
mampu melompat, mampu melatih keseimbangan tubuh dan mampu
mendorong mainan dengan kaki.
8) Keterampilan motorik kasar anak usia 24-36 bulan antara lain anak
mampu latihan menggunakan rintangan, mampu melompat jauh serta
anak mampu melempar dan menangkap bola ukuran kecil.
9) Keterampilan motorik kasar anak usia 36-48 bulan antara lain anak
mampu berjalan mengikuti garis lurus, mampu melompat dengan satu
kaki, mampu melempar benda-benda kecil keatas dan mampu
menirukan binatang berjalan.
10) Keterampilan motorik kasar anak usia 48-60 bulan antara lain anak
mampu bermain engklek dan mampu melompati tali.
11) Keterampilan motorik kasar anak usia 60-72 bulan antara lain anak
mampu menaiki sepeda dan anak mampu bermain sepatu roda.
d. Perkembangan Kemampuan Motorik halus

Selain perkembangan motorik kasar anak seperti kemampuan anak untuk


duduk, merangkak, berjalan dan berlari, sebagai orang tua Anda juga harus
memperhatikan perkembangan motorik halus anak, terlebih setelah anak
7

memasuki usia 12 bulan atau satu tahun pertamanya. Perkembangan motorik


halus adalah perkembangan pada otot-otot anak untuk melakukan beberapa
tindakan yang membutuhkan koordinasi. Seperti memegang benda-benda
tertentu, menulis, melipat kertas dan lain sebagainya. Memperhatikan dan
melatih motorik halus sangat penting karena ini akan membantunya untuk
beraktivitas ketika memasuki usia sekolah nantinya. Menurut Santrock,
perkembangan motorik halus mulai tampak pada usia empat bulan sampai anak
memasuki masa masuk sekolah, diantaranya usia:

a. 4 bulan mampu bermain-main dengan kedua tangannya.


b. 8 bulan mampu menggenggam balok mainan dengan seluruh permukaan
tangan.
c. 12 bulan mampu mengambil benda kecil dengan ujung ibu jari dan jari
telunjuk.
d. 18 Bulan mampu menyusun 3 balok mainan.
e. 24 bulan mampu membuka botol dengan memutar tutupnya.
f. 26 bulan mampu meniru garis tegak, garis datar dan lingkaran.
g. 48 bulan mampu memegang pensil dengan ujung jari.
h. 60 bulan mampu meniru tanda tambah (+) dan kotak.
Teori Hurlock, mengatakan bahwa keterampilan motorik tidak akan
berkembang melalui kematangan saja, melainkan keterampilan itu harus
dipelajari. Adapun kondisi penting dalam mempelajari keterampilan motorik
halus dipengaruhi beberapa aspek, yaitu:
a. Kesiapan belajar, keterampilan yang dipelajari dengan waktu dan usaha yang
sama oleh orang yang sudah siap, hasilnya akan lebih baik jika dibandingkan
dengan orang yang belum siap untuk belajar.
b. Kesempatan belajar, banyak anak yang tidak berkesempatan untuk
mempelajari keterampilan motorik karena hidup dalam lingkungan yang
tidak menyediakan kesempatan belajar atau karena alasan lainnya.
c. Kesempatan berpraktek, anak harus diberi waktu untuk berpraktek sebanyak
yang diperlukan untuk menguasai suatu keterampilan.
8

d. Model yang baik, karena dalam mempelajari keterampilan motorik meniru


suatu model, memainkan peran yang penting, maka untuk itu anak harus
melihat model yang baik.

e. Bimbingan, untuk dapat meniru model yang betul, maka membutuhkan


bimbingan untuk membetulkan suatu kesalahan.

f. Motivasi, motivasi belajar penting untuk mempertahankan minat dari


ketertinggalan. Sumber motivasi umum adalah kepuasan pribadi anak dari
suatu kegiatan yang sedang dilakukan.

g. Setiap keterampilan motorik halus dipelajari secara individu, tidak ada hal
yang sifatnya umum perihal keterampilan tangan dan keterampilan kaki,
sehingga setiap keterampilan harus dipelajari secara individu.

h. Keterampilan sebaiknya dipelajari satu demi satu, dengan mencoba berbagai


macam keterampilan motorik secara serempak, akan membingungkan anak.

Gerakan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot


halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan
untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari
tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya.
Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang dengan
optimal. Gerakan motorik halus apabila gerakan hanya melibatkan bagianbagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan
menggunakan jari jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat.

3. Bahasa dan bicara


a. Definisi
Masalah bahasa (language) dan bicara (speech) adalah dua pengertian
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Disamping itu,
menurut Benson (Kusumoputro, 1991:11), kedua kemampuan tersebut
juga sangat berkaitan dengan proses berfikir (thought). Apakah
hubungannya dengan perkembangan bahasa anak dalam pembicaraan ini.
9

Menurut Tarmansyah (1996:50-61) ada beberapa faktor yang


mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara pada anak. Faktor
tersebut adalah: (1) kondisi jasmani dan kemampuan motorik, (2)
kesehatan umum, (3) kecerdasan, (4) sikap lingkungan, (5) faktor sosial
ekonomi, (6) jenis kelamin, (7) kedwibahasaan, dan (8) neurologi.

b. Gangguan Berbicara pada Anak


Gangguan berbahasa (language disorders) yang biasa disebut
afasia, yaitu suatu hambatan dalam berbahasa yang disebabkan oleh lesi
(kerusakan) di himister otak sisi kiri (Gleason, 1998); (Clark dan Clark,
1977). Kusumoputro (1991: 21) menambahkan bahwa afasia adalah
sebuah gangguan yang biasanya mengenai semua modalitas bahasa.
Misalnya: bicara secara spontan, pengulangan bahasa, penamaan,
membaca dan menulis. Telah teruraikan sebelumnya bahwa berbahasa
merupakan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi melalui
penggunaan simbol bahasa. Oleh karena itu, jika seseorang tidak mampu
membaca dan menulis atau kehilangan kata-kata untuk menyampaikan
sesuatu hal, ini tentulah sebagai pertanda bahwa ia mengalami gangguan
berbahasa. Clark dan Clark (1977) menyatakan bahwa ketidakmampuan
berbahasa tersebut disebabkan oleh kelainan otak yang parsial. Diuraikan
selanjutnya oleh Benton dan Joint , 1960 (Clark dan Clark, 1977) bahwa
gangguan berbahasa terjadi karena adanya kelainan atau kerusakan/cacat
otak (afasia). Lebih lanjut dikatakan bahwa gangguan itu terjadi bukan
karena semi lumpuh pada lidah, namun faktor lain yang menjadi
penyebabnya.

Anda mungkin juga menyukai