Tugas (4) Erwin Situmorang (Perekonomian Indonesia)
Tugas (4) Erwin Situmorang (Perekonomian Indonesia)
MATA KULIAH
PEREKONOMAN INDONESIA
( PI )
Dosen :
PROF. DR. H. BOMER PASARIBU. SH, SE, MS
ERWIN SITUMORANG
(1834021276)
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYAN FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN SDM
I. KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN
1. Jelaskan: Teori: Trickle Down Effect (menetes kebawah), dari Arthur Lewis
dan Rani & Fei
Teori trickle-down effect menjelaskan bahwa kemajuan yang diperoleh oleh
sekelompok masyarakat akan sendirinya menetes ke bawah sehingga menciptakan
lapangan kerja dan berbagai peluang ekonomi yang pada gilirannya akan
menumbuhkan berbagai kondisi demi terciptanya distribusi hasil-hasil
pertumbuhan ekonomi yang merata. Teori tersebut mengimplikasikan bahwa
pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh aliran vertikal dari penduduk kaya ke
penduduk miskin yang terjadi dengan sendirinya. Manfaat pertumbuhan ekonomi
akan dirasakan penduduk kaya terlebih dahulu, dan kemudian pada tahap
selanjutnya penduduk miskin mulai memperoleh manfaat ketika penduduk kaya
mulai membelanjakan hasil dari pertumbuhaan ekonomi yang telah diterimanya.
Dengan demikian, maka pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penuruan
angka kemiskinan merupakan efek tidak langsung oleh adanya aliran vertikal dari
penduduk kaya ke penduduk miskin. Hal ini berarti juga bahwa kemiskinan akan
berkurang dalam skala yang sangat kecil bila penduduk miskin hanya menerima
sedikit manfaat dari total manfaat yang ditimbulkan dari adanya pertumbuhan
ekonomi. Kondisi ini dapat membuka peluang terjadinya peningkatan kemiskinan
sebagai akibat dari meningkatnya ketimpangan pendapatan yang disebabkan oleh
pertumbuhan ekonomi yang lebih memihak penduduk kaya dibanding penduduk
miskin.
Kasus di beberapa negara cukup membuktikan kontribusi pertumbuhan
ekonomi terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Kesuksesan negara-negara Asia
Timur di tahun 1970-an dan 1980-an menunjukkan bahwa tingginya pertumbuhan
ekonomi yang dikombinasi dengan rendahnya ketimpangan pendapatan dapat
secara signifikan mengurangi kemiskinan (World Bank, 1993 dalam Cord, 2007).
Analisa yang dilakukan oleh Kakwani dan Son (2006) terhadap beberapa negara
Asia menunjukkan bahwa selama tahun 1990-an pertumbuhan ekonomi Korea dan
Vietnam tergolong pro-poor. Analisa yang menggunakan data panel negaranegara
berkembang di tahun 1980-an dan 1990-an juga menunjukkan pentingnya
pertumbuhan ekonomi bagi penurunan kemiskinan (Dollar dan Kraay, 2002;
Kraay 2005).
2. a) Teori utama: Hubungan antara pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan
Kasus di beberapa negara cukup membuktikan kontribusi pertumbuhan ekonomi
terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Kesuksesan negara-negara Asia Timur di
tahun 1970- an dan 1980-an menunjukkan bahwa tingginya pertumbuhan ekonomi
yang dikombinasi dengan rendahnya ketimpangan pendapatan dapat secara
signifikan mengurangi kemiskinan (World Bank, 1993 dalam Cord, 2007).
Analisa yang dilakukan oleh Kakwani dan Son (2006) terhadap beberapa negara
Asia menunjukkan bahwa selama tahun 1990-an pertumbuhan ekonomi Korea dan
Vietnam tergolong pro-poor. Analisa yang menggunakan data panel negaranegara
berkembang di tahun 1980-an dan 1990-an juga menunjukkan pentingnya
pertumbuhan ekonomi bagi penurunan kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan
kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi (Tambunan, 2001).
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan
menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Dengan kata lain, perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan bila
pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan
riil masyarakat pada tahun sebelumnya. Dalam pengertian ekonomi makro,
pertumbuhan ekonomi adalah penambahan Produk Domestik Bruto (PDB), yang
berarti peningkatan Pendapatan Nasional/PN.
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis
kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan
relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis
kemiskinan disebut kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran
mengenai kesenjanga di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat
didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang
dimaksud. Di negara-negara maju (NM), kemisikinan relatif diukur sebagai suatu
proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata per kapita. Sebagai suatu ukuran relatif,
kemiskinan relatif dapat berbeda menurut negara atau periode di dalam suatu
negara. Kemiskinan absolut adalah derajat dari kemiskinan di bawah mana
kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi. Ini
adalah suatu ukuran tetap (tidak berubah) di dalam bentuk suatu kebutuhan kalori
minimum ditambah komponen-komponen non-makanan yang juga sangat
diperlukan untuk bertahan hidup. Walaupun kemiskinan absolut sering juga
disebut kemiskinan ekstrem, akan tetapi maksud dari yang terakhir ini bisa
bervariasi,tergantung pada interpretasi setempat atau kalkulasi.
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan tingkat
kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi dengan
ketimpangarn dalam distribusi pendapatan seperti yang telah dibahas di atas.
Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal dari proses pembangunan, tingkat
kemiskinan cenderung meningkat, dan pada saat mendekati tahap akhir dari
pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang Tentu, seperti
telah dikatakan sebelumnya, banyak faktor-faktor lain selain pertumbuhan
pendapatan yang juga berpengaruh terhadap ingkat kemiskinan di suatu
wilayah/negara seperti derajat pendidikan, tenaga kerja, dan struktur ekonomi.
Dimana P adalah kemiskinan yang idefinisikan sebagai suatu fraksi dari jumlah
populasi dengan pengeluaran konsumsi di bawah suatu tingkat pengeluaran
minimum tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, atau garis kemiskinan; Y
mewakili tingkat output per kapita di tiga sektor: pertanian, industri pengolahan,
dan jasa; sedangkan u dan R adalah term kesalahan.
Hasilnya memberi kesan bahwa ada suatu korelasi negatif antara tingkat
pendapatan dan kemiskinan: semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita, maka
semakin rendah tingkat kemiskinan; atau dengan kata lain, negara-negara dengan
tingkat PN per kapita yang lebih tinggi cenderung mempunyai tingkat kemiskinan
yang lebih rendah dibandingkan negara-negara yang tingkat PN per kapitanya
lebih rendah. Hasil dan penelitian tersebut menunjukkan bahwa elastisitas
pertumbuhan pendapatan dari kemiskinan untuk Asia Timur adalah yang tertinggi,
disusul kemudian oleh Amerika Latin, Asia Selatan dan Afika (Sub-Sahara). Jadi,
menurut hasil ini, I persen kenaikan PN per kapita akan mengurangi kemiskinan
1,6 persen di Asia Timur, dan 0,7l persen di Afrika Sub-Sahara.
SDG terdiri atas 17 tujuan dan 169 target, yang meliputi aneka isu pembangunan
berkelanjutan.
2. Garis Kemiskinan.
Garis kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pook minuman dan makanan yang setara
dengan 2100 kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Garis kemiskinan (GK) = Garis Kemiskinan Makanan (GKM) + Garis
Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
5. Tempat tinggal
Bisa dalam arti rumah dan lokasi dimana rumah itu berada harus difokuskan
adalah bentuk dan kualitas. Dalam hal rumah, bentuk kualitasnya bisa digunakan
sebagai salah satu indikator kemiskinan. Landasan teorinya adalah sebagai
berikut: pada umumnya bentuk dari rumah punya orang miskin lebih kecil dan
sederhana dibandingkan rumah punya orang kaya. Sedangkan yang terkait dengan
kualitas adalah menyangkut kualitas bahan bangunan yang digunakan dan kualitas
dari rumah itu sendiri dilihat dari sisi kenyamanan, keselamatan dan kesehatan.
Dalam hal lokasi.orang miskin pada umumnya membangun rumah mereka di
lokasi-lokasi yang sangat terpolusi sangat padat manusia, dan sangat berisiko
bencana, baik alam maupun karena ulahmmanusia, misalnya gubuk-gubuk di
pinggir sungai atau jalur ketera api.
6. Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan salah satu aspek penting dari kemiskinan. Yang
dilihat tidak hanya tingkatnya, tetapi juga kualitasnya. Yang bisa digunakan
sebagi indikator-indikator kemiskinan dari aspek pendidikan adalah misalnya,
angka melek huruf penduduk berumur 15 tahun ke atas, rata-rata lama sekolah
penduduk usia l5 tahun ke atas, angka partisipasi sekolah, jumlah anak yang
terdaftar di sekolah, atau/ dan indeks pembangunan manusia (IPM). Indeks ini
diperkenalkan pertama kali oleh sebuah lembaga PBB, yakni UNDP yarng setiap
tahun menerbitkan laporan mengenai IPM di negara-negara di dunia.
8. Kesehatan
Seperti halnya pendidikan, kesehatan juga dilihat sebagai salah satu aspek penting
dari kemiskinan dan oleh karena itu, dianggap sebagai salah satu indikator penting
untuk menggambarkan kemiskinan di suatu wilayah/masyarakat. Dua komponen
penting dari aspek kesehatan yang harus diukur. Komponen pertama adalah akses
ke pelayanan kesehatan yang layak/baik. Jadi, indikatornya misalnya adalah
persentase dari jumlah populasi yang punya akses ke pelayanan kesehatan yang
baik. Komponen kedua adalah kondisi kesehatan rata-rata masyarakat.
Indikator-indikatornya adalah, antara lain persentase dari jumlah masyarakat yang
bergizi baik, jumlah anak yang mengalami malnutrisi, tingkat kematian anak (1-5
tahun) per 1000 anak, tingkat kematian bayi per 1000 bayi yang lahir, jurnlah
kasus aids, malaria, kolera, dan TBC, dan jumlah kematian ibu pada saat
melahirkan.
1981-1993 laju penurunannya hanya sekitar 16 persentase poin. Namun, jika diperhatikan,
laju penurunan jumlah orang miskin cenderung melambat mulai tahun 2004. Misalnya, pada
tahun 2005, jumlah pengurangan orang miskin 1 juta jiwa dibandingkan tahun 2004.
Sedangkan pada tahun 2013, berdasarkan data bulan Maret, jumlah orang miskin tercatat
sebanyak 28,07 juta atau berkurang hanya 0,52 juta jiwa dibandingkan angka kemiskinan
bulan September 2012. Antara tahun 2004 hingga tahun 2009 jumlah orang miskin berkurang
3,6 juta jiwa, sedangkan untuk periode 2009-2014 berkurang 2,78 juta jiwa. Untuk periode
2015-2019 terjadi penurunan kemiskinan hingga 3,8 juta jiwa,tetapi karena faktor pandemi
yang berkelanjutan angka kemiskinan kembali meningkat pada 2020 hingga 2,76 juta jiwa.
1. Sumatera Presentase penduduk miskin Presentase penduduk miskin perkotaan: 8,80 persen
Presentase penduduk miskin perdesaan: 11,34 persen Total presentase penduduk miskin:
10,22 persen Jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin perkotaan:
2.306,81 Jumlah penduduk miskin perdesaan: 3.759,37 Total penduduk miskin: 6.066,18
2. Jawa Presentase penduduk miskin Presentase penduduk miskin perkotaan: 8,03 persen
Presentase penduduk miskin perdesaan: 13,03 persen Total presentase penduduk miskin: 9,71
persen jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin perkotaan: 8.105,76
Jumlah penduduk miskin perdesaan: 6.646,27 Total penduduk miskin: 14.752,03
3. Bali dan Nusa Tenggara Presentase penduduk miskin Dapatkan informasi, inspirasi dan
insight di email kamu. Daftarkan email Presentase penduduk miskin perkotaan: 8,99 persen
Presentase penduduk miskinperdesaan: 18,18 persen Total presentase penduduk miskin:
13,92 persen Jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin perkotaan:
633,96 Jumlah penduduk miskin perdesaan: 1.482,53 Total penduduk miskin: 2.116,49
5. Sulawesi Presentase penduduk miskin Presentase penduduk miskin perkotaan: 5,95 persen
Presentase penduduk miskin perdesaan: 13,45 persen Total presentase penduduk miskin:
10,41 persen Jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin perkotaan:
477,07 Jumlah penduduk miskin perdesaan: 1.584,44 Total penduduk miskin: 2.061,51
6. Maluku dan Papua Presentase penduduk miskin Presentase penduduk miskin perkotaan:
5,49 persen Presentase penduduk miskin perdesaan: 28,51 persen Total presentase penduduk
miskin: 20,65 persen Jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin
perkotaan: 139,34 Jumlah penduduk miskin perdesaan: 1.398,02 Total penduduk miskin:
1.537,36
Sementara itu, berikut presentase penduduk miskin berdasarkan provinsi se-Indonesia: Aceh
(15,43 persen) Sumatera Utara (9,14 persen) Sumatera Barat (6,56 persen) Riau (7,04 persen)
Jambi (7,97 persen) Sumatera Selatan (12,98 persen) Bengkulu (15,30 persen) Lampung
(12,76 persen) Kepulauan Bangka Belitung (4,89 persen) Kepulauan Riau (6,13 persen) DKI
Jakarta (4,69 persen) Jawa Barat (8,43 persen) Jawa Tengah (11,84 persen) DI Yogyakarta
(12,80 persen) Jawa Timur (11,46 persen) Banten (6,63 persen) Bali (4,45 persen) Nusa
Tenggara Barat (14,23 persen) Nusa Tenggara Timur (21,21 persen) Kalimantan Barat (7,24
persen) Kalimantan Tengah (5,26 persen) Kalimantan Selatan (4,83 persen) Kalimantan
Timur (6,64 persen) Kalimantan Utara (7,41 persen) Sulawesi Utara (7,78 persen) Sulawesi
Tengah (13,06 persen) Sulawesi Selatan (8,99 persen) Sulwesi Tenggara (11,69 persen)
Gorontalo (15,59 persen) Sulawesi Barat (11,50 persen) Maluku (17,99 persen) Maluku Utara
(6,97 persen) Papua Barat (21,70 persen) Papua (26,80 persen)
4. Apa yang dimaksud dengan “Orang Hampir Miskin” disertai data dan
penjelasan
Orang yang hampir miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran rata-rata per
bulan sedikit di atas garis kemiskinan yang berlaku,yang cenderung meningkat.
Misalnya, pada tahun 2009 jumlah orang miskin tercatat sebanyak 32,53 juta jiwa
(Tabel 5.6), sedangkan jumlah orang hampir miskin tercatat sebanyak 20,66 juta
jiwa. Pada tahun 2010, perbandingannya adalah 31,02 juta jiwa dan 22,90 juta
jiwa dan 29,89 juta jiwa dan 27,12 juta jiwa pada periode 201 I. Secara persentase,
penambahan jumlah orang hampir miskin di Indonesia sangat nyata (Gambar 5.6).
Kelompok hampir miskin ini atau kelompok berpenghasilan rendah sangat rentan
menjadi miskin terutama saat terjadi inflasi tau naiknya harga-harga pangan ;
karena kelompok ini membelanjakan hampir semua pendapatannya untuk pangan.
Inflasi juga membuat garis kemiskinan yang membedakan antara warga miskin
dan warga tidak miskin (termasuk warga hampir miskin) setiap tahun atau bahkan
setiap bulan mengalami peningkatan.
Gambar 5.6 : Perbandingan antara Jumlah Orang Miskin dan Jumlah Orang Hampir
Miskin, 2009 - 2011 (%)
16
14
12
10
6
Penduduk Miskin Penduduk Hampir Miskin
4
0
2008.5 2009 2009.5 2010 2010.5 2011 2011.5
IV. KESENJANGAN/KETIMPANGAN
1.Apa yang dimaksud dengan koefisien gini disertai data dan penjelasan
Jawab : Koefisien Gini adalah ukuran statistik yang menunjukkan distribusi
pengeluaran per kapita penduduk suatu daerah. Koefisien Gini digunakan sebagai
tolok ukur ketimpangan.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
Koefisien Gini, semakin tinggi tingkat ketimpangan suatu daerah.Ini artinya,
penduduk dengan income tinggi akan menerima angka persentase yang jauh lebih
tinggi pula dari total income seluruh penduduk. Indeks Gini juga sering kali
direpresentasikan dengan kurva Lorenz yang menunjukkan distribusi penghasilan atau
harta kekayaan dengan cara memplot persentase jumlah populasi menurut
pendapatannya pada bagian sumbu X (horizontal) serta persentase pendapatan
kumulatif pada bagian sumbu Y (vertikal).
Berdasarkan Data: Christoph Lakner dari Bank Dunia berperspektif bahwa Koefisien
Gini memiliki fungsi relatifyang tepercaya. Branko Milanovic, seorang pakar
ekonomi dari City University of New York pun memprediksikan bahwa Koefisien
Gini dari pendapatan global berkisar 0,705 pada tahun 2008 lalu. Itu berarti terjadi
penurunan dari 0,722 pada tahun 1988. Hanya saja, angka-angka rasio tersebut dapat
berbeda-beda di setiap wilayah dalam suatu negara.Sementara itu, dua orang ekonom
DELTA, Christian Morrisson dan Francois Bourguignon, memperkirakan bahwa
angka Rasio Gini dari pendapatan global adalah 0,657 pada tahun 1980 dan
1992.Hasil observasi para ahli ekonomi ini menunjukkan adanya kenaikan atas
ketidaksetaraan dalam jangka waktu cukup lama sejak tahun 1820 saat Koefisien Gini
global bernilai 0,500. Baik Lakner maupun Milanovic menunjukkan adanya
penurunan atas ketimpangan pada awal abad ke-21. Ini sama halnya dengan hasil
penelitian Bourguignon pada 2015 lalu.Peningkatan perekonomian di wilayah
Amerika Latin, Eropa Timur, dan Asia telah menjadi pemicu dari penurunan
ketimpangan penghasilan global akhir-akhir ini. Meskipun demikian, ketimpangan
dalam negeri masih terus meningkat. Sebagai informasi tambahan, sebagian negara
termiskin dunia menunjukkan angka Koefisien Gini tertinggi yakni sekitar 61,3.
Sementara, deretan negara termakmur seperti Denmark menunjukkan angka terendah
yaitu 28,8.
2.Gambarkan koefisien gini dan kurva Lorenz
Jawab:
Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan dan konsisten.
Namun, pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan yang tidak ketat mengenai definisi
garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari
kenyataannya. Tahun 2016 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan
perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 354,386 (atau sekitar USD $25) yang
dengan demikian berarti standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang
Indonesia sendiri.Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank
Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan
penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah garis
kemiskinan (dengan kata lain miskin), maka persentase tabel di atas akan kelihatan tidak
akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank
Dunia, kalau kita menghitung angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan
kurang dari USD $2 per hari angkanya akan meningkat lebih tajam lagi. Ini menunjukkan
bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan. Laporan
lebih anyar lagi di media di Indonesia menginformasikan bahwa sekitar seperempat jumlah
penduduk Indonesia (sekitar 65 juta jiwa) hidup hanya sedikit saja di atas garis kemiskinan
nasional.Dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia
memperlihatkan penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini
akan melambat di masa depan. Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar
dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang berarti tidak
diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Namun sejalan
dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang berada di bagian paling bawah
garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk bangkit dan keluar dari kemiskinan.
Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat kemiskinan yang berjalan
lebih lamban dari sebelumnya.
V. apa yang ada ketahui tentang kemiskinan dan ketimpangan diera pandemi
covid19 sekarang ini. uraikan sejelas-jelasnya
Bank Dunia mengakui, pandemi Covid-19 tak hanya akan menghambat pertumbuhan
ekonomi, tetapi juga meningkatkan jumlah masyarakat miskin dan memperlebar jurang
antara si kaya dan si miskin. Untuk itu, memang diperlukan pemulihan ekonomi yang cepat,
sehingga tingkat kemiskinan semakin menurun dan ketidaksetaraan juga akan menyempit.
Bank Dunia mengeluarkan dua skenario mengenai tingkat kemiskinan bagi negara Asia
Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia, yang bisa dilihat di tahun 2023.Skenario tersebut
adalah mengenai jumlah kemiskinan di tahun tersebut bila diterapkan kebijakan (policies)
yang progresif dan sebaliknya, jumlah kemiskinan bila diterapkan kebijakan yang regresif.
Bank Dunia merinci, dengan skenario kebijakan progresif, di sini berarti ada perlakuan adil
yang menguntungkan mereka yang berpendapatan tinggi dan mereka yang berpendapatan
rendah. Dengan adanya kesetaraan, maka ini membuat bahkan 5 kelompok masyarakat
termiskin mendapatkan pendapatan rumah tangga yang layak. Kemiskinan akibat adanya
pandemi terus menyebar antarkelompok masyarakat. Kelompok yang paling terdampak
adalah masyarakat yang bekerja atau berusaha di sektor informal, diikuti sektor industri
akibat terhambatnya produksi, sektor jasa transportasi akibat kebijakan PSBB, dan anjuran
tinggal di rumah. Selanjutnya, dampak pandemi ini semakin terasa di sektor pertanian. BPS
menginformasikan bahwa 70,53% penduduk berpenghasilan rendah mengalami penurunan
pendapatan, sisanya adalah penduduk berpenghasilan menengah dan tinggi. Wabah Covid-19
telah memukul industri pariwisata dalam negeri. Sektor ini bisa dikategorikan terdampak di
awal, baik dari faktor global maupun lokal. Ketika beberapa negara memberlakukan
lockdown dan larangan kunjungan wisatawan asing, terjadi penurunan tajam jumlah
wisatawan domestik dan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Lapangan usaha
langsung terdampak pada sektor pariwisata, yaitu sektor perdagangan, reparasi mobil dan
sepeda motor; sektor transportasi dan pergudangan; serta sektor penyedia akomodasi dan
makan minum. Sektor pertanian termasuk dalam kategori yang memiliki resiliensi tinggi,
terdampak pada fase lebih akhir. Pada kuartal II-2020, saat sebagian sektor tumbuh negatif,
sektor pertanian bisa tumbuh sebesar 2,15% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Tingginya arus balik migran ke perdesaan dan kebijakan pembatasan sosial telah
menyebabkan terjadinya penurunan penanganan usaha tani dan hambatan distribusi serta
pemasaran produksi yang berakibat turunnya gairah bertani. Konsekuensinya adalah
terjadinya penurunan produktivitas yang diikuti oleh penurunan pendapatan dan konsumsi
rumah tangga.