Anda di halaman 1dari 24

TUGAS INDIVIDU KE 4

MATA KULIAH
PEREKONOMAN INDONESIA
( PI )

Dosen :
PROF. DR. H. BOMER PASARIBU. SH, SE, MS

ERWIN SITUMORANG
(1834021276)
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYAN FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN SDM
I. KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN
1. Jelaskan: Teori: Trickle Down Effect (menetes kebawah), dari Arthur Lewis
dan Rani & Fei
Teori trickle-down effect menjelaskan bahwa kemajuan yang diperoleh oleh
sekelompok masyarakat akan sendirinya menetes ke bawah sehingga menciptakan
lapangan kerja dan berbagai peluang ekonomi yang pada gilirannya akan
menumbuhkan berbagai kondisi demi terciptanya distribusi hasil-hasil
pertumbuhan ekonomi yang merata. Teori tersebut mengimplikasikan bahwa
pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh aliran vertikal dari penduduk kaya ke
penduduk miskin yang terjadi dengan sendirinya. Manfaat pertumbuhan ekonomi
akan dirasakan penduduk kaya terlebih dahulu, dan kemudian pada tahap
selanjutnya penduduk miskin mulai memperoleh manfaat ketika penduduk kaya
mulai membelanjakan hasil dari pertumbuhaan ekonomi yang telah diterimanya.
Dengan demikian, maka pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penuruan
angka kemiskinan merupakan efek tidak langsung oleh adanya aliran vertikal dari
penduduk kaya ke penduduk miskin. Hal ini berarti juga bahwa kemiskinan akan
berkurang dalam skala yang sangat kecil bila penduduk miskin hanya menerima
sedikit manfaat dari total manfaat yang ditimbulkan dari adanya pertumbuhan
ekonomi. Kondisi ini dapat membuka peluang terjadinya peningkatan kemiskinan
sebagai akibat dari meningkatnya ketimpangan pendapatan yang disebabkan oleh
pertumbuhan ekonomi yang lebih memihak penduduk kaya dibanding penduduk
miskin.
Kasus di beberapa negara cukup membuktikan kontribusi pertumbuhan
ekonomi terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Kesuksesan negara-negara Asia
Timur di tahun 1970-an dan 1980-an menunjukkan bahwa tingginya pertumbuhan
ekonomi yang dikombinasi dengan rendahnya ketimpangan pendapatan dapat
secara signifikan mengurangi kemiskinan (World Bank, 1993 dalam Cord, 2007).
Analisa yang dilakukan oleh Kakwani dan Son (2006) terhadap beberapa negara
Asia menunjukkan bahwa selama tahun 1990-an pertumbuhan ekonomi Korea dan
Vietnam tergolong pro-poor. Analisa yang menggunakan data panel negaranegara
berkembang di tahun 1980-an dan 1990-an juga menunjukkan pentingnya
pertumbuhan ekonomi bagi penurunan kemiskinan (Dollar dan Kraay, 2002;
Kraay 2005).
2. a) Teori utama: Hubungan antara pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan
Kasus di beberapa negara cukup membuktikan kontribusi pertumbuhan ekonomi
terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Kesuksesan negara-negara Asia Timur di
tahun 1970- an dan 1980-an menunjukkan bahwa tingginya pertumbuhan ekonomi
yang dikombinasi dengan rendahnya ketimpangan pendapatan dapat secara
signifikan mengurangi kemiskinan (World Bank, 1993 dalam Cord, 2007).
Analisa yang dilakukan oleh Kakwani dan Son (2006) terhadap beberapa negara
Asia menunjukkan bahwa selama tahun 1990-an pertumbuhan ekonomi Korea dan
Vietnam tergolong pro-poor. Analisa yang menggunakan data panel negaranegara
berkembang di tahun 1980-an dan 1990-an juga menunjukkan pentingnya
pertumbuhan ekonomi bagi penurunan kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan
kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi (Tambunan, 2001).
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan
menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Dengan kata lain, perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan bila
pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan
riil masyarakat pada tahun sebelumnya. Dalam pengertian ekonomi makro,
pertumbuhan ekonomi adalah penambahan Produk Domestik Bruto (PDB), yang
berarti peningkatan Pendapatan Nasional/PN.
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis
kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan
relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis
kemiskinan disebut kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran
mengenai kesenjanga di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat
didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang
dimaksud. Di negara-negara maju (NM), kemisikinan relatif diukur sebagai suatu
proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata per kapita. Sebagai suatu ukuran relatif,
kemiskinan relatif dapat berbeda menurut negara atau periode di dalam suatu
negara. Kemiskinan absolut adalah derajat dari kemiskinan di bawah mana
kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi. Ini
adalah suatu ukuran tetap (tidak berubah) di dalam bentuk suatu kebutuhan kalori
minimum ditambah komponen-komponen non-makanan yang juga sangat
diperlukan untuk bertahan hidup. Walaupun kemiskinan absolut sering juga
disebut kemiskinan ekstrem, akan tetapi maksud dari yang terakhir ini bisa
bervariasi,tergantung pada interpretasi setempat atau kalkulasi.
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan tingkat
kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi dengan
ketimpangarn dalam distribusi pendapatan seperti yang telah dibahas di atas.
Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal dari proses pembangunan, tingkat
kemiskinan cenderung meningkat, dan pada saat mendekati tahap akhir dari
pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang Tentu, seperti
telah dikatakan sebelumnya, banyak faktor-faktor lain selain pertumbuhan
pendapatan yang juga berpengaruh terhadap ingkat kemiskinan di suatu
wilayah/negara seperti derajat pendidikan, tenaga kerja, dan struktur ekonomi.

b) Elastisitas Ketimpangan ditribusi pendapatan terhadap pertumbuhan


ekonomi serta Elastisitas Kemiskinan
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan menurunkan
kemiskinan dengan nilai elastisitas -0,2558. Pertumbuhan ini akan meningkatkan
pendapatan per kapita, pendapatan per kapita yang meningkat berarti penduduk
miskin akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada ketimpangan
pendapatan. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa peningkatan ketimpangan
pendapatan berhubungan positif dengan kemiskinan dengan nilai elastisitas 0,071,
namun tidak signifikan secara statistik.
Adjusted R2 F-statistik Pertumbuhan Ekonomi (γ) Ketimpangan
Pendapatan (δ)
0,856927 62,39163 *** -0,255899 0,071733
(-4.696809) *** (0.600244) *
Ket: Angka didalam kurung adalah t-statistik, *** Signifikan pada taraf nyata 5 %
* Tidak Signifikan.
3. Hasil studi Empiris Hasan & Quibria serta Dollar dan Kraay, tentang
hubungan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi
Hasan dan Quibria (2002) yang menguji secara empiris ada dari pola pertumbuhan
output menurut sektor terhadap penurunan kemiskinan dengan menggunakan data
panel dari 45 negara di Asia Timur dan Selatan, Amerika Latin dan Karibia, serta
Afrika Sub-Sahara. Model yang digunakan untuk mengestimasi pengaruh dari
pertumbuhan PDB terhadap tingkat kemiskinan pada pinsipnya sama,seperti
persamaan (5.3). Sedangkan untuk mengukur relasi antara kemiskinan
pertumbuhan sektoral, mereka mengestimasi persamaan berikut ini.

LnP = a + b1 LnY1 + b2 LnY2 + b3LnY3 + u + R (5.4)

Dimana P adalah kemiskinan yang idefinisikan sebagai suatu fraksi dari jumlah
populasi dengan pengeluaran konsumsi di bawah suatu tingkat pengeluaran
minimum tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, atau garis kemiskinan; Y
mewakili tingkat output per kapita di tiga sektor: pertanian, industri pengolahan,
dan jasa; sedangkan u dan R adalah term kesalahan.
Hasilnya memberi kesan bahwa ada suatu korelasi negatif antara tingkat
pendapatan dan kemiskinan: semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita, maka
semakin rendah tingkat kemiskinan; atau dengan kata lain, negara-negara dengan
tingkat PN per kapita yang lebih tinggi cenderung mempunyai tingkat kemiskinan
yang lebih rendah dibandingkan negara-negara yang tingkat PN per kapitanya
lebih rendah. Hasil dan penelitian tersebut menunjukkan bahwa elastisitas
pertumbuhan pendapatan dari kemiskinan untuk Asia Timur adalah yang tertinggi,
disusul kemudian oleh Amerika Latin, Asia Selatan dan Afika (Sub-Sahara). Jadi,
menurut hasil ini, I persen kenaikan PN per kapita akan mengurangi kemiskinan
1,6 persen di Asia Timur, dan 0,7l persen di Afrika Sub-Sahara.

4. Apa yang anda ketahui tentang a)MDG’s, b)SDG’s uraikan sejelas-jelasnya


Dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan di Rio de
Janeiro (Brasil) pada Juni 2012 dibahas agenda pembangunan berkelanjutan yang
disebut Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan seperangkat
tujuan, sasaran, dan indikator pembangunan yang berkelanjutan yang bersifat
universal. SDGs merupakan kelanjutan dan perluasan dari Millennium
Development Goals (MDGs) yang telah dilakukan oleh negara-negara sejak 2001
hingga akhir 2015.

Delapan MDGs sebagai berikut:


1. Mengurangi kemiskinan dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan yang universal;
3. Meningkatkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan
4. Mengurangi kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan maternal
6. Membasmi HIV, malaria, dan penyakit lainnya
7. Menjamin keberlanjutan lingkungan
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Meskipun beberapa target MDGs berhasil dicapai, banyak tujuan dan target
lainnya dinilai belum tercapai. MDGs bertujuan mengurangi kemiskinan, tetapi
gagal memperhatikan dan mengatasi akar masalah kemiskinan. MDGs tidak
secara khusus memperhatikan pentingnya mencapai tujuan perbaikan
pembangunan ekonomi. MDGs kurang memperhatikan sifat holistik, inklusif, dan
keberlanjutan pembangunan. Demikian juga MDGs dinilai kurang memperhatikan
kesetaraan gender dan hak azasi manusia. Secara teoretis MDGs ingin diterapkan
di semua negara, tetapi kenyataannya MDGs hanya diterapkan pada negara
berkembang atau miskin, dengan bantuan pendanaan dari negara kaya (UN, 2016;
Guardian, 2016; Knoema, 2016). Indonesia telah berhasil mencapai sebagian
besar target MDGs Indonesia yaitu 49 dari 67 indikator MDGs, namun demikian
masih terdapat beberapa indikator yang harus dilanjutkan dalam pelaksanaan
TPB/SDGs.
Beberapa masalah utama yang belum bisa diatasi sampai dengan berakhirnya era
MDGs (UN, 2016) sebagai berikut:
1. Masih terdapat jurang yang lebar antara rumahtangga yang miskin dan rumah
tangga, antara daerah pedesaan dan perkotaan
2. Masih terdapat ketidaksetaraan gender
3. Banyak terjadi konflik (peperangan dsb,) yang merupakan ancaman nyata bagi
pembangunan manusia
4. Jutaan orang miskin hidup dalam kemiskinan dan kelaparan, tanpa akses
terhadap pelayanan dasar
5. Perubahan iklim dan degradasi lingkungan merongrong kemajuan yang
diperoleh, dan kelompok masyarakat miskin terkena dampak yang paling
besar
Sustainable Development Goals secara eksplisit bertujuan memberantas
kemiskinan dan kelaparan, mengurangi ketimpangan dalam dan antar negara,
memperbaiki manajemen air dan energi, dan mengambil langkah urgen untuk
mengatasi perubahan iklim. (SDGs) adalah pembangunan yang menjaga
peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan,
pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat,
pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang
menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga
peningkatan kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Berbeda
dengan MDGs, SDGs menegaskan pentingnya upaya mengakhiri kemiskinan
agar dilakukan bersama dengan upaya strategis untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, menerapkan langkah kebijakan sosial untuk memenuhi aneka
kebutuhan sosial (seperti pendidikan, kesehatan, proteksi sosial, kesempatan
kerja), dan langkah kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim dan proteksi
lingkungan.

SDG terdiri atas 17 tujuan dan 169 target, yang meliputi aneka isu pembangunan
berkelanjutan.

1. Kemiskinan (Poverty) – Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di


setiap tempat
2. Panngan (Food) – Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan,
perbaikan gizi, dan meningkatkan pertanian yang berkelanjutan
3. Kesehatan (Health)– Menjamin hidup yang sehat dan meningkatkan kesehatan
/ kesejahteraan bagi semua pada semua usia
4. Pendidikan (Education) –Menjamin pendidikan yang berkualitas, inklusif dan
adil, meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua
5. Perempuan (Women) – Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan
semua wanita dan gadis
6. Air (Water)– Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang
berkelanjutan bagi semua
7. Energi (Energy) – Menjamin akses terhadap energi yang terjangkau (terbeli),
andal, berkelanjutan, dan modern, bagi semua
8. Ekonomi (Economy) – Meningkat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
dan inklusif; partisipasi penuh dalam pekerjaan yang produktif, jenis pekerjaan
yang layak bag semua
9. Infrastruktur (Infrastructure) – Membangun infrastuktur (prasarana) yang
awet/ kuat, meningkatkan industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan,
mendukung inovasi
10.Ketidaksetaraan (Inequality) – Mengurangi ketidaksetaraan (inequality) dalam
dan antar negara
11.Pemukiman (Habitation) – Membangun kota dan pemukiman manusia yang
inklusif, aman, awet/ kuat, dan berkelanjutan
12.Konsumsi (Consumption) – Menjamin pola konsumsi dan produksi yang
berkelanjutan
13.Iklim (Climate) – Mengambil langkah-langkah tindakan yang segera untuk
mengatasi perubahan iklim dan dampaknya
14.Ekosistem Kelautan (Marine Ecosystem)– Melindungi dan menggunakan
lautan, laut, dan sumberdaya kelautan secara berkelanjutan untuk pembangunan
yang berkelanjutan
15.Ekosistem (Ecosystem) – Melindungi, memulihkan, dan meningkatkan
penggunaan ekosistem bumi secara berkelanjutan, mengelola hutan secara
berkelanjutan, menghentikan dan membalik degradasi (kerusakan) tanah, dan
kehilangan biodiversitas (keragaman hayati)
16.Kelembagaan (Institutions) – Menciptakan masyarakat yang damai dan
inklusif untuk pembangunan yang berkelanjutan, memberikan akses terhadap
keadilan bagi semua, membangun lembaga yang efektif, akuntabel (dapat
dipertanggungjawabkan), dan inklusif, pada semua level
17.Keberlanjutan (Sustainability)– Memperkuat cara implementasi dan
merevitalisasi (menghidupkan kembali) kemitraan global untuk pembangunan
yang berkelanjutan.
Hampir semua tujuan dalam SDGs merupakan determinan sosial kesehatan yang
terletak di berbagai level. Hanya tujuan ke 3 (Health) yang bukan merupakan
determinan kesehatan, melainkan tujuan kesehatan itu sendiri yang ingin dicapai.
Tujuan ke 3 SDGs dengan jelas menyebutkan bahwa tujuan yang ingin dicapai
adalah kehidupan yang sehat bagi semua (keadilan kesehatan) pada semua usia
(kesetaraan kesehatan menurut usia). Dengan menggunakan kerangka konsep
Dahlgren dan Whitehead (1991) bahwa determinan sosial kesehatan terletak di
berbagai level, dan fakta bahwa SDGs yang ingin dicapai merupakan determinan
kesehatan, maka jika SDGs dapat dicapai dengan lebih cepat, maka implikasinya
tujuan untuk meningkatkan kesehatan populasi dan distribusi kesehatan yang adil
dalam populasi dan antar populasi akan dapat dicapai dengan lebih cepat pula.

II. KERANGKA PEMIKIRAN TEORI ETIS: PERTUMBUHAN EKONOMI DAN


PENGURANGAN KEMISKINAN
1. Dengan gambar disertai penjelasannya

Membuka banyak Lowongan Pekerjaan


 

Pertumbuhan Ekonomi Pengurangan Kemiskinan


 

Di naikkan gaji Karyawan


 

Hasil-hasil dari sejurnlah studi di atas mengenai hubungan antara pertumbuhan


ekonomi dan kemiskinan menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni
efek trackle-down dari pertumbuhan ekonomi dalam bentuk peningkatan
kesempatan kerja dan peningkatan gaji. Dengan asumsi bahwa adanya mekanisme
yang diperlukan untuk memfasilitasi trickle-down dari keuntungan dalam
pertumbuhan ekonomi kepada kelompok miskin, pertumbuhan ekonomi bisa
menjadi suatu alat yang efektif bagi pengurangan kemiskinan.
2. Indikator-indikator utama kemiskinan (tulis 8)
1. Penduduk Miskin.
Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Jumlah Penduduk miskin suatu
wilayah, diartikan banyaknya penduduk miskin yang terdapat di wilayah tersebut.

2. Garis Kemiskinan.
Garis kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pook minuman dan makanan yang setara
dengan 2100 kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Garis kemiskinan (GK) = Garis Kemiskinan Makanan (GKM) + Garis
Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

3. Persentase Kemiskinan (Tingkat Kemiskinan).


Persentase Kemiskinan adalah Secara sederhana Persentase Kemiskinan yang juga
disebut Tingkat Kemiskinan menggambarkan proporsi penduduk miskin di suatu
wilayah. Perhitungan dilakukan dengan rumus tertentu yang menggambarkan
prosentase jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di suatu
wilayah dibandingkan jumlah penduduk di wilayah terrsebut.

4. Biasanya BPS mengadakan pengukuran Jumlah

persentase penduduk miskin dengan survey Susenas (Survey Sosial Ekonomi


Nasional) dan mengeluarkan data pada maret dan sepetember tahun yang
bersangkutan (Sumber:BPS,Eknsiklopedia BPS).

5. Tempat tinggal
Bisa dalam arti rumah dan lokasi dimana rumah itu berada harus difokuskan
adalah bentuk dan kualitas. Dalam hal rumah, bentuk kualitasnya bisa digunakan
sebagai salah satu indikator kemiskinan. Landasan teorinya adalah sebagai
berikut: pada umumnya bentuk dari rumah punya orang miskin lebih kecil dan
sederhana dibandingkan rumah punya orang kaya. Sedangkan yang terkait dengan
kualitas adalah menyangkut kualitas bahan bangunan yang digunakan dan kualitas
dari rumah itu sendiri dilihat dari sisi kenyamanan, keselamatan dan kesehatan.
Dalam hal lokasi.orang miskin pada umumnya membangun rumah mereka di
lokasi-lokasi yang sangat terpolusi sangat padat manusia, dan sangat berisiko
bencana, baik alam maupun karena ulahmmanusia, misalnya gubuk-gubuk di
pinggir sungai atau jalur ketera api.

6. Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan salah satu aspek penting dari kemiskinan. Yang
dilihat tidak hanya tingkatnya, tetapi juga kualitasnya. Yang bisa digunakan
sebagi indikator-indikator kemiskinan dari aspek pendidikan adalah misalnya,
angka melek huruf penduduk berumur 15 tahun ke atas, rata-rata lama sekolah
penduduk usia l5 tahun ke atas, angka partisipasi sekolah, jumlah anak yang
terdaftar di sekolah, atau/ dan indeks pembangunan manusia (IPM). Indeks ini
diperkenalkan pertama kali oleh sebuah lembaga PBB, yakni UNDP yarng setiap
tahun menerbitkan laporan mengenai IPM di negara-negara di dunia.

7. Infrastruktur Dasar Rumah Tangga


Yang dimaksud dengan infrastruktur dasar rumah tangga (RT) adalah seperti air
bersih, sanitasi layak, listrik yang cukup, telekomunikasi, dan transportasi yang
baik. Jadi, yang bisa digunakan sebagai indikator-indikator kemiskinan yang
mencerminkan kondisi infrastruktur dasar RT adalah, antara lain persentase dari
jumlah RT di suatu wilayah yang punya akses ke air bersih; jumlah RT yang
memiliki sanitasi layak, sebagai persentase dari jumlah RT; porsi dari jumlah RT
yang punya cukup listrik; persentase dari jumlah RT yang punya akses ke
telekomunikasi dan jumlah RT sebagai persentase dari jumlah RT yang punya
akses ke transportasi yang baik.

8. Kesehatan
Seperti halnya pendidikan, kesehatan juga dilihat sebagai salah satu aspek penting
dari kemiskinan dan oleh karena itu, dianggap sebagai salah satu indikator penting
untuk menggambarkan kemiskinan di suatu wilayah/masyarakat. Dua komponen
penting dari aspek kesehatan yang harus diukur. Komponen pertama adalah akses
ke pelayanan kesehatan yang layak/baik. Jadi, indikatornya misalnya adalah
persentase dari jumlah populasi yang punya akses ke pelayanan kesehatan yang
baik. Komponen kedua adalah kondisi kesehatan rata-rata masyarakat.
Indikator-indikatornya adalah, antara lain persentase dari jumlah masyarakat yang
bergizi baik, jumlah anak yang mengalami malnutrisi, tingkat kematian anak (1-5
tahun) per 1000 anak, tingkat kematian bayi per 1000 bayi yang lahir, jurnlah
kasus aids, malaria, kolera, dan TBC, dan jumlah kematian ibu pada saat
melahirkan.

3. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesenjangan


pendapatan
Data tahun 1970-an dan 1980-an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi
pendapatan di banyak NSB, terutama negara-negara yang proses pembangunan
ekonominya sangat pesat dan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
seperti Indonesia, menunjukan seakan-akan ada suatu korelasi positif antara laju
pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan:
semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita,
semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Bahkan, suatu studi
dari Ahuja, dkk. (1997) di negara-negara di Asia Tenggara menunjukkan bahwa
setelah sempat turun dan stabil selama 1970-an dan 1980-an pada saat negara-
negara itu mengalami laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun yang tinggi,
pada awal 1990-an ketimpangan dalam
distnbusi pendapatan di negara-negara tersebut mulai membesar kembali. Hal ini
tidak hanya terjadi di NSB, tetapi juga di NM.

4. Apa yang dimaksud dengan trade-off antara pertumbuhan dan kesenjangan


ekonomi
kesenjangan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi adalah positif dan signifikan.
Hubungan negatif akan terjadi dalam jangka panjang (Arthur Lewis, 1954, 139-
191 dan Kuznet, 1955, 1- 28). Nilai koefisien yang di dapat sebesar
0.2691014746, artinya setiap ada kenaikan sebesar 1% pada kesenjangan
pendapatan maka pertumbuhan ekonomi akan menurun sebesar 0.27%, dan
berlaku sebaliknya.
Masalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara
kelompok masyarakat yang berpendapatan tinggi dengan kelompok masyarakat
berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di
bawah garis kemiskinan (Poverty Line) adalah masalah yang umumnya dihadapi
oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Tambunan, 2001).
Masalah Ketimpangan distribusi pendapatan memiliki dampak positif dan dampak
negatif. Dampak positif dari ketimpangan distribusi pendapatan yaitu dapat
mendorong suatu wilayah yang kurang maju dan berkembang untuk dapat
bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya, sedangkan dampak negatif dari ketimpangan distribusi
pendapatan antara lain adalah inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial
dan solidaritas, ketimpangan yang tinggi dianggap tidak adil untuk kesejahteraan
masyarakat (Todaro, 2003).

5. Hipotesis Kuznets, disertai gambar kurfanya (U terbalik) dan penjelasan


Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula
dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah
(dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai
produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya
kesenjangan antar sektor maka secara subtansial akan menaikan kesenjangan
diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor.
Kuznet Hypothesis, menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam
beberapa tahun (dasa warsa) memberikan indikasi naiknya tingkat kesenjangan
pendapatan dengan memperhatikan initial level of income
Konsep Kuznets memperoleh namanya dari bentuk rangkaian perubahan
longitudinal (antar waktu) atas distribusi pendapatan (yang diukur berdasarkan
koefisien gini) sejalan dengan pertumbuhan GNP per kapita. Evolusi kesenjangan
dalam distribusi pendapatan pada awalnya didominasi oleh apa yang disebut
Hipotesa Kuznetz. Dengan memakai data antar Negara (cross-section) dan data
dari sejumlah survey/observasi disetiap negara (time series), Simon Kusnetz
menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan per
kapita berbentuk U terbalik. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari
distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi pedesaan (rural) ke
suatu ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industri. Pada awal proses
pembangunan, ketimpangan dalam distribusi pendapatan naik sebagai akibat dari
proses urbanisasi dan industrialisasi; pada akhir proses pembangunan,
ketimpangan menurun, yakni pada saat sektor industri di daerah perkotaan sudah
dapat menyerap sebagian besar dari tenaga kerja yang datang dari pedesaan
(sektor pertanian) atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi
dan penciptaan pendapatan.
Dari periode 1970-an hingga sekarang, sudah banyak studi empiris yang menguji
hipotesis Kuznets tersebut dengan menggunakan data agregat dari sejumlah
negara. Sebagian studi-studi tersebut mendukung hipotesis Kuznets; sedangkan
sebagian lainnya menolak atau tidak menemukan adanya suatu korelasi yang kuat.
Walaupun secara umum hipotesis itu diterima namun sebagian besar dari studi-
studi tersebut menunjukkan bahwa relasi positif antara pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan dalam distribusi PN pada periode jangka panjang hanya terbukti nyata
untuk kelompok NM (negara-negara dengan tingkat pendapatan yang tinggi).
Namun demikian, hasil dari studi-studi di atas harus ditanggapi dengan kritis.
Banyak studi-studi tersebut memakai pendekatan lintas negara.

III.ANALISIS EMPIRIS KEMISKINAN


1. Kemiskinan di Indonesia 1976-2020 disertai dengan data tahunan dan
penjelasannya
Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang) Persentase Penduduk Miskin (%)
Tahun
Kota Desa Jumlah Kota Desa Jumlah
1976 10,00 44,20 54,20 38,80 40,40 40,10
1980 9,50 32,80 42,30 29,00 28,40 28,60
1984 9,30 25,70 35,00 23,10 21,20 21,60
1987 9,70 20,30 30,00 20,10 16,10 17,40
1990 9,40 17,80 27,20 16,80 14,30 15,10
1996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47
1998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,20
1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43
2000 12,31 26,43 38,74 14,60 22,38 19,14
2001 8,60 29,27 37,87 9,79 24,84 18,41
2002 13,32 25,08 38,39 14,46 21,10 18,20
2003 12,26 25,08 37,34 13,57 20,23 17,42
2004 11,37 24,78 36,15 12,13 20,11 16,66
2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97
2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75
2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58
2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42
2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15
2010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33
September
2011 10,95 18,94 29,89 9,09 15,59 12,36
September
2012 10,51 18,09 28,59 8,60 14,70 11,66
Maret 2013 10,33 17,74 28,07 8,39 14,32 11,37

1981-1993 laju penurunannya hanya sekitar 16 persentase poin. Namun, jika diperhatikan,
laju penurunan jumlah orang miskin cenderung melambat mulai tahun 2004. Misalnya, pada
tahun 2005, jumlah pengurangan orang miskin 1 juta jiwa dibandingkan tahun 2004.
Sedangkan pada tahun 2013, berdasarkan data bulan Maret, jumlah orang miskin tercatat
sebanyak 28,07 juta atau berkurang hanya 0,52 juta jiwa dibandingkan angka kemiskinan
bulan September 2012. Antara tahun 2004 hingga tahun 2009 jumlah orang miskin berkurang
3,6 juta jiwa, sedangkan untuk periode 2009-2014 berkurang 2,78 juta jiwa. Untuk periode
2015-2019 terjadi penurunan kemiskinan hingga 3,8 juta jiwa,tetapi karena faktor pandemi
yang berkelanjutan angka kemiskinan kembali meningkat pada 2020 hingga 2,76 juta jiwa.

2. Kemiskinan menurut Provinsi di Indonesia 1990-2020 disertai data dan


penjelasan

PROVINSI 1990 1999 2002 2005 2006 2008 2012* 2013**


ACEH 15,9 14,8 29,8 28,7 28,3 23,55 18,58 17,6
SUMATERA UTARA 13,5 - 15,8 14,7 15,01 12,47 10,41 10,06
SUMATERA BARAT 15 16,7 11,6 10,9 12,5 10,57 8 8,14
RIAU 13,7 13,2 13,6 12,5 11,9 10,79 8,05 7,72
JAMBI - 14 13,2 11,9 11,4 9,28 8,28 8,07
SUMATERA 16,8 26,6 22,3 21,01 20,99 17,67 13,48 14,24
SELATAN
BENGKULU - 23,5 22,7 22,2 23 19,12 17,51 18,34
LAMPUNG 13,1 19,8 24,1 21,4 22,8 20,93 15,65 14,86
KEP. BANGKA - 29,1 11,6 9,7 10,9 7,89 5,37 5,21
BELITUNG
KEP. RIAU - - - 10,97 12,2 8,73 6,83 6,46
DKI JAKARTA 7,8 - 3,4 3,6 4,6 3,86 3,7 3,55
JAWA BARAT 13,9 4 13,4 13,1 14,5 12,74 9,89 9,52
JAWA TENGAH 17,5 19,8 23,1 20,5 22,2 18,99 14,98 14,56
DI YOGYAKARTA 15,5 28,5 20,1 18,95 19,2 18,02 15,88 15,43
JAWA TIMUR 14,8 26,1 21,9 19,95 21,1 18,19 13,08 12,55
BANTEN - 29,5 9,2 8,9 9,8 8,2 5,71 5,74
BALI 11,2 8,5 6,9 6,7 7,1 5,85 3,95 3,95
NUSA TENGGARA 23,2 33 27,8 25,9 27,2 23,4 18,02 17,97
BARAT
NUSA TENGGARA 24,1 46,7 30,7 28,2 29,3 25,68 20,41 20,03
TIMUR
KALIMANTAN 27,6 26,2 15,5 14,2 15,2 10,87 7,96 8,24
BARAT
KALIMANTAN - 15,1 11,9 10,7 11 8,36 6,19 5,93
TENGAH
KALIMANTAN 21,2 14,4 8,5 7,2 8,3 6,21 5,01 4,77
SELATAN
KALIMANTAN - 20,2 12,2 10,6 11,4 8,53 6,38 6,06
TIMUR
SULAWESI UTARA 14,9 18,2 11,2 9,3 11,5 9,8 7,64 7,88
SULAWESI TENGAH - 28,7 24,9 21,8 23,6 20,61 14,94 14,67
SULAWESI SELATAN 10,8 18,3 15,9 14,98 14,6 13,41 9,82 9,54
SULAWESI - 29,5 24,2 21,5 23,4 19,38 13,06 12,83
TENGGARA
GORONTALO - - 32,1 29,05 29,1 20,47 17,22 17,51
SULAWESI BARAT - - - - 20,7 15,27 13,01 12,3
MALUKU - 46,1 34,8 32,3 33,03 29,24 20,76 19,49
MALUKU UTARA - - 14 13,2 12,7 11,51 8,06 7,5
PAPUA BARAT - - - - 41,3 33,49 27,04 26,67
PAPUA - 54,8 41,8 40,8 41,5 35,53 30,66 31,13
INDONESIA 15,1 23,4 18,2 15,97 17,8 15,42 11,66 11,37

1. Sumatera Presentase penduduk miskin Presentase penduduk miskin perkotaan: 8,80 persen
Presentase penduduk miskin perdesaan: 11,34 persen Total presentase penduduk miskin:
10,22 persen Jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin perkotaan:
2.306,81 Jumlah penduduk miskin perdesaan: 3.759,37 Total penduduk miskin: 6.066,18
2. Jawa Presentase penduduk miskin Presentase penduduk miskin perkotaan: 8,03 persen
Presentase penduduk miskin perdesaan: 13,03 persen Total presentase penduduk miskin: 9,71
persen jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin perkotaan: 8.105,76
Jumlah penduduk miskin perdesaan: 6.646,27 Total penduduk miskin: 14.752,03

3. Bali dan Nusa Tenggara Presentase penduduk miskin Dapatkan informasi, inspirasi dan
insight di email kamu. Daftarkan email Presentase penduduk miskin perkotaan: 8,99 persen
Presentase penduduk miskinperdesaan: 18,18 persen Total presentase penduduk miskin:
13,92 persen Jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin perkotaan:
633,96 Jumlah penduduk miskin perdesaan: 1.482,53 Total penduduk miskin: 2.116,49

4. Kalimantan Presentase penduduk miskin Presentase penduduk miskin perkotaa: 4,72


persen Presentase penduduk miskin perdesaan: 7,51 persen Total presentase penduduk
miskin: 6,16 persen Jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin
perkotaan: 375,55 Jumlah penduduk miskin perdesaan: 640.56 Total penduduk miskin:
1.016.11

5. Sulawesi Presentase penduduk miskin Presentase penduduk miskin perkotaan: 5,95 persen
Presentase penduduk miskin perdesaan: 13,45 persen Total presentase penduduk miskin:
10,41 persen Jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin perkotaan:
477,07 Jumlah penduduk miskin perdesaan: 1.584,44 Total penduduk miskin: 2.061,51

6. Maluku dan Papua Presentase penduduk miskin Presentase penduduk miskin perkotaan:
5,49 persen Presentase penduduk miskin perdesaan: 28,51 persen Total presentase penduduk
miskin: 20,65 persen Jumlah penduduk miskin (ribu orang) Jumlah penduduk miskin
perkotaan: 139,34 Jumlah penduduk miskin perdesaan: 1.398,02 Total penduduk miskin:
1.537,36

Sementara itu, berikut presentase penduduk miskin berdasarkan provinsi se-Indonesia: Aceh
(15,43 persen) Sumatera Utara (9,14 persen) Sumatera Barat (6,56 persen) Riau (7,04 persen)
Jambi (7,97 persen) Sumatera Selatan (12,98 persen) Bengkulu (15,30 persen) Lampung
(12,76 persen) Kepulauan Bangka Belitung (4,89 persen) Kepulauan Riau (6,13 persen) DKI
Jakarta (4,69 persen) Jawa Barat (8,43 persen) Jawa Tengah (11,84 persen) DI Yogyakarta
(12,80 persen) Jawa Timur (11,46 persen) Banten (6,63 persen) Bali (4,45 persen) Nusa
Tenggara Barat (14,23 persen) Nusa Tenggara Timur (21,21 persen) Kalimantan Barat (7,24
persen) Kalimantan Tengah (5,26 persen) Kalimantan Selatan (4,83 persen) Kalimantan
Timur (6,64 persen) Kalimantan Utara (7,41 persen) Sulawesi Utara (7,78 persen) Sulawesi
Tengah (13,06 persen) Sulawesi Selatan (8,99 persen) Sulwesi Tenggara (11,69 persen)
Gorontalo (15,59 persen) Sulawesi Barat (11,50 persen) Maluku (17,99 persen) Maluku Utara
(6,97 persen) Papua Barat (21,70 persen) Papua (26,80 persen)

3. a) Arti Indeks Kedalaman Kemiskinan(P1) di Indonesia 1990-2020 disertai


data dan penjelasan
Kedalaman atau intensitas kemiskinan yang diukur oleh Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) menunjukkan rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk
miskin terhadap batas miskin (garis kemiskinan yang berlaku)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Indonesia, Tahun 1999 - 2013 (%)

Tahun Kota Desa Total


1999 3,52 4,84 4,33
2000 1,89 4,68 3,51
2001 1,74 4,68 3,42
2002 2,59 3,34 3,01
2003 2,55 3,53 3,13
2004 2,18 3,43 2,89
2005 2,05 3,34 2,78
2006 2,61 4,22 3,43
2007 2,15 3,78 2,99
2008 2,07 3,42 2,77
2009* 1,91 3,05 2,50
2010* 1,57 2,80 2,21
2011** 1,48 2,61 2,05
2012** 1,38 2,42 1,90
2013* 1,25 2,24 1,75

b) Arti Indeks Keparahan Kemiskinan(P2) di Indonesia 1999-2020 disertai


data dan penjelasan
Keparahan kemiskinan yang diukur dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
menunjukkan ketimpangan pengeluaran dari penduduk paling miskin, atau yang
makin jatuh di bawah garis kemiskinan yang berlaku
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Indonesia, Tahun 1999 - 2013 (%)

Tahun Kota Desa Total


1999 0,98 1,39 1,23
2000 0,51 1,39 1,02
2001 0,45 1,36 0,97
2002 0,71 0,85 0,79
2003 0,74 0,93 0,85
2004 0,58 0,90 0,78
2005 0,60 0,89 0,76
2006 0,77 1,22 1,00
2007 0,57 1,09 0,84
2008 0,56 0,95 0,76
2009* 0,52 0,82 0,68
2010* 0,40 0,75 0,58
2011** 0,39 0,68 0,53
2012** 0,36 0,61 0,48
2013* 0,31 0,56 0,43

4. Apa yang dimaksud dengan “Orang Hampir Miskin” disertai data dan
penjelasan
Orang yang hampir miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran rata-rata per
bulan sedikit di atas garis kemiskinan yang berlaku,yang cenderung meningkat.
Misalnya, pada tahun 2009 jumlah orang miskin tercatat sebanyak 32,53 juta jiwa
(Tabel 5.6), sedangkan jumlah orang hampir miskin tercatat sebanyak 20,66 juta
jiwa. Pada tahun 2010, perbandingannya adalah 31,02 juta jiwa dan 22,90 juta
jiwa dan 29,89 juta jiwa dan 27,12 juta jiwa pada periode 201 I. Secara persentase,
penambahan jumlah orang hampir miskin di Indonesia sangat nyata (Gambar 5.6).
Kelompok hampir miskin ini atau kelompok berpenghasilan rendah sangat rentan
menjadi miskin terutama saat terjadi inflasi tau naiknya harga-harga pangan ;
karena kelompok ini membelanjakan hampir semua pendapatannya untuk pangan.
Inflasi juga membuat garis kemiskinan yang membedakan antara warga miskin
dan warga tidak miskin (termasuk warga hampir miskin) setiap tahun atau bahkan
setiap bulan mengalami peningkatan.

Gambar 5.6 : Perbandingan antara Jumlah Orang Miskin dan Jumlah Orang Hampir
Miskin, 2009 - 2011 (%)
16

14

12

10

6
Penduduk Miskin Penduduk Hampir Miskin
4

0
2008.5 2009 2009.5 2010 2010.5 2011 2011.5

IV. KESENJANGAN/KETIMPANGAN
1.Apa yang dimaksud dengan koefisien gini disertai data dan penjelasan
Jawab : Koefisien Gini adalah ukuran statistik yang menunjukkan distribusi
pengeluaran per kapita penduduk suatu daerah. Koefisien Gini digunakan sebagai
tolok ukur ketimpangan.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
Koefisien Gini, semakin tinggi tingkat ketimpangan suatu daerah.Ini artinya,
penduduk dengan income tinggi akan menerima angka persentase yang jauh lebih
tinggi pula dari total income seluruh penduduk. Indeks Gini juga sering kali
direpresentasikan dengan kurva Lorenz yang menunjukkan distribusi penghasilan atau
harta kekayaan dengan cara memplot persentase jumlah populasi menurut
pendapatannya pada bagian sumbu X (horizontal) serta persentase pendapatan
kumulatif pada bagian sumbu Y (vertikal).
Berdasarkan Data: Christoph Lakner dari Bank Dunia berperspektif bahwa Koefisien
Gini memiliki fungsi relatifyang tepercaya. Branko Milanovic, seorang pakar
ekonomi dari City University of New York pun memprediksikan bahwa Koefisien
Gini dari pendapatan global berkisar 0,705 pada tahun 2008 lalu. Itu berarti terjadi
penurunan dari 0,722 pada tahun 1988. Hanya saja, angka-angka rasio tersebut dapat
berbeda-beda di setiap wilayah dalam suatu negara.Sementara itu, dua orang ekonom
DELTA, Christian Morrisson dan Francois Bourguignon, memperkirakan bahwa
angka Rasio Gini dari pendapatan global adalah 0,657 pada tahun 1980 dan
1992.Hasil observasi para ahli ekonomi ini menunjukkan adanya kenaikan atas
ketidaksetaraan dalam jangka waktu cukup lama sejak tahun 1820 saat Koefisien Gini
global bernilai 0,500. Baik Lakner maupun Milanovic menunjukkan adanya
penurunan atas ketimpangan pada awal abad ke-21. Ini sama halnya dengan hasil
penelitian Bourguignon pada 2015 lalu.Peningkatan perekonomian di wilayah
Amerika Latin, Eropa Timur, dan Asia telah menjadi pemicu dari penurunan
ketimpangan penghasilan global akhir-akhir ini. Meskipun demikian, ketimpangan
dalam negeri masih terus meningkat. Sebagai informasi tambahan, sebagian negara
termiskin dunia menunjukkan angka Koefisien Gini tertinggi yakni sekitar 61,3.
Sementara, deretan negara termakmur seperti Denmark menunjukkan angka terendah
yaitu 28,8.
2.Gambarkan koefisien gini dan kurva Lorenz
Jawab:

3.Jelaskan trilogy pembangunan dengan mengaitkan pengaruhnya terhadap koefisien


gini
Jawab : Trilogi Pembangunan adalah wacana pembangunan nasional yang
dicanangkan oleh pemerintahan orde baru di Indonesia sebagai landasan penentuan
kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan negara.Trilogi
pembangunan terdiri dari 3:
Stabilitas Nasional yang dinamis
Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan
Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya.
Jadi pengaruh dari triologi pembangunan yaitu adanya suatu wacana pembangunan
nasional yang akan berhubungan dengan distribusi pengeluaran per kapita penduduk
suatu daerah.
4.Jelaskan kebijakan anti kemiskinan dan pemerataan dari bank dunia ,
ADB,UNDP,ILO dll
Jawab :
Kebijakan anti kemiskinan menurut bank dunia(Presiden Bank Dunia Jim Yong
Kim.)
pengembangan anak usia dini dan gizi: langkah-langkah ini membantu
pertumbuhan anak di masa 1.000 hari pertama mereka. Kekurangan gizi dan
kekurangan pertumbuhan kognitif selama periode ini dapat menyebabkan penundaan
pendidikan dan mengurangi prestasi mereka di kemudian hari.
Perlindungan kesehatan untuk semua: Memberi cakupan kepada masyarakat tidak
mampu untuk mendapat layanan kesehatan yang terjangkau dan tepat waktu, dan pada
saat yang sama meningkatkan kapasitas masyarakat untuk belajar, bekerja dan
melakukan kemajuan.
Akses pendidikan bermutu untuk semua: Jumlah pelajar di seluruh dunia telah
meningkat dan pusat perhatian harus bergeser dari sekadar mengirim anak-anak ke
sekolah menjadi memberikan pendidikan bermutu untuk setiap anak di manapun
mereka berada. Pendidikan untuk semua anak harus mengedepankan proses belajar,
pengetahuan dan pengembangan keterampilan serta kualitas guru.
Bantuan tunai kepada keluarga miskin: Program ini memberi penghasilan pokok
kepada keluarga miskin, memungkinkan mereka untuk menjaga anak-anak mereka
tetap sekolah dan memungkinkan kaum ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dasar. Uang tersebut juga dapat membantu keluarga miskin membeli berbagai
keperluan seperti bibit, pupuk, atau ternak, dan membantu mereka menghadapi
kekeringan, banjir, bencana pandemik, krisis ekonomi atau guncangan yang lain.
Bantuan tunai telah terbukti mengurangi kemiskinan dan menciptakan kesempatan
bagi orang tua maupun anak-anak.
Infrastruktur pedesaan – terutama jalan dan penyediaan listrik: Pembangunan
jalan pedesaan dapat mengurangi biaya transportasi, menghubungkan petani desa ke
pasar untuk menjual barang-barang mereka, serta memungkinkan pekerja bergerak
lebih bebas, dan memperbaiki akses ke pendidikan dan layanan kesehatan. Misalnya,
penyediaan listrik bagi masyarakat desa di Guatemala dan Afrika Selatan telah
membantu
peningkatan tenaga kerja kaum perempuan. rumah skala kecil menjadi lebih layak dan
produktif, yang sangat diperlukan bagi masyarakat miskin di desa.
Sistem perpajakan yang progresif: Sistem perpajakan yang adil dan progresif dapat
membiayai kebijakan agar program pemerintah yang diperlukan berjalan dengan baik,
mengalokasikan sumber daya yang ada ke masyarakat termiskin. Sistem pajak dapat
dirancang agar mengurangi ketimpangan dan pada saat yang sama menjaga efisiensi
anggaran.
Kebijakan anti kemiskinan menurut ILO
Menciptakan Kesempatan: Pertumbuhan dan Lapangan kerja
Memberdayakan Kaum Miskin: Meningkatkan Tata Pemerintahan yang Baik di Pasar
Tenaga Kerja
Mengembangkan Kemampuan – memperkuat modal manusia
Menyediakan perlindungan sosial bagi semua
5.Buat gambar hubungan antara kelembagaan ,kebijakan ,pertumbuhan ekonomi, dan
penurunan kemiskinan disertai penjelasan
Jawab: Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia:

2014 2016 2018


2013 2015 2017
Kemiskinan Relatif
11.5 11.0 11.2 10.7 10.1 9.8¹
(% dari populasi)
Kemiskinan Absolut
28.6 27.7 28.5 27.8 26.6 26.0¹
(dalam jutaan)
Koefisien Gini/
0.41 0.41 0.41 0.40 0.39 0.39¹
Rasio Gini

2007 2008 2009 2010 2012


2011
Kemiskinan Relatif
16.6 15.4 14.2 13.3 12.5 11.7
(% dari populasi)
Kemiskinan Absolut
37 35 3.25 31.0 30.0 28.7
(dalam jutaan)
Koefisien Gini/
0.35 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41
Rasio Gini
¹ Maret 2018
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia

Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan dan konsisten.
Namun, pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan yang tidak ketat mengenai definisi
garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari
kenyataannya. Tahun 2016 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan
perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 354,386 (atau sekitar USD $25) yang
dengan demikian berarti standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang
Indonesia sendiri.Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank
Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan
penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah garis
kemiskinan (dengan kata lain miskin), maka persentase tabel di atas akan kelihatan tidak
akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank
Dunia, kalau kita menghitung angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan
kurang dari USD $2 per hari angkanya akan meningkat lebih tajam lagi. Ini menunjukkan
bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan. Laporan
lebih anyar lagi di media di Indonesia menginformasikan bahwa sekitar seperempat jumlah
penduduk Indonesia (sekitar 65 juta jiwa) hidup hanya sedikit saja di atas garis kemiskinan
nasional.Dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia
memperlihatkan penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini
akan melambat di masa depan. Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar
dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang berarti tidak
diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Namun sejalan
dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang berada di bagian paling bawah
garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk bangkit dan keluar dari kemiskinan.
Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat kemiskinan yang berjalan
lebih lamban dari sebelumnya.

6.Intervensi jangka menengah dan panjang dalam mengurangi kemiskinan dan


ketimpangn
Jawab:
mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa untuk
memperkuat infrastruktur, konekivitas yang menghubungkan antara pusat ekonomi
dan wilayah penunjang, sekaligus memperkuat pengembangan produk lokal.
reformasi anggaran subsidi. Alokasi untuk subsidi BBM dialihkan menjadi transfer ke
daerah dan dana desa (TKDD) guna mengurangi ketimpangan.
peningkatan anggaran perlindungan sosial. Penurunan subsidi yang signifikan, dari
3,4% menjadi 0,8% PDB pada periode 2015 dan 2018 dialokasikan untuk
perlindungan sosial melalui premi asuransi kesehatan masyarakat miskin serta
perluasan program bantuan sosial.
perkuatan ekonomi domestik dan tata kelola impor. Penguatan ekonomi domestik
diwujudkan melalui peningkatan kemudahan berusaha di daerah yang dipantau
dengan ketat dan kemudahan izin berusaha melalui Online Single Submission (OSS)
7.Alokasi anggaran penangulangan kemiskinan program utamarata-rata tahun 2006-
2012 disertai data dan penjelasan
Jawab :
Anggaran Kemiskinan, merupakan anggaran yang digunakan untuk mengurangi
kemiskinan termasuk didalamnya kegiatan membantu masyarakat berpenghasilan
rendah, penanggulangan kemiskinan, dan pencegahan kemiskinan, diantaranya belanja
Pemerintah Pusat (Anggaran beberapa program/kegiatan pada beberapa KL
(Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sosial) dan non K/L, melalui Subsidi
Pangan (Subsidi Beras untuk Masyarakat Miskin) dan Pembiayaan anggaran
(penyertaan modal negara dalam mendukung Kredit Usaha Rakyat
Alokasi anggaran utama pd tahun 2006-2012:

V. apa yang ada ketahui tentang kemiskinan dan ketimpangan diera pandemi
covid19 sekarang ini. uraikan sejelas-jelasnya

Bank Dunia mengakui, pandemi Covid-19 tak hanya akan menghambat pertumbuhan
ekonomi, tetapi juga meningkatkan jumlah masyarakat miskin dan memperlebar jurang
antara si kaya dan si miskin. Untuk itu, memang diperlukan pemulihan ekonomi yang cepat,
sehingga tingkat kemiskinan semakin menurun dan ketidaksetaraan juga akan menyempit.
Bank Dunia mengeluarkan dua skenario mengenai tingkat kemiskinan bagi negara Asia
Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia, yang bisa dilihat di tahun 2023.Skenario tersebut
adalah mengenai jumlah kemiskinan di tahun tersebut bila diterapkan kebijakan (policies)
yang progresif dan sebaliknya, jumlah kemiskinan bila diterapkan kebijakan yang regresif.
Bank Dunia merinci, dengan skenario kebijakan progresif, di sini berarti ada perlakuan adil
yang menguntungkan mereka yang berpendapatan tinggi dan mereka yang berpendapatan
rendah. Dengan adanya kesetaraan, maka ini membuat bahkan 5 kelompok masyarakat
termiskin mendapatkan pendapatan rumah tangga yang layak. Kemiskinan akibat adanya
pandemi terus menyebar antarkelompok masyarakat. Kelompok yang paling terdampak
adalah masyarakat yang bekerja atau berusaha di sektor informal, diikuti sektor industri
akibat terhambatnya produksi, sektor jasa transportasi akibat kebijakan PSBB, dan anjuran
tinggal di rumah. Selanjutnya, dampak pandemi ini semakin terasa di sektor pertanian. BPS
menginformasikan bahwa 70,53% penduduk berpenghasilan rendah mengalami penurunan
pendapatan, sisanya adalah penduduk berpenghasilan menengah dan tinggi. Wabah Covid-19
telah memukul industri pariwisata dalam negeri. Sektor ini bisa dikategorikan terdampak di
awal, baik dari faktor global maupun lokal. Ketika beberapa negara memberlakukan
lockdown dan larangan kunjungan wisatawan asing, terjadi penurunan tajam jumlah
wisatawan domestik dan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Lapangan usaha
langsung terdampak pada sektor pariwisata, yaitu sektor perdagangan, reparasi mobil dan
sepeda motor; sektor transportasi dan pergudangan; serta sektor penyedia akomodasi dan
makan minum. Sektor pertanian termasuk dalam kategori yang memiliki resiliensi tinggi,
terdampak pada fase lebih akhir. Pada kuartal II-2020, saat sebagian sektor tumbuh negatif,
sektor pertanian bisa tumbuh sebesar 2,15% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Tingginya arus balik migran ke perdesaan dan kebijakan pembatasan sosial telah
menyebabkan terjadinya penurunan penanganan usaha tani dan hambatan distribusi serta
pemasaran produksi yang berakibat turunnya gairah bertani. Konsekuensinya adalah
terjadinya penurunan produktivitas yang diikuti oleh penurunan pendapatan dan konsumsi
rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai