Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI DENGAN ANSIETAS

PADA PASIEN Tn.D DI RUANG DAHLIA RSU NEGARA


PADA TANGGAL 09 FEBRUARI 2021

DOSEN PEMBIMBING

Ns. I Gusti Kade Adi Widyas Pranata., S.Kep.,MSN

CI KLINIK

Hj. Nanik Hamdani., A.Md.Kep

MAHASISWA:

Fenilia Putri

1914320064

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESI

TAHUN AJARAN 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ANSIETAS

A. KONSEP TEORI ANSIETAS


1. Definisi

Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman seakan-akan akan


terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan rasa takut.
Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya, sedangkan
ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2012). Ansietas
merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik sehingga orang
merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan
terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung beberapa
waktu (Stuart dan Laraia,1998) dalam buku (Pieter,dkk,2011)

Ansietas adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat
dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas
terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh
kecemasan tersebut. (Riyadi&Purwanto,2010)

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang


menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidak mampuan mengatasi suatu masalah
ada atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya
tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis
dan psikologis (Rochman, 2010)
2. Anatomi dan Fisiologi Ansietas
Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas menimbulkan aktivitas
involunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan diri. Serabut saraf
simpatis “ mengaktifkan” tanda-tanda vital pada setiap tanda bahaya untuk mempersiapkan
pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal melepas adrenalin (epinefrin), yang menyebabkan tubuh
mengambil lebih banyak oksigen, medilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta
frekuensi jantung sambil membuat konstriksi pembuluh darah perifer dan memirau darah
dari sistem gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis menjadi
glukosa bebas guna menyokong jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Ketika bahaya telah
berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini dan mengembalikan tubuh ke
kondisi normal sampai tanda ancaman berikutnya mengaktifkan kembali respons si mpatis
(Videbeck, 2008).
Fisiologi kecemasan
a. Menurut Guyton (2007).
Stress fisik atau emosional mengaktivasi amygdala yang merupakan bagian dari
sistem limbik yang berhubungan dengan komponen emosional dari otak. Respon emosional
yang timbul ditahan oleh input dari pusat yang lebih tinggi di forebrain. Respon neurologis
dari amygdala ditransmisikan dan menstimulasi respon hormonal dari hipotalamus.
Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF (corticotropin- releasing factor) yang
menstimulasi hipofisis untuk melepaskan hormon lain yaitu ACTH (adrenocorticotropic
hormone) ke dalam darah. ACTH sebagai gantinya menstimulasi kelenjar adrenal untuk
menghasilkan kortisol, suatu kelenjar kecil yang berada di atas ginjal. Semakin berat stress,
kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol semakin banyak dan menekan sistem imun.
Secara simultan, hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem otonom untuk
merangsang respon yang segera terhadap stress. Sistem otonom sendiri diperlukan dalam
menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi dua yaitu sistem simpatis dan
parasimpatis. Sistem simpatis bertanggung jawab terhadap adanya stimulasi atau stress.
Reaksi yang timbul berupa peningkatan denyut jantung, napas yang cepat, penurunan
aktivitas gastrointestinal. Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke
keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernapasan, meningkatkan
aktivitas gastrointestinal. Perangsangan yang berkelanjutan terhadap sistem simpatis
menimbulkan respon stress yang berulang-ulang dan menempatkan sistem otonom pada
ketidakseimbangan. Keseimbangan antara kedua sistem ini sangat penting bagi kesehatan
tubuh. Dengan demikian tubuh dipersiapkan untuk melawan atau reaksi menghindar melalui
satu mekanisme rangkap: satu respon saraf, jangka pendek, dan satu respon hormonal yang
bersifat lebih lama

b. Menurut Ganong (1998)


Reaksi takut dapat terjadi melalui perangsangan hipotalamus dan nuclei amigdaloid.
Sebaliknya amigdala dirusak, reaksi takut beserta manisfestasi otonom dan endokrinnya
tidak terjadi pada keadaan- keadaan normalnya menimbulkan reaksi dan manisfestasi
tersebut, terdapat banyak bukti bahwa nuclei amigdaloid bekerja menekan memori- memori
yang memutuskan rasa takut masuknya sensorik aferent yang memicu respon takut
terkondisi berjalan langsung dengan peningkatan aliran darah bilateral ke berbagai bagian
ujung anterior kedua sisi lobus temporalis. Sistem saraf otonom yang mengendalikan
berbagai otot dan kelenjar tubuh. Pada saat pikiran dijangkiti rasa takut, sistem saraf otonom
menyebabkan tubuh bereaksi secara mendalam, jantung berdetak lebih keras, nadi dan nafas
bergerak meningkat, biji mata membesar, proses pencernaan dan yang berhubungan dengan
usus berhenti, pembuluh darah mengerut, tekanan darah meningkat, kelenjar adrenal
melepas adrenalin ke dalam darah. Akhirnya, darah di alirkan ke seluruh tubuh sehingga
menjadi tegang dan selanjunya mengakibatkan tidak bisa tidur (Ganong, 1998).

Respon Fisiologis terhadap Kecemasan


Kardio vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi
meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.

 Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
 Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa
terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
 Gastro intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium,
nausea, diare.
 Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia,
tremor, kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

3. Faktor Predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus)


a. Faktor Predisposisi
Faktor redisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menimbulkan
kecemasan (Suliswati,2005).
Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis
yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik
antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan yang menimbulkan
kecemasan pada individu
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan individu berpikir secara
realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk mengambil keputusan yang
berdampak terhadap ego
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap
integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola
mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu
dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotransmiter gama
amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang
bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan
tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1) Ancaman terhadap intregitas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang
meliputi:
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu
tubuh, perubahan biologis normal (misalnya hamil).
b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan,
kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan internal
a) Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan tempat kerja,
penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap intergritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status
pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya . (Eko Prabowo, 2014).
4. Gangguan Terkait Ansietas
a. Etiologi
Faktor etiologi yang dapat menimbulkan kecemasan:
1. Biologi
 Reaksi otonom yang berlebih dengan naiknya tonussimpatis
 Naiknya pelepasan katekolamin
 Naiknya metabolit norepinefrin
 Turunnya masa laten tidurrapid eye movement(REM) dan stadium 4
 Turunnyagamma amino butyric acid (GABA)menyebabkan hiperaktivitas susunan saraf
pusat (GABAmenghambat aktivitas susunan saraf pusat)
 Serotonin menyebabkan kecemasan, naiknya aktivitasdopaminergik berkaitan dengan
kecemasan
 Pusat hiperaktif di korteks serebral bagian temporal
 Lokus seruleus,pusat neuronnorandrenergik,hiperaktifpadakeadaan kecemasan
2. Psikoanalitik
 Impuls tak sadar (misalnya seksual, agresivitas)mengancam muncul ke dalam
alam sadar dan menimbulkankecemasan
 Mekanisme pertahanan dipakai untuk mengatasi kecemasan
 Displacementdapat menimbulkan fobia
 Conversion, undoing, diplacement,dapat menimbulkanobsesif konvulsif
 Menghilangnya depresi dapat menimbulkan gejala panikatau gangguan kecemasan
menyeluruh
 Agrofobia berkaitan dengan hubungan bergantungbermusuhan
(hostile)denganteman serta takut impuls
 Agresif/seksual dari diri ke orang lain atau sebaliknya
3. Teori belajar
 Cemas timbul akibat frustasi atau stres. Begitu dirasakan,cemas menjadi respon
terkondisi terhadap situasi lain, yangkurang serius, frustasi atau stres
 Dapat dipelajari lewat identifikasi dan imitasi pola cemaspada orang tua (teori belajar
sosial)
 Cemas terkait stimulus mengagetkan alamiah (misalnyakecelakaan) dipindahkan ke
stimulus lain melaluipengkondisian dan menimbulkan fobia
Sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasanbersifat lebih umum, dapat
berasal dari berbagai kejadian dalamkehidupan atau dalam diri seseorang itu sendiri.
Kecemasan timbulakibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik.
Rangsanganhttp://repository.unimus.ac.id
b. Proses Terjadinya Kecemasan
Kecemasan terjadi karena adanya rangsang yang mengenai individu dan oleh individu
rangsang tersebut diangggap sebagai sesuatu yang membahayakan atau mengancam.
Rangsang tersebut dapat berasal dari luar ataupun dari dalam diri individu. Penilaian
individu terhadap rangsang sejenis dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri,
perasaan subjektiif individu terhadap bayangan yang mencemaskan berbeda antara individu
yang satu dengan yang lainnya. Suatu stressor yang tidak mendapat makna subjektif
sebagai hal yang mengancam tidak akan menimbulkan kecemasan sesaat pada individu dan
tingkah laku cemas tidak akan muncul. Stressor yang mempunyai makna mengancam
akan meningkatkan kecemasan dasar, baik pada individu dengan kecemasan dasar
rendah ataupun tinggi. Akan tetapi, peningkatan kecemasan dasar tidak secara otomatis
merupakan peningkatan kecemasan sesaat individu. Penggunaan mekanisme pertahanan
diri yang tepat dapat meredakan peningkatan kecemasan dasar. Hal ini mungkin tidak
meningkatkan kecemasan kecemasan sesaat individu dan tingkah laku yang ditampilkan
individu bukan merupakan tingkah laku cemas, sekalipun individu mempunyai kecemasan
dasar yang besar. Sehingga tinggi rendahnya kecemasan dasar dalam diri individu tidak
merupakan hubungan linier dengan peningkatan kecemasan sesaat. Tinggi rendahnya
kecemaan dasar merupakan disposisi dalam diri individu untuk mudah atau tidaknya menjadi
cemas. Akan tetapi, dalam tingkah laku cemas yang ditampilkan merupakan interaksi dari
mekanisme pertahanan diri yang tepat akan menyebabkan kecemasan sesaat individu
menjadi lebih kecil sekalipun individu mempunyai kecemasan dasar yang besar. Demikian
juga, sebaliknya penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tidak tepat akan relatif
meningkatkan kecemasan sesaat, sekalipun kecemasan dasar individu kecil. Intensitas
tergugahnya kecemasan sesaat sebanding dengan besar kecilnya ancaman yang dihayati
individu. Semakin besar ancaman yang dirasakan, maka akan semakin besar intensitas
kecemasan sesat. Lamanya suatu rangsangan dirasakan mengancam tergantung pada
pengalaman individu dalam menghadapi situasi tertentu dimasa lalu. Kecemasaan sesaat
yang tergugah akan mengaktifkan sistem syaraf otonom dalam diri individu sehingga
terjadi reaksi-reaksi fisiologis tubuh tertentu. Individu yang dihadapkan pada rangsang
yang mengancam dan meningkatkan kecemasan sesaatnya akan berusaha untuk
mereduksi dan menghindar dari kecemasan tersebut sebagai upaya untuk penyesuaian diri.
c. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis kecemasan dibagi menjadi dua, yaitu:
 Gejala Psikis
Penampilan berubah, sulit konsentrasi, mudah marah, cepat tersinggung, gelisah, tak
bisa diam, atau timbul rasa sakit
 Gejala Somatis
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasaringan, pusing,ketegangan otot,
mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, sulit tidur dan lain-lain. Penderita
cenderung tegang terus menerus tidak mau santai dan pemikirannya penuh tentang
kekhawatiran. Pederita terkadang bicaranya cepattetapi terputus-putus.Pada
pemeriksaan fisikterdapat reaksi yang sedikit lebih cepat (kadang-kadang
hiperventilasi dengan keluhan yang menyertainya). Gejala-gejala lain berupa
depresi, amarah, perasaan tidak mampu dan gangguan psikosomatik.
d. Komplikasi
a) Depresi
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan
yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, dan
tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan
dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison, 2006: 372). Rathus (Lubis, 2009:13)
menyatakan orang yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang
meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan gerakan tingkah laku serta kognisi.
Menurut Atkinson (Lubis, 2009:13) depresi sebagai suatu gangguan moodyang dicirikan
tak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan yang berlebihan,
tak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tak mampu konsentrasi, tak
punya semangat hidup, selalu tegang, dan mencoba bunuh diri.
Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik
(kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur
dan menurunnya selera makan. Depresi biasanya terjadi saat stres yang dialami oleh sesorang
tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami berkolerasi dengan kejadian dramatis yang
baru saja terjadi atau menimpa sesorang (Lubis, 2009:13)
b) Gangguan Istrahat dan Tidur
Ansietas dan istrahat tidur nyatanya saling memengaruhi satu sama lain. Semakin buruk
kualitas tidur Anda, semakin parah juga gejala ansietas yang mungkin muncul. Ini karena
dominasi pikiran negatif yang terus menyelimuti otak bisa membuat seseorang mudah stres.
Dalam jangka panjang, stres kronis dapat meningkatkan risiko insomnia yang membuat
seseorang makin susah tidur dan kemudian memicu kemunculan gejala-gejala ansietas.
c) Agitasi
Agitasi adalah perasan jengkel, gelisah, mudah tersinggung, atau marah yang dialami
seseorang. Kondisi ini umumnya dipicu oleh suatu situasi atau tekanan tertentu yang kerap
terjadi di setiap kehidupan. seseorang mungkin mengalami agitasi karena tekanan di kantor,
sekolah, atau kondisi lainnya. Meski demikian, agitasi juga bisa muncul tanpa penyebab yang
diketahui. Pada kondisi inilah, agitasi yang Anda alami perlu diwaspadai. Pasalnya, agitasi bisa
menjadi tanda dari kondisi medis, termasuk gangguan kesehatan mental, tertentu yang bisa
mengganggu kehidupan sehari-hari.
d) Paranoid
Paranoia atau sering disebut paranoid adalah pikiran dan perasaan seolah-olah Anda
terancam dan dalam bahaya, meskipun tidak ada bukti bahwa Anda sedang berada dalam
bahaya. Pikiran paranoia juga dapat digambarkan sebagai delusi. Ada berbagai macam
ancaman yang mungkin Anda khawatirkan jika Anda paranoid. Bagi pengidap paranoia,
ketakutan Anda pada akhirnya akan makin besar, dan setiap orang yang Anda temui akan
ditarik ke dalam delusi tersebut dan Anda menjadi pusat alam semesta yang penuh dengan
ancaman.
5. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang Ansietas
a. Jenis Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang Ansietas
 Child Behavior Checklist (CBCL) Child Behavior Checklist
 Child Behavior Checklist
 Children’s Depression Inventory’s
b. Parameter Yang Diperiksa
 Child Behavior Checklist (CBCL) Child Behavior Checklist dibuat oleh Thomas
Achenbach, yang diawali dengan deskripsi masalah yang dihadapi orang tua dan
para profesional kesehatan mental. Deskripsi ini berdasarkan penelitian terdahulu,
literatur klinis dan konsultasi dengan psikolog klinis serta psikiater anak dan
pekerja sosial kejiwaan.
 Child Behavior Checklist merupakan skala pengukuran yang digunakan
untuk menilai prilaku dan kompetensi sosial anak pada usia 4 sampai 18 tahun.
CBCL terdiri dari 7 skala subklinikal yaitu withdrawn behaviour, somatic
complaints dan anxious/depressed, social problems, thought problems, attention
problems, delinquency behavior, aggressionbehavior. Child Behavior Checklist
merupakan formulir yang sudah distandarisasi, diisi oleh orang tua yang digunakan
untuk menilai laporan orang tua dan pribadi anak yang menggambarkan gejala
ansietas dan depresi serta keluhan somatik. Selanjutnya diperoleh skor internalisasi
(withdrawn, somatic complaints dan anxious/depressed) dan skor eksternalisasi
(aggression behavior, delinquency behavior).
 Children’s Depression Inventory’s adalah skala yang digunakan untuk menilai
gejala depresi pada anak dan remaja usia 7 sampai 17 tahun. CDI merupakan
kuesioner yang terdiri dari 27 item, dimana untuk setiap pertanyaan tersebut
mendapat skor minimal nol dan maksimal dua, skor nol menunjukkan tidak ada
gejala, skor satu untuk gejala ringan, dan skor dua untuk gejala berat. Dikatakan
gangguan depresi bila diperoleh nilai total ≥ 13. Beberapa studi mengatakan
bahwa anak dengan gangguan depresi mempunyai nilai lebih tinggi dengan
menggunakan CDI daripada anak yang tidak mengalami depresi dengan
gangguan lainnya. Children’s Depression Inventory’s digunakan sebagai alat
skrining yang berguna untuk memberikan informasi berdasarkan umur, jenis
kelamin dan gambaran tentang gejala-gejala anak yang mengalami depresi.
Berdasarkan studi epidemiologi, skala ini sudah banyak dipergunakan sebagai
skrining pada anak-anak yang mengalami depresi.
6. Penatalaksanaan Medis
a) Penatalaksanaan Terapi
 Penatalaksanaan Terapi Farmakologi
Rekomendasi Pengobatan Menurut DiPiro, et al.,2015
Anxiety Disorder First-Line Drugs Second-Line Drugs Alternative
Generalized Anxiety Duloxetine Benzodiazepines Hydroxyzine
Disoder Escitalopram Buspirone Quetiapine
Paroxetine Sertraline Imipramine
Venlafaxine XR Pregabalin
Panic Disorder SSRIs Alprazolam Phenelzine
Venlafaxine XR Citalopram
Clomipramine
Clonazepam
Imipramine
Social Anxiety Escitalopram Clonazepam Gabapentin
Disorde Fluvoxamine Citalopram Phenelzine
CRParoxetine Pregabalin
Sertraline
Venlafaxine XR
Post-Traumatic SSRIs Mirtazapine Phenelzine
Stress Disorde Venlafaxine Amitriptyline
Imipramine

 Penatalaksanaan Terapi Non Farmakologi


a) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan
setress, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Contoh tindakan relaksasi
adalah nafas dalam dan relaksasi otot.
b) Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang. Distraksi
visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi
sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur).
c) Anticipatory guidance
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri. Contoh tindakan:
sebelum klien menjalani prosedur pembedahan, perawat memberikan penjelasan/informasi
pada klien tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah punya gambaran dan akan lebih
siap menghadapi nyeri.
d) Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
e) Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon
nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini
efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada
pelipis.
f) Stimulasi kutaneus
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara ini bisa
melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan
massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan
(TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit
dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.
B. TINJAUAN TEORI MASALAH KESEHATAN PEMENUHAN ANSIETAS
1) Pengkajian
Pengkajian Fokus
1) Data Yang Perlu Dikaji
a. Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek, gelisah,
melihat sekilas sesuatu , pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling, pergerakan
lengan/tangan), Ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup,
insomnia, perasaan gelisah
b. Afektif
Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita berlebihan, nyeri
dan ketidak berdayaan meningkat secara menetap, gemertak, ketidak pastian, kekhawatiran
meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir,
prihatin dan mencemaskan
c. Fisiologis
Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi meningkat,
kesegeraan berkemih ( parasimpatis), nadi meningkat, dilasi pupil, refleks-refleks
meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur, perasaan geli pada ekstrimitas, eksitasi
kardiovaskuler, peluh meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar ,
diarhea, keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut kering, kelemahan, nadi berkurang,
wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial, berkedutan, tekanan darah menurun mual,
keseringan berkemih, pingsan, sukar bernafas, tekanan darah meningkat .
d. Kognitif
Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian, lemah,
lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain,
sukar berkonsentrasi, kemampuan berkurang terhadap:( memecahkan masalah dan belajar)
, kewaspadaan terhadap gejala fisiologis .
e. Faktor yang berhubungan
Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai / tujuan hidup,
hubungan kekeluargaan / keturunan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, interpersonal-
transmisi/penularan, krisis situasional, maturasi, ancaman terhadap konsep diri, stress,
penyalah gunaan zat,ancaman terhadap atau perubahan dalam : status peran status
kesehatan , pola interaksi, fungsi peran, lingkungan , status ekonomi ( NANDA 2005-
2006:9-11)
2) Masalah Keperawatan
a. Ansietas
b. Harga diri rendah
c. Gangguan citra tubuh
d. Koping individu inefektif
e. Kurangnya pengetahuan
3) Rencana Kepeawatan

Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Intervensi
Resiko mencederai TUM: Klien tidak mencederai diri a. BHSP dengan klien
diri sendiri, orang sendiri, orang lain dan lingkungan  Memperkenalkan diri dengan
lain dan lingkungan sopan dan ekspresi wajah
berhubungan TUK: Klien mampu mengontrol bersahabat
dengan gangguan rasa cemasnya  Tanyakan nama klien
perilaku;  Jabat tangan klien
kecemasan
b. Pasien akan terlindung dari bahaya
 Terima dan dukung pertahanan
klien
 Kenalkan realita yang
berhubungan dengan mekanisme
koping klien
 Berikan umpan balik pada klien
tentang perilaku, stressor dan
sumber koping

c. Ciptakan lingkungan tenang dan jauh


dari kegaduhan

d. Jauhkan klien dari benda yang


berbahaya seperti benda tajam
Gangguan perilaku; TUM: Klien dapat mengurangi a. Libatkan klien dalam aktivitas
kecemasan dan mengontrol kecemasannya sehari- hari
berhubungan  Beri aktivitas pada klien dan
dengan koping TUK: Klien mengenal cara- cara penguatan perilaku
individu tak efektif untuk mengurangi kecemasannya produktif.Berikan beberapa jenis
ditandai dengan latihan fisik
klien tampak  Rencanakan jadwal atau daftar
gelisah, tegang aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
 Libatkan keluarga dan sistem
pendukung lain sebanyak
mungkin

b. Klien dapat mengidentifikasi dan


menguraikan perasaan tentang
ansietas
 Bantu klien mengidentifikasi
dan menguraikan perasaan yang
mendasar.
 Kaitkan perilaku klien dengan
perilaku dan perasaan tersebut.
 Gunakan pertanyaan terbuka
untuk menghindari konflik

c. Klien dapat menguraikan rencana


koping maladaptif dan adaptif
 Gali cara pasien menurunkan
ansietasnya dimasa lalu
 Tunjukkan efek maladaptif dan
destruktif dari respon koping
sekarang.
 Dorong klien menggunakan
respon adaptif yang efektif
dimasa lalu.
4. Implementasi

Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun sesuai dengan
permasalahan keamanan yang dihadapi oleh klien. Perawat melakukan tindakan untuk mencapai
yang telah ditetapkan. Implementasi keperawatan ditujukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan keamanan klien. Karena sebagian besar tindakan keperawatan dapat diterapkan
pada semua lingkungan, maka intervensi tersebut harus terdiri dari dua bagian: pertimbangan
tahap perkembangan dan perlindungan lingkungan. Kategori pertama dari intervensi mencakup
intervensi yang spesifik untuk mengurangi risiko pada setiap kelompok perkembangan usia.
Intervensi lingkungan bertujuan untuk memodifikasi lingkungan sehingga dapat megeliminasi
atau meminimalkan bahaya yang ada atau berpotensial.
5. Evaluasi

Rencana perawatan, yang dirancang untuk mengurangi risioko pada klien dievaluasi dengan
cara membandingkan criteria hasil dengan tujuan yang ditetapkan selama tahap perencanaan. Jika
tujuan telah tercapai, maka intervensi keperawatan dianggap efektif dan tepat. Jika tidak tercapai,
maka perawat harus menentukan apakah ada risiko baru yang berkembang pada klien atau apakah
risiko sebelumnya tetap ada. Evaluasi terhadap masalah ansietas dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam mengurangi ansietas tersebtut.
1. Sudahkah ancaman terhadap integritas kulit atau sistem dari pasien berkurang dalam
sifat, jumlah, asal dan waktunya ?
2. Apakah perilaku klien mencerminkan ansietas tingkat ringan atau lebih ringan ?
3. Sudahkah sumber koping klien dikaji dan dikerahkan dengan adekuat?
4. Apakah klien mengenali ansietasnya sendiri dan mempunyai pandangan terhadap
perasaan tersebut?
5. Apakah klien menggunakan respon koping adaptif?
6. Sudahkan klien belajar strategi adaptif baru untuk mengurangi ansietas?
7. Apakah klien menggunakan ansietas ringan untuk meningkatkan pertumbuhan atau
perubahan personal?
C. DAFTAR PUSTAKA

Kurniasih Astuti (2017). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Psikologi
Ansietas. Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta.
Donsu, T.D.J. (2017). Psikologi Keperawatan, Aspek-Aspek Psikologi, Konsep Dasar
Psikologi, Teori Perilaku Manusia. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Hawari, D. (2011). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Edisi ke 2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Buchanan, H., Niven, N. (2002). Validation of Facial Image Scale to Assess Child Dental
Anxiety. Int J Paedtr Dent. Vol. 12 (1) : 47 – 52.
Fitria, Nita. Dkk. 2013. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial. Salemba
Medika, Jakarta.

D. WEB OF CAUTION (WOC)


ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI DENGAN GANGGUAN ANSIETAS
PADA PASIEN Tn.D DI RUANG DAHLIA RSU NEGARA
PADA TANGGAL 09 FEBRUARI 2021

I. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn.D

Umur : 3 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Pendidikkan : Belum sekolah

Pekerjaan : Belum kerja

Suku Bangsa : Bali

Status perkawinan : Belum menikah

Golongan Darah : Tidak terkaji

Alamat : Banjar Taman Batu Agung

No.CM : 028990

Diagnosa medis : Phymosis

Tindakan Operasi : Sirkumsisi

Tanggal MRS : 09 Februari 2021

Tanggal pengkajian : 09 Februari 2021

Jam Pengkajian : 10:00 WITA

Jaminan : BPJS
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.I
Umur : 34 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Pendidikkan : Sarjana

Pekerjaan : PNS

Suku Bangsa : Bali

Hubungan dg Klien : Ibu Banjar Taman Batu Agung

Alamat : Banjar Taman Batu Agung

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a) Saat Masuk Rumah Sakit
Pembengkakan kulit pada ujung penis
b) Saat Pengkajian
Pembengkakan kulit pada ujung penis
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan anaknya rewel dan cemas sejak 2 minggu yang lalu
karena ada pembengkakan pada ujung penisnya, pasien sempat dibawa ke
puskesmas untuk diperiksa, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
lebih lanjut ke RS. 3 hari sebelum masuk ruang rawat inap bedah, pasien
melakukan pemeriksaan di poli anak RSU Negara dan didiagnosa Phymosis
oleh dokter, dan dianjurkan untuk melakukan pembedahan sirkumsisi. Pasien
rewel karena akan dilakukan tindakan operasi.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengatakan sudah mengalami pembengkakan pada ujung
penisnya sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengalami demam.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien memiliki riwayat hipertensi yaitu nenek
4) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat masuk rumah sakit/puskesmas sebelumnya: 2 minggu lalu
karena kulit pada ujung penis menggelembung
b) Riwayat operasi sebelumnya: Tidak ada
c) Riwayat anestesi sebelumnya: Tidak ada
d) Riwayat pasien mendapatkan tranfusi darah: Tidak ada
e) Riwayat didiagnosis penyakit menular: Tidak ada
5) Riwayat pengobatan/Konsumsi Obat
- Obat yang pernah dikonsumsi: Paraxion
- Obat yang sedang dikonsumsi: tidak ada
6) Riwayat alergi : Tidak ada riwayat alergi
7) Kebiasaan
- Merokok : Tidak ada
- Alkohol : Tidak ada
- Kopi/teh/soda : Tidak ada
- Olahraga rutin : Tidak ada
c. Pola Kebutuhan Dasar
1) Udara atau oksigenasi
a) Sebelum sakit
- Gangguan pernafasan : Tidak ada
- Alat bantu pernafasan : Tidak ada
- Sirkulasi udara : Normal
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
b) Saat ini
- Gangguan pernafasan : Tidak ada
- Alat bantu pernafasan : Tidak ada
- Sirkulasi udara : Normal
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
2) Air/Minum
a) Sebelum sakit
- Frekuensi : 3-4 gelas/hari (1700cc)
- Jenis : Air putih
- Cara : Oral
- Minum terakhir : Tidak terkaji
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
b) Saat ini
- Frekuensi : 3-4 gelas/hari (1700cc)
- Jenis : Air putih
- Cara : Oral
- Minum terakhir : Tidak terkaji
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
3) Nutrisi/ makanan
a) Sebelum sakit
- Frekuensi : 2-3 kali/hari
- Jenis : Makanan padat (nasi lauk)
- Porsi : 1 porsi di habiskan
- Diet khusus : Tidak ada
- Makanan yang disukai : Semua makanan
- Nafsu makan : Normal
- Puasa terakhir : Tidak ada
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
b) Saat ini
- Frekuensi : 2-3 kali/hari
- Jenis : Makanan padat
- Porsi : 1 porsi di habiskan
- Diet khusus : Tidak ada
- Makanan yang disukai : Semua makanan
- Nafsu makan : Normal
- Puasa terakhir : Tidak ada
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
4) Eliminasi Frekuensi
a) BAB
a) Sebelum sakit
- Frekuensi : 1-3 x/hari
- Konsistensi : Lembek
- Warna : warna feses
- Bau : Bau khas feces
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
b) Saat ini
- Frekuensi : 1-3 x/hari
- Konsistensi : Lembek
- Warna : warna feses
- Bau : Bau khas feces
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
b) BAK
a) Sebelum sakit
- Frekuensi : 8-10 x/hari jumlah urin banyak
- Konsistensi : Normal
- Warna : warna khas urine
- Bau : Amoniak
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Ujung penis kembung saat BAK
- Lainnya : Tidak ada
b) Saat ini
- Frekuensi : 6-8 x/hari jumlah urin banyak
- Konsistensi : Pertama kencing lancar,
selanjutnya netes
- Warna : warna khas urine
- Bau : Amoniak
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Kulit ujung penis menggelembung
- Lainnya : Lubang penis kecil
-
5) Pola aktivitas dan istirahat
a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total

b) Istirahat Dan Tidur


a) Sebelum sakit
(a) Frekuensi beraktivitas lebih banyak dari pada waktu beristirahat
(b) Tidak ada gangguan istrahat dan tidur
(c) Frekuensi jam tidur: malam 10-13 jam, siang 1 jam
b) Saat ini
(a) Frekuensi beraktivitas lebih banyak dari pada waktu beristirahat
(b) Tidak ada gangguan istrahat dan tidur
(c) Frekuensi jam tidur: tidak terkaji selama 1x24 jam
6) Interaksi sosial
a) Hubungan dengan Lingkungan : Pasien dapat beraktivitas di
lingkungannya
b) Hubungan dengan keluarga : Pasien dapat berinteraksi dengan
keluarga terdekatnya
c) Hubungan dengan teman : Hubungan pasien dengan temannya
kurang baik, sejak sakit pasien merasa tidak aman dan nyaman
saat bermain
7) Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman : Pasien merasa kurang aman karena ketakutan
melihat kulit penisnya yang menggelembung
- Rasa Nyaman : Pasien merasa kurang nyaman saat BAK karena
kulit penis menggelembung
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan :Pasien memanfaatkan
puskesmas dan Rumah Sakit setempat
8) Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam kelompok
sosial sesuai dengan potensinya.:
- Konsumsi vitamin : Tidak terkaji
- Imunisasi : Lengkap
- Olahraga : Tidak pernah
- Upaya keharmonisan keluarga : Terjalin baik
- Stress dan adaptasi : Pasien rewel
2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : Eyes: 4 Verbal: 5 Motorik: 6
Penampilan : Pasien tampak rewel dan ketakutan
Tanda-tanda vital : Nadi:120 x/mnt, Suhu: 36oC. TD: 90/70 mmHg, RR:
24x/mnt, SpO2: 99%,
Berat Badan : 13,5 kg
Tinggi Badan : 89 cm

2) Pemeriksaan Kepala
a) Inspeksi
Bentuk kepala: normochepalus / normal), kesimetrisan (+),luka (-), darah
(-), trepanasi (-), kebersihan (+), persebaran rambut (merata/), rambut
rontok (-).
b) Palpasi
Nyeri tekan: Tidak terkaji
Edema: Tidak terkaji

3) Pemeriksaan Wajahs
Inspeksi
Ekspresi wajah: menangis dan cemas, dagu kecil (-), Edema (-),
Kelumpuhan otot-otot fasialis (-) sikatrik (-), micrognathia (-), rambut
wajah (-) kondisi wajah: tampak takut.

4) Pemeriksaan Mata
a) Inspeksi
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+),
Kelopak mata / palpebra: oedem (-), ptosis (-), peradangan (-)
luka (-), benjolan (-), Bulu mata : tidak rontok,
konjunctiva dan sclera :merah muda, sklera putih, Warna iris : hitam,
Reaksi pupil terhadap cahaya : (miosis)
Pemeriksaan Visus
Dengan Snelen Card : Tidak terkaji
Tanpa Snelen Card : Tidak terkaji
Pemeriksaan lapang pandang : Tidak terkaji
b) Palpasi
Pemeriksaan tekanan bola mata: Tidak terkaji

5) Pemeriksaan Telinga
 Inspeksi dan palpasi
(1) Amati bagian telinga luar : bentuk kiri dan kanan simetris, Warna :
warna kulit. lesi (-), nyeri tekan (-), peradangan (-), penumpukan
serumen (-).
(2) Dengan otoskop periksa membran tympany amati perdarahan: tidak
terkaji, perforasi: tidak terkaji
(3) Uji kemampuan kepekaan telinga : Tidak terkaji
(a) Tes bisik : Tidak terkaji
(b) Dengan arloji : Tidak terkaji
(c) Uji weber : Tidak terkaji
(d) Uji rinne : Tidak terkaji
(e) Uji swabach : Tidak terkaji

6) Pemeriksaan Hidung
 Inspeksi
(1) Bentuk tulang hidung dan septum nasi: tidak ada pembengkakan
(2) Meatus : perdarahan (-), Kotoran (-), Pembengkakan (-), pembesaran
/ polip (-)

7) Pemeriksaan Mulut dan Faring


 Inspeksi
(1) Bibir :
Bentuk simetris, warna bibir : merah muda, lesi (-), Bibir pecah (-),
(2) Gigi ,gusi, dan lidah :
Caries: tidak terkaji, Kotoran: tidak terkaji, Gigi palsu: tidak terkaji,
Gingivitis: tidak terkaji, Bentuk gigi seri menonjol: tidak terkaji
(3) Lidah :
Warna lidah : merah muda, Perdarahan: tidak terkaji, Abses: tidak
terkaji
(4) Orofaring atau rongga mulut :
Bau mulut : tidak terkaji, Benda asing : tidak ada
(5) Tonsil: Tidak ada pembesaran
(6) Perhatikan suara klien: Tidak berubah
(7) Malampati score: tidak terkaji
(8) Buka mulut : tidak terkaji

8) Pemeriksaan Leher
 Inspeksi
(1) Bentuk leher (simetris), peradangan (-), jaringan parut (-),
perubahan warna (-), massa (-)
(2) Kelenjar tiroid, Tidak terkaji
(3) Vena jugularis : Tidak terkaji
(4) Pembesaran kelenjar limfe: Tidak terkaji, posisi trakea (simetris)
(5) Pemeriksaan leher : dari pangkal leher ke angulus mandibular :
Tidak terkaji
(6) Pergerakan rahang ke depan : dapat dilakukan
(7) Fleksi/ekstensi kepala dan leher : dapat dilakukan
9) Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
 Inspeksi
(1) Bentuk (simetris), pembengkakan: tidak terkaji
(2)Kulit payudara: warna kulit: tidak terkaji, perubahan warna: tidak
terkaji
(3)Putting : pembengkakan: tidak terkaji
 Palpasi
Nyri tekan: tidak terkaji, benjolan massa: tidak terkaji
10) Pemeriksaan Torak
a. Pemeriksaan Thorak dan Paru
 Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest), susunan ruas tulang belakang : tidak
terkaji, bentuk dada (simetris), keadaan kulit : tidak terkaji
- Retrasksi otot bantu pernafasan: tidak terkaji
- Pola nafas : Eupnea
- Cianosis: tidak terkaji, batuk : Tidak ada
 Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : tidak terkaji
 Perkusi
Area paru : tidak terkaji
 Auskultasi
- Suara nafas
Area Vesikuler : tidak terkaji, Area Bronchial : tidak terkaji, Area
Bronkovesikuler : tidak terkaji
- Suara tambahan
Terdengar : tidak terkaji
b. Pemeriksaan Jantung
 Inspeksi
Ictus cordis : tidak terkaji
 Palpasi
Palsasi pada dinding torak teraba : tidak terkaji
 Perkusi
Batas-batas jantung normal
Batas atas : ICS II : tidak terkaji
Batas bawah : ICS V : tidak terkaji
Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra : tidak terkaji
Batas Kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra : tidak terkaji
 Auskultasi
BJ I : tidak terkaji
BJ II : tidak terkaji
Bunyi jantung tambahan : BJ III : tidak terkaji

11) Pemeriksaan Abdomen


a) Inspeksi
- Bentuk abdomen : ( datar )
- Massa/Benjolan (-), Kesimetrisan (+),
- Bayangan pembuluh darah vena (-)
b) Auskultasi
- Frekuensi peristaltic usus : tidak terkaji, borborygmi: tidak terkaji
c) Palpasi
- Hepar: Nyeri tekan: tidak terkaji, pembesaran : tidak terkaji
- Lien: Pembesaran lien : tidak terkaji
- Appendik: Titik Mc. Burney . nyeri tekan: tidak terkaji, nyeri lepas:
tidak terkaji, nyeri menjalar kontralateral: tidak terkaji, Shiffing
Dullnes: tidak terkaji, Undulasi: tidak terkaji
- Ginjal :Nyeri tekan: tidak terkaji, pembesaran : tidak terkaji

12) Pemeriksaan Tulang Belakang :


a) Inspeksi
Kelainan tulang belakang: Kyposis (-), Scoliosis(-), Lordosis (-)
Perlukaan (-), infeksi (-), mobilitas: pasien bergerak dengan leluasa
b) Palpasi
Fibrosis: tidak terkaji, HNP: tidak terkaji

13) Pemeriksaan Genetalia


1) Inspeksi
- Rambut pubis (-), lesi (-), benjolan (-),
- Lubang uretra : penyumbatan (+), Hipospadia (- ), Epispadia (- )
- Terpasang kateter (-)
- Lainnya : Kulit preputium menggelembung (+)
2) Palpasi
- Penis : nyeri tekan (+), Pembengkakan (+),urin tidak lancar (+)
- Scrotum dan testis : benjolan (-), nyeri tekan (-),
- Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum :
Hidrochele (-), Scrotal Hernia (-), Spermatochele: tidak terkaji
Epididimal (+) Epididimitis (-), Torsi pada saluran sperma (-),
Tumor testiscular (-)

14) Pemeriksaan Anus


a) Inspeksi
- Atresia ani: tidak terkaji, tumor: tidak terkaji, haemorrhoid: tidak
terkaji, perdarahan: tidak terkaji
Perineum : jahitan: tidak terkaji, benjolan: tidak terkaji
b) Palpasi
- Nyeri tekan pada daerah anus: tidak terkaji

15) Pemeriksaan Ekstremitas


a) Ekstremitas Atas
1) Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-),
terpasang gips (-), traksi (-), atropi otot (-)
IV line: Terpasang di tangan kiri, ukuran abocath: 24G, tetesan: 20
TPM
2) Palpasi
CRT: (+), Edema : (-), nyeri tekan (-)
Lakukan uji kekuatan otot : 5
b) Ekstremitas Bawah :
1) Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-),
terpasang gips (-), traksi (-), atropi otot (-)
2) Palpasi
Edema : (- ), nyeri tekan (-)
Lakukan uji kekuatan otot : 5
Kesimpulan palpasi ekstermitas :

(1) Edema : Tidak ada

555 555
(2) uji kekuatan otot : 555 555
555
555
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual –
muntah (-) riwayat kejang (-), penurunan tingkat kesadaran (-), riwayat
pingsan (-),
2) Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius : tidak terkaji
Nervus II, Opticus : pasien dapat melihat dengan jelas
Nervus III, Ocumulatorius : pasien dapat menggerakkan bola mata
keatas
Nervus IV, Throclearis : pasien dapat menggerakkan atau memutar
bola mata
Nervus V, Thrigeminus :
(1) Cabang optalmicus : tidak terkaji
(2) Cabang maxilaris : pasien dapat mengatupkan gigi dan
menutup mulut
(3) Cabang Mandibularis : dapat mengunyah dan menutup mulut
Nervus VI, Abdusen : pasien dapat menggerakkan mata ke sisi kiri dan
kanan
Nervus VII, Facialis : pasien dapat mengerutkan dahi
Nervus VIII, Auditorius : pasien dapat mendengar dengan jelas
Nervus IX, Glosopharingeal : tidak terkaji
Nervus X, Vagus : tidak terkaji
Nervus XI, Accessorius : tidak terkaji
Nervus XII, Hypoglosal : tidak terkaji
3. Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris), atropi (-) kekuatan otot : tidak terkaji
4. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer: tidak terkaji
Menguji sensasi panas / dingin : tidak terkaji
5. Memeriksa reflek kedalaman tendon : tidak terkaji
3. Data Penunjang Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HB 10,2 gr/dl 13,2 – 17,3 gr/dl
HCT 32,8 % 40,0 50,0 %
WBC 9,5 10^3/µ 4,0 – 10,0 10^3/µ
PLT 600 10^3/µ 4,40 – 5,50 10^3/µ
LYM 4,7 10^3/µ 1,0-5,5 10^3/µ
MON 0,7 10^3/µ 0,1-1,0 10^3/µ
GRA 4,1 10^3/µ 2,0-8,0 10^3/µ
LYM% 49,9 % 25-50 %
MON% 7,1 % 2,0-11,5 %
GRA% 43,0 % 50-85,0 %
GDS 94 mg/dL 70-150 mg/dL
UREUM 14 mg/dL 7-20 mg/dL
KREATININ 0.7 mg/dL 0,6-12 mg/dL
SGOT 42 µ/L 3-45 µ/L
SGPT 35 µ/L 0-35 µ/L

b. Pemeriksaan Radiologi :
 Cor: Bentuk dan ukuran normal
 Pulmo: tak tampak infiltar, tak tampak kelainan
 Sinus phrenicocostalis kanan-kiri tajam
 Hemidiafragma kanan-kiri normal
 Tulang-tulang normal
Hasil pemeriksaan radiologi: Foto thorax normal

4. Therapi Saat ini


1) Injeksi ceftriaxone 1gr/premedikasi
B. Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem

1 DS : Ibu pasien mengatakan setiap Pre operasi Ansietas



anaknya BAK kulit ujung penis
Kurang Pengetahuan
anaknya menggelembung ↓
hingga membuat pasien cemas Cemas
dan sering rewel

Ibu pasien mengatakan baru


pertama kali anaknya akan
dioperasi

DO : Pasien tampak rewel

II. Problem (Masalah Kesehatan Anestesi)


a) Ansietas
III. Rencana Intervensi

Nama : Tn. D No.CM : 222184


Umur : 3 Tahun Diagnosa : Ansietas
Jenis Kelamin : Laki-laki Ruang : Dahlia

Problem Nama
No Rencana Intervensi &
(Masalah
Kesehatan Paraf
Anestesi) Tujuan Intervensi

I Ansietas Setelah dilakukan asuhan 1) Lakukan kunjungan 1 jam Feni


keperawatan anestesiologi sebelum tindakan operasi
selama 1x24 jam diharapkan 2) Berikan kesempatan pasien
kecemasan pasien berkurang untuk mengungkapkan
dengan kriteria hasil : perasaan kecemasannya dan
1) Pasien tidak lagi merasa lakukan KIE pada pasien
cemas dan takut untuk dengan cara pendekatan yang
doperasi sesuai untuk anak-anak:
2) Pasien tidak lagi terlihat yakinkan pasien bahwa proses
rewel operasi tidak berbahaya, terus
berikan dukungan pada pasien.
IV. Implementasi dan Evaluasi

Nama : Tn.D No.CM : 222184


Umur : 3 Tahun Diagnosa : Ansietas
Jenis Kelamin : Laki-laki Ruang : Dahlia

No Hari/Tanggal/ Masalah Tindakan Evaluasi Paraf


Kesehatan
Jam
Anestesi

1 09 Februari Ansietas 1) Melakukan kunjungan pra operasi S : Ibu pasien Feni


2021 1 jam sebelum dilakukan tindakan mengatakan
Pukul 11.00 operasi anaknya sudah
WITA
2) Memberi kesempatan pada pasien tidak merasa
untuk mengungkapkan perasaan cemas dan takut
cemas dan melakukan KIE pada untuk dioperasi
pasien dengan cara pendekatan O : Pasien sudah
yang sesuai untuk anak-anak: tidak rewel
meyakinkan pasien bahwa proses A : masalah
operasi tidak berbahaya, terus teratasi
memberi dukungan pada pasien, P : Pertahankan
intervensi
V. Catatan Perkembangan

Nama : Tn.D No.CM : 222184


Umur : 3 Tahun Diagnosa : Ansietas
Jenis Kelamin : Laki-laki Ruang : Dahlia

No Tanggal Problem Catatan Perkembangan Paraf


( Masalah )

1 09 Februari 2021 Ansietas S : Ibu pasien mengatakan anaknya Feni

Pukul 12.00 sudah tidak merasa cemas dan takut


WITA untuk dioperasi
O : Pasien sudah tidak rewel
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
RESUME KASUS DENGAN GANGGUAN POLA ELIMINASI
FEKAL (KONSTIPASI) PADA Ny.S DI RUANG DAHLIA RSU NEGARA
PADA TANGGAL 17 FEBRUARI 2021

Pengkajian (Data fokus)


Nama : Ny. S
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Bali
Status perkawinan : Kawin
Golongan darah :O
Alamat : Banjar Munduk Kendung, Berangbang
No. CM : 148330
Diagnosa Medis : Appendic Acute
Tanggal Masuk RS : 16 februari 2021 pukul 06:00 Wita
Tanggal pengkajian : 17 februari 2021
Jam Pengkajian : 09.00 wita
Jaminan : BPJS
Data Subyektif : Pasien mengatakan belum bisa BAB sejak sehari
sebelum masuk rumah sakit
Data Obyektif : Pasien mengeluh susah untuk melakukan BAB
TTV:
TD : 120/80 mmHg
S : 36,5°C
RR : 19×/menit
N : 89×/menit
SpO2 : 98%
Masalah Kesehatan : Gangguan pola eliminasi fekal (konstipasi)
Masalah Nama
Kesehatan Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi &
Paraf
Gangguan setelah 1. observasi TTV 1. Mengobservasi S: pasien Feni
pola dilakukan pasien TTV pasien mengatakan sudah
eliminasi asuhan 2. Observasi BAB 2. Mengobservasi bisa BAB
fekal keperawatan pasien beberapa BAB pasien O: pasien sudah
(konstipasi) anestesi 1×24 jam setelah beberapa jam bisa BAB
jam operasi setelah operasi A: Masalah teratasi
diharapkan 3. Anjurkan pasien 3. Memberi edukasi P: intervensi
gangguan pola mengonsumsi mengonsumsi dihentikan,
eliminasi makanan dan makanan dan pertahankan
fekal dapat buah-buahan buah-buahan yang kondisi pasien
teratasi yang berserat mengandung
dengan seperti pepaya banyak serat
kriteria apel dll seperti buah
hasil: pasien pepaya, apel dll
mampu
melakukan
BAB

Anda mungkin juga menyukai