Diriwayatkan oleh Abu hurairah r.a. beliau berkata, Rasulullah saw
bersabda :
"apabila seseorang ingin tidur, hendaklah dia menyimpulkan penghujung
kainnya lalu lalu membuang debu-debu yang ada kemudian membaca :
4. perkara yng diperkuat oleh rasulullah saw sebagi pemula, dan dikenal dengan
sifatnya yang syar'iyah baik wajib, mandub, dan boleh, karena hal tersebut
merupakan tasyri' bagi umat. Sebagaimana firmman Allah swt yang artinya
"Sungguh rasul muhammad saw adalah contoh suri tauladan yang baik bagi
kamu sekalian".
5. perkara yang diperbuat oleh rasulullah saw akan tetapi tidak diketahi sifatnya
sebagai hukum syara', seperti perbuatannya dalam senantiasa melakukan
ibadah qiyamul lail bagi rasul wajib, tidak bagi umat kecuali hanya mustahab
saja. Sebagai mana firman allah swt :
Pengertian Hadits Mutawatir. Mutawatir menurut bahasa berarti المتتابعyang berarti yang
berlanjut, berurutan. Artinya Sesuatu yang datang kemudian atau secara beriring-iring antara
yang satu dengan lainnya tanpa adanya jarak.
ﻤﺎﺭﻭﺍﻩ ﺠﻤﻊ ﺘﺤﻴﻝ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﺘﻭﺍﻁؤﻫﻡ ﻋﻟﻰ ﺍﻟﻜﺫﺏ ﻋﻥ ﻤﺜﻠﻬﻡ ﻤﻥ ﺍﻭﻝ ﺍﻠﺴﻨﺩ ﺍﻠﻰ ﻤﻨﺘﻬﺎﻩ
Hadits mutawatir ialah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang menurut adat,
mustahil mereka sepakat untuk berdusta, mulai awal sampai akhir mata rantai sanad,pada
setiap tabaqat atau generasi.
Dari definisi diatas, dapat dipahami bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang menurut adat, pada umumnya dapat
memberikan keyakinan yang mantap, terhadap apa yang telah mereka beritakan, dan mustahil
sebelumnya mereka bersepakat untuk berdusta, mulai dari awal matarantai sanad sampai pada
akhir sanad.
Dalam hadits mutawatir, para ahli berbeda-beda dalam memberikan tanggapan, sesuai
dengan latar belakang disiplin ilmu yang dimiliki mereka masing-masing, diantaranya ialah:
1. Ahli hadits mutaqaddimin, tidak terlalu mendalam dalam memberikan bahasan, sebab hadits
mutawatir itu pada hakikatnya tidak dimasukkan ke dalam peembahasan masalah-masalah:
- Ilmu isnad yaitu ilmu mata rantai sanad, artinya sebuah disiplin ilmu yang hanya membahas
masalah shahih tidaknya, di amalkan dan tidaknya.
- Ilmu rijal al-hadits, artinya semua pihak yang terkait dalam soal periwayatan hadits dan
metode penyampaian hadits.
Oleh sebab itu, jika status hadits itu mutawatir, maka kebenaran didalamnya wajib di yakini
dan semua isi yang terkandung didalamnya wajib di amalkan, sekalipun diantara perawinya
orang kafir.
2. Ahli hadits mutaakhirin dan ahli Ushul berkomentar bahwa hadits dapat disebut dengan
mutawatir jika memiliki kriteria-kriteria sebagaimana yang dijelaskan berikut ini:
b. Kriteria Hadits mutawatir
Adapun criteria yang harus ada dalam hadits mutawatir adalah sebagai berikut:
1. Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
Maksudnya secara umum sejumlah besar periwayat tersebut bisa memberikan suatu
keyakinan yang mantap bahwa mereka tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, tanpa
melihat berapa jumlah besar perawinya.
2. Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan thabaqat
(generasi) berikutnya.
Maksudnya jumlah perawi generasi pertama dan berikutnya harus seimbang, artinya jika
pada generasi pertama berjumlah 20 orang, maka pada generasi berikutnya juga harus 20
orang atau lebih. akan tetapi jika generasi pertama berjumlah 20 orang, lalu pada generasi
kedua 12 atau 10 orang, kemudian pada generasi berikutnya 5 atau kurang, maka tidak dapat
dikatakan seimbang.
Sekalipun demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa keseimbangan jumlah pada tiap-
tiap generasi tidak menjadi persoalan penting yang sangat serius untuk diperhatikan, sebab
tujuan utama adanya keseimbangan itu supaya dapat tehindar dari kemungkinan teejadinya
kebohongan dalam menyampaika hadits.
3. Berdasarkan Tanggapan Pancaindra
Maksudnya hadits yang sudah mereka sampaikan itu harus benar hasil dari pendengaran
atau penglihatan mereka sendiri.
2. Macam-Macam Hadits Mutawatir
a. Mutawatir Lafzhi Dan Contohnya
Mutawatir Lafzhi ialah:
ﻋﻟﻰ ﺍﻟﻜﺫﺏ ﻭﻗﺎﺌﻊ ﻤﺨﺘﻟﻔﺔ ﺍﺸﺘﺭﻜﺕ ﻓﻰ2ﻫﻭ ﺍﻥ ﻴﻨﻘﻝ ﺠﻤﺎﻋﺔ ﻴﺴﺘﺤﻴﻝ ﻋﺎﺩﺓ ﺘﻭﺍﻁؤﻫﻡ
ﺍﻤﺭ ﻴﺘﻭﺍﺘﺭ ﺫﻟﻙ ﺍﻟﻘﺩﺭ ﺍﻟﻤﺸﺘﺭﻙ
Hadits Mutawatir ma’nawiy ialah kutipan sekian banyak orang yang menurut adat
kebiasaan, mereka mustahil bersepakat dusta atas kejadian-kejadian yang berbeda-beda,
tetapi bertemu pada titik persamaan
Maksudnya adalah hadits yang para perwinya berbeda-beda dalam menyusun redaksi
pemberitaan, tetapi pada prinsipnya sama.
Contoh:
ﻤﻥ2 ﺍﺒﻁﻴﻪ ﻔﻰ ﺸﻴﺊ2 ﻴﺩﻴﻪ ﺤﺘﻰ ﺭؤﻱ ﺒﻴﺎﺽ2ﻤﺎ ﺭﻔﻊ ﺼﻟﻰ ﷲ ﻋﻟﻴﻪ ﻭ ﺴﻠﻡ
ﺩﻋﺎﺌﻪ ﺍﻻ ﻔﻰ ﺍﻹﺴﺘﺴﻘﺎﺀ
Rasulullah saw tidak mengangkat ke duatangan beliau dalam berdo’a selain dalam do’a shalat
istisqa’ dan beliau sawmmengangkat tangannya tampak putih-putih ke-dua ketiaknya.
,atau wahid ), Jadi khabar wahid adalah: ﻭﺍﺤﺩ2 ﻫﻭ ﻤﺎ ﻴﺭﻭﻴﻪ ﺸﺨﺹ/ suatu habar yang
diriwayatkan oleh orang satu. sedang menurut istilah hadits ahad ialah hadits yang tidak
memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.
Atau berarti:
ﺍﻠﺤﻴﺙ ﺍﻷﺤﺎﺩﻯ ﻫﻭ ﻤﺎ ﻻ ﻴﻨﺘﻬﻰ ﺍﻠﻰ ﺍﻟﺘﻭﺍﺘﺭ
Hadits yang tidak mencapai tingkatan hadits mutawatir.
3. HADITS MASYHUR
Arti Masyhur
ﻤﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺜﻼﺜﺔ ﻔﺄﻜﺜﺭ ﻭ ﻠﻡ ﻴﺘﺼﻝ ﺩﺭﺠﺔ ﺍﻠﺘﻭﺍﺘﺭ
Hadits masyhur ialah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, selama tidak
mencapai tingkatan mutawatir.
Dalam menanggapi masalah ini, sebagian ulama mengatakan bahwa hadits masyhur
itu sama dengan hadits mustafidl. sedang yang lain mengatakan berbeda, jika mustafidl
perawinya berjumlah tiga orang atau lebih sedikit,mulai dari generasi pertama sampai
terakhir. Dan hadits masyhur lebih umum dari pada mustafidl, artinya jumlah perawi dalam
tiap-tiap genarasi tidak harus sama atau seimbang, sehingga jika generasi pertama sampai
generasi ketiga perwinya hanya seorang, tetapi generasi terakhir jumlah perawinya beanyak,
maka hadits ini dinamakan hadits masyhur, sebagai contoh:
- Hadits masyhur, ditakhrij imam Bukhari dari Ibnu ‘Umar:
- ﻘﺎﻝ ﺭﺴﻭﻝ ﺍﷲ ﺼﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻟﻴﻪ ﻭ ﺴﻠﻡ ﺍﻨﻤﺎ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺒﺎﻠﻨﻴﺎﺕ ﻭ ﺇﻨﻤﺎ ﻟﻜﻝ ﺍﻤﺭﺉ ﻤﺎ
ﻨﻭﻯ
Rasulullah saw bersabda sesungguhnya sahnya amal perbuatan itu dengan niat dan bagi tiap-
tiap orang mendapatkan apa-apa yang telah ia niati.
A.Pembagian Hadist
Mayoritas pakar ulama hadis Nabawi telah membagi atas dua bagian yaitu hadis Maqbul
dan Mardud.
Maqbul: yang artinya bahwa semua orang yang telah meriwayatkan hadits itu sudah menetapi
syarat untuk diterima oleh karena itu hadis yang mereka riwayatkan menurut ulama'
dinamakan "Maqbul".
Mardud: artinya adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tidak menetapi syarat-syarat
diterima dan oleh karena ilmu hadis yang dia riwayatkan tadi menjadi hadis "Mardud".
Maqbul adalah hadis yang oleh ulama mustlalah dinamakan "Hadis Sahih". Mardud menurut
ulama Musthalah dinamakan "Hadis da’if".
Dan syarat-syarat diterima pada rawi itu terkadang sempurna dan kurang sempurna yang
mana bisa menjadikan atas dua derajat: derajat yang tinggi dan derajat yang rendah, maka
hadis yang mengandung sifat yang tinggi itulah hadis sahih dan bila mengandung agak lebih
dan sedikit darinya itulah Hadis Hasan.
Dari sinilah bisa diintisarikan: Bahwasannya hadis itu terbagi atas tiga macam "sahih",
"hasan" dan "da’if".
Telah menceritakan kepadaku Abdullah Ibn Yusuf berkata : telah menceritakan kepadaku
malik dari Abi Zanad dari A’raj dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw, bersabda
makanan orang dua sebaiknya cukup untuk orang tiga. (HR. Bukhari dalam kitab al-ad’am)
Maka hadis ini adalah muttasil sanadnya artinya bahwa Imam Buchari pernah mendengar
dari Abdullah hadis ini, dan Abdullah pernah mendengar hadis ini dari Malik, dan Malik
mendengar Hadis ini dari Abi Zanad, dan Zanad mendengar dari al-A'raj, dan dia mendengar
dari Abi Hurairah dan Abi Hurairah mendengar dari Rasulullah.
Sanad ini bisa menerapkan adanya rawi yang semasa dengan orang sebelumnya, dan orang
sebelumnya seperiode dengan orang atasnya, sehingga mungkin atas kenyataan mendengar
dan muttsasilnya.
Kedua: Rawi yang adil.
Hendaknya setiap rawi hadis dalam sanad adalah rawi yang adil.
Adil: rawi yang muslim, selamat dari fasiq dan melakukan sifat-sifat yang keji, orang kafir
fasiq, gila dan orang yang tidak dikenal, mereka itu adalah bukan "Adil". Lain halnya orang
perempuan, maka dia "Maqbul Riwayah" asal dia "Muslimah" tidak fasiqah dan terhindar
dari sifat-sifat keji.
Begitu pula hamba sahaya diterima riwayatnya bila dia muslim selamat dari fasiq dan
perbuatan keji.
Dan bisa kita katakan bahwasannya rawi yang adil itu artinya "bersih" lakunya dan
kehidupannya dan beretika, dan masih ada lagi syarat, "alim". Karena perawi tidak akan adil
saleh bertaqwa, kalau tidak tahu dan yakin atas periwayatannya, dan sebaliknya dengan arti
sifat tersebut tidak menetapkan adanya rawi tersebut mengetahui dan yakin dalam
riwayatnya. Kalau rawi tadi adil shalih dan bertaqwa oleh karena itu para ulama'
mensyaratkan pada rawi untuk dinyatakan dnegan sifat lain, yaitu rawi harus alim, yakind an
menyatakan dalam riwayatnya. Syarat tersebut yang oleh ulama ibaratkan degan sebutan
"Tamam dabti" yang sebagai syarat yang ketiga dari syarat hadis sahih.
Ketiga: sempurna kecermatannya, maksudnya adalah adanya rawi hadis di tingkat derajat
yang tinggi, seperti ia mendengar sesuatu di dalam hatinya, yang sekira mungkin menggugat
ketika ia menghendaki. Lain halnya orang yang sering lupa, banyak kesalahan dan lemah
kekuatan hafalannya.
Keempat: sunyi dari "syuduz" yaitu rawi yang "siqah" tidak menyalahi rawi yang lebih
"sahih" dari padanya.
Kelima: sunyi dari "illah" yaitu hendaknya dalam hadis tidak terdapat "illah". Adapun illah
adalah sifat yang samar yang bisa mencelahkan diterimanya hadis, dan lebih jelasnya adalah
selamat dari sifat tersebut.
2.Hadis Hasan
Hasan menurut bahasa: sesuatu yang diingini oleh nafsu.
Menurut istilah: hadis yang muttassil sanadnya diriwayatkan rawi adil. Dhabitnya dari derajat
hadis shahih, dan juga harus sunyi dari "syudud" dan "illah".
Adapun syaratnya ada lima :
Pertama :muttassil sanadnya
Kedua :rawi yang adil
Ketiga :rawi yang dabit (maksudnya ke dalam rawi tersebut lebih rendah dari pada rawi hadis
sahih yakni lemah dhabitnya)
Keempat :sunyi dari syuduz
Kelima :sunyi dari illah.
Maka jelaslah ketentuan syarat tersebut. Bahwasannya syarat-syarat hadis adalah sama
dengan syaratnya hadis sahih, kecuali syarat yang ketiga yaitu "dhabit" sebab syaratnya ini
dalam hadis shahih adalah berada di derajat yang tinggi. Sedang adapun dalam hadis tidak
disyaratkan. Cukup hanya "lemah dabitnya".
Contoh :
حديث محمد بن عمرو بن علقمة عن أبى سلمة عن ابى هريرة رضى هللا عنه.
Hadis Muhammad Ibn Amar Ibn Al-qamah dari Abi Salamah dari Abu Hurairah Ra.
Muhammad bin Amar adalah sudah terkenal terpercaya, tapi dia tidak kuat hafalannya.
Hukum Hadis Hasan :
Hukumnya sebagaimana hadis sahih untuk dibuat "Hujjah" (dasar) dan diamalkan, meskipun
lebih rendah kekuatannya dengan hadis shahih. Oleh karena itu apabila ada pertentangan,
hadis sahihlah yang harus didahulukan, karena lebih tinggi derajatnya dari pada hadis hasan.
Karena hadis hasan adalah berkurang dengan perawi hadis sahih dalam hafalan dan
dhabitnya. Adapun perawi hadis sahih adalah teguh dalam hafalan dan dhabitnya.
3.Hadis Da’if
Da'if menurut bahasa dari kata الضعفdibaca fatkah dan dhammah. Kata "dai’f" lawan kuat,
menurut istilah hadis da’if adalah hadis yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan hadis
sahih dan hasan. Hadis ini bisa dikatakan hadis mardud.
Contoh :
و22وه روى عن أبي قيس االودى22ه ي22عيف الن22ذا ض22 (ان النبى صلى هللا عليه وسلم توضأ ومسح على الجوربين) فه:حديث
ضعيف.
"Bahwasannya Rasulullah berwudhu dan mengusap kedua kaos kaki" ini hadis dha'if karena
diriwayatkan dari "Abi Qais al-Audi".
Pembangiannya :
Para ulama' berselisih pendapat atas pembagiannya. Sebagian mereka ada yang mengatakan
delapan puluh satu bagian ada yang empat puluh sembilan dan empat puluh tiga bagian,
tetapi kesemuanya pembagian ini tdiak ada faidahnya. Imam Ibnu Hajar berkata :
Hanya saja mereka yang telah berselisih dalam pembagiannya tidak
(memberikan/menerangkan) nama kepada kita macam-macamnya hanya sedikit sekali dan
mereka juga tidak mengkhususkan nama khusus atau nama tertentu tentang keadaan-keadaan
kelemahan.
Hukumnya :
Hadis da'if tidak boleh digunakan untuk masalah aqidah dan hukum, dan boleh dipergunakan
dalam "fada-ilil a'mal" Targhib dan Tarhib dan atau untuk menyebut sifat kebaikan. Tapi
dengan syarat-syarat yang terperinci.
HADIS MARFU'
Hadis yang disandarkan keapda Rasullah baik berupa perkataan, perbuatan, atau ketetapan
dinamakan "marfu'" arena ketinggian derajatnya disandarkan kepada Rasulullah. Sama juga
sanadnya muttassil atau tidak.
ابع22 وكذا لو قال التابعى أو ت. كذا اوفعل كذا كان هذا الحديث مرفوعا.فاذا قال الصحابى قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
التابعى أ و من بعدهم فإن ذلك يسمى مرفوعا.
Apabila ada Sahabat berkata Rasulullah Saw bersabda begini atau melakukan begini, maka
hadis ini dinamakam marfu'. Begitu juga apabila tabiin atau tabi'i tabiin, atau orang sesudah
mereka berkata, maka hadis tersebut dinamakan marfu'.
Termasuk juga dalam definisi ini yaitu hadis muttassil dan musnad, dan hadits yang tidak
terdapat syarat muttassil, seperti "mady mursal, mu'dlal", kecuali mauquf dan ma'tuq.
Macam-macam Rafu' :
Raf’u ada dua bagian :
Pertama: Marfu Tasrihi., hadis yang didalamnya terdapat kata-kata Rasulullah Saw bersabda
atau dari Rasulullah Saw. berbuat begini, sebagaimana keterangan yang sudah lewat di atas.
Kedua: Marfu’ hukmi, rawi tidak menjelaskan ucapannya, dengan menyebutkan Rasulullah
Saw bersabda. Marfu’ hukmi banyak macamnya. Antara lain seperti sahabat berkata :
Termasuk sunnah adalah begini. Hadis ini disebut hadis marfu’.
Hukumnya :
Bahwasanya hadis "marfu'" itu terkadang shahih, dhaif dan terkadang hasan.
HADIS MUSNAD
Musnad (dibaca fathah nun) dikatakan untuk kitab yang didalamnya terdapat kumplan-
kumpulan hadis yang diriwayatkan oleh shabat dan dikatakan untuk hadis yang akan
ta'rifnya.
Musnad adalah hadis yang muttassil dengan isnadnya dari rawi hingga sampai kepada
Rasululah sebagian pendapat mengatakan tidak demikian ta'rifnya menurut definisi ini, maka
hadis mauquf, ma'tuq, munqatiq, mu'allaq, mursal, mu'dal tidak termasuk "musnad".
Hukumnya :
Shahih, hasan, atau da'if menurut sifatnya.
HADIS MUTTASIL
Muttassil adalah: hadis yang bersambung-sambung sanadnya, atas pendengaran setiap rawi-
rawi. Rawi-rawi tersebut dari orang atasnya hingga habisnya sanad. Sama juga habisnya
sampai kepada Rasulullah atau kepada sahabat. Hadis muttasil dikatakan: "Mausul dan
Muttasil".
Dengan uraian ini maka akan diketahui bahwasannya hadis musnad lebih "khas" dari pada
hadis muttasil. Maka setiap hadis musnad dinamakan muttasil, dan tidaklah setiap hadis
muttasil dinamakan musnad.
Hukumnya: sebagaimana hadis muttasil menurut ta'rif ini maka hadis mauquf dan ma'tuq
keduanya terkadang menjadi "muttasil".
HADIS MAUQUF
Hadis yang disandarkan kepada shahabat baik berupa perkataan, perbuatan dan sama juga
bersambung sanadnya atau terputus.
Mauquf qauli seperti :
أو قال ابن مسعود كذا،رضى هللا عنه كذا قال ابن عمر.
Ibn Umar berkata begini atau Ibn Ma’ud berkata begini.
Ibnu Umar shalat witir di atas kendaraan di waktu bepergian dan lainnya. Termasukd dalam
ta'rif ini adalah hadits muttasil, munqati, mu'dlal, kecuali hadis marfu' dan mursal.
Hukumnya: seperti hadis muttasil.
HADIS MAQTU'
Maq'tu' adalah hadis yang disandarkan kepada tabi'in baik berupa perkataan atau
perbuatan. Sama juga sanadnya bersambung atau tidak, dinamakan maqtu' karena terpusatnya
hadis untuk sampai kepada shahabat atau rasulullah. Termasuk dalam definisi ini hadis
"muttasil, mu'dlal munqatiq, kecuali hadis marfu', mauquf dan mursal".
Hadisnya: bahwasannya hadis maqtu' tidak boleh dibuat hujjah, kecuali apabila ada tanda-
tanda yang menunjukkan atas "rafu' yaitu hadis marfu' hukum atau ada tanda-tanda yang
menunjukkan atas "waqf" yaitu hadis mauquf: كقول الراوى عن التابعى. Seperti perkataan rawi
dari Tabi'i dalam arti "majas" sebagian ulama mengitlakkan hadis di tempat hadis munqatiq,
begitu pula sebaliknya "yaitu mereka mengitlakkan hadis munqatiq di tempat hadis ma'tuq.
HADIS MUNQATI'
Hadis yang gugur dari sanadnya nama seorang rawi dengan syarat yang gugur tidak
shahabat, masuk dalam ta'rifmi hadis marfu', mursal-mauquf, kecuali "muttasil".
1.Sama juga rawi yang gugur tersebut di satu tepat atau lebih. Akan tetapi sekira yang gugur
tadi tidak melebihi di tiap-tiap tempat ada seorang. Maka hadis ini belum menjadi "munqati"
pada dua tempat atau tiga tempat atau lebih banyak.
2.Sama juga rawi yang gugur berada di permulaan sanad atau di tengah-tengah hadis munqati
termasuk macam-macamnya hadis dha'if.
HADIS MU'DAL
Mu'dal dengan bentuk isim mafu; menurut bahasa diambil dari perkataan mereka (Arab)
إذا أعياه أمره، أعضله فالنsi fulan telah memahyakan orang lain, apabila perkaranya menjadikan
payah orang tersebut dinamakan hadis mu'dlal, karena muhaddis yang
menceritakan/memberitakan dengan hadis tersebut seakan-akan dia mempersulit dan
memayahkannya. Sehingga orang yang meriwayatkannya tidak bisa mengambil manfaa
Mu'dal: hadis yang sanadnya ada dua orang lebih yang telah gugur di tempat manapun
berada, denagn syarat tawaly (runtut) dan berturut-turut seperti gugurnya shahabat dari tabi'in
dan tabi'in dan tabi'i-tabi'i atau dua orang sebelum tabi'i dan tabi'in.
Adapun apabila ada salah seorang yang gugur diantara dua orang kemudian ada seorang lain
yang gugur pada tempat lain dalam, maka hadis tersebut dinamakan "munqatiq" di dua
tempat, sebagaimana penjelasan yang lampau dalam hadis munqatiq.
Contoh hadis mu'dlal :
ه2وك طعام22 (للممل:ال22لم ق2ه وس22لى هللا علي2ول هللا ص2رة أن رس2 بلغنى عن ابى هري:ما رواه االمام مالك فى الموطأ انه قال
اثنان الساقط أن عن أبي هريرة فنظر عن أبيه وكسوته) فمالك يروى هذا الحديث عن محمد بن عجالن.
Hadis riwayat Imam Malik dala kitab Muwatta’ bahwa dia berkata : telah sampai padaku
berita dari abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda : bagi hamba sahaya memiliki hak
makanan dan pakaian. Imam Malik meriwaytkan hadis ini dari Muhammad Ibn Ijlan dari
ayahnya dari Abu Hurairah, kemudian dia melihat bahwa ada dua rawi yang gugur.
Masuk dalam kategori pengertian hadis ini adalah hadis marfu’ mauquf dan munqati’ kecuali
hadis muttasil.
HADIS MURSAL
Dengan bentuk isim maf’ul: diambil dari kata إرسالartinya melepaskan, karena adanya
"mursil" yang telah mengucapkan hadis itu tidak mengkayati/mengikat seluruh perawi.
Mursal: hadis yang oleh tabi'i sandarkan kepada Rasulullah, yakni bahwasannya tabi'i
berkata, berkata Rasulullah terkecuali di dalam ta'rif ini hadis muttasil, manquf, maqtu dan
masuk disalamnya hadis mu'dlal dan munqati'.
Hukum hadis mursal: hukumnya sebagaimana hadis dha'if, menurut banyaknya muhaddisin
termasuk mereka yaitu Imam Syafi'i, adapun Imam Malik, bahwasannya dia berhujjah
dengan hadis mursal, dalam hukum dan lainnya. Berhujjah dengan hadis mursal ini qaul yang
mashur baginya dan juga Imam Ahmad bin Hanbal.
Di dalam masalah terdapat perselisihan antara para ulama yang tidak diperluas dalam kitab
qaidah pokok ini.
ما رواه االمام مالك فى موطأه عن زيد بن أسلم عى عطأ بن يسار أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال (إن شدة الحر من
فيح جهنم) الحد يث.
Hadis riwayat Imam Malik dalam kitab Muwatta’nya dari Zaid Ibn Aslam dari Ata’ Ibn
Yasar bahwa Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya api neraka jahannam itu sangat panas.
Al-hadis.
HADIS MU'ALLAQ
Mu'allaq, dibaca fathah lamnya dan di tasdid diambil dari تعليق الجدار ونحوه
Mu'allaq yaitu hadis yang dibuang isnadnya baik yang dibuang itu seorang saja atupun
banyak dengan berurutan atau tidak, meskipun hingga akhirnya isnad. Hadis mu'allaq ini
termasuk macam-macamnya hadis dha'if.
Contoh :
بال سند... اوقال الزهرى هكذا. اوقال ابوهريرة,أن يقول الراوى قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم.
Seorang rawi berkata. Berkata Rasulullah atas berkata Abu Hurairah, atas Zuhri berkata
begini… tanpa menyebut sanad.
Padahal antara rawi dan Rasulullah shahabat dan tabiin lebih dari satu rawi.
Masuk di dalam ta'rif ini setiap hadis yang tidak muttasil kecuali hadis muttasil.
HADIS MUSALSAL
Musalsal dari kata تسلسلmenurut bahasa artinya berurutan, menurut istilah yaitu hadis yang
perwarinya menyebutkan satu persatu atas satu keadaan atau tingkah laku, atas satu sifat
hadis musalsal mempunyai macam-amcam termasuk
1. ل22ر ك22 فقل دب. رضى هللا عنه (يامعاذ انى أحبك،فى أحوال الرواة القولية كقول النبى صلى هللا عليه وسلم لمعاذ بن جبل
)صالة (اللهم أعنى على ذكرك وشكرك
1. Setiap ucapan rawi seperti sabda bani Saw kepada Mu’ad Ibn Jabal : ya Mu’ad
sesungguhnya saya sayang padamu bacalah setiap setelah salat, Ya Allah berilah pertolongan
padaku untukselalu mengingat pada-Mu dan bersyukur pada-Mu.
Setiap rawi-rawi hadis mengatakan kepada orang sesudahnya: ( يا فالن انى احبك...) dan hadis
musalsal tersebut dinamakan "musalsal mahabbah"
2 . ) وقال (خلق هللا األرض يوم السبت،شبك بيدى ابوالقاسم فى أحوال الرواة الفعلية كحديث أبى هريرة
1. Setiap perbuatan rawi, seperti hadis Abu Hurairah bahwa Abu Qasim telah menepukkan di
tangannku. Kemudian beliau bersabda Allah menciptakan bumi pada hari sabtu.
Setiap rawi hadis ini menepukkan tangan dengan tangannya orang yang meriwayatkan
darinya dan dia sambil berkata si fulan telah menepukkan dengan tanganku dan dia berkata : (
خلق هللا األرض......) hadis ini dinamakan "musalsal musyabakah"
3 . أو, أو كزمن الرواية أو مكانها. سمعت فالنا الخ هكذا: فيقول كل راو سمعت فالنا قال, فى أوصاف التحمل كالسماع
نحو ذلك.
Sifat-sifat tentang menerima hadis seperti mendengar setiap rawi berkata: saya mendengar si
fulan berkata: "saya mendengar si fulan …… Begini. Rawi menjelaskan musalsal itu di
dalam musa meriwayatkan hadis atas di suatu tempat dan lain-lain.
Hukum hadis musalsal: hadis musalsal jarang sekali selamat dari dha'if dalam tasasulnya.
Adapun asalnya matan itu terladang shahih akan tetapi sifat tasalsul isnadnya terkadang di
dalamnya
HADIS MU'AN'AN
Hadis mu'an'an ialah: hadis yang diriwayatkan dengan memakai lafad "an" tanpa
menerangkan "takdis-ihbar-sama'".
Hukumnya: sahih, hasan dan da'if.
HADIS MUBHAM
Hadis mubham ialah hadis yang terdapat dalam sanadnya atau matannya seorang perawi
laki-laki atau perempuan yang tidak disebut namanya.
Contohnya: عن سفيا ن عن رجل.
Hukumnya : apabila ibhamnya dalam sanad dan tidak diketahui maka hukumnya dha'if.
Adpaun apabila ibhamnya di dalam matan maka tidak membahayakan, karena tidak
dikenalnya sahabat itu tidak mempengaruhi.
HADIS MUDALLAS
Mudallas menurut bahasa diambil dari دلس artinya: campurnya padam dengan cahaya.
Dinamakan hadis mudallas karena campurnya dalam kesamaran.
Hadis mudallas ialah: hadis yang oleh seorang perawi telah menyembunyikan di dalamnya
dnegan jalan tadlis.
Macam-macam Tadlis
1.Tadlis isnad: yaitu seorang perawi menggugurkan, nama gurunya, dan naik ke guru-
gurunya atau orang yang lebih atas, yaitu orang yang si periode rawi tersebut. Maka seorang
rawi tadi langsung mengisnadkan hadis kepada guru-gurunya atau orag yang lebih atas
dengan lafad yang tidak muttasil agar dia dusta.
Contohnya :
Di dalam sanad ini terdapat Zaid dari Umarus dari Khalid dari Muhammad. Zaid
meriwayatkan hadis dari gurunya yang bernama "Muzim" dari Khalid. Sedang Zaid adalah se
periode dengan Khalid, yakni Zaid mengetahui hidupnya Khalid kemudian Zaid membuang
nama gurunya dari sanad lantas Zaid berkata dari Khalid akan tetapi dia tidak mengatakan
حدثنىatau سمعتsehingga dia tidak terus terang dusta dan ini boleh jadi juga Zaid telah benar-
benar mendengar hadis dari Khalid, karena dia mengetahui hidupnya Khalid dan seperiode.
Hukumnya: hadis yang diriwayatkan oleh "Mudallis" dengan menggunakan lafad yang
ihtimal untuk pendengaran seperti " "عنdari, maka hadis yang diriwayatkan Mudallis tadi
tidak diterima. Dan bila "Mudallis" menjelaskan di dalamnya dengan pendengaran seperti
دثى2 حdan معت2 سdan أخبرناmaka hadis riwayat "Mudallis" itu maqbal. Apabila dia seorang
"siqah".
2.Tadlis Syuyukh: yaitu seorang rawi memberi nama gurunya yang ia meriwayatkan hadis
darinya tanpa menyebut namanya yang terkenal atau menyebut dengan sifat yang tidak
mashur. Seperti kinayah lagat, nisbat, kepada negara atau qabilah. Untuk mempersulit jalan
kepada selain dia adakalanya karena seorang guru tersebut memang dha'if atau karena
seorangingin menang akan dirinya bahwasannya dialah orang yang banyak gurunya atas
karena memang seorang guru lebih muda umurnya dari pada rawai dan lain-lain.
Contohnya :
Iman Bukhari, bahwasannya nama ini adalah sangat terkenal dan kebanyakan orang awam
tidak mengetahui bahwa namanya yang asli yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim bin Muhira bin Bardiztas al-Buchari al-Ju'fy. Maka si rawi berkata: menceritakan
kepadaku Abu Abdillah Muhammad bin Ismalil Al-Habid Kisisik Ajengan Syekh.
Maka orang yang mendengar tidak mengira bahwasannya dia (Abu Abdilah) adalah Imam
Bukhari, padahal al-Buchari adalah sudah terkenal namanya laqobnya dan kinayahnya.
Contohnya ini adalah untuk mendekatkan kefahaman saji.
Bahwa hadis ii menurut jalannya adalah berupa ini dan HR. Musa bin Ulayi (didashiskan) bin
Rabah dari ayahnya dari Uqbah bin Amir, tapi dengan tambahan ( )يوم عرفةmaka hadisnya
adalah dinamakan syad karena selisih/menyalahi kepada golongan disebabkan adanya
tambahan itu.
Hukumnya
Hukumnya dha'if lain dengan mahfud bisa diterima.
Abu Hatim berkata hadis ini munkar karena selain hadis ini yang diriwayatkan rawi
terpercaya dari Abu Ishaq secara manquf yaitu makruf. Habib termasuk rawi yang tidak
terpercaya, bila ada hadis yang rawinya kurang terpercaya, maka hadisnya munkar,
sedangkan hadis riwayat yang terpercaya adalah hadis makruf.
Hukumnya
Hadis munkar adalah lemah (dhaif) dan mardud, hadis ini bisa dibuat hujjah bila menjadi
makruf.
HADIS AL-MUDRAJ
Al-Mudraj berasal dari kata idraj berarti memasukkan, memperistilah mudraj ada dua;
mudraj matan dan mudraj isnad.
Mudraj matan adalah memasukkan redaksi tambahan ke dalam matan dengan syarat rawi
sambung dengan hadis tanpa adanya penjelasan, bahwa yang dia masukkan bukan bagian dari
hadis seperti contoh hadis Aisyah :
فىحراء – وهو التعبد – الليالى ذوات العدد يتحنث:كان النبى
Nabi Saw, telah menyendiri (ibadah) di Gua Hira—beribadah--- beberapa malam.
Redaksi tambahan dari Aisyah adalah 2 وهو التعبدini tambahan redaksi dalam hadis.
Sedangkan mudraj isnad memiliki beberapa macam yang banyak sebagaimana dijelaskan
dalam kitab ulumul hadis.
Hukumnya seperti hadis di atas bisa sahih, hasan atau dho'if.
HADIS AL-MUDABBAJ
Hadis yang diriwayatkan oleh setiap teman dari teman segenerasi yaitu saudara yang
setara dalam sanad, atau memperoleh dari para Syeikh dan juga dalam matan seperti riwayat
Aisyah dari Abu Hurairah begitu sebaliknya dari riwayat Abu Hurairah dari Aisyah.
HADIS AL-MAQLUB
Hadis yang ada perubahan dengan yang lain dalam hadis.
Macam-macamnya :
Ada dua, pertama: merubah dalam sanad seperti :
1.Mendahulukan dan mengakhirkan nama rawi seperti contoh pada asalnya nama Ka'ab bin
Marrah, tetapi suatu saat menjadi Ibn Ka'ab.
2.Hadis Masyhur dari seorang rawi, atau masyhur dengan sanad tertentu, tetapi diganti
dengan yang sama dalam derajatnya (tabaqatnya) seperti contoh hadis masyhur Salim ibn
Abdullah Ibn Umar, kemudian diganti dengan Nafi', padahal keduanya adalah tabi'in.
Yang kedua: merubah dalam matan :
Membuat kalimat hadis diletakkan bukan pada tempatnya yang sudah masyhur seperti contoh
hadis Abu Hurairah riwayat Muslim tentang tujuh orang yang mendapat lindungan Allah,
yaitu
ما تنفق شماله2يمينه بصدقة فأخفاها حتى ال تعلم تصدق و رجل
Seorang laki-laki yang bersadaqah secara sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kanannya
tidak mengetahui kalau tangan kirinya memberikan sadaqah.
Hadis ini dibalik oleh salah satu rawi karena lupa, padahal sebenarnya adalah التعلم شماله ماتنفق
حتى 2يمينهkarena tangan kanan adalah yang memberikan infaq.
Oleh karena itu hukumnya wajib mengembalikan keapda tempatnya yang semula. Begitu
juga mengamalkan hadis tersebut sesuai aslinya.
HADIS AL-MUTTARRAB
Hadis yang diriwayatkan dengan berbagai macam cara atas persamaan dalam perbedaan
dari satu rawi, seperti meriwayatkan hadis dengan satu arah disisi yang lain meriwayatkan
dengan cara lain yang berbeda dengan periwayatan pertama. Hadis ini tidak menjadi
Muttarab kecuali bila periwayatan yang berbeda tersebut sama dalam kesahihannya,
sekiranya tidak bisa ditarjih dan dikompromikan.
Apabila mungkin ditarjih salah satu riwayatnya, karena rawinya lebih kuat hafalnya atau
lebih lama pergaulan dengan gurunya, maka hukum riwayat yang tarjih tersebut harus
diterima secara pasti. Hadis yang marjuh menjadi syad atau munkar dan tidak menjadi
muttarab seperti contoh hadis riwayat Tirmidzi dari Fatimah binti Qis secara marfu':
ان في المال حقا سوى الزكاة
Sesungguhnya dalam harta itu ada hak selain zakat.
Dan riwayat Ibn Majah dari Aisyah secara marfu' dengan redaksi.
ليس فى المال حق سوى الزكاة
Sesungguhnya dalam harta tidak ada hak selain zakat.
Hukumnya
Hadis tersebut lemah (dho'if) karena kemashuran rawi yang kurang dhobid.
HADIS AL-MU'ALLAL
Hadis yangtelah diteliti oleh pakar hadis (al-Hafid) yang terdapat illat dalam
kesahihannya, padahal secara lahiriyah bebas dari cacat seperti mursal terhadap hadis mausul,
muttasil terhadap mursal, atau memasukkan dalam matan dan sanad. Atau waqaf terhadap
marfu' atau sebaliknya. Semuanya adalah ada illatnya yang tidak bisa dideteksi kecuali
dengan penelitian, mengumpulkan perawi dan pencermatan hadis ini termasuk lemah (dho'if).
HADIS AL-MATRUK
Hadis yang diriwayatkan satu rawi yang disepakati atas kelemahannya untuk mengetahui
sifat-sifat rawi yang matruk itu ada dua :
Pertama :Bahwa rawi yang disepakati kelemahannya adalah dugaan atas kebohongannya,
atau karena diketahui kebohongannya di selain hadis, maka dalam kondisi ini tidak boleh
bohong dalam hadis, atau karena diduga fasiq, pelupa atau banyak diduga.
Kedua :Hanya seorang diri dalam meriwayatkan hadis artinya tidak ada orang lain yang
meriwayatkan hadis kecuali dia.
Seperti contoh :
Hadis riwayat Amar Ibn Syamr dari Jabir, padahal Amar adalah hadisnya matruk.
Hukumnya :
Dianggap gugur, karena sangat lemah dan tidak bisa dibuat hujjah.
“Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya bersambungan melalui periwayatan orang
yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula, sampai ujungnya, tidak syaz dan
[
“Hadis yang bersambungan sanadnya melalui periwayatan perawi tsiqah dari perawi lain
yang tsiqah pula sejak awal sampai ujungnya (rasulullah saw) tanpa syuzuz tanpa illat”[2]
Dengan demikian Ajjaj al-Khatib mengemukakan syarat-syarat terhadap sebuah hadis
untuk dapat disebut sebagai hadis shahih, yaitu: a. muttashil sanadnya, b. Perawi-perawinya
Shubhi Shalih juga memberikan rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam melihat
a. Hadis tersebut shahih musnad, yakni sanadnya bersambung sampai yang teratas.
b. Hadis shahih bukanlah hadis yang syaz yaitu rawi yang meriwayatkan memang terpercaya ,
c. Hadis shahih bukan hadis yang terkena ‘illat. Illat ialah: sifat tersembunyi yang
mengakibatkan hadis tersebut cacat dalam penerimaannya, kendati secara zahirnya terhindar
dari illat.
d. Seluruh tokoh sanad hadis shahih itu adil dan cermat[5]
Definisi-definisi dan rambu-rambu yang diutarakan oleh muhaddisin tentang hadis
shahih diatas, dengan kalimat yang berbeda, namun tidak menunjukkan adanya perbedaan
dalam pemahaman ciri hadis shahih. Dengan kata lain, bahwa sebuah hadis dikatakan shahih,
jika hadis tersebut memiliki sanad yang bersambung (muttashil) sampai ke rasulullah saw.
dinukil dari dan oleh orang yang adil lagi dhabit tanpa adanya unsur syaz maupun mu’allal
(terkena illat).
[
Dengan demikian apabila ada hadis yang sanadnya munqathi’, mu’dal dan muallaq
dan sebagainya, maka hadis tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hadis shahih. Demikian
halnya dengan illat sebuat hadis, jika sebuah hadis memiliki illat maupun syaz, maka tidak
Meskipun definisi dan rambu-rambu yang dikemukakan oleh muhaddisin tentang
hadis shahih diatas tidak terdapat perbedaan dalam pemahaman ciri-ciri hadis shahih, namun
dalam penerapan masing-masing persyaratan kadang-kadang tidak sama, misalnya dalam hal
persambungan sanad, ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bersambung
sanadnya adalah apabila periwayat satu dengan periwayat thabaqah berikutnya harus betul-
betul “serah terima” hadis, peristiwa serah terima ini dapat dilihat dari redaksi jadi tidak
cukup hanya dengan sebab tidaklah menjamin bahwa proses cukup hanya dengan
Para ulama hadis membagi hadis shahih menjadi dua macam:
a. Shahih li Dzatihi, yaitu hadis yang mencakup semua syarat-syarat atau sifat-sifat hadis
maqbul secara sempurna, dinamakan “shahih li Dzatihi” karena telah memenuhi semua
syarat shahih,dan tidak butuh dengan riwayat yang lain untuk sampai pada puncak
keshahihan, keshahihannya telah tercapai dengan sendirinya.[6] Untuk lebih jelasnya, berikut
Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah diatas, adalah salah satu hadis shahih yang tidak
[
b. Shahih li ghairihi, yaitu hadis hasan li dzatihi (tidak memenuhi secara sempurna syarat-
syarat tertinggi hadis maqbul),yang diriwayatkan melalui sanad yang lain yang sama atau
lebih kuat darinya, dinamakan hadis shahih li ghairihi karena predikat keshahihannya diraih
melalui sanad pendukung yang lain.[7] Berikut contoh hadis shahih li ghairihi yang
، َ َع ْن أَبِي ُه َر ْي َرة، َ َع ْن أَبِي َس لَ َمة، َع ْن ُم َح َّم ِد بْ ِن َع ْم ٍرو، َح َّد َثنَا َع ْب َدةُ بْ ُن ُس لَْي َما َن، ب
ٍ َْح َّد َثنَا أَبُ و ُك َري
ٍ .صالة ِ ِ ِّ ِ لَوال أَ ْن أَ ُش َّق علَى أ َُّمتِي ألَمر ُتهم ب: ول اللَّ ِه صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم
َ الس َواك ع ْن َد ُك ِّل ْ ُ َْ َ ْ َ ََ َْ ُ َ ُ ال َر ُسَ َ ق: ال َ َق
Hadis tersebut dinilai oleh muhaddisin sebagai hadis shahih li ghairihi sebagaimana
dijelaskan diatas. Pada sanad hadis tersebut, terdapat Muhammad bin ‘Amr yang dikenal
orang jujur, akan tetapi kedhabitannya kurang sempurna, sehingga hadis riwayatnya hanya
sampai ke tingkat hasan. Namun keshahihan hadis tersebut didukung oleh adanya hadis lain,
yang lebih tinggi derajatnya sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari A’raj
Dari sini dapat kita ketahui bahwa martabat hadis shahih ini tergantung kepada ke-
dhabit-an dan ke-adil-an para perawinya. Semakin dhabit dan semakin adil si perawi, makin
tinggi pula tingkatan kualitas hadis yang diriwayatkannya.yang diistilah oleh para
Ashahhul Asanid, yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya, al-Khatib
1) Riwayat Ibn Syihab az-Zuhry dari Salim Ibn Abdillah ibn Umar dari Ibn Umar.
2) Sebagian lagi mengatakan: ashahhul asanid adalah riwayat Sulaiman al-A’masy dari
Ibrahim an-Nakha’iy dari Alqamah Ibn Qais dari Abdullah ibn Mas’ud.
3) Imam Bukhari dan yang lain mengatakan, ashahhul asanid adalah riwayat imam Malik ibn
Anas dari Nafi’ maula Ibn Umar dari ibn Umar. Dan karena imam Syafi’i merupakan orang
[
yang paling utama yang meriwayatkan hadis dari Imam Malik dan Imam Ahmad merupakan
orang yang paling utama yang meriwayatkan dari Imam Syafi’i, maka sebagian ulama
muta’akhirin cenderung menilai bahwa ashahhul asanid adalah riwayat Imam Ahmad dari
Imam Syafi’i dari Imam Malik dari Nafi’ dari Ibn Umar r.a. inilah yang disebut silsilah ad-
Mengenai kehujjahan hadis shahih, dikalangan ulama tidak ada perbedaan tentang
kekuatan hukumnya, terutama dalam menentukan halal dan haram (status hukum) sesuatu.
"apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya".
Manna’ Khalil al-Qatthan dalam Mabahits Fi ‘Ulum al-Hadis, mengemukakan bahwa
Sedangkan menurut Ajjaj al-Khatib bahwa kitab-kitab yang memuat hadis-hadis
shahih adalah:
[
d. Sunan at-Tirmidzi
Nuruddin ‘Itr didalam kitabnya Manhaj an-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis mengemukakan
f. Al-Mukhtarah[11]
B. Hadis Hasan
Hadis hasan ialah hadis yang sanadnya bersambung, oleh penukil yang ‘adil namun
kurang ke-dhabit-annya (tidak terlalu kuat ingatannya) serta terhindar dari Syaz dan illat.[12]
Perbedaan antara hadis Hasan dengan Shahih terletak pada dhabit yang sempurna
untuk hadis shahih dan dhabit yang kurang untuk hadis hasan[13]
Ibn Hajar sebagaimana dinukil Mahmud Thahhan dalam Musthalah Hadis
mengemukakan bahwa khabar ahad yang diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi sempurna
ke-dhabithan-nya, mutthashil tanpa syaz dan illat. Itulah yang disebut shahih li dzatihi. Bila
[
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis hasan adalah hadis yang memenuhi
syarat-syarat hadis shahih seluruhnya, hanya saja semua perawi atau sebagiannya, kurang
Berdasarkan pada pengertian-pengertian yang telah dikemukakan diatas, para ulama
hadis merumuskan kriteria hadis hasan, kriterianya sama dengan hadis shahih, Hanya saja
pada hadis hasan terdapat perawi yang tingkat kedhabitannya kurang atau lebih rendah dari
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis hasan mempunyai kriteria sebagai
berikut:
c. Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang
e. Hadis yang diriwayatkan terhindar dari illat yang merusak (qadihah)[16]
Hadis hasan li dzatihi adalah hadis yang dengan sendirinya telah memenuhi kriteria hadis
hasan sebagaimana tersebut diatas, dan tidak memerlukan riwayat lain untuk mengangkatnya
ke derajat hasan.
[
Hadis hasan li ghairihi adalah hadis dha’if apabila jalan (datang)-nya berbilang (lebih dari
satu), dan sebab-sebab kedha’ifannya bukan karena perawinya fasik atau pendusta.[17]
Dengan demikian hadis hasan li ghairihi pada mulanya merupakan hadis dha’if, yang
naik menjadi hasan karena ada riwayat penguat, jadi dimungkinkan berkualitas hasan karena
riwayat penguat itu, seandainya tidak ada penguat tentu masih berstatus dha’if.
Imam adz-Zahaby mengatakan, tingkat hasan tertinggi adalah riwayat Bahz ibn
Hukaim dari bapaknya dari kakeknya, Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Ibn
Ishaq dari at-Taimy dan sanad sejenis yang menurut para ulama dikatakan sebagai sanad
orang terpercaya kecuali Ma’bad al-Juhany menurut adz-Zahaby,Ma’bad termasuk orang
َن ْام َرأَةً ِم ْن بَنِي ِ ِ َعن أَب، َت َعب َد اللَّ ِه بن َع ِام ِر ب ِن ربِيع ة
َّ أ: يه ْ َ َ ْ َْ
ِ ِ ِ َعن َع، ُح َّد َثنَا ُش ْعبة
ْ ُ قَ ال َس ِم ْع، اص ِم بْ ِن عَُب ْي د اللَّه ْ َ َ
ِ ِك ومال
"ك بَِن ْعلَْي ِن ؟ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ُ ال رس
َ َ " أ ََرض يت م ْن َن ْفس: ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َ ول اللَّه ُ َ َ َف َق. ت َعلَى َن ْعلَْي ِن ْ َف َز َارةَ َت َز َّو َج
)(رواه الترمذي. َُج َازه َ فَأ: ال
َ َ ق. َن َع ْم: َت ْ قَال
[
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari ‘ashim bin ‘Ubaidillah,dari Abdillah
bin Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya bahwasanya seorang wanita dari bani Fazarah menikah
Kemudian at-Tirmidzi berkata,”pada bab ini juga diriwayatkan (hadis yang sama)
dari ‘Umar, Abi Hurairah,Aisyah dan Abi Hadrad.”Jalur ‘Ashim didha’ifkan karena buruk
hafalannya, kemudian hadis ini dihasankan oleh at-Tirmidzy melalui jalur riwayat yang
lain.[20]
Hadis dha’if dapat ditingkatkan derajatnya ke tingkat hasan dengan dua
ketentuan,yaitu:
a) hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi yang lain melalui jalan lain, dengan syarat bahwa
perawi (jalan) yang lain tersebut sama kualitasnya atau lebih baik dari padanya.
b) bahwa sebab kedha’ifannya karena keburukan hafalan perawinya, putusnya sanad.serta
Jadi hadis dha’if yang bisa naik kedudukannya menjadi hadis hasan hanyalah hadis-
hadis yang tidak terlalu lemah, sementara hadis yang terlalu lemah seperti hadis munkar,
hadis matruk betapapun syahid dan muttabi’ kedudukannya tetap saja dha’if, tidak bisa
Hadis hasan sebagaimana kedudukannya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah
hadis shahih, adalah dapat dijadikan sebagai hujjah dalam penetapan hukum maupun dalam
beramal.
Para ulama hadis dan ulama ushul fiqh, serta para fuqaha sependapat tentang
[
4. Kitab-kitab Yang Memuat Hadis Hasan
Ulama yang mula-mula membagi hadis sebagai hadis shahih, hasan dan dha’if adalah
Imam at-Tirmidzy, sehingga wajar jika Imam at-Tirmidzy memiliki peran dalam
menghimpun hadis-hadis hasan. Diantara kitab-kitab yang memuat hadis hasan adalah[23]:
C. Hadis Dhaif
Dha’if menurut bahasa adalah lawan dari kuat. Dha’if ada dua macam, yaitu lahiriyah
Hadis dhaif menurut istilah adalah “hadis yang didalamnya tidak didapati syarat hadis
Diantara para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadis dhaif
“hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat hadis
hasan”[25]
“Hadis yang hilang salah satu syarat atau keseluruhan dari syarat-syarat hadis maqbul, atau
dengan kata lain hadis yang tidak terpenuhi didalamnya syarat-syarat hadis maqbul”
[
Hadis dhaif apabila ditinjau dari segi sebab-sebab kedhaifannya, maka dapat dibagi
kepada dua bahagian, pertama: Dhaif disebabkan karena tidak memenuhi syarat
a. Dhaif disebabkan karena tidak memenuhi syarat bersambungnya Sanad. Dhaif jenis
Hadis mu’allaq yaitu hadis yang pada sanadnya telah dibuang satu atau lebih
rawi baik secara berurutan maupun tidak. Contohnya pada hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhari:
قال مالك عن الزهرى عن أبى سلمة عن أبى هريرة عن النبى "ال تفا ضلوا بين األنبيأ
Dikatakan Muallaq karena Imam bukhari langsung menyebut Imam Malik padahal ia
قال ألبخارى قالت العائشة كان النبى يذكر اهلل على كل أحواله
2) Hadis Mursal
Hadis mursal menurut istilah adalah hadis yang gugur perawi dari sanadnya setelah
bersabda begini atau berbuat seperti ini”[26]. Contoh hadits ini adalah:
قال مالك عن جعفر بن محمد عن أبيه أن رسول اهلل قضى باليمن والشاهد
Disini Muhammad bin Ali Zainul Abidin tidak menyebutkan sahabat yang menjadi perantara
3) Hadis Munqathi'
Hadis munqathi’ menurut istilah para ulama hadis mutaqaddimin sebagai “hadis yang
sanadnya tidak bersambung dari semua sisi”. Sedangkan menurut para ulama hadis
[
mutaakhkhirin adalah ”suatu hadis yang ditengah sanadnya gugur seorang perawi atau
ما رواه عبد الرزاق عن الثورى عن أبى إسحاق عن زيد بن يثيع عن حذيفه مرفوعا إن وليتموها أبا بكر فقوى أمين
Riwayat yang sebenarnya adalah Abdul Razak meriwayatkan hadis dari Nukman bin Abi
Saybah al-Jundi bukan dari Syauri. Sedangkan Syauri tidak meriwayatkan hadis dari Abi
Ishak, akan tetapi ia meriwayatkan hadits dari Zaid. Dari riwayat yang sesungguhnya kita
dapat mengetahui bahwa hadits di atas adalah termasuk hadis yang munqthi’.
4) Hadis Mu'dhal
Hadis mu’dhal menurut istilah adalah “ hadis yang gugur pada sanadnya dua atau lebih secara
berurutan.”[28].
Contohnya :
Diriwayatkan oleh al-Hakim dengan sanadnya kepada al-Qa’naby dari Malik bahwasanya dia
Al-Hakim berkata,” hadis ini mu’dhal dari Malik dalam kitab al-Muwaththa’., Letak ke-
mu’adalahan-nya karena gugurnya dua perawi dari sanadnya yaitu Muhammad bin ‘Aljan,
5) Hadis Mudallas
Yaitu hadits yang diriwayatkan dengan menghilangkan rawi diatasnya. Tadlis sendiri dibagi
[
a. Tadlis Isnad, adalah hadis yang disampaikan oleh seorang perawi dari orang yang semasa
dengannya dan ia betemu sendiri dengan orang itu namun ia tidak mendengar hadis tersebut
hadis tersebut padahal kenyataannya tidak, maka tidak tidak termasuk mudallas melainkan
b. Tadlis qath’i : Apabila perawi menggugurkan beberapa perawi di atasnya dengan meringkas
menggunakan nama gurunya atau misalnya perawi mengatakan “ telah berkata kepadaku”,
kemudian diam beberapa saat dan melanjutkan “al-Amasi . . .” umpamanya. Hal seperti itu
tidak. Hadist seperti itu disebut juga dengan tadlis Hadf (dibuang) atau tadlis sukut (diam
c. Tadlis ‘Athaf (merangkai dengan kata sambung semisal “Dan”). Yaitu bila perawi
menjelaskan bahwa ia memperoleh hadis dari gurunya dan menyambungnya dengan guru lain
padahal ia tidak mendengar hadis tersebut dari guru kedua yang disebutnya.
d. Tadlis Taswiyah : apabila perawi menggugurkan perawi di atasnya yang bukan gurunya
karena dianggap lemah sehingga hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh orang-orang yang
terpercaya saja, agar dapat diterima sebagai hadis shahih. Tadlis taswiyah merupakan jenis
e. Tadlis Syuyukh: Yaitu tadlis yang memberikan sifat kepada perawi dengan sifat-sifat yang
lebih dari kenyataan, atau memberinya nama dengan kunyah (julukan) yang berbeda dengan
mengatakan: “Orang yang sangat alim dan teguh pendirian bercerita kepadaku, atau
f. Termasuk dalam golongan tadlis suyukh adalah tadlis bilad (penyamaran nama tampat).
Contoh: Haddatsana fulan fi andalus (padahal yang dimaksud adalah suatu tempat di
pekuburan). Ada beberapa hal yang mendasari seorang perawi melakukan tadlis suyukh,
adakalanya dikarenakan gurunya lemah hingga perlu diberikan sifat yang belum dikenal,
karena perawi ingin menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak guru atau karena gurunya
lebih muda usianya hingga ia merasa malu meriwayatkan hadis darinya dan lain sebagainya.
Sebab-sebab cela pada perawi yang berkaitan dengan ke’adalahan perawi ada lima,
1) Hadis Maudhu'
Hadis maudhu’ adalah hadis kontroversial yang di buat seseorang dengan tidak
mempunyai dasar sama sekali. Menurut Subhi Shalih adalah khabar yang di buat oleh
kepentingan.[30] Contohnya adalah hadis tentang keutamaan bulan rajab yang diriwayatkan
قيل يارسول اهلل لم سمي رجب قال ألنه يترجب فيه خير كثبر
Menurut Abu Dawud dan Yazid ibn Burhan, Ziyad ibn Maimun adalah seorang
2) Hadis Matruk
[
Hadis matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang disangka suka
berdusta.[31] Contoh hadis ini adalah hadis tentang qadha' al hajat yang diriwayatkan oleh
Ibn Abi Dunya dari Juwaibir ibn Sa'id al Asdi dari dhahak dari Ibn 'Abbas.
الخ... قال النبي عليكم باصطناع المعروف فانه يمنع مصارع السوء
Menurut an Nasa'i dan Daruqutni, Juwaibir adalah orang yang tidak dianggap
hadisnya.
3) Hadis Munkar
Hadis munkar adalah hadits yang diriwatkan oleh perawi yang dhaif, yang menyalahi
orang kepercayaan.[32] perawi itu tidak memenuhi syarat biasa dikatakan seorang dhabit.
Atau dengan pengetian hadis yang rawinya lemah dan bertentangan dengan riwayat rawi
tsiqah. Munkar sendiri tidak hanya sebatas pada sanad namun juga bisa terdapat pada matan.
4) Hadis Majhul
a. Majhul 'aini : hanya diketahui seorang saja tanpa tahu jarh dan ta'dilnya.Contohnya hadis yang
diriwayatkan oleh Qutaibah ibn Sa'ad dari Ibn Luhai'ah dari Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn
Abi Waqas dari Saib ibn Yazid dari ayahnya Yazid ibn Sa'id al Kindi
اخرجه ابي داود.ان النبي كان اذا دعا فرفع يديه مسح وجهه بيده
Hanyalah Ibn Luhai'ah yang meriwayatkan hadis dari Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn Abi
b. Majhul hali : diketahui lebih adari satu orang namun tidak diketahui jarh dan ta'dilnya.contoh
hadis ini adalah hadisnya Qasim ibn Walid dari Yazid ibn Madkur.
5) Hadis Mubham
[
Hadis mubham yaitu hadis yang tidak menyebutkan nama orang dalam rangkaian
sanad-nya, baik lelaki maupun perempuan.[33] Contohnya adalah hadis Hujaj ibn Furadhah
قال رسو ل اهلل المؤمن غر كريم والفاجر خب لئيمز اخرجه ابو داود
6) Hadis Syadz
Hadis syadz yaitu hadis yang beretentangan dengan hadis lain yang riwayatnya lebih
kuat[34].
7) Hadis maqlub
Yang dimaksud dengan hadis maqlub ialah yang memutar balikkan (mendahulukan)
kata, kalimat, atau nama yang seharusnya ditulis di belakang, dan mengakhirkan kata, kalimat
8) Hadis mudraj
Secara terminologis hadits mudraj ialah yang didalamnya terdapat sisipan atau
tambahan, baik pada matan atau pada sanad. Pada matan bisa berupa penafsiran perawi
terhadap hadits yang diriwayatkannya, atau bisa semata-mata tambahan, baik pada awal
9) Hadis mushahaf
Hadits mushahaf ialah yang terdapat perbedaan dengan hadis yang diriwayatkan oleh
orang kepercayaan, karena di dalamnya terdapat beberapa huruf yang di ubah. Perubahan ini
juga bisa terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud hadis menjadi jauh berbeda
Selain hadis diatas masih terdapat beberapa hadits lagi yang termasuk dha'if antara
lain, mudhtharab, mudha'af , mudarraj, mu'allal, musalsal, mukhtalith untuk lebih jelasnya
[
dapat dilihat dalam buku Hasby as-Shiddieqy; Pokok-pokok dirayah ilmu hadis dan juga
Hadis dhaif pada dasarnya adalah tertolak dan tidak boleh diamalkan, bila
dibandingkan dengan hadis shahih dan hadis hasan. Namun para ulama melakukan
pengkajian terhadap kemungkinan dipakai dan diamalkannya hadis dhaif, sehingga terjadi
a. Hadis dhaif tidak bisa diamalkan secara mutlak, baik mengenai fadhail a’mal maupun
ahkam. pendapat ini diperpegangi oleh Yahya bin Ma’in, Bukhari dan Muslim, Ibnu Hazm,
b. Hadis dhaif bisa digunakan secara mutlak, pendapat ini dinisbatkan kepada Abu Daud dan
Imam Ahmad. Keduanya berpendapat bahwa hadis dhaif lebih kuat dari ra’yu perorangan.
c. Sebagian ulama berpendapat bahwa Hadis dhaif bisa digunakan dalam masalah fadhail
2) Apa yang ditunjukkan hadis itu juga ditunjukkan oleh dasar lain yang dapat diperpegangi,
dengan arti bahwa memeganginya tidak berlawanan dengan suatu dasar hukum yang sudah
dibenarkan.
3) Jangan diyakini kala menggunakannya bahwa hadis itu benar dari nabi. Ia hanya
dipergunakan sebagai ganti memegangi pendapat yang tidak berdasarkan pada nash sama
sekali.[36]
[
[
3. Kitab-kitab Yang diduga Mengandung Hadis Dhaif.
4. Kitab Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’, karya abu Nu’aim al-Asbahani.
D. Hadis Maudhu’
Maudhu’ menurut bahasa artinya sesuatu yang diletakkan, sedangkan menurut istilah
adalah:
”sesuatu yang diciptakan dan dibuat-buat lalu dinisbatkan kepada rasulullah secara
dusta”[37].
Hadis ini adalah yang paling buruk dan jelek diantara hadis-hadis dhaif lainnya.
Selain ulama membagi hadis menjadi empat bagian: shahih, hasan, dhaif dan maudhu’. Maka
Hadis maudhu adalah: seburuk-buruk hadis dhaif, hadis maudhu’ dinamakan juga
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan hadis, berikut
pendapat mereka:
a. Menurut Ahmad Amin bahwa hadis maudhu’ terjadi sejak masa rasulullah masih hidup.
b. Shalahuddin ad-Dabi mengatakan bahwa pemalsuan hadis berkenaan dengan masalah
[
c. Menurut jumhur al-muhaddin, pemalsuan hadis terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib.[40]
Hadis maudhu’ tidaklah bertambah kecuali bertambahnya bid’ah dan pertikaian.
Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan oleh orang-orang islam,
Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadis palsu, antara lain:
Perpecahan umat islam terjadi akibat permasalahan politik yang terjadi pada masa khalifah
Ali bin Abi Thalib, membawa pengaruh besar terhadap munculnya hadis-hadis palsu.
orang-orang tertentu, salah satu usahanya adalah dengan membuat hadis palsu.
Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci islam, baik sebagai agama maupun sebagai
dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat memalsukan Alqur’an sehingga
mereka beralih melakukan upaya pemalsuan hadis.[41] Dengan tujuan ingin menghancurkan
Salah satu faktor upaya pembuatan hadis palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta
[
Contoh golongan yang fanatik yaitu ash-Syu’ubiyah yang fanatik terhadap bangsa persia, dia
mengatakan “Apabila Allah Murka, dia menurunkan wahyu dengan bahasa arab dan apabila
Kelompok yang melakukan pemalsuan hadis ini bertujuan untuk memmperoleh simpati dari
pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya. [43] Hadis yang mereka
Bahkan ada hadis palsu yang berbunyi: “nabi duduk bersanding dengan Allah diatas Arsy-
nya”.
Munculnya hadis palsu dalam masalah fiqhi dan ilmu kalam, berasal dari para pengikut
masing-masing.
Sebuah peristiwa yang terjadi pada masa khilafah bani Abbasiyah, seorang yang bernama
Ghiyats ibn Ibrahim pernah membuat hadis yang disebutkannya didepan khalifah al-Mahdi
Dikalangan para ahli ibadah ada yang beranggapan bahwa membuat hadis-hadis yang bersifat
mendorong agar giat beribadah (targhib) adalah hal yang dibolehkan, dalam rangka ber-
[
Para ulama hadis menetapkan kaidah-kaidah untuk memudahkan melacak keberadaan
hadis maudhu’, sehingga hadis maudhu’ dapat diketahui dengan beberapa hal, antar lain[46]:
a. Pengakuan dari orang yang memalsukan hadis: seperti pengakuan Abi ‘Ismat Nuh bin Abi
Maryam, yang digelari Nuh al-Jami’, bahwa dia telah memalsukan hadis atas Ibnu Abbas
b. Adanya indikasi pada perawi yang menunjukkan akan kepalsuannya: misalnya seorang
c. Adanya indikasi pada isi hadis, seperti: isinya bertentangan dengan akal sehat, atau
bertentangan dengan indra kenyataan, atau berlawanan dengan ketetapan agama yang kuat
dan terang, atau susunan lafazhnya yang lemah dan kacau, misalnya apa yang diriwayatkan
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari kakeknya secara marfu’,”bahwasanya
kapal nabi Nuh thawaf mengelilingi ka’bah tujuh kali dan shalat dua raka’at di maqam
Ibrahim.”
Para ulama sepakat bahwanya diharamkan meriwayatkan hadis maudhu’dari orang
yang mengetahui kepalsuannya dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan penjelasan
“barang siapa yang menceritakan hadis dariku sedangkan dia mengetahui bahwa itu dusta,
[
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian makalah yang penulis paparkan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal.
1. Hadis Shahih
a. Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya bersambungan melalui periwayatan orang
yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula, sampai ujungnya, tidak
1.shahih lidzatihi
2.shahih li ghairihi
2. Hadis Hasan
a. Hadis Hadis hasan ialah hadis yang sanadnya bersambung, oleh penukil yang adil
namun kurang ke-dhabit-annya (tidak terlalu kuat ingatannya) serta terhindar dari
3) Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang
5) Hadis yang diriwayatkan terhindar dari illat yang merusak (qadihah)
b. Hadis hasan sebagaimana kedudukan hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis
shahih, adalah dapat dijadikan sebagai hujjah dalam penetapan hukum maupun dalam
beramal
3. Hadis Dhaif
a. Hadis dhaif adalah “hadis yang didalamnya tidak didapati syarat hadis shahih dan
b. ditinjau dari segi sebab-sebab kedhaifannya, maka dapat dibagi kepada dua
bahagian:
1. Dhaif disebabkan karena tidak memenuhi syarat bersambungnya sanad, yang tergolong
a. Mu’allaq
b. Mursal
c. Munqathi'
d. Mu'dhal
e. Mudallas
2. Dhaif karena terdapat cacat pada perawinya, yang tergolong didalamnya antara lain:
c. Terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai pengamalan hadis
1) Hadis dhaif tidak bisa diamalkan secara mutlak, baik mengenai fadhail a’mal maupun
ahkam.
2) Hadis dhaif bisa digunakan secara mutlak, hadis dhaif lebih kuat dari ra’yu perorangan
3) Sebagian ulama berpendapat bahwa Hadis dhaif bisa digunakan dalam masalah fadhail
4. Hadis Maudhu’
a. Hadis maudhu’ adalah “sesuatu yang diciptakan dan dibuat-buat lalu dinisbatkan kepada
Para ulama sepakat bahwanya diharamkan meriwayatkan hadis maudhu’dari orang yang
mengetahui kepalsuannya dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan penjelasan akan
kemaudhu’annya Fsafsa