Anda di halaman 1dari 3

Aku selalu bermimpi menjadi seorang malaikat yang sangat cantik dan menawan, datang dan

selalu melukis senyum pada setiap orang yang kuhampiri. Gisela Gabriella, nama yang sesuai
dengan apa yang sering kuimpikan. Aku sangat berharap suatu saat nanti bisa menjadi
seseorang yang bisa membuat orang lain tersenyum dalam keadaan apapun.

Aku sudah lama mengidap penyakit leukimia. Penyakit yang semakin hari makin membuatku
semakin lemah. Namun, aku tetap semangat dalam menjalani hidupku. Aku tak ingin
siapapun tau apa yang kurasakan saat ini, terutama sahabat baikku, Vino. Sudah hampir 6
bulan aku menyembunyikan tentang penyakit ini darinya, sungguh aku tak ingin membuatnya
khawatir.
Pernah aku 1 minggu absen dari sekolah, aku benar-benar merasa lemah melawan penyakit
ini, aku merasa tak sanggup. Vino dan teman-temanku tidak tau tentang keberadaanku dan
penyakit apa yang sedang menggerogoti tubuhku. Dan aku meminta mama tidak
memberitahunya kepada pihak sekolah termasuk Vino, untung saja mama mau.

Perubahan fisik yang semakin lama makin jelas terlihat. Aku semakin kurus, wajahku sering
pucat, selain itu aku sering pusing dan mimisan dan coba tebak! Aku mimisan di depan Vino
yang sangat membuatnya khawatir. “Selll… kamu mimisan!”
“Oh..eh.. udah biasa kok!” aku tetap menutupinya dengan sebuah senyuman, tapi tetap saja
Vino curiga.
Aku merasa gelap dan tak sadarkan diri, aku merasa seperti sedang tidur dan beristirahat
sejenak.

Entah apa yang terjadi padaku.. saat aku membuka mata, aku melihat aku sedang terbaring
lemah dan ada Vino yang duduk menunggu di sampingku, “Vin.. aku kenapa?”
“Kamu pingsan, mimisan! Sel, sebenarnya kamu kenapa sih? Kamu sakit ya? Sakit apa?
Kamu kok gak pernah ngasih tau aku?” terlihat dari raut wajahnya, ia sangat sedih.
“Aku nggak sakit apa-apa kok, Vin. Aku cuma terlalu lelah. Aku butuh istirahat” aku
melukiskan senyum di wajahku, berharap Vino percaya dan tidak mencurigai apapun.
“Oh.. aku hanya berharap kamu nggak bohong, Sel. Aku nggak tau kamu kenapa sebenarnya,
dan aku benar-benar sangat merasa bersalah, kalau aku nggak tau apa yang sedang terjadi
sama kamu. Dan aku benar-benar nggak pengen pisah dari kamu, Sel! Jadi, aku harap kamu
jangan nutupin apa-apa ya.”
Sungguh aku tak mengerti. Apa ini memang menggambarkan rasa perhatiannya sebagai
seorang sahabat? Atau dia menyayangiku lebih? Ya Tuhan.. aku benar-benar nggak tega
membohongi dia, dan aku juga nggak pengen dia tau tentang semua ini. Aku nggak mau
orang lain khawatir dan kasihan padaku. Ya Tuhan.. aku mohon.. bantu aku melewati semua
ini.

Hari demi hari kulalui bersama Vino, kejadian-kejadian yang kualami semakin membuat
Vino curiga. Aku mulai sering absen dari sekolah, aku check up, dan terapi. Entah kenapa,
semua ini bukannya menyembuhkanku, malah semakin membuatku lemah. Vonis dari dokter
yang membuatku semakin pilu dan membuatku benar-benar ingin mengakhiri hidupku.
“Gisela Gabriella, waktu kamu 3 bulan lagi!” benar-benar membuat air mataku jatuh saat itu.
Bahkan dokter menyarankanku untuk berhenti beraktivitas seperti biasa dan menyarankan
aku untuk berdiam diri dan menghabiskan sisa hidupku di rumah sakit. Aku tak bisa, “Ma,
Pa.. kalaupun waktu Gisel sebentar lagi. Gisel nggak mau hanya tidur di rumah sakit, Gisel
mau, di sisa hidup Gisel, Gisel harus bisa buat semua orang senyum. Gisel mohon, Ma, Pa..”
melihat Mama, orang yang sangat kusayangi menangis di hadapanku semakin membuat
hatiku pilu. Aku merasa berdosa ketika aku membuat Mama menangis. Entah tak tega
melihat aku, dengan segera Mama menghapus air matanya dan menuruti permohonanku.

Waktu yang benar-benar singkat. 1 bulan sudah kulalui dengan Vino, Mama, dan Papa. Aku
tak sanggup. Mengingat vonis dokter, 3 bulan? Waktuku 2 bulan lagi.. ya Tuhan.. inikah jalan
takdirku?
“Vin.. gimana kalau aku pergi ninggalin kamu, selamanya?”
“Maksud kamu, Sel? Kamu kok ngomong gitu sih!”
“Enggak sih.. Cuma seandainya aja, Vin. Aku juga nggak mau kok ninggalin kamu, tapi kan
suatu saat nanti kita pasti berpisah”
“Sel…” hanya itu yang dikatakannya padaku, wajahnya terlihat sangat bingung dan khawatir
mendengar perkataanku. Vin.. kamu tahu? Kalau aku di kasih pilihan, aku nggak akan
memilih keadaanku yang seperti ini. Aku akan memilih hidup bahagia dengan kamu
selamanya. Tapi itu takkan mungkin kan?

Entah kenapa tiba-tiba aku merasa gelap. Entah siapa.. mereka mengangkatku, aku
mendengar tangisan Mama. Saat aku tersadar, aku melihat diriku terbaring lemah di sebuah
kamar dalam ruangan rumah sakit. Tanganku sudah di pasang infus, dan bantuan pernafasan.
Buat apa ini semua? Aku tak kenapa-kenapa. Aku baik-baik saja.
“Kamu bohong, Sel! Kenapa kamu nggak pernah cerita sama aku? Kenapa kamu biarin aku
tau setelah penyakit kamu udah bener-bener parah?” mata Vino berkaca dan dia agak
membentakku.
“Vin…” entah kenapa suaraku menggambarkan aku sangat lemah. Aku tak sanggup, air
mataku menetes saat itu juga. Kepalaku sangat sakit.. semua ini. Aku lelah.
“Kamu jangan nangis, Sel. Maafin aku, aku udah ngomong kasar tadi. Aku janji Sel, aku
nemenin kamu sampai kapanpun..” Vino mencoba tersenyum padaku.

Hari demi hari kulalui dengannya, dia selalu menemaniku di rumah sakit, hari minggu dan
saat pulang sekolah. Semua yang kulewati dengannya membuatku semakin menyayanginya.

Malam itu aku berdoa sambil meneteskan air mata, “Bapa kami yang di sorga.. Terimakasih
untuk semua yang telah kau berikan padaku sampai saat ini. Aku tetap bersyukur dengan
semua ini. Tuhan.. aku tau kondisiku sekarang sangat lemah, harapanku sangat kecil untuk
bisa hidup lebih lama lagi. Ya Tuhan.. aku tak mengerti tentang apa yang kurasakan saat ini.
Di tengah-tengah sakit yang kurasakan, aku tetap bisa merasakan adanya cinta antara aku dan
Vino. Aku mohon ya Tuhan. Beri aku waktu lebih lama, aku ingin membuatnya tersenyum,
aku ingin melukis senyum di wajahnya ya Tuhan.. aku juga ingin membuat kedua orangtuaku
bahagia.. aku mohon ya Bapa, jika aku harus pergi, kirimkan penggantiku kepada kedua
orangtuaku ya Bapa.. aku percaya mujijat itu akan datang padaku Ya Tuhan. Aku mohon..
aku juga mohon ampun atas semua dosa-dosaku. Terimakasih Tuhan, dalam nama Yesus,
Gisel berdoa. Amen”

1 setengah bulan sudah terlewati, aku teringat tentang perkataan itu.. waktuku tak lama lagi..
namun, setidaknya apa yang kuinginkan sudah tercapai, membuat orang yang kusanyangi
tersenyum di sisa-sisa hidupku, dan aku juga sudah menjadi pacar Vino, meskipun itu hanya
sebentar saja. Sekarang aku hanya menunggu, Tuhan mengirimkan penggantiku untuk Mama
dan Papa. Mungkin dia ‘kan datang setelah aku pergi, menjadi penawar hati yang sedang
terluka untuk orangtuaku. Aku hanya tinggal menghitung hari sampai Tuhan memanggilku.
Aku sudah merelakan semuanya.

Hari ini.. aku merasa sangat lemah. Detik demi detik terlewat begitu terasa. Inikah saatnya
aku pergi? Detak jantungku semakin lama semakin lambat, semakin lama semakin sulit
untukku menghirup udara. Aku tiba-tiba merasa gelap dan tak berdaya. Terdengar suara isak
tangisan dan aku melihat badanku terbaring tanpa nyawa. Rohku pergi dari badanku. Mama
menatap badanku dengan tangisan yang sangat kencang, Papa seorang sosok yang begitu
tegar kulihat menangisi diriku, ingin memeluknya tapi aku tak sanggup.

“Sel.. sekarang kamu udah pergi, kamu udah tenang di sana, aku sayang banget sama kamu,
Sel. Gadis cantik yang sangat kusayangi, pergi dan meninggalkan aku selamanya. Asal kamu
tau, Sel. Aku benar-benar menyesali semua ini, aku tau kamu sakit seperti ini setelah kamu
sudah semakin parah. Kita takkan pernah putus kan, Sel? Iya kan? Jangan lupakan aku ya,
sayang. Aku selalu menyayangimu, dan selamanya menyayangimu. Makasih ya, kamu udah
jadi malaikat paling cantik yang udah berhasil buat aku senyum di sisa hidup kamu, dan
sampai kamu menutup mata kamu.. aku pasti rindu sama kamu, Sel. Selamat jalan ya Gisela
Gabriella, pacarku dan sahabatku tersayang..” Vino menangis sambil mengelus badanku yang
tidak bernyawa lagi.

“Aku juga sayang Mama, Papa, dan kamu Vin.. selamat tinggal”

Anda mungkin juga menyukai