Anda di halaman 1dari 4

TUKAK ATAU ULKUS DUODENUM

 Tukak duodenum merupakan suatu penyakit yang kronis dan sering kambuh. Sekitar 60%
tukak duodenum yang telah sembuh, kumat kembali dalam waktu 1 tahun dan 80–90%
kambuh dalam waktu 2 tahun.

Etiologi dan patogenesis

 Meskipun dewasa ini telah banyak diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
tukak duodenum, namun patogenesis penyakit ini belum diketahui seluruhnya. Sekresi
asam lambung bertanggung jawab atas timbulnya tukak duodenum, namun faktor-faktor
yang menyebabkan individu peka terhadap ulserasi duodenum masih belum diketahui.
Timbulnya tukak duodenum dianggap sebagai akibat ketidakseimbangan antara sekresi
asam lambung-pepsin dengan resistensi mukosa lambung atau duodenum.

Gambaran Klinis

 Gejala tukak duodenum yang paling sering adalah nyeri di daerah epigastrium. 
 Rasa nyeri ini sering kali diutarakan seperti terbakar atau perih, namun kemungkinan
batasnya tidak jelas, boring atau aching atau perasaan tertekan atau penuh di perut atau
sebagai sensasi lapar. 
 Sekitar 10% penderita mengeluh rasa nyeri di sebelah kanan dari pertengahan
epigastrium. 
 Rasa nyeri khas terjadi antara 90 menit sampai 3 jam setelah makan. Akibat rasa nyeri
ini, penderita sering terbangun pada malam hari. 
 Rasa nyeri biasanya menghilang dalam waktu beberapa menit setelah makan atau minum
antasida. Hal ini sesuai dengan pola: painfood-relief: nyeri timbul bila lambung kosong
dan menghilang setelah diberi makanan atau alkali.

Diagnosis

 Nyeri di daerah epigastrium yang berkurang setelah diberi makanan atau antasida
memberi kesan ke arah tukak duodenum. Namun banyak penderita yang memperlihatkan
gejala-gejala seperti ulkus, pada pemeriksaan radiografi dan endoskopi tidak terlihat
tanda-tanda adanya ulkus. 
 Pemeriksaan barium meal saluran cerna bagian atas bermanfaat untuk mcngidentifikasi
adanya tukak duodenum dan merupakan metode yang lazim untuk menegakkan
diagnosis. 
 Pada pemcriksaan sinar X, tukak duodenum terlihat sebagai suatu kawah yang terpisah
(diskret) di bagian proksimal bulbus duodenum. 
 Pada kasus-kasus dengan deformitas yang berat, yang sering dijumpai pada pendcrita
tukak duodenum kronis berulang, dapat timbul kesulitan-kesulitan dalam
mengidentifikasi adanyanya ulkus.
 Bagaimanapun, pemeriksaan endoskopi pada kasus ini mempunyai keuntungan-
keuntungan, yaitu:
1. Dapat mendeteksi tukak duodenum yang tidak terlihat pada pemeriksaan
radiografi dan penderita dengan deformitas yang berat serta ulkus yang samar-
samar.
2. Dapat mengidentifikasi ulkus yang sangat kecil atau superfisial
3. Bila ada perdarahan, dapat ditentukan sumbernya
4. Padakasus dengan kecurigaan adanya keganasan dapat dilakukan biopsi
5. Brushing secara terarah dapat dikerjakan untuk pemeriksaan sitologi bila ada
kemungkinan keganasan.

Pengobatan

 Tujuan utama pengobatan adalah :


o Mengurangi rasa sakit
o Menyembuhkan tukak
o Mencegah residif dan komplikasi
 Obat-obat spesifik yang dewasa ini tersedia dan dianjurkan dalam pengobatan tukak
duodenum adalah :
o Antasida
 Antasida yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu: mampu
menetralkan asam, tidak diadsorbsi oleh saluran cerna, sedikit atau tidak
mengandung natrium, dengan pemberian dosis berulang dapat ditoleransi
oleh penderita dan tidak menimbulkan efek samping.
 Kalsium karbonat merupakan antasida yang kuat dan murah. Pada proses
penetralan asam, kalsium karbonat diubah menjadi kalsium klorida dalam
lambung. Kalsium karbonat dapat menyebabkan acid rebound, konstipasi,
mual, muntah, perdarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal. Keadaan
gawat sekali yang dapat terjadi akibat pemberian kalsium karbonat adalah
hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama terjadi
pada penggunaan yang kronik dari kalsium karbonat bersama susu dan
antasida lain (milk alkali syndrome )Karena efek samping yang sangat
merugikan ini, kalsium karbonat tidak.dianjurkan untuk pengobatan ulkus
peptikum.
 Natrium bikarbonat dapat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya
tinggi dan reaksi kimianya sebagai berikut : 

NaHCO3 + HCl «-------------» NaCl + H2O + CO2


Karbondioksida yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan efek
karminatif yang menyebabkan sendawa. Dapat terjadi distensi lambung
dan perforasi. Selain itu natrium bikarbonat cenderung meneetuskan
timbulnya alkalosis sistemik, sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan
sebagai antasida dalam pengobatan ulkus peptikum.

 Aluminium hidroksida; reaksi yang terjadi di lambung adalah : 

Al(OH)3 + 3HCl «------------» AlCl3 + 3H20


Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya lebih
panjang. Efck samping yang utama adalah konstipasi. Hal ini dapat diatasi
dengan memberikan antasida garam Mg. Gangguan absorbsi fosfat dapat
terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai
osteomalasia.

 Magnesium hidroksida merupakan antasida yang kuat yang menetralkan


asam klorida dengan menghasilkan magnesium klorida dan air.
Magnesium hidroksida menyebabkan pelunakan tinja. Efek laksatif
magnesium hidroksida dan efek konstipasi aluminium hidroksida dapat
diatasi dengan menggunakan preparat kombinasi kedua antasida tersebut.
o Antagonis reseptor H2
 Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan
lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sckresi asam
lambung dapat dihambat. 
 Walaupun tidak lengkap, simetidin dan ranitidin dapat menghambat
sekresi asam lambung akibat perangsangan muskarinik atau gastrin. 
 Efek samping kedua obat ini kira-kira sama, terutama nyeri kepala, mual,
muntah dan reaksi-reaksi kulit. Simetidin dapat menimbulkan
ginekomastia, sedangkan ranitidin tidak karena tidak berefek
antiadrogenik.
o Obat-obat antikolinergik
 Obat-obatan tikolinergik seperti sulfasatrofin, bekerja dengan
menghambat efek asetilkolin pada reseptor muskarinik. Obat-obat ini
menurunkan sekresi asam lambung, namun tidak seefektif antagonis
reseptor H2. 
 Banyak penelitian membuktikan bahwa obat-obat antikolinergik ini
memperlambat penyembuhan atau memperberat gejala-gejala tukak
duodenum; oleh karena itu tidak dianjurkan untuk pengobatan tukak
duodenum. 
 Pirenzepin merupakan derivat benzodiazepin yang memiliki khasiat
antikolinergik yang lebih kurang selektif. Reseptor-reseptor muskarin di
sel-sel lambung yang memegang peran pada sekresi HCI dan pepsin
dirintangi, sehingga produksinya dikurangi. Produksi lendir tidak
dikurangi. Pirenzepin mempunyai kemampuan menghambat sekresi asam
lambung lebih besar dibanding obat-obat antikolinergik yang lain. Selain
itu pirenzepin memiliki daya protektif, yaitu melindungi mukosa lambung
terhadap HCI.
o Obat pelapis mukosa (coating agent)
 Yang termasuk jenis obat ini adalah sukralfat dan senyawa bismut koloid. 
 Obat-obat ini bekerja dengan cara meningkatkan produksi prostaglandin
endogen dan meningkatkan sekresi mukus, sehingga dapat meningkatkan
daya sitoprotektif mukosa. Sukralfat juga dapat membentuk suatu
kompleks dengan protein dari dasar ulkus, yang melindunginya terhadap
HC1, pepsin dan empedu. 
 Efek samping sukralfat adalah konstipasi. Senyawa bismut koloid juga
bekerja dengan membentuk suatu koagulan bismut-protein yang dapat
melindungi ulkus terhadap proses digesti asam-pepsin.
o Prostaglandin
 Berbagai prostaglandin, terutama prostaglandin E (PGE1) dan PGE2)
mempunyai sifat selain sitoprotektif juga anti-sekretoris. 
 Prostaglandin akan merangsang sekresi bikarbonat dan memproduksi
lendir dari mukosa gastro-duodenal, dan akan mcningkatkan aliran darah
di mukosa, serta memperbaharui sel epitel yang rusak. Pada dosis
terapeutis yang diberikan dapat mengurangi sekresi asam lambung baik
basal maupun, setelah rangsangan. 
 Efek samping obat ini yaitu diare pada 10% penderita. Mengingat bahwa
obat ini juga mempengaruhi kontraksi uterus, maka merupakan
kontraindikasi pada wanita hamil.
o Diet
 Berbagai macam diet dianjurkan dalam pengobatan tukak duodenum.
Namun tidak ada bukti bahwa bland diet (diet yang digunakan untuk
menetralkan keasaman cairan lambung) seperti susu, krim, gelatin, sup,
nasi, mentega, telur, daging lunak, ikan, keju dan tapioka cukup
bermanfaat. Diet susu dan krim tidak memperlihatkan perbaikan tukak
duodenum, bahkan diet tersebut berkaitan dengan timbulnya milk-alkali
syndrome.

Anda mungkin juga menyukai