Latar Belakang
1
SDM peternak dan petugas yang kurang menunjang sehingga mengakibatkan
angka service per conseption (S/C >2) Conception Rate (CR) kurang dari 70%,
Calving Internal (CI) diatas 16 bulan, Estrus post partus masih diatas 90 hari
(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh, 2012).
2
666.101 ekor dan tahun 2007 sebanyak 639.828. Permasalahan lainnya yang
dihadapi dalam pengembangan ternak sapi.
konsumsi daging sapi secara nasional, disisi lain kebutuhan konsumsi daging sapi
ditentukan oleh jumlah penduduk dan konsumsi daging sapi per kapita.
hewani makin meningkat, sehingga kebutuhan daging sapi nasional akan semakin
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
3
Gagasan Penulis
Metode Penulisan
4
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi
Pada ternak sapi pedaging, rekor atau data utama yang dibutuhkan ialah
silsilah keturunan atau pedigri, data pertumbuhan ternak, data beranak dan lainnya
yang berkaitan dengan produktivitas. Data- data mengenai karkas, baru dapat
dikumpulkan setelah sapi itu dipotong. Sebagian besar Negara (terutama negara-
negara maju), mempunyai bagan atau rancangan pencatatan sapi pedaging secara
resmi sebagai pusat data dan informasi yang terperinci sesuai dengan kebutuhan
dan memberikan bimbingan secara langsung atau tidak langsung mengenai sapi
potong (Pane, 1993).
Diatas segala nilai ekonomis seekor sapi, pada akhirnya sapi akan menjadi
penghasil daging. Sapi- sapi ang dipekerjakan sebagai pembajak sawah atau
ternak perah yang tidak produktif lagi biasanya akan digemukkan sebagai ternak
potong. Umumnya, mutu daging yang berasal dari sapi- sapi afkiran tidak terlalu
baik. Meskipun demikian beberapa jenis sapi yang memang khusus dipelihara
untuk digemukkan karena karakteristik yang dimilikinya, seperti tingkat
5
pertumbuhannya cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi- sapi inilah yang
umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, yang dipeihara secara intensif selama
beberapa bulan sehingga diperoleh pertambahan berat badan yang ideal untuk
dipotong (Abidin, 2002).
Jenis sapi yang banyak diplihara oleh peternak di Indonesia adalah sapi
Ongole, sapi Bali, sapi Madura, sapi Aberdeen Angus, sapi Brahman, sapi
Brangus (Brahman dan Aberdeen Angus), sapi Peranakan Ongole(PO), sapi
Simmental, sapi Limousin dan sapi Frisian Holstain(FH) (Djarijah, 2002).
6
padang penggembalaan dan dikandangkan. Sistem intensif yaitu pembibitan sapi
potong dengan pemeliharaan di kandang. Pada sistem ini kebutuhan pakan
disediakan penuh (Sodiq, 2012).
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik (internal) dan faktor
lingkungan (eksternal) dan juga interaksi kedua faktor tersebut. Faktor eksternal
bersifat temporer (berubah-ubah) dari waktu ke waktu, dan tidak dapat diwariskan
kepada keturunannya. Faktor internal bersifat baka, tidak akan berubah selama
hidupnya sepanjang tidak terjadi mutasi dari gen penyusunnya dan dapat
diwariskan kepada keturunannya. Kedua hal inilah yang menyebabkan
produktivitas ternak berbeda dari suatu lokasi dengan lokasi lainnya.Untuk
meningkatkan produktivitas ternak dapat dilakukan melalui seleksi ternak
berdasarkan berat badan. Dalam program seleksi, pengetahuan tentang korelasi
genetik penting untuk menduga produktivitas ternak dimasa mendatang
berdasarkan catatan sekarang (Sumadi, 2014).
Manajemen Perkandangan
Konstruksi kandang dirancang sesuai keadaan iklim setempat, jenis ternak,
dan tujuan pemeliharaan sapi itu sendiri. Dalam merancang kandang ternak yang
penting untuk diperhatikan adalah tinggi bangunan, kedudukan atap dan bayangan
atap, serta lantai kandang (Sarwono dan Arianto, 2002). Pembangunan kandang
harus memberikan kemudahan perawatan sapi, mencegah sapi supaya tidak
berkeliaran dan menjaga kebersihan lingkungan (Siregar, 2008). Setiap usaha
penggemukan sapi potong yang didirikan harus merencanakan jumlah kandang
yang akan dibangun sesuai dengan jumlah dan jenis sapi yang akan dipelihara.
Kandang yang dibangun harus kuat dan memenuhi syarat kesehatan, mudah
dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, siklus udara yang bebas dan
dilengkapi tempat makan dan minum sapi, serta bak desinfektan (Direktorat
Jenderal Peternakan, 2007).
Kandang secara umum memiliki dua tipe, yaitu kandang individu dan
kandang koloni (Abidin, 2002). Menurut Sarwono dan Arianto (2002) kandang
individu adalah kandang yang terdiri dari satu ruangan atau bangunan dan hanya
digunakan untuk memelihara satu ekor ternak setiap ruangnya. Kandang koloni
7
adalah kandang yang terdiri dari satu ruangan atau bangunan tetapi digunakan
untuk ternak dalam jumlah banyak.
Manajemen Pemberian Pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan pada ternak
sebagai pakan,baik berupa bahan organik,baik sebagian maupun keseluruhannya
dapat dicerna dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan pada ternak yang
memakannya (Hartadi et al, 1986). Siregar (2008) menyatakan bahwa pakan sapi
potong harus memenuhi persyaratan,antara lain: tersedia sepanjang tahun, bernilai
gizi tinggi, harganya relatif murah dan tidak mengandung racun atau zat
antinutrisi.
Secara alamiah pakan utama ternak sapi adalah hijauan yang dapat berupa
rumput alamatau lapangan, rumput unggul, leguminosa, limbah pertanian serta
tanaman hijauan lainnya. Dalam pemilihan pakan hijauan harus diperhatikan
disukai ternak atau tidak, mengandung racun(toxin) atau tidak yang dapat
membahayakan perkembangan ternak yang mengkonsumsi. Namun
permasalahan yang ada bahwa hijauan di daerah tropis mempunyai kualitas yang
kurangbaik sehingga untuk memenuhi kebutuhan nutrien perlu ditambah dengan
pemberian pakan konsentrat (Siregar, 2008).
8
Cara PemberianPakan
jerami terlebih dahulu dalam jumlah sedikit baru kemudian diberikan konsentrat
dan setelah itu jerami lagi dalam jumlah banyak. Hal ini dimaksudkan untuk
mampu berkembang lebih lama dan mencerna jerami lebih banyak serta nutrien
yang diserappun akan lebih optimal. Tempat pakan berbentuk palung yaitu
sebagai alat pengangkut dari gudang tempat penyimpanan jerami ketempat pakan
oleh para petugas. Dengan demikian infeksi parasit dan mikroorganisme yang
lain terus menerus berkembang dan menular pada ternak yang sehat.Cara
9
dari ternak sakit keternak sehat milikorang lain(Akoso,1996)
10
penggemukan (Roessali etal. 2005), dan e) budi daya sapi potong dengan tujuan
untuk menghasilkan daging dan berorientasi pasar masih rendah. Kedua, pada
sentra produksi sapi di kawasan timur Indonesia dengan porsi 16% dari populasi
nasional, serta memiliki padang penggembalaan yang luas, pada musim kemarau
panjang sapi menjadi kurus, tingkat mortalitas tinggi, dan angka kelahiran rendah.
Kendala lainnya adalah berkurangnya areal penggembalaan, kualitas sumber daya
rendah, akses ke lembaga permodalan sulit, dan penggunaan teknologi rendah
(Syamsu etal. 2003; Isbandi 2004; Ayuni 2005; Rosida 2006).
Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Produksi Ternak
ternak dalam negeri seperti: (1) pengembangan pakan ternak, (2) peningkatan
mutu bibit melalui program inseminasi buatan, dan (3) program pemberantasan
peternakan rakyat dalam bentuk Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Namun tampaknya
semua usaha yang telah dilakukan pemerintah tersebut belum berhasil secara
daging sapi. Harga daging sapi di Provinsi Aceh merupakan harga tertinggi di
11
antara Provinsi lain di Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging
sapi di Provinsi Aceh adalah permintaan daging sapi, produksi daging sapi dan
signifikan terhadap harga daging sapi di Provinsi Aceh. Secara parsial, harga
daging impor berpengaruh nyata terhadap harga daging sapi lokal. Sedangkan
permintaan dan produksi daging sapi lokal tidak berpengaruh nyata terhadap
harga daging sapi lokal. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan produksi
daging sapi lokal belum dapat memenuhi jumlah permintaan. Sehingga harga
daging sapi lokal akan terus mengalami peningkatan. Maka dapat dikatakan,
produksi daging sapi lokal dan permintaan tidak berpengaruh pada harga daging
sapi lokal, karena harga daging sapi lokal akan terus meningkat setiap tahunnya,
(Pradipta, 2014).
12
ANALISIS DAN SINTESIS
memadai. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,32% pada
Santi 2008) sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar antara permintaan dan
Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin
meningkatsejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya
beli masyarakat (Deptan,2006). Pemerintah sejak tahun 2005 telah mencanangkan
Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) yang dirumuskan pada tahun 2000
dan berakhir 2004 (Sudardjat (2004). Kebijakan PSDS dilanjutkan pada tahun
2010 hingga sekarang. Pada periode ini, PSDS menjadi program prioritas dan
dituangkan dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan 2010-2014
(Ditjennak, 2009).
Upaya untuk menghindari pengurasan sapi potong dan memenuhi
konsumsi daging masyarakat dibutuhkan pendekatan yang mengintegrasikan
aspek teknis, ekonomi dan sosial secara terpadu dalam paket program. Prinsip
yang perlu dianut adalah azas kelestarian sumberdaya ternak nasional(populasi),
azas keseimbangan (suplaidemand),dan azas kemandirian (mengurangi impor)
(Sudardjat, 2004). Pemerintah menetapkan beberapa kebijakan melalui
pengembangan kelembagaan petani peternak, optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya alam lokal, dan pengembangan teknologi tepat guna. Langkah untuk
membangun program perbaikan peternakan sapi potong berkelanjutan dibutuhkan
kajian mengenai sistim produksi sapi potong beserta hambatan dan
mengidentifikasi tujannya serta tingkat produktivitasnya(Musa et al, 2006).
13
Sapi potong merupakan komoditas andalan bagi Provinsi Aceh, kebtuhan
daging sapi di Provinsi Aceh 30.210 ton dan dapat dipenuhi secara internal dari
sapi lokal hanya 87,25% sisanya sekitar 4000 ton didatangkan dari luar Aceh
(Badan Investasi Aceh, 2009). Sampai saat ini, swasembada daging di Provinsi
Aceh belum tercapai. Salah satu penyebab hal tersebut dapat terjadi karena masih
minimnya pengetahuan peternak tentang manajemen pemeliharaan sapi yang baik
dan benar. Hal ini akan memberikan pengaruh terhadap kualitas daging yang
dihasilkan oleh sapi. Disinilah peran dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan
dengan cara memberikan sosialisasi kepada peternak mengenai manajemen
pemeliharaan sapi yang baik agar dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas
sapi.
14
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Sampai saat ini, Indonesia khususnya Provinsi Aceh masih belum bisa
mencapai swasembada daging. Hal ini terjadi karena kesenjangan yang cukup
lebar antara permintaan dan penawaran daging sapi. Meskipun kita ketahui bahwa
Provinsi Aceh sebagai salah satu sentra sapi potong di Indonesia. Kondisi ini
terjadi disebabkan karena minimnya pengetahuan peternak tentang manajemen
pemeliharaan sapi yang baik dan benar. Di Provinsi Aceh sendiri, masih banyak
peternak yang membiarkan sapinya berkeliaran di jalan raya. Sehingga sapi
tersebut bisa saja memakan sampah- sampah yang diperoleh dari tempat
penampungan sampah.
Rekomendasi yang dapat penulis berikan dengan karya tulis ilmiah ini
adalah pengetahuan peternak tentang manajemen pemeliharaan sapi yang baik
dapat ditingkatkan. Pemerintah ataupun lembaga terkait dapat bekerja sama
dengan para peternak untuk mewujudkan swasembada daging di Provinsi Aceh.
Kurangnya pengetahuan peternak tentang manajemen pemeliharaan sapi yang
15
baik dan benar, keterbatasan modal serta minimnya lahan yang dibuthkan oleh
peternak untuk memelihara ternaknya menjadi kendala bagi peternak lokal
sehingga tidak dapat menigkatkan kualitas dan produktivitas ternaknya. Solusi
yang mungkin dapat diberikan yaitu pemerintah dapat mempekerjakan peternak
sehingga peternak dapat memperoleh pengetahuan dasar dalam beternak, modal
serta lahan untuk pemeliharaan ternak. Sedangkan keuntungan bagi pemerintah
sendiri yaitu terwujudnya swasembada daging di Provinsi Aceh.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
Didy,Alfianus Dangga .2009.Manajemen Penggemukan Sapi Potong Di Cv. Sumb
er Baja Perkasa Kabupaten Klaten. Tugas Akhir. Tidak Dipublikasikan.
Fakultas PertanianUniversitas Sebelas Maret.
Ditjennak, 2009. Renstra Direktorat Jenderal Peternakan 2010-2014. Direktorat
Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI.
Djarijah, A.S. 2002. Usaha Ternak Sapi. Yogyakarta: Kanisius.
Isbandi. 2004. Pembinaan kelompok petaniternakdalam usaha ternak sapi potong.
J.lndon.Trop.Anim.Agric.29(2): 106-114.
Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanamanternak Dalam Perspektif Reorientasi
Kebijakan Subsidi Pupuk Dan Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal
Analisis Kebijakan Pertanian 3(1): 68-80.
Maryono, E. Romjali, D.B. Wijono, Dan Hartatik. 2006. Paket Rakitan Teknologi
Hasil-Hasil Penelitian Peternakan Untuk Mendukung Upaya Kalimantan
Selatan Mencapai Swasembada Sapi Potong. Makalah Disampaikan pada
DiseminasiTeknologi Peternakan, Banjarbaru, 17 Juli 2006. Dinas
Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Bekerja SamaDengan Loka
Penelitian Sapi Potong, Grati. Hlm. 15.
Mersyah, R. 2005. Desain Sistem Budi Daya Sapi Potong Berkelanjutan untuk
Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Musa, M., Peters, K.J., and Ahmed, M.K.A., 2006. On farm characterization of
Butana and Kenana cattle breed production systems in Sudan. Livestock
Research for Rural Development 18(12): 53-60.
Natasasmita A, Mudikdjo K. 1985. Beternak Sapi Daging. Bogor: Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
18
Santi, W.P. 2008. Respons Penggemukan Sapi PO dan Persilangannya sebagai
Hasil IB terhadap Pcmberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di
Kabupaten Blora. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Sarwono, B Dan H. B. Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Siregar, S.B., 2008. Penggemukan Sapi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Syamsu, A.J., L.A. Sofyan, K. Mudikdjo, Dan G. Said. 2003. Daya Dukung
Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia Di Indonesia.
Wartazoa 13(1): 30-37.
Yusdja, Y. dan N. Ilham. 2004. Tinjauan kebijakan pengembangan agribisnis sapi
potong. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 2(2): 167-182.
19