Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


EFUSI PLEURA DI RUANG PANDAN 2

RSUD DR SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:

Asti Pratiwi, S.Kep

NIM 131913143055

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA

2019
TINJAUAN PUSTAKA

EFUSI PLEURA

1. Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura adalah lapisan tipis yang dalam keadaan normal melindungi
paru-paru dari gesekan dengan dinding dada saat terjadi ventilasi.
(Pratomo & Yunus, 2013). Rongga pleura merupakan celah antara pleura
visceral dan parietal. Pleura terdiri dari lapisan eksternal dan internal.
Lapisan internal adalah pleura visceral yaitu langsung menempel pada
dinding pulmo. Lapisan eksternal merupakan pleura parietal yaitu bagian
luar yang berbatasan langsung dengan dinding thorak. Rongga pleura
memiliki peran penting pada proses respirasi yaitu dengan cara ruang
intrapleural yang relative vakum mempertahankan jaraj antara kedua
lapisan, dan rongga pleuran berisi cairan sekitar 0,13 dan berepran sebagai
pelumas agar tidak terjadi friksi pada dinding parut saat proses ventilasi
berlangsung.

2. Definisi Efusi Pleura


Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura yang abnormal yang
disebabkan oleh karena pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses
absorpsinya. Sebagian besar efusi pleura terjadi karena adanya
peningkatan pembentukan cairan pleura dan penurunan kecepatan absorpsi
cairan pleura tersebut (Lee YCG, 2013). Efusi pleura bisa disebabkan oleh
penyakit yang berasal dari paru, pleura ataupun penyakit di luar paru
(Light RW, 2013).
3. Klasifikasi Efusi Pleura
Menurut (Light RW, 2011), efusi pleura terbagi menjadi dua yaitu
transudat dan eksudat. Efusi pleura yang bersifat transudat diangap sebagai
uncomplicated pleural effusion, yang dapat ditangani dengan pengobatan
konservatif atau hanya dengan antibiotik. Efusi pleura eksudat atau efusi
pleura terlokalisir yang luas, diklasifikasikan sebagai complicated pleural
effusion harus dilakukan drainase, yang termasuk complicated pleural
effusion yaitu empiema, efusi pleura ganas dan hemotoraks.
Berdasarkan USG, efusi pleura juga dapat dibedakan menjadi efusi
pleura sederhana dan efusi pleura kompleks (Coley BD, 2013):

1. Efusi pleura sederhana


- Gambaran anechoic yang homogen
2. Efusi pleura kompleks
- Tidak bersekat dengan gambaran hipoechoik
- Terdapat lebih dari satu sekat
- Gambaran echoic yang homogen
4. Etiologi Efusi Pleura
Ada dua tipe penyebab utama dari efusi pleura, yaitu:
1. Efusi pleura transudatif
Efusi pleura transudatif disebabkan oleh beberapa kombinasi dari
peningkatan tekanan hidrostatik atau berkurangnya tekanan onkotik
kapiler; misalnya gagal jantung, sirosis, dan sindrom nefrotik.
2. Efusi pleura eksudatif.
Efusi pleura eksudatif disebabkan oleh proses lokal yang
mengakibatkan perubahan pada pembentukan dan penyerapan cairan
pleura; peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan eksudasi
cairan, protein, sel, dan komponen serum lainnya Penyebab yang
paling sering terjadi, yaitu pnemonia, malignansi, dan pulmonary
embolisme, infeksi virus, dan tuberculosis.
5. Patofisiologi Efusi Pleura
Dalam rongga pleura yang normal, cairan masuk dan keluar
dengan jumlah yang sama secara terus – menerus karena adanya filtrasi
yang berkelanjutan dari sejumlah kecil cairan rendah protein dalam
pembuluh darah mikro yang normal. Pada akhir abad ke-19, Starling dan
Tubby mengeluarkan sebuah hipotesis, bahwa pertukaran cairan
mikrovaskuler dan zat terlarut diatur oleh keseimbangan antara tekanan
hidrostatik, tekanan osmotik, dan permeabilitas membran. Efusi pleura
merupakan akumulasi cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura. Hal
ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara produksi dan
penyerapan cairan pleura. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya terisi
sejumlah kecil cairan, biasanya hanya 0,1-0,2 ml/kgBB (McGrath E,
Anderson PB, 2011).
Cairan pleura terbentuk dan diserap kembali secara lambat, dengan
jumlah yang sama dan mempunyai kadar protein yang rendah
dibandingkan dengan paru dan kelenjar getah bening perifer. Beberapa
mekanisme terbentuknya cairan pleura antara lain: (Yataco JC, Dweik RA,
2005)
1. Peningkatan tekanan hidrostatik dalam sirkulasi pembuluh darah kecil.
Data klinis menunjukkan bahwa peningkatan tekanan intra kapiler
merupakan faktor yang paling sering menyebabkan efusi pleura pada
gagal jantung kongestif.
2. Penurunan tekanan onkotik di sirkulasi pembuluh darah kecil
disebabkan oleh hipoalbuminemia yang cenderung meningkatkan
cairan di dalam rongga pleura.
3. Peningkatan tekanan negatif di rongga pleura juga menyebabkan
peningkatan jumlah cairan pleura. Hal ini biasanya disebabkan oleh
atelektasis.
4. Pemisahan kedua permukaan pleura dapat menurunkan pergerakan
cairan dalam rongga pleura dan dapat menghambat drainase limfatik
pleura. Hal ini bisa disebabkan oleh trapped lung.
5. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler yang disebabkan
oleh mediator inflamasisangat memungkinkan terjadinya kebocoran
cairan dan protein melewati paru dan pleura visceral ke rongga pleura.
Hal ini telah dibuktikan dengan adanya infeksi seperti pneumonia.
6. Gangguan drainase limfatik permukaan pleura karena penyumbatan
oleh tumor atau fibrosis.
7. Perembesan cairan ascites dari rongga peritoneal melalui limfatik
diafragma atau dari defek diafragma.
6. WOC Efusi Pleura

TB Paru Pneumoni Gaga jantung Karsinoma


kongestif, gagal ginjal, mediastinum,
gangguan fungsi hati karsinoma paru

Atelektasis, Peningkatan tekanan Peningkatan


hipoalbumin, hidrostatik pembuluh permeabilitas kapiler
inflamasi darah paru

Tekanan onkotik Keidakseimbangan jumlah


koloid menurun, produksi cairan dengan
penignkatan absorbsi yang bisa dilakukan
permeabilitas pleura viseralis

Akumulasi cairan di
rongga pleura

Ganggguan ventilasi

Sistem pernapasan Pencernaan muskuloskeletal

PaO2 menurun, PCO2 Efek hipoalbumin Penurunan suplai O2


meningkat ke jaringan

Produksi asam
Asidosis Respirtorik lambung meningkat Metabolisme
anaerob,
penumpukan laktat

Sesak napas Mual muntah

Kelemahan fisik

Pola napas tidak Defisit nutrisi


efektif
Intoleransi aktivitas
7. Manifestasi Klinis Efusi Pleura
Ada tiga gejala yang paling umum dijumpai pada efusi pleura yaitu
nyeri dada, batuk, dan sesak napas. Nyeri dada yang disebabkan efusi
pleura oleh karena penumpukan cairan di dalam rongga pleura. Nyeri bisa
menjalar hingga ke perut melalui persarafan interkostalis. Sedangkan
batuk kemungkinan akibat iritasi bronkial disebabkan kompresi parenkim
paru. (Roberts JR et al, 2014).
Efusi pleura dengan ukuran yang besar dapat mengakibatkan
peningkatan ukuran hemitoraks serta menyebabkan ruang interkostal
mengembang pada sisi yang terjadi efusi. Pada palpasi akan didapati taktil
fremitus berkurang atau menghilang sama sekali disebabkan cairan
tersebut memisahkan paru – paru dari dinding dada dan menyerap getaran
dari paru – paru. Pada perkusi didapati beda, dan akan berubah saat pasien
berubah posisi jika cairan bisa mengalir bebas. Pada auskultasi akan
didapati suara napas yang menghilang tergantung ukuran efusi (Roberts
JR, et al 2014)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang utama pada kasus efusi pleura adalah dengan
mengurangi gejala yang ditimbulkan dengan jalan mengevakuasi cairan
dari dalam rongga pleura kemudian mengatasi penyakit yang
mendasarinya. Pilihan terapinya bergantung pada jenis efusi pleura,
stadium, dan penyakit yang mendasarinya. Pertama kita harus menentukan
apakah cairan pleura eksudat atau transudat. (Yu H, 2011).
Penatalaksanaan efusi pleura dapat berupa aspirasi cairan pleura
ataupun pemasangan selang dada. Aspirasi cairan pleura dilakukan untuk
tujuan diagnostik misalnya pada efusi pleura yang tidak diketahui
penyebabnya dan terapeutik yaitu untuk mengevakuasi cairan maupun
udara dari rongga pleura ketika pasien tidak sanggup lagi untuk menunggu
dilakukan pemasangan selang dada misalnya pada pasien tension
pneumotoraks. Selain aspirasi cairan pleura dapat juga dilakukan
pemasangan selang dada untuk tujuan terapeutik. Pemasangan selang dada
diperlukan jika terjadi gangguan fungsi fisiologis sistem pernapasan dan
kardiovaskular. (Klopp M, 2013).
Selain torakosentesis, prinsip penanganan efusi pleura adalah
dengan mengobati penyakit yang mendasarinya. Tindakan emergensi
diperlukan ketika jumlah cairan efusi tergolong besar, adanya gangguan
pernapasan, ketika fungsi jantung terganggu atau ketika terjadi perdarahan
pleura akibat trauma tidak dapat terkontrol. Drainase rongga pleura juga
harus segera dilakukan pada kasus empiema toraks.
1. Torakosentesis
Torakosentesis merupakan pilihan pertama dan merupakan
tindakan yang sederhana untuk kasus efusi pleura, bukan hanya untuk
diagnosis tapi juga untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan akibat
efusi pleura tersebut. Tetapi bagaimanapun juga, torakosintesis yang
berulang bukan pilihan yang tepat untuk penanganan efusi pleura
ganas yang progresif. Torakosintesis hanya mengurangi gejala untuk
sementara waktu dan akan membutuhkan kunjungan yang berulang ke
rumah sakit untuk melakukannya. (Yu H, 2011).
a. Indikasi Torakosentesis
Indikasi torakosintesis pada kasus efusi pleura meliputi indikasi
diagnostik dan terapeutik:
1). Diagnostik
Saat melakukan torakosentesis, sampel cairan pleura dapat diambil
dan diperiksakan untuk menentukan penyebab efusi. Untuk
pemeriksaan laboratorium dibutuhkan 50 – 100 ml. Sebagian besar
efusi pleura yang masih baru terukur lebih dari 10 mm pada foto
toraks posisi lateral dekubitus, CT scan toraks, atau USG toraks.
2) Terapeutik
Tujuan lain dilakukan torakosentesis adalah untuk mengurangi
gejala yang ditimbulkan misalnya meringankan sesak napas yang
diakibatkan jumlah cairan yang besar dan membutuhkan evakuasi
segera.
b. Kontraindikasi torakosentesis
Tidak ada kontraindikasi untuk torakosentesis. Studi terbaru
menunjukkan bahwa jika torakosentesis dilakukan dengan tuntunan
USG, maka hal ini aman untuk dilakukan meskipun terdapat
kelainan koagulasi. Perhatikan pasien dengan kelainan koagulasi,
termasuk gagal ginjal, tanda – tanda perdarahan yang terjadi
setelah prosedur. Hindari tempat yang terdapat selulitis maupun
herpes zoster dengan memilih lokasi torakosentesis alternatif.
(Roberts JR et al, 2014).
2. Pemasangan selang dada
Pemasangan selang dada dapat dilakukan pada pasien dengan efusi
pleura ataupun pneumotoraks dengan ukuran moderat sampai large, pasien
dengan riwayat aspirasi cairan pleura berulang, efusi pleura yang berulang,
pada pasien yang dilakukan bedah toraks, pasien dengan pneumotoraks
yang berhubungan dengan trauma, hemotoraks, kilotoraks, empiema, atau
pada keadaan lain misalnya untuk pencegahan setelah tindakan
pembedahan untuk evakuasi darah dan mencegah tamponade jantung.
(Klopp M, 2013).
a. Indikasi pemasangan selang dada (Dev PS et al, 2007):
Pada keadaan darurat seperti pneumothoraks, keadaan klinis pasien
yang tidak stabil, pneumotorax ventil, keadaan non-darurat seperti efusi
pleura ganas, pengobatan dengan agen sklerotik atau pleurodesis, efusi
pleura berulang, efusi parapneumonik atau empyema, kilotoraks.
Perawatan pasca operasi (mis: setelah bypass coroner, torakotomi, atau
lobektomi).
b. Kontraindikasi pemasangan selang dada (Dev PS et al,
2007)
Pedoman yang telah ada menyatakan bahwa tidak ada
kontraindikasi absolut untuk drainase melalui selang dada kecuali ketika
paru-paru benar-benar melekat pada dinding dada seluruh hemitoraks
tersebut (Roberts JR et al, 2014).

3. Pemeriksaan diagnostik
1) Foto Toraks
Efusi pleura biasanya terdeteksi pada foto toraks postero anterior
posisi tegak jika jumlah cairan sampai 200 – 250 ml. Foto toraks
lateral dapat mendeteksi efusi pleura sebesar 50 – 75 ml. Tanda awal
efusi pleura yaitu pada foto toraks postero anterior posisi tegak maka
akan dijumpai gambaran sudut kostofrenikus yang tumpul baik dilihat
dari depan maupun dari samping. Dengan jumlah yang besar, cairan
yang mengalir bebas akan menampakkan gambaran meniscus sign
dari foto toraks postero anterior. Ketinggian efusi pleura sesuai
dengan tingkat batas tertinggi meniskus. Adanya pneumotoraks atau
abses dapat mengubah tampilan meniskus menjadi garis yang lurus
atau gambaran air fluid level. (Roberts JR et al, 2014).

2) USG Toraks
Ada beberapa keuntungan dari penggunaan USG toraks untuk
menilai suatu efusi pleura. USG toraks merupakan prosedur yang
mudah dilakukan dan merupakan tindakan yang tidak invasif dan dapat
dilakukan di tempat tidur pasien. USG toraks lebih unggul daripada foto
toraks dalam mendiagnosis efusi pleura dan dapat mendeteksi efusi
pleura sekecil 5ml. meskipun beberapa hal yang detail hanya bisa
terlihat pada CT scan, USG dapat mengidentifikasi efusi yang
terlokalisir, membedakan cairan dari penebalan pleura, dan dapat
membedakan lesi paru antara yang padat dan cair. USG juga dapat
digunakan untuk membedakan penyebab efusi pleura apakah berasal
dari paru atau dari abdomen. Selain itu USG dapat dilakukan di tempat
tidur pasien yang sangat berguna untuk identifikasi cepat lokasi
diafragma dan tingkat interkostal untuk menentukan batas atas efusi
pleura. (Roberts JR et al, 2014).

3) CT Scan Toraks
CT scan toraks lebih sensitif dibandingkan dengan foto toraks,
biasanya untuk mendeteksi efusi pleura yang sangat minimal dan
mudah menilai luas, jumlah, dan lokasi dari efusi pleura yang
terlokalisir. Lesi lokulasi bisa tampak samar – samar pada foto toraks
biasa. Pada gambaran CT scan toraks, cairan yang mengalir bebas
akan membentuk seperti bulan sabit dapa daerah paling bawah,
sedangkan penumpukan cairan yang terlokalisir akan tetap berbentuk
lenticular dan relatif tetap berada dalam ruang tersebut. Selain itu, CT
scan toraks dapat digunakan untuk menilai penebalan pleura,
ketidakteraturan, dan massa yang mengarah keganasan dan penyakit –
penyakit lain yang menyebabkan efusi pleura eksudatif. (Roberts JR et
al, 2014)
4) Torakosintesis untuk diagnostik
Torakosintesis yang dilanjutkan dengan analisis cairan pleura dapat
dengan cepat mempersempit diagnosis banding efusi pleura. Sebagian
besar cairan pleura berwarna kekuningan. Temuan ini tidak spesifik
karena cairan berwarna kekuningan terdapat pada berbagai kasus efusi
pleura. Namun tampilan warna lain efusi pleura dapat membantu
untuk mendiagnosis penyebab efusi pleura. Cairan yang mengandung
darah dapat ditemukan pada kasus pneumonia, keganasan, dan
hemotoraks.

5) Biopsi Pleura
Pada kasus efusi pleura yang belum tegak diagnosisnya di mana dicurigai
disebabkan oleh keganasan dan nodul pada pleura tampak pada CT scan
dengan kontras, maka biopsi jarum dengan tuntunan CT scan merupakan
metode yang tepat. Biopsi jarum Abram hanya bermakna jika dilakukan di
daerah dengan tingkat kejadian tuberkulosis yang tinggi, walaupun
torakoskopi dan biopsi jarum dengan tuntunan CT scan dapat dilakukan
untuk hasil diagnostik yang lebih akurat. (Havelock T et al, 2010).
6) Torakoskopi Torakoskopi merupakan pemeriksaan yang dipilih untuk
kasus efusi pleura eksudat di mana diagnostik dengan aspirasi cairan
pleura tidak meyakinkan dan dicurigai adanya keganasan. (Havelock T et
al, 2010).
7) Pemeriksaan Lain Pada Kondisi Tertentu (Havelock T et al, 2010)
a) Pleuritis tuberkulosis
Ketika dilakukan biopsi pleura, maka sampel harus dikirim untuk
pemeriksaan histologi dan kultur untuk menegakkan diagnosis
tuberkulosis. Biopsi pleura melalui torakoskopi merupakan
pemeriksaan yang paling akurat untuk mendapatkan hasil positif untuk
kultur mikobakterium (dan juga sensitivitas obat). Penanda tuberkulosis
pleura dapat bermakna di negara - negara dengan angka kejadian
tuberkulosis yang rendah. Adenosine deaminase (ADA) adalah penanda
yang paling sering digunakan.
b) Rheumathoid Arthritis yang berhubungan dengan efusi pleura Sebagian
besar efusi pleura yang disebabkan oleh Rheumathoid Arthritis
menunjukkan kadar glukosa yang sangat rendah yaitu kurang dari <1,6
mmol/L (29 mg/dl).
c) Kilotoraks dan pseudokilotoraks Pada kasus terduga kilotoraks atau
pseudokilotoraks maka cairan pleura harus diperiksakan untuk menilai
kristal kolesterol, kilomikron, kadar trigliserida cairan pleura dan kadar
kolesterol cairan pleura.
4. Komplikasi
Komplikasi pada efusi pleura adalah sebagai berikut:
1. Kollaps paru: terjadi karena jika paru-paru dikelilingi kumpulan
cairan dalam waktu yang lama
2. Empyema: bila cairan terinfeksi menjadi abses, yang akan
membutuhkan drainase yang lama.
3. Pneumothoraks
4. Gagal napas
5. Asuhan keperawatan umum pada klien dengan efusi pleura
Pengkajian
1. Identitas
2. Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, suku
bangsa, agama, tanggal MRS, No rekam medik
3. Status kesehatan saat ini
a) Keluhan Utama
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, gejala yang
timbul sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia
akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan menyebar
kemungkinan timbul dispnea dan batuk. Efusi pleura yang
besar akan mengakibatkan napas pendek. Tanda fisik meliputi
deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dullness pada
perkusi, dan penurunan bunyi pernapasan pada sisi yang
terkena.
b) Alasan Masuk Rumah Sakit
Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal
jantung), Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma
(misalnya hipoprotinnemia), meningkatnya permeabilitas
kapiler (misalnya infeksi bakteri), berkurangnya absorbs.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dengan efusi pleura akan diawali dengan adanya keluhan
seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada,
dan berat badan menurun.
d) Riwayat Kesehatan Terdahulu
1. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien dengan efusi pleura terutama akibat adanya infeksi
non-pleura biasanya mempunyai riwayat penyakit
tuberkulosis paru.
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun
diturunkan dari anggota keluarganya yang lain, terkecuali
penularan infeksi tuberkulosis yang menjadi faktor
penyebab timbulnya efusi pleura.
e) Riwayat Pengobatan
Mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu seperti pengobatan untuk effusi pleura malignan
termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi
diuretic.

4. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a. Kesadaran
Klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami
keluhan batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada
dada, dan berat badan menurun.
b. Tanda-tanda vital
c. RR cenderung meningkat dan klien biasanya dispneu, vokal
premitus menurun, suara perkusi redup sampai pekak
bergantung pada jumlah cairannya, auskultasi suara napas
menurun sampai menghilang, egofoni
2) Body System
1. Sistem pernapasan
Gejala: kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah
dada/trauma
Tanda: takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada
dada, retraksi interkostal, bunyi napas menurun dan fermitus
menurun (pada sisi terlibat), perkusi dada: hiperresonan
diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan.
Observasi dan palpasi: gerakan dada tidak sama (paradoksik)
bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area
sakit).
2. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi pada efusi pleura letak ictus cordis normal yang
berada pada ICS 5 pada linea medioclaviculaus kiri selebar 1
cm, palpasi frekuensi jantung dan teratur tidaknya denyut
jantung, perkusi terdengar suara pekak adanya pergeseran
jantung Karena pendorongan cairan efusi pleura dan
auskultasi bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop dan
bunyi jantung III gejala payah jantung serta adanya murmur
3. Sistem persarafan
Inspeksi tingkat kesadaran pada pemeriksaan GCS dalam
keadaan composmentis, somnolen atau koma.
4. Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam
hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan
tanda awal syok.

5. Sistem pencernaan
Pada klien efusi pleura didapatkan indikasi mual dan
muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan.
6. Sistem integument
Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan.
7. Sistem musculoskeletal
Pada pasien efusi pleura diperhatikan adanya edema
peritibial, feel pada kedua ekstremitas dan kekuatan otot
antara bagian kiri dan kanan.
8. Sistem endokrin
Pada pasien efusi pleura tidak terdapat gangguan pada
system endokrin.
9. Sistem reproduksi
Pada pasien efusi pleura tidak ditemukan adanya gangguan
pada system genetalia.
10. Sistem penginderaan
Pada pasien efusi pleura tidak ditemukannya kerusakan pada
penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan.
11. Sistem imun
Pada pasien efusi pleura terjadinya peningkatan tekanan
pada kapiler subpleura atau limfatik
12. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan
didapati menghilangnya sudut kostrofenik. Bila cairan
lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediastinum.
b. Torakosentesis
Aspiran cairan pleura berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Torakosentesis sebaiknya
dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada
bagian bawah paru di sela iga ke-9 garis aksila posterior
dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-
1500cc pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan
sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan
menimbulkan syok pleural (hipotensi) atau edema paru.
Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat
mengembang.
c. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan. Pemeriksaan
histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis
tuberculosis dan tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama
tidak memuaskan dapat dilakukan biopsy ulangan.
Komplikasi biopsi adalah pneumotorak, hemotorak,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
13. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura antara lain:
1. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan
oksigen karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan
kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat
adanya infeksi. Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil
kultur kuman.
3. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain,
diberikan obat (tetrasiklin,Kalk, dan biomisin) melalui
selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan
pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif
2. Defisit nutrisi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran Intervensi
Keperawatan
1. Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan
efektif asuhan napas:
keperawatan 3x24 Observasi:
jam diharapkan 1. Monitor pola
pola napas klien napas klien.
normal dengan 2. Monitor bunyi
kriteria hasil: napas
1. Dispneu tambahan.
tidak ada 3. Monitor
2. Frekuensi sputum
napas (jumlah,
normal warna, aroma)
Terapeutik:
1. Posisikan semi
fowler atau
fowler
2. Lakukan
fisioterapi
dada jika perlu
3. Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik
4. Berikan
oksigen
Edukasi:
1. Ajarkan Teknik
batuk efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik,
jika perlu.

2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi:


asuhan 1. Monitor
keperawatan 2x24 asupan makan
jam diharapkan 2. Sajikan
nutrisi klien makanan
membaik dengan secara menarik
kriteria hasil: dan suhu yang
1. Porsi sesuai
makanan 3. Berikan
yang makanan
dihabiskan tinggi serat
meningkat untuk
2. Serum mencegah
albumin konstipasi
normal 4. Berikan
3. Frekuensi suplemen
makan makanan
normal 5. Kolaborasi
4. Nafsu dengan ahli
makan gizi untuk
meningkat menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan.
Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi:
3. aktivitas asuhan 1. Identifikasi
berhubungan keperawatan 2x24 gangguan
dengan kelemahan jam diharapkan fungsi tubuh
aktivitas klien yang
membaik dengan mengakibatkan
kriteria hasil: kelelahan.
1. Kekuatan 2. Monitor pola
tubuh dan jam tidur.
bagian atas 3. Sediakan
meningkat lingkungan
2. Kekuatan nyaman dan
tubuh rendah
bagian stimulus
bawah 4. Berikan
meningkat aktivitas
3. Keluhan distraksi yang
lelah tidak menenangkan
ada 5. Anjurkan
untuk tirah
baring
DAFTAR PUSTAKA

Cooley H,M,J., Jones R., Imig D., Villarruel F,A.(2013). Using Family
Paradigms to Improve Evidence Based Practice. American Jurnal
of Speech. Language Pathology 18,3 : 21 – 212.
Havelock T, Teoh R, Laws D, Gleeson F. BTS Pleural Disease Guideline
Group. Pleural procedures and thoracic ultrasound: British
Thoracic Society pleural disease guideline 2010. Thorax.
2010;65(Suppl 2):61–76
Lee YCG and Fysh ETH. 2013. Indwelling pleural catheter changing the
paradigm of malignant effusion management. Journal of Thoracic
Oncology; 6(4):655-657.
Light RW. 2013. Pleural diseases sixth edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Roberts, M. E., Neville, E., Berrisford, R. G., Antunes, G. and Ali, N. J. 2014.
Management of A Malignant Pleural Effusion: British Thoracic
Society Pleural Disease Guideline 2010. Thorax Journal. 65:32-40
WOC ASIDOSIS METABOLIK
Asam meningkat (konsumsi
Ginjal tidak mampu
metanol, etilen glikol,
buang asam
overdosis aspirin) Penyakit DM

ATR (Asidosis tubulus


Tubuh memecah lemak renalis) atau RTA
(Rhenal tubular asidosis)

Hasilkan asam (keton)

Asidosis Metabolik

HCO3- < 22mEq/L, pH < 7,35

Kompensasi dengan penurunan


PaCO2 dan hiperventilasi

Kompensasi akhir ginjal

Ekskresi H+, sebagai


NH4+/H3PO4
Neurologis Perubahan fungsi tulang Asimtomatis Pernapasan
Cardiovaskular
Mk:
Letargi Hiperventilasi Pola Napas tidak
Pada anak Pada dewasa Penurunan kontraksi Efektif
jantung
Mengurangi jumlah
Stupor
Retardasi Osteodistrofi CO2
mental ginjal Vasodilatasi perifer
Koma Ginjal kompensasi
Mk: Risiko Mk:Intoleransi Mk: Perfusi perifer
Kematian gangguan aktivitas tidak efektif
Asam meningkat, produksi
perkembangan
air kemih meningkat

Asidosis Keasaman
Koma
berat meningkat

Produksi asam
meningkat

Asam
lambung
meningkat

Nafsu makan
Defisit nutrisi Nausea/vomiting
turun

Anda mungkin juga menyukai