TINJAUAN PUSTAKA
Sintesa prostaglandin
Otot Halus
Terganggu
Uterus
Pembukaa
Persalina
Lambat
Serviks
Skema 1. Siklus pengaruh kecemasan pada kemajuan persalinan
(Sofian, 2011)
Tanda-tanda lepasnya plasenta:
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi
fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear
(globuler) dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi
kanan).
2. Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva
(tanda Ahfeld).
3. Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul di
belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dan
dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental
pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam
plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar
dari tepi plasenta yang terlepas.
(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2008)
Manajemen Aktif Kala III:
Tujuan manajemen ini adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif agar dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan, dan
mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis. Keuntungannya adalah persalinan kala III yang
lebih singkat, mengurangi jumlah kehilangan darah dan mengurangi
kejadian retensio plasenta. Tiga langkah utama manajemen aktif kala III
yaitu pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi
lahir, melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT) dan melakukan
masase fundus. (Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2008)
4. Kala IV
Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah
itu. Setelah plasenta lahir, hal-hal yang harus dilakukan adalah:
1. Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi baik dan kuat.
2. Evaluasi tinggi fundus uterus dengan meletakkan jari tangan secara
melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi
atau beberapa jari di bawah pusat.
3. Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan. Apabila perdarahan
menyebabkan ibu lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan
darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah
terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. bila ibu mengalami syok hipovolemik,
maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000 –
2500 ml). (Asuhan Persalinan Normal,JNPK-KR, 2008)
4. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomi)
perineum perdarahan pada ibu dianggap normal jika < 500 cc. Perluasan
laserasi perineum:
Derajat Satu, laserasi pada mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit
perineum. Laserasi derajat satu tak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan
dan aposisi luka baik.
Derajat Dua, laserasi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perineum, dan otot perineum. Laserasi derajat dua dijahit menggunakan
teknik penjahitan laserasi perineum.
Derajat Tiga, laserasi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perineum, otot perineum, dan otot spinchter ani.
Derajat Empat, laserasi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perineum, otot perineum, otot spinchter ani, dan dinding depan rectum.
Laserasi derajat tiga dan empat harus segera di rujuk ke fasilitas terdekat,
karena penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi
perineum derajat tiga dan empat.
(Midwifery Manual of Maternal Care dan Varney’s Midwifery,
edisi ke-3)
5. Evaluasi keadaan umum ibu. Selama dua jam pertama pasca persalinan:
Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan darah
yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit
selama satu jam kedua kala IV.
Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15
menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam
kedua kala IV.
Pantau temperature tubuh setiap jam selama dua jam pertama pasca
persalinan.
Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama 1
jam pertama dan setiap 30 menit pada satu jam kedua kala IV.
Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan
jumlah darah yang keluar serta bagaimana melakukan masase jika uterus
menjadi lembek.
Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu
untuk mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi
ibu agar nyaman. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala
tertutup, kemudian berikan bayi kepada ibu dan anjurkan untuk dipeluk
dan diberi ASI.
Lengkapi asuhan esensial bagi bayi baru lahir.
6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di
bagian belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah
penilaian dilakukan.
(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2008)
Tabel 2. Lamanya persalinan pada primi dan multi
Primi Multi Sumber:
(Asuhan Kala I 13 jam 7 jam
Kala II 1 jam ½ jam
Kala III ½ jam ¼ jam
Lama Persalinan 14 ½ jam 7 ¾ jam
Persalinan Normal, 2008)
2.2.2 Etiologi
Penyebab pasti terjadinya preeklampsia hingga kini belum diketahui,
berikut teori-teori yang menjelaskan terjadniya hipertensi dalam kehamilan
(Prawoirihardjo, 2010)
Bagan
Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa Gejala
Berat Menurut PNPK Preeklampsia Tahun 2016
Preeclampsia
Ya
Usia
• Kehamilan ≥ 37 mgg
Perburukan
• kondisi ibu dan janin
Persalinan atau ketuban pecah
•
Bagan Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat Menurut
PNPK Preeklampsia Tahun 2016
Tabel Kriteria Terminasi Kehamilan Pada Preeklampsia Berat
Menurut PNPK 2016
8. Riwayat Obstetri
Kehamilan Persalinan Anak Nifas
Thn Se BBL
Suami Anak UK pylt Jenis Penolong Tmpt H M Laktasi Peny
lahir x (gr)
Insiden preeklampsia pada wanita primigravida memiliki risiko lebih besar (7-
10%) jika dibandingkan dengan wanita multipara (Leveno, 2009). Respon
imun dan pajanan sperma pasangan merupakan faktor terjadinya preeklampsia
pada primigravida (Wylie dan Bryce, 2010). Pada ibu dengan riwayat
hiperplasentosis (mola, gemeli, DM, hidrop fetal, bayi besar) juga memiliki
faktor risiko karena plasentasi abnormal dan reduksi uteriplasenta (Fraser,
2009). Sedangkan pada ibu-ibu dengan multigravida, perlu dikaji adanya
penyulit berupa preeklampsia/eklampsia pada riwayat obstetri yang lalu
karena preeklampsia memiliki kecenderungan untuk berulang. Ibu yang
pernah mengalami kehamilan yang berakhir dengan IUFD juga dapat terulang
kembali untuk menjadi IUFD pada kehamilan berikutnya.
9. Riwayat kehamilan sekarang
Riwayat ANC, keluhan yang dialami, obat-obatan dan vitamin yang
dikonsumsi, gejala yang mengarah pada preeklampsia (penambahan berat
badan yang terlalu cepat, pusing, nyeri epigastrium, pandangan mata kabur,
bengkak pada wajah dan tangan). Pasien dengan kehamilan kembar memiliki
risiko lebih tinggi untuk terjadinya preeklampsia.
10. Data Fungsional Kesehatan
a. Pola eliminasi
Pada preeklamsia, ibu mungkin kencing sedikit atau jarang (Oligouria,
produksi urin kurang dari 500cc/24 jam atau <30 cc/jam)
b. Nutrisi
Defisiensi kalsium pada diet wanita hamil dapat mengakibatkan resiko
terjadinya preeklamsia. Pola makan bisa terganggu karena keluhan nyeri
epigastrium
11. Riwayat Psikososial dan budaya
Mengetahui keadaan psikologis ibu, apakah kehamilan direncanakan atau
tidak dan adanya dukungan dari keluarga.
2.4.1.2 Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan Umum : baik - lemah
b. Kesadaran : composmentis - somnolen
c. Tanda-Tanda Vital
- Tekanan darah
sistolik ≥160, diastolik ≥110 mmHg (pada preeklampsia berat)
- Denyut nadi : bertambah cepat
- Pernapasan : ≥ 16x/mnt
- Suhu : meningkat bila terjadi dehidrasi
- BB/TB : mengukur BMI (kejadian preeklampsia meningkat pada
ibu dengan obesitas)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Muka
pada preeklampsia biasanya ada edema wajah.
b. Dada
Adakah tanda dispneu, S1-S2 tunggal, auskultasi untuk mencari
kemungkinan adanya edema paru. Edema paru biasanya terjadi pada
pasien preeklamsia berat yang mengalami kelainan pulmonal maupun non-
pulmonal. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat banyak,
penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan
kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumi
yang diproduksi oleh hati. Diuretik dapat diberikan apabila terdapat edema
paru.
c. Abdomen
Inspeksi bekas SC, palpasi leopold I-IV, dan kemungkinan benjolan lain,
ukur TFU secara mcdonald, DJJ tidak terdengar pada janin IUFD.
d. Ekstremitas
pada preeklampsia biasanya ada edema.
3. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium (Hb, hematokrit, hapusan darah tepi, asam urat
darah, trombosit, fungsi hepar dan ginjal, urine lengkap, produksi urine 24
jam/Esbach, pengukuran protein urine)
- Pemantauan keadaan janin melalui USG.
2.4.5 Perencanaan
- Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan suami
R/ dengan memahami keadaannya, ibu dan keluarga bisa lebih kooperatif
1. Memberikan KIE
R/ dengan memahami keadaannya, ibu dan keluarga bisa lebih kooperatif
2. Informed consent
R/ melalui informed consent klien dan keluarga menyatakan telah diberi
penjelasan serta menyetujui untuk dilakukan suatu tindakan oleh petugas,
sehingga dapat dijadikan bukti tanggung jawab dan tanggung gugat bila terjadi
sesuatu
3. Kolaborasi dengan bagian Obgyn, kardiovaskuler dan mata
R/ untuk memberikan pelayanan yang komprehensif kepada klien
4. Observasi keseimbangan cairan
R/ pada preeklampsia risiko terjadi oedema paru jika input cairan berlebihan
5. Observasi intake nutrisi ibu
R/ nutrisi yang adekuat membantu memperbaiki keadaan umum klien
2.4.6 Implementasi
Langkah pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan yang telah
dibuat. Pada langkah ini dituntut untuk melakukan tindakan secara mandiri tetapi
sewaktu-waktu dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain
2.4.7 Evaluasi
Evaluasi Tindakan : Tindakan yang telah dilakukan dapat segera
diamati/dievaluasi hasilnya.
Evaluasi Proses : Adanya catatan perkembangan atau mungkin adanya
perubahan diagnosis setelah dilakukan tindakan tertentu dan akhirnya dibuat
pendokumentasian (SOAP) baru berdasarkan diagnosis yang telah berubah.