Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

“HIPERBILIRUBINEMIA”

OLEH:

NI KOMANG DIAN NOPITA DEWI


NIM. 2014901143

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
“HIPERBILIRUBINEMIA”

A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang digunakan untuk ikterus
neonatorum setelah hasil laboratorium menunjukan adanya peningkatan
kadar bilirubin (Lynn & Sowden, 2009 dalam Mulyati, Iswati, & Wirastri,
2019). Hiperbilirubinemia merupakan fenomena biologis yang terjadi
akibat tingginya produksi ekskresi bilirubin dalam darah selama masa
transisi pada neonatus (Mulyati, Iswati, & Wirastri, 2019).
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar bilirubin
dalam darah, baik oleh factor fisiologik maupun nonfisiologik, yang secara
klinis ditandai dengan joundis (Mathindas, dkk, 2013).
Hiperbilirubinemia atau yang sering disebut ikterus neonatorum
adalah akumulasi bilirubin yang berlebih dalam darah ditandai dengan
adanya joundis atau ikterus, perubahan warna kekuningan pada kulit,
sclera, dan kuku (Mastiningsih, 2014).
Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam
darah yang kadar nilainya lebih dari normal ( indirek 0,3-1,1 mg/dl dan
direk 0,1-0,4 mg/dl) biasanya terjadi pada bayi baru lahir (Maryunani &
Puspita, 2013).
2. Klasifikasi
Arfiana dan Lusiana (2016) membagi ikterus menjadi 2, yaitu :
a. Ikterus fisiologis
Kuning yang muncul pada bayi pada hari ketiga sampai hari kelima
tidak mempunyai dasar patologis (kern ikterus), dengan tanda-tanda :
1) Timbul pada hari ke 2 atau ke 3;
2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus
cukup bulan, 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan;
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per
hari;
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%;
5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama;
6) Tidak memiliki hubungan dengan keadaan patologis.
b. Ikterus patologis
Ikterus patologis yang mempunyai dasar patologis / kadar bilirubin
mencapai nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tanda
nya adalah :
1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
3) Peningkatan bilirubin melebihi dari 5 mg% per hari.
4) Ikterus menetap setelah 14 hari pertama.
5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolistik

Tabel 1.1
Derajat Ikterus pada Neonatus Menurut Rumus Kramer
Kadar
Daerah Luas IkterikBilirubin (mg
%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 + badan 9
bagian atas
3 Daerah 1, 2 + badan 11
bagian bawah dan
tungkai
4 Daerah 1,2,3 + 12
lengan dan kaki
bagian bawah
tungkai
5 Daerah 1,2,3,4 + 16
telapak tangan dan
telapak kaki
Sumber : Maryunani & Puspita (2013)
3. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul
akibat inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD.
Hemolisis ini dapat pula timbul karna adanya perdarahan tertutup
(hematoma cepal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas
golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam
terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama terjadi pada penderita
sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau asfiksia,
dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia (Atikah & Jaya,
2016).
Mastiningsih (2014) menyebutkan bahwa penyebab ikterus pada bayi baru
lahir dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar dapat
dibagi :
a. Produksi yang berlebihan
Keadaan ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh,
ABO, golongan darah lain, defesiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Disebabkan oleh imaturitasnya hepar, kurangnya substrak untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase.
Penyebab lain yaitu karena defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin yang berada dalam darah terikat dengan albumin kemudian
dibawa ke hepar. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin
yang mengikat bilirubin. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisalat, sulfarazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah sampai kesel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar
hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab
lainnya.
4. Patofisiologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai
produk akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi
reduksi. Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut
dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin
diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah
diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi
tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak
terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga
meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas ,dkk, 2013).
Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi
yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar,
yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi
sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada janin
atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, dan atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah & Jaya, 2016).
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar
dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi)
kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki
usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah,
sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek
yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus
bersirkulasi (Atikah & Jaya, 2016)
5. Manifetasi Klinis
Dikatakan Hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda sebagai berikut
(Ridha, 2014) :
a. Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau
organ lain akibat penumpukan bilirubin;
b. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama;
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam;
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup bulan, dan
12,5 mg% pada neonatus kurang bulan;
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis;
f. Ikterik yang disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gr, masa
esfasi kurang 36 mg, defikasi, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
6. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
Nurarif & Kusuma (2015) menyebutkan beberapa pemeriksaan penunjang
pada ikterus neonatorium atau hiperbilirubin yaitu:
a. USG, Radiologi;
b. Kadar bilirubin serum (total);
c. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi;
d. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi;
e. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia;
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah,
urin, IT, rasio dan pemeriksaan C reaktif proterin (CRP).
7. Penatalaksanaan Medis
a. Fisiologis
Hiperbilirubinemia derajat (1-2) dapat diatasi dengan pemberian intake
ASI yang adekuat dan sinar matahari pagi antara jam 07.00-08.00
selama 30 menit, 15 menit telentang dan 15 menit tengkurap
(Maryunani & Puspita, 2013).
b. Patologis
Cara mengatasi hiperbilirubinemia menurut Atikah dan Jaya (2016)
yaitu:
1) Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital.
Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga
konjugasi dapat dipercepat.
2) Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau
konjugasi. Contohnya ialah pemberian albumin untuk
meningkatkan bilirubin bebas.
3) Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata
setelah dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan
bilirubin dengan cepat. Walaupun demikian fototerapi tidak dapat
menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis berat.
Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca transfusi tukar
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :
a. Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin
dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
Langkah-langkah pelaksanaan fototerapi yaitu :
1) Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh neonatus
kena sinar;
2) Kedua mata dan gonat bayi ditutup dengan penutup yang
memantulkan cahaya;
3) Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm;
4) Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali;
5) Mengukur suhu setiap 6 jam sekali;
6) Memberikan ASI setiap 2-3 jam sekali;
7) Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-
kurangnya sekali dalam 24 jam;
8) Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada
penderita yang mengalami hemolisis.
b. Fenoforbital
Fenofornatal merupakan proses mengekskresi bilirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil
transferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan
clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana
dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital
tidak begitu sering dianjurkan.
c. Transfusi Tukar
Transfusi tukar dilaksanakan dengan indikasi sebagai berikut :
1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek > 20 mg%.;
2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3 – 1 mg% per
jam;
3) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung;
4) Bayi dengan kabar hemoglobin tali pusat < 14 mg% dan uji positif.
Langkah penatalaksanaan saat transfusi tukar adalah sebagai berikut:
1) Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum transfusi tukar;
2) Siapkan neonatus dikamar khusus;
3) Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus;
4) Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan buka pakaian ada
daerah perut;
5) Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap;
6) Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catat jumlah darah
yang keluar dan masuk;
7) Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat;
8) Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.
(Arfiana dan Lusiana, 2016).
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih
sering diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu, tampak
lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks
hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah 20mg/dl
dan sudah sampai ke jaringan serebral maka bayi akan mengalami
kejang dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan
tangisan melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan
hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah
A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi
saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin praterm, bayi
kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio
pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi
(LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada
bayi pria daripada bayi wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat
menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunya hepar,
neonatus dengan berat badan lahir rendah, hipoksia dan asidosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin, neonatus dengan
APGAR skor rendah juga memungkinkan terjadinya hipoksia serta
asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2) Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat
pergerakan dada yang abnormal.
3) Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh
gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
4) Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
5) Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan
leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta
badan bagian atas digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada
kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade
tiga, grade empat jika kuning pada daerah kepala, badan bagian
atas dan bawah serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5
apabila kuning terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan
bawah, tungkai, tangan dan kaki.
6) Pemeriksaan neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai
jaringan serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang dan
penurunan kesadaran.
7) Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah
fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
e. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira 6
mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl
yang berarti tidak fisiologis, sedangkan bilirubin pada bayi
prematur mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari
kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak
fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin indirek
munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang pada hari ke 4 dan ke
5 dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl,
sedangkan pada bayi dengan prematur bilirubin indirek munculnya
sampai 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar
bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus
patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari.
2) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
3) Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan
hepatitis dan atresia biliary (Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden,
2009; Widagdo, 2012)
f. Data penunjang
1) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal = <2mg/dl).
2) Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi.
3) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
4) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
5) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji
urin terhadap galaktosemia.
6) Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur
darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CPR).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ikterus neonatus berhubungan dengan bilirubin tak terkonjugasi di
dalam sirkulasi
b. Hipertermi berhubungan dengan terpapar lingkungan panas dan efek
fototerapi
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek samping terapi
radiasi
d. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan penurunan daya
hisap bayi.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan
f. Risiko infeksi dibuktikan dengan proses invasif
g. Risiko kekurangan volume cairan dibuktikan dengan tidak adekuatnya
intake cairan, efek fototerapi dan diare.
h. Risiko cedera dibuktikan dengan peningkatan kadar bilirubin dan
proses fototerapi.
3. Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
1 Ikterus neonatus Setelah diberikan tindakan NIC Label: 1. Mengetahui rencana tindak
berhubungan dengan keperawatan maka didapatkan : Fototerapi:Neonatus lanjut perawatan yang akan
bilirubin tak terkonjugasi NOC Label 1. Kaji ulang riwayat maternal dilakukan
di dalam sirkulasi Adaptasi Bayi Baru Lahir dan bayi mengenai adanya
1. Warna kulit dalam keadaan faktor risiko terjadinya
normal hiperbilirubinemia.
2. Mata bersih 2. Observasi tanda-tanda 2. Biasanya bayi baru lahir
3. Kadar bilirubin dalam batas (warna) kuning. menderita
normal (<5 mg/dl) hiperbilirubinemia, ditandai
NOC Label dengan adanya perubahan
Organisasi (Pengelolaan) warna kuning (ikterik) pada
Bayi Prematur kulit, kuku dan sklera mata
4. Warna kulit dalam keadaan (Swaramedia, 2010)
normal 3. Periksa kadar serum 3. Kadar serum bilirubin
bilirubin, sesuai kebutuhan, meningkat akan
sesuai protokol dan menyebabkan
permintaan dokter. hiperbilirubinemia
4. Edukasikan keluarga 4. Keluarga perlu mengetahui
mengenai prosedur dalam mengenai prosedur yang
perawatan isolasi. didapatkan oleh pasien.
5. Tutup mata bayi, hindari 5. Pada pelaksanaan terapi,
penekanan yang berlebihan. kedua mata harus ditutup
dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya untuk
mencegah kerusakan pada
retina
6. Ubah posisi bayi setiap 4 6. Meningkatkan proses
jam per protokol. pemerataan sinar ke seluruh
tubuh bayi dan efektif
dalam mempercepat
penurunan kadar bilirubin,
selain itu alih baring juga
dapat memberikan
kenyamanan serta
mencegah terjadinya
kerusakan kulit bayi selama
fototherapi tanpa
menggunakan obat
(Nursanti, 2011).
2 Hipertermi berhubungan Setelah diberikan tindakan NIC Label: 1. Suhu terpantau secara rutin
dengan terpapar keperawatan maka didapatkan : Pengaturan Suhu dan mencegah terjadinya
lingkungan panas dan efek NOC Label: 1. Monitor suhu minimal tiap 2 kenaikan suhu selama
fototerapi Termoregulasi: Baru Lahir jam. fototerapi
1. Suhu dalam keadaan normal 2. Rencanakan monitoring 2. Bayi hiperbilirubinemia
(36,5-37,5°C) suhu secara kontinyu. yang dilakukan fototerapi
2. Napas teratur dapat berisiko mengalami
(30-60 x/menit) hipertermi maka penting
3. Tidak ada perubahan warna untuk memperhatikan
kulit keadaan umum bayi selama
NOC Label fototherapi
Kontrol Risiko: Hipertermi 3. Monitor nadi dan RR. 3. Perubahan nadi untuk
4. Konsisten mengetahui derajat perfusi
mengidentifikasinya tanda jaringan
dan gejala hipertermi 4. Monitor warna dan suhu 4. Terkena paparan sinar yang
5. Memodifikasi lingkungan kulit. tinggi menyebabkan warna
untuk mengontrol suhu kulit kemerahan dan kulit
tubuh terasa hangat sehingga
perlu diperhatikan saat
fototerapi
5. Sesuaikan suhu lingkungan 5. Suhu lingkungan diatur
untuk kebutuhan pasien untuk mengurangi adanya
kenaikan atau penurunan
suhu pada pasien
6. Tingkatkan intake cairan 6. Bayi berisiko mengalami
dan nutrisi. kekurangan volume cairan
atau dehidrasi saat
fototerapi karena
pemajanan suhu yang tinggi
dan terlalu lama, sehingga
bayi perlu diberikan intake
cairan atau ASI setiap 2
jam sekali, supaya tidak
terjadi perburukan kondisi
selama dilakukan
fototherapi.
7. Berikan antipiretik, jika 7. Pemberin antipiretik pada
perlu. pasien dapat membantu
dalam menurunkan panas.
8. Gunakan kasur yang dingin 8. Menurunkan suhu tubuh
dan mandi air hangat untuk melalui proses evaporasi,
perubahan suhu tubuh yang yaitu hilangnya panas
sesuai. dengan proses keluarnya
keringat di bagian kulit
tersebut menguap
3 Kerusakan integritas kulit Setelah diberikan tindakan Perawatan Integritas Kulit 1. Untuk menentukan
berhubungan dengan efek keperawatan maka didapatkan : (PPNI, 2018) perawatan kulit yang akan
samping terapi radiasi Integritas Kulit dan Jaringan 1. Identifikasi penyebab dilakukan
(PPNI, 2018) gangguan integritas kulit
1. Suhu kulit dalam keadaan (mis, perubahan sirkulasi,
normal perubahan status nutrisi,
2. Integritas kulit yang baik penurunan kelembapan,
bisa dipertahankan (sensasi, suhu lingkungan ekstrim,
elastisitas, hidrasi) penurunan mobilitas)
3. Perfusi jaringan yang baik 2. Gunakan produk berbahan 2. Mampu membantu
Penyembuhan Luka petrolium atau minyak pada melembapkan serta
(PPNI, 2018) kulit kering menyembuhkan luka ringan
1. Tidak ada tanda-tanda pada kulit, termasuk luka
infeksi (rubor, dolor, kolor, bakar, sehingga tidak
fungsiolaesa) membekas di kulit
3. Anjurkan menggunakan 3. Untuk mempertahankan
pelembab (mis, lotion, kelembapan kulit
serum)
Perawatan Luka
(PPNI, 2018)
4. Monitor tanda-tanda infeksi 4. Diagnosa dinidari infeksi
lokal dapat dicegah
5. Jelaskan tanda dan gejala 5. Mengenali tanda dan gejala
infeksi yang mengindikasikan
risiko dalam penyebaran
infeksi
4 Ketidakefektifan Setelah diberikan tindakan NIC Label: 1. Memberikan pemahaman
pemberian ASI keperawatan maka didapatkan : Konseling Laktasi bahwa ASI memiliki
berhubungan dengan NOC Label 1. Berikan informasi mengenai banyak manfaat daripada
penurunan daya hisap Keberhasilan Menyusui: manfaat menyusui yang memberikan susu formula
bayi. Bayi baik
1. Refleks menghisap adekuat 2. Monitor kemampuan bayi 2. Menentukan adanya
2. Terdengar menelan untuk menyusui kelainan refleks fisiologis
3. Menyusui minimal 5-10 bayi
menit per payudara 3. Tunjukkan latihan 3. Menstimulasi refleks hisap
4. Bayi puas setelah makan menghisap, jika diperlukan dan latch on/perlekatan
NIC Label mulut bayi ke areola ibu
Mempertahankan Pemberian dengan tepat
ASI 4. Instruksikan pada ibu untuk 4. Demi mendapatkan
5. Puas dengan proses membiarkan bayi kepuasan bayi setelah
menyusui menyelesaikan menyusui makan
6. Pengetahuan tentang pertama sebelum menyusui
manfaat menyusui yang kedua
berkelanjutan terpenuhi
5 Kekurangan volume cairan Setelah diberikan tindakan NIC Label: 1. Untuk mengumpulkan dan
berhubungan dengan tidak keperawatan maka didapatkan: Manajemen Cairan menganalisis data pasien
adekuatnya intake cairan NOC Label: 1. Jaga intake/ asupan yang untuk mengatur
Hidrasi akurat dan catat output keseimbangan cairan.
1. Membran mukosa lembab 2. Monitor status hidrasi 2. Untuk mengetahui adanya
2. Intake cairan terpenuhi (misalnya, membran tanda-tanda dehidrasi dan
3. Output urin tidak terganggu
mukosa lembab, denyut nadi mencegah syok
adekuat, dan tekanan darah hipovolemik
ortostatik)
3. Berikan terapi IV, seperti 3. Untuk memberikan hidrasi
yang ditentukan cairan tubuh secara
parenteral
4. Tingkatkan asupan oral 4. Untuk mempertahankan
cairan
5. Dukung pasien dan keluarga 5. Keluarga merasa
untuk membantu dalam termotivasi untuk selalu
pemberian makan dengan memberikan makan yang
baik. baik demi kesembuhan
pasien
6 Risiko infeksi dibuktikan Setelah diberikan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Mengidentifikasi tanda-
dengan proses invasif keperawatan maka didapatkan: tanda peradangan terutama
1. Tidak ada tanda-tanda bila suhu meningkat
infeksi (bengkak, nyeri, 2. Observasi tanda-tanda 2. Mengetahui adanya infeksi
kemerahan, panas, dan infeksi dan menentukan tingkat
penurunan fungsi serta keparahan penyakit dan
nanah/pus) bakteri
2. Suhu tubuh normal (36,5- 3. Lakukan perawatan 3. Mengurangi adanya risiko
37,5°C) terhadap prosedur inpasif infeksi nosokomial
3. Kebersihan badan 4. Berikan informasi tentang 4. Mengetahui adanya gejala
meningkat tanda dan gejala infeksi membuat pasien dan
keluarga dapat segera
melaporkan dan ke
pelayanan kesehatan untuk
mencegah komplikasi
5. Kolaborasi pemberian 5. Pemberian antibiotik dapat
antibiotik menghambat dan menekan
pertumbuhan
mikroorganisme penyebab
infeksi
7 Risiko cedera dibuktikan Setelah diberikan tindakan Pencegahan Cedera 1. Mengetahui tindakan
dengan peningkatan kadar keperawatan diharapkan (PPNI,2018) berikutnya dalam
bilirubin dan proses tingkat cedera menurun dengan 1. Identifikasi area lingkungan pencegahan cedera yang
fototerapi. kriteria hasil: yang berpotensi dialami pasien
1. Klien terbebas dari cidera menyebabkan cedera
2. Keluarga mampu 2. Sediakan pencahayaan yang 2. Pencahayaan yang baik
menjelaskan cara/metode memadai mendukung kesehatan dan
untuk mencegah cedera. memungkinkan pasien lebih
3. Tidak terjadi kejang aman dan nyaman serta
berulang. memberikan kesan
pemandangan yang lebih
baik dan lingkungan yang
menyegarkan
3. Sosialisasikan keluarga 3. Keluarga mampu
dengan lingkungan ruang mengetahui lingkungan
rawat (mis.penggunaan yang ditempati
telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan, dan
lokasi kamar mandi
4. Gunakan pengaman tempat 4. Menjaga keamanan pasien
tidur sesuai dengan agar tidak jatuh dari tempat
kebijakan fasilitas tidur.
pelayanan kesehatan
5. Diskusikan bersama anggota 5. Membuat pasien lebih
keluarga yang dapat merasa aman berada
mendampingi pasien bersama keluarganya
6. Jelaskan alasan intervensi 6. Keluarga sangat dibutuhkan
pencegahan jatuh ke dalam menjaga pasien
keluarga terlebih kepada pasien yang
memiliki risiko tinggi
terjadi kondisi yang tidak
diinginkan seperti jatuh dari
tempat tidur
7. Anjurkan berganti posisi 7. Mengurangi adanya cedera
secara perlahan jatuh jika dilakukan secara
tergesa-gesa
4. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen keempat dari proses
keperawatan setelah merumuskan rencana asuhan keperawatan.
Implementasi merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam
teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen
perencanaan dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2010).
5. Evaluasi
a. Subjective yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan yang diberikan. Pada pasien hiperbilirubinemia
diharapkan
1) Tidak ada keluhan badan kuning
2) Tidak ada keluhan demam
b. Objective, yaitu informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengkuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan. Pada pasien hiperbilirubinemia yaitu :
1) Kadar bilirubin serum total dalam keadaan normal
2) Tidak ada perubahan warna kulit
3) Suhu dalam keadaan normal (36,5-37,5°C)
4) Kulit tidak terkelupas
5) Terlihat aman
c. Assessment yaitu interpretasi dari data subjektif dan objektif
d. Planning yaitu perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana keperawatan yang
sudah dibuat sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Arfiana, & Lusiana, A. (2016). Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Pra
Sekolah. Yogyakarta: Transmedika

Atikah, M. V., & Jaya, P. (2015). Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi,
dan Balita. Jakarta. CV.Trans Info Media

Ihsan, Z. (2017). Asuhan Keperawatan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia


di Ruang Perinatologi IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2017.

Maryunani, A., & Puspita, E. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Trans Info Media

Mastiningsih, P. (2014). Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Umur 3 hari Dengan


Hiperbilirubinemia di Ruang Pendet (NICU) RSUD Bandung. Jurnal
Dunia Kesehatan, 5(1)

Mathindas., Stevry., Wiliar, R., & Wahani, A. (2013). Hiperbilirubinemia Pada


Neonatus. Jurnal Biomedik, 5(1)

Mulyati, M., Iswati, N., & Wirastri, U. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan
pada Pasien Neonatus dengan Hiperbilirubinemia di RSUD Prof. dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Proceeding of The URECOL, 203-212.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association) NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.

Nursanti, I. (2011). Pengaruh Kecukupan ASI Terhadap Risiko Terjadinya Ikterus


Neonatorum di Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Potter, & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik (7th ed.). Jakarta: EGC

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Putri, I. (2018). Asuhan Keperawatan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia
di Ruang Perinatologi IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2018.

Ridha, H. N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sritamaja, I. K. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Bayi


Hiperbilirubinemia Dengan Masalah Keperawatan Ikterik Neonatus Di
Ruang Nicu Rsud Mangusada Badung Tahun 2018 (Doctoral
dissertation, Jurusan Keperawatan 2018).
Hemoglobin

↓ ↓
Hemo Globin

↓ ↓
Feco Biliverdin

Gangguan konjugasi
bilirubin

Pemecahan bilirubin
berlebih

Suplai bilirubin melebihi
tampungan hepar

Hepar tidak mampu
melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali
ke siklus emerohepatik

Peningkatan bilirubin
unjongned dalam darah

HIPERBILIRUBINEMIA

↓ ↓ ↓ ↓
Ikterus pada sklera Gangguan sistem tubuh Kadar bilirubin Kadar bilirubin
leher dan badan, >12 mg/dl >20 mg/dl
peningkatan bilirubin ↓ ↓ ↓ ↓
indirect > 12mg/dl Sistem pencernaan Sistem integumen Indikasi fototerapi Indikasi transfusi tukar
↓ ↓ ↓ ↓ ↓
Ikterik neonatus Reflek hisap menurun Defisit protein "Y" Sinar intensitas tinggi Risiko infeksi
↓ ↓
Bayi malas menyusui Bilirubin indirek ↓ ↓
↓ terus bersirkulasi Risiko cedera Gangguan suhu tubuh
Nutrisi yang dicerna ke jaringan perifer
tidak adekuat ↓ ↓
↓ ↓ ↓ Hipertermi Diare
Ketidakefektifan Ikterik neonatus Kerusakan ↓
pemberian ASI integritas kulit Risiko
kekurangan volume
cairan

Anda mungkin juga menyukai