Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERAN KONSISTENSI KADER HMI DALAM MENGHADAPI


PENCATUTAN IDEOLOGI DUNIA
Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Peserta Intermediate Training (LkII)
Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Pontianak Tahun 2021

Disusun Oleh :
ABDUL ROHMAN

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)


CABANG MEMPAWAH
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas karunia
dan rahmat-Nya penulis dapat menyusun makalah “Peran Konsistensi Kader
HMI dalam Menghadapi Pencatutan Ideologi Dunia”. Shalawat serta salam
semoga tercurahkan kepada Nabi Besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.
Makalah tersebut mengajak kita untuk memahami tentang bagaimana
peran konsistensi kader HMI dalam menghadapi pencatutan ideologi dunia.
Makalah ini disusun secara sederhana demi memenuhi persyaratan mengikuti
Latihan Kader II (Intermediate Training) tingkat nasional Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Cabang Pontianak . Juga penulis ucapkan banyak terima kasih pula
kepada teman – teman yang telah ikut membantu dalam penulisan makalah ini.
Semoga makalah yang penulis susun ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penyusun, umumnya bagi pembaca. Penulis menyadari dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis butuhkan guna menyempurnakan makalah–
makalah penulis selanjutnya.

Mempawah, 11 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ideologi
B. Macam-Macam Ideologi
C. Peran Kader HMI Terhadap Ideologi Yang Berkambang
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pekembangan ideologi dunia yang terjadi pada era modern saat
ini sangat pesat. Kapitalime dan liberalisme menjadi titik pusat
perkembangan dalam setiap aspek kehidupan. Ideologi dapat menjadi
sistem pemikiran yang terbuka dan tertutup, ideologi dapat dimengerti
sebagai ilusi, dan beroritntasi pada kekuasaan di mana dalam bentuk ini,
ideologi bersifat menindas.

Namun di sisi lain, ideologi juga dapat menjadi world view,


pandangan hidup. Bertolak dari seluruh pengertian tersebut, maka
diperlukan upaya kritis tepatnya refleksi kritis terhadap ideologi
mengingat adanya satu ciri penting yang melekat pada ideologi, yakni
sifatnya yang futuristik (berisi cita-cita tentang tatanan masyarakat yang
baik di masa depan dan merupakan acuan untuk melakukan perubahan
politik). Ideologi berfungsi memberikan harapan akan dunia baru yang
lebih baik dari keadan masa lampau yang kurang ideal, serta memberikan
langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan yang ideal tersebut,
maka ideologi sangat menarik baik rakyat, baik secara rasional maupun
emosional.
Sering ada kecenderungan ideologi dikeramatkan, dimitoskan
sebagai yang mampu membawa keselamatan bagi bangsa seluruh umat
manusia. Dengan demikian, ideologi diterima sebagai ajaran suci yang
tidak bisa dibantah, tertutup bagi ide dan realitas baru, sehingga menjadi
steril, kaku dan tidak berkembang.
Pengaruh ideologi yang sedemikian besar terhadap masyarakat,
sebagai eksesnya bisa terjadi manusia dikorbankan untuk ideologi, dan
bukan ideologi untuk manusia. Dan karena ideologi menyangkut masalah
strategi bernegara, tidak jarang kelompok-kelompok masyarakat
mengunakan ideologi sebagai alat untuk mempertahankan dan
memperoleh kepentingan diri secara sepihak dengan merugikan pihak-
pihak lainnya. Mengatasnamakan serta memperalat ideologi untuk
mempertahankan dan memperoleh kepentingan diri secara sepihak itu
akan berakibat terjadinya suatu penyimpangan terhadap ilmu dan
kebenaran.

Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia


(NKRI) dimana isi yang terkandung di dalamnya menarik nilai-nilai
kehidupan asli masyarakat Indonesia dengan keberagamannya
dipersatukan dalam suatu dasar/ideologi Negara sehingga Pancasila
dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa sekaligus menjadi dasar
rumusan hokum Indonesia. Nilai-nilai luhur pancasila pada era modern
ini seharusnya mampu memotivasi warga Negara Indonesia untuk
berperilaku baik sebagaimana cita-cita bangsa dan Negara yang memiliki
makna atau nilai- nilai yang sangat bijaksana dan penuh dengan kebaikan
pada setiap sila menjadi konsep kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sempurna.

Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia


(NKRI) dimana isi yang terkandung di dalamnya menarik nilai-nilai
kehidupan asli masyarakat Indonesia dengan keberagamannya
dipersatukan dalam suatu dasar/ideologi Negara sehingga Pancasila
dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa sekaligus menjadi dasar
rumusan hokum Indonesia. Nilai-nilai luhur pancasila pada era modern
ini seharusnya mampu memotivasi warga Negara Indonesia untuk
berperilaku baik sebagaimana cita-cita bangsa dan Negara yang memiliki
makna atau nilai- nilai yang sangat bijaksana dan penuh dengan kebaikan
pada setiap sila menjadi konsep kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sempurna.

Nilai kemanusiaan dalam pancasila membawa angin segar bagi


warga Negara karena makna yang terkandung membawa kesetaraan
antara sesama yaitu derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia.
Namun, realitanya pada era modern ini nilai luhur tersebut hanya sebatas
ungkapan tertulis diatas potongan-potongan kertas, tidak bermakna bagi
sebagian besar warga Negara dimana begitu banyak kita temukan
perilaku yang menunjukkan penyimpangan terhadap nilai kemanusiaan
ini. Seperti, orang kaya lebih dihormati, perilaku yang semena-mena
terhadap orang lain (penganiayaan) menunjukkan bahwa nilai
kemanusiaan pada hari ini sangat menyedihkan dan menyimpang dari
makna nilai yang diidamkan dalam pancasila.

Gerak langkah perjuangan HMI, selalu harus mengikutsertakan


mahasiswanya, karena HMI adalah suatu organisasi mahasiswa yang
mempunyai anggota putra dan putri. HMI adalah oraganisasi kader
sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan perubahan positif
secara terus menerus. Dalam mempertahankan keutuhan organisasi HMI
sudah banyak dinamika yang dilewati. Perjalanan HMI di masa awal
keberadaanya penuh dengan gejolak yang ditimbulkan oleh kelompok-
kelompok lain yang tidak menginginkan kehadirannya, seperti PKI yang
selalu menyebarkan kabar palsu tentang HMI. Walaupun begitu HMI
tetap mampu meyakinkan pemerintah bahwa, kelahiran HMI membawa
napas ke-Islaman dan ke-Indonesiaan (kebangsaan dan keagamaan), serta
membawa bendera Perguruan Tinggi yang berarti selalu mewakili
kelompok intelektual di dalam setiap aktivitas yang dilakukan.

Oleh karena itulah apa yang terjadi pada era modern ini tentang
perkembangan dan penyimpangan nilai nilai ideologi harus kita bawa
menjadi pelajaran bagi kita para generasi untuk berperilaku dan
bertindak. Lalu bagaimana peran kader HMI terhadap ideologi yang
berkembang pada saat ini.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas,


terdapat adanya bebrapa permasalahan yang dapat dirumuskan dan akan
dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian ideologi ?
2. Apa saja macam ideologi yang berkembang di dunia Internasional ?
3. Bagaimana peran kader HMI terhadap ideologi yang berkembang saat
ini ?

C. Tujuan Makalah

Tujuan Penulisan Makalah ini untuk memenuhi persyaratan


mengikuti Intermediate Training (LK-II). Selain itu tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagaii berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian ideologi.
2. Untuk mengetahui macam-macam ideologi yang berkembang
dalam dunia internasional
3. Untuk mengetahui bagaimana peran kader HMI terhadap ideologi
yang berkembang saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi pertama kali digunakan oleh filsuf Prancis Destutt
de Tracy pada tahun 1796 untuk menggambarkan ilmu baru yang ia
rancang mengenai analisis sistematis ide dan sensasi, makna turunannya
dan kombinasinya serta konsekuensinya.
Pada dasarnya ideologi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari
dua kata yaitu ideos yang berarti berpikir dan logis yang berarti logika,
ilmu pengetahuan, pengetahuan. Dapat didefinisikan bahwa ideologi
adalah ilmu tentang keyakinan dan cita-cita. Ideologi adalah kata ajaib
yang menciptakan pemikiran dan semangat hidup di kalangan manusia,
khususnya kaum muda, terutama di kalangan ulama atau intelektual dalam
suatu masyarakat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ideologi adalah rumusan
alam pikiran yang ada pada berbagai mata pelajaran atau kelompok
masyarakat yang ada, yang dijadikan dasar perwujudannya. Dengan
demikian, ideologi tidak hanya dimiliki oleh negara, tetapi juga dapat
berupa kepercayaan yang dianut oleh suatu organisasi di dalam negara,
seperti partai politik atau asosiasi politik, terkadang hal ini sering disebut
sebagai subideologi atau bagian dari ideologi.
Ideologi juga merupakan mitos yang menjadi doktrin politik
(politis doktrin) formula politik (politis formula). Ideologi adalah
pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dimiliki
dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana sebaliknya, yang
secara moral benar dan adil, mengatur perilaku mereka secara bersama-
sama dalam berbagai aspek kehidupan duniawinya. Ideologi juga memiliki
arti: konsepsi manusia tentang politik, sosial ekonomi dan budaya untuk
diterapkan dalam suatu masyarakat atau negara.
B. Macam-macam Ideologi
Paradigma keilmuan, baik itu positivisme, interpretivisme, maupun
kritikisme telah melahirkan aliran pemikiran ideologisnya masing-masing.
Positivisme melahirkan ideologi kapitalis liberal. Kritikisme di pihak lain
pada posisi berhadapan dengan positivisme telah melahirkan ideologi
sosial komunis. Tanggapan terhadap keduanya telah melahirkan aliran
tengah yang berusaha keluar dari ketertekanan akibat kerakusan kapitalis
yang lebih berpihak kepada kaum modal dan feodalisme sosial komunis
yang lebih berpihak kepada kaum borjuis.
Gerakan ideologis terakhir ini di Eropa tampil dalam Baris-
meminjam istilah Giddens-Kiri Baru (Neo Marxisme); gerakan serupa di
Amerika tampil dalam Barisan Kanan Baru (Neo Liberalisme). Kedua
ideologi oposisi terakhir ini dalam bentuk yang ekstrim menjelma menjadi
semacam paham pluralisme kultural mengarah menjadi gerakan ideologis
multikulturalisme radikal.
1. Liberalisme
Liberalisme adalah suatu ideologi atau ajaran tentang negara,
ekonomi dan masyarakat yang mengharapkan kemajuan di bidang budaya,
hukum, ekonomi dan tata kemasyarakatan atas dasar kebebasan individu
yang dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya sebebas mungkin.
Liberalisme ekonomi mengajarkan kemakmuran orang perorang dan
masyarakat seluruhnya diusahakan dengan memberi kesempatan untuk
mengejar kepentingan masing-masing dengan sebebas-bebasnya.
Neo-Liberalisme yang timbul setelah perang Dunia I berpegang
pada persaingan bebas di bidang politik ekonomi dengan syarat
memperhatikan atau membantu negara-negara lemah/berkembang.
Dibandingkan dengan ideologi Pancasila, apabila ideologi liberalisme
lebih menekankan kepada kepentingan individu dan persaingan bebas,
ideologi Pancasila mengutamakan kebersamaan, kekeluargaan dan
kegotong-royongan. Demokrasi liberal lebih bersifat formalistis,
demokrasi Pancasila mengutamakan musyawarah untuk mencapai
mufakat.
2. Kapitalisme

Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran


kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk
barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainya (Bagus,
1996). Ebenstein (1990) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial
yang menyeluruh, lebih dari sekedar sitem perekonomian. Ia
mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan
individualisme. Sedangkan Hayek (1978) memandang kapitalisme
sebagai perwujudan lieralisme dalam ekonomi.4)
Kapitalisme, bila dilihat dari sisi ekonomi diartikan sebagai sistem
ekonomi di mana bahan baku distribusinya secara pribadi dimiliki
dan dikembangkan. Sedangkan bila dilihat dari sisi politik,
kapitalisme adalah sistem sosial berdasarkan hak asasi manusia.
Untuk mendapatkan sistem ekonomi di mana “produksi dan distribusi
dimiliki secara pribadi”, harus mempunyai hak individual dan
terutama hak properti. Milton Friedman cenderung untuk
mengefektifkan pasar bebas (free-market), di mana mereka
mengklaim promosi kebebasan individu dan demokrasi. Sedangkan
menurut Marx, kapitalisme adalah hasil karya dari pasar pekerja
(labor market).
3. Sosialisme

Sosialisme pada hakekatnya berpangkal pada kepercayaan diri


manusia, melahirkan kepercayaan pula bahwa segala penderitaan dan
kemelaratan yang dihadapi dapat diusahakan melenyapkannya.
Penderitaan dan kemelaratan yang diakibatkan pembajakan politik
dan ekonomi dimana penguasa dan pengusaha dengan semangat
liberal dan kapitalnya, memiliki kekuatan penuh mengatur kaum
kebanyakan warga negara, dengan segala keserakahan yang
didasarkan rasionalisme dan individualisme itu, mendorong sebagian
orang mencari cara baru guna pemecahan masalah sosial tanpa harus
dilakukan dengan kekerasan.

George Lansbury, pemimpin partai buruh, menulis dalam


bukunya My England (1934), dijelaskan:

“Sosialisme, berarti cinta kasih, kerjasama, dan persaudaraan


dalam setiap masalah kemanusiaan merupakan satu-satunya
perwujudan dari iman Kristiani. Saya sungguh yakinapakah orang itu
tahu atau tidak, mereka yang setuju dan menerima persaingan dan
pertarungan satu dengan yang lain sebagai jalan untuk memperoleh
roti setiap hari, sungguh melakukan penghianatan dan tidak
menjalankan kehendak Allah”.

Sosialisme berpendapat bahwa manusia sebenarnya tak hanya


bersifat egoistis, melainkan juga sosial. Manusia mampu mewujudkan
hidup dalam kebersamaan yang akrab asal diberi kesempatan.
Halangan utama adalah hak milik pribadi yang tidak terbagi rata. Ciri
khas sosialisme ialah tuntutan penghapusan atau pembatasan hak
milik pribadi sebagai sarana utama untuk membangun suatu
masyarakat yang sekaligus bebas dan selaras.

4. Komunisme

Komunis mulai populer dipergunakan setelah revolusi di


tahun 1830 di Peracis. Suatu gerakan revolusi yang menghendaki
perubahan pemerintahan yang bersifat parlementer dan
dihapuskannya raja. Istilah komunis, awalnya mengandung dua
pengertian. Pertama, ada hubungannya dengan komune (commune)
suatu satuan dasar bagi wilayah negara yang berpemerintahan sendiri,
dengan negara itu sendiri sebagai federasian komune- komune itu.
Kedua, ia menunjukkan milik atau kepunyaan bersama.

Pada esensinya adalah sebuah alra berfikir berlandaskan


kepada atheisme, yang menjadikan materi sebagai asal segala-
galanya. Ditafsirkannya sejarah berdasarkan pertarungan kelas faktor
ekonomi. Karl Marx dan Frederich Engels adalah tokoh utamanya
dalam mengembangkan faham ini.

Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad


ke-19, yang mana mereka itu mementingkan individu pemilik dan
mengesampingkan buruh. Istilah komunisme sering
dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi
yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini
berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut
“Marxisme-Leninisme”.

Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran


Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai
dari buruh, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika
bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran
Politbiro sebagai think-tank.

Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika


dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme
menjadi "tumpul" dan tidak lagi diminati. Komunisme sebagai anti
kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan,
dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi.

5. Fasisme

Mussolini dan Hitler merupakan tokoh fasisme yang


fenomenal. Fasisme merupakan sebuah paham politik yang
mengangungkan kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham
ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kentara.
Kata fasisme diambil dari bahasa Italia, fascio, sendirinya dari bahasa
Latin, fascis, yang berarti seikat tangkai-tangkai kayu. Ikatan kayu ini
lalu tengahnya ada kapaknya dan pada zaman Kekaisaran Romawi
dibawa di depan pejabat tinggi.

Fascis ini merupakan simbol daripada kekuasaan pejabat


pemerintah. Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk
Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah
paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme
pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena
yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan
rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya
nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang
dianggap lebih rendah

Marxisme sebagai suatu ideologi timbul karena munculnya


kapitalisme yang menimbulkan perbedaan kelas dalam masyarakat.
Hal itu menyebabkan penderitaan kaum proletar, sedangkan kaum
borjuis semakin kaya. Sementara dalam Marxisme tidak mengenal
perbedaan kelas. Perekonomian negara dan hak milik bersama diatur
oleh negara.

Landasan filosofi ideologi Marxisme adalah materialisme,


karena menurut Marx dan Engels dalam kehidupan ini, "yang primer"
dianggap sebagai materi. Konflik yang terjadi dalam sejarah manusia
selalu memperebutkan sesuatu yang ada hubungannya dengan materi.
Penerapan Marxisme kemudian menimbulkan paham baru yaitu
sosialisme-marxisme. Pada awalnya, sosialisme merupakan utopia
sosialis, artinya dalam kehidupan sosial semua orang dipandang
sama, tidak ada perbedaan baik laki-laki maupun perempuan, tidak
ada perbedaan antara yang memiliki uang dengan yang tidak
memiliki uang.
C. Peran Konsistensi Kader HMI terhadap Ideologi yang berkembang
Kader adalah sekelompok orang yang terorganisir secara terus
menerus dan akan menjadi tolak punggung bagi kelompok yang lebih
besar. Hal ini dapat dijelaskan, pertama, seorang kader bergerak dan
terbentuk dalam organisasi, mengenal aturan-aturan permainan
organsasi dan tidak bermain sendiri sesuai selera pribadi. Bagi HMI
aturan-aturan itu sendiri dari segi nilai adalah Nilai- nilai Dasar
Perjuangan (NDP) dalam pemahaman memaknai perjuangan sebagai
alat untuk mentransformasikan nilai-nilai ke-islam-an yang
membebaskan (liberation force), dan memiliki keberpihakan yang
jelas terhadap kaum tertindas (mustadhafin).

Berangkat dari pengertian di atas, seorang kader harus


mampu meningkatkan kualitas dirinya menuju kualitas insan cita
HMI. Untuk itu, diperlukan pengembangan sikap dan mental dengan
cara senantiasa memperdalam kerohanian agar selalu bertaqwa
kepada Allah SWT, selalu tidak puas dalam mencari kebenaran, teguh
dalam pendirian dan bersikap objektif rasional menghadapi pendirian
yang berbeda, bersifat kritis dan berpikir bebas kreatif, serta haus
akan ilmu pengetahuan sesuai bakat dan profesinya.9)

Fungsi HMI sebagai organisasi kader seluruh aktivitas


HMI dikembangkan pada penggalian potensi kualitatif pribadi dan
anggota anggotamya dalam melahirkan anggota-anggota yang
militan, memiliki kedalaman pengetahuan dan keimanan, serta
mempunyai kesetiaan dalam organisasi.

Fungsi Budaya organisasi bergayut dengan fungsi


eksternal dan fungsi internal. Fungsi eksternal budaya organisasi
adalah untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan di luar
organisasi, sementara fungsi internal berkaitan dengan integrasi
berbagai sumber daya yang ada di dalamnya termasuk sumber daya
manusia. Jadi secara eksternal budaya organisasi akan selalu
beradaptasi dengan budaya-budaya yang ada di luar organisasi, begitu
seterusnya sehingga budaya organisasi tetap akan selalu ada
penyesuaian-penyesuaian.
Makin kuat budaya organisasi makin tidak mudah
terpengaruh oleh budaya yang berkembang di lingkungannya.
Sementara kekentalan fungsi integrasi internal makin dirasakan
menguat jika di dalam organisasi itu sudah makin berkembang
norma-norma, peraturan, tradisi, adat-istiadat organisasi yang terus
menerus dipupuk oleh para anggotanya sehingga lama-kelamaan
makin kuat.

Sebagai organisasi kader, maka HMI dituntut untuk tanggap


terhadap kecenderungan-kecenderungan ini agar HMI senantiasa
dapat berperan secara aktif dan kreatif di dalam setiap
perkembangan. Terutama dalam perkembangan ideologi. Untuk itu
HMI harus mau dan mampu mencatut sebuah ideologi atau bahkan
memadukan beberapa ideologi yang dinilai bagus menurut
paradigma kader HMI, yaitu ideologi yang bagus diterapkan dalam
ranah kebangsaan, keislaman dan kemahasiswaan. Sehingga akan
meresap ke dalam diri kader untuk berperilaku sehari-hari dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan beragama; baik perilaku
perorangan sebagai kader HMI maupun perilaku kolektif sebagai
organisasi. Sebagai organisasi kader yang mengemban nilai-nilai
islam, maka penyesuaian-penyesuaian ke dalam sikap, cara berpikir
dan perilaku yang baru ini sekaligus haruslah merupakan
aktualisasi nilai-nilai islam tersebut secara tepat dan relevan,
sehingga posisi dan peranan HMI dari waktu ke waktu senantiasa
berada dalam kebulatan eksistensi yang teruji aktualisasinya.
Orientasi aktivitas HMI yang merupakan penjabaran dari
tujuan organisasi menganjurkan terjadinya proses adaptasi pada
jamannya. Keyakinan pancasila sebagai keyakinan ideologi negara
pada kenyataannya mengalami proses stagnasi. Hal ini memberikan
tuntutan strategi baru bagi lahirnya metodologi aplikasi Pancasila.
Normatisasi pancasila dalam setiap kerangka dasar organisasi
menjadi suatu keharusan agar mampu men- support bagi setiap
institusi kemasyarakatan dalam mengimplementasikan tata nilai
pancasila.
Demi tercapainya idealisme ke-Islaman dan ke-
Indonesiaan, maka HMI bertekad Islam dijadikan sebagai doktrin
yang mengarahkan pada peradaban secara integralistik,
transendental, humanis, dan inklusif. Dengan demikian kader-kader
HMI harus berani menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
serta prinsip-prinsip demokrasi tanpa melihat perbedaan keyakinan
dan mendorong terciptanya penghargaan Islam sebagai sumber
kebenaran yang paling hakiki dan menyerahkan semua dengan
ridho-Nya.
Dalam melaksanakan dinamika organisasi, HMI secara
organisatoris tidak pernah “comitted” dengan kepentingan pihak
manapun ataupun kelompok dan golongan maupun kecuali tunduk
dan terikat pada kepentingan kebenaran dan objektivitas kejujuran
dan keadilan.
Dalam era globalisasi dan kembalinya liberalisme dalam
bentuknya yang baru ini HMI harus mampu menyusun suatu
platform untuk menghadapi kekuatan kapitalisme yang modern.
Saat ini Indonesia sudah tergabung di dalam satu kesatuan ekonomi
Asia Tenggara yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
yang mana telah dijelaskan di atas banyak hal-hal yang perlu
dipersiapkan secara matang. Kesepakatan yang

disepakati oleh para pemimpin ASEAN sekitar satu dekade lalu ini
dilakukan agar negara-negara di kawasan Asia Tenggara memiliki
daya saing dengan Cina dan India. Pembentukan pasar tunggal ini
memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah
ke negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Akibatnya tentu
saja persaingan semakin ketat.
Selain itu, tentu saja bukan hanya pasar bebas di bidang
barang dan jasa yang terjadi, namun keterbukaan terhadap tenaga
kerja profesional pun akan terjadi. Staf khusus Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa MEA
mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya
menghalangi perekrutan tenaga asing. “sehingga pada intinya,
MEA akan membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi
berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau
minim tenaga asingnya”.
Sebagai kader HMI sudah seharusnya kita mengawal dan
mengawasi secara aktif bagaimana penyelenggaraan MEA, apakah
sudah sesuai dengan prinsip keadilan yang diinginkan atau telah
menjadi ladang baru untuk pemilik modal untuk menggandakan
modal “besar”-nya. Jika hal demikian terulang dan pasar tunggal
ini berkembang menjadi “pasar” yang tidak terkekang untuk
mengalokasi sumber daya secara efisien dan meningkatkan
pertumbuhan sehingga menggerakkan kapitalisme baru dalam
bungkus globalisasi ini akan mengakibatkan pemerintah Indonesia
tidak berdaya melindungi barang dan jasa publik. Dengan demikian
fungsi negara dan pemerintah sebagai penyelenggara kesejahteraan
sosial yang berdasarkan prinsip keadilan, kesetaraan, dan
kesetiakawanan hilang.
Keadaan seperti ini akan memungkinkan kelompok kaya
pemilik modal melipatgandakan kekayaannya sedang kelompok
miskin akan semakin miskin, atau dengan kata lain akan
memperlebar kesenjangan antara kaya dan miskin serta
memperjelas ketimpangan dan ketidakadilan di dalam masyarakat.
Para pengusaha, pekerja asing, pekerja profesional akan
memanfaatkan kesempatan pasar tunggal Asia Tenggara ini dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
menggapai
tujuannya. Sedangkan para tenaga kerja non-profesional dan tak
berketerampilan yang menempati angka terbesar jumlah angkatan
kerja Indonesia hanya menjadi pekerja kontrak (outsourcing) dan
buruh yang akan semakin menderita.
Dalam Alquran cukup jelas larangan untuk tidak memakan
harta yang bukan milik kita dan menumpuk-numpuk harta. Hal
tersebut sejalan dengan prinsip pemilik modal yang di dukung oleh
sistem kapitalis yang berakibat kepada kelompok yang lemah
(Mustadafhin) sebagai pihak yang dirugikan. Dalam Alquran juga
disebutkan bahwa “Wahai orang yang beriman! Jadilah kamu
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap
dirimu sendiri, atau kedua orang tuamu dan karib- kerabat. Kalau
(mengenai) orang kaya atau miskin, maka Allah lebih mampu
melindungi keduanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa
(nafsu) dalam menegakkan keadilan. Dan kalau kamu menyimpang
atau berpaling (dari keadilan), maka sesungguhnya Allah Maha
Periksa akan segala sesuatu yang kamu kerjakan”. (QS An-Nisa’

Ayat 135).13)
Alquran banyak menyebutkan masalah keadilan dalam
berbagai konteks.Selain “adil” (‘adl), untuk makna keadilan
dengan berbagai nuansanya itu, alQuran juga menggunakan
perkataan “qisth” dan “wasth”.Para ahli tafsir juga ada yang
memasukkan sebagian dari pengertin kata-kata “mizan” ke dalam
pengertian “’adl”. Semua pengertian berbagai kata tersebut
bertemu dalam suatu ide umum sekitar “ sikap tengah yang
berkesimbangan dan jujur”.
Berangkat dari penjelasan mengenai adil dipandang melalui
sudut pandang islam diatas, sebagai organisasi yang berazaskan
islam sudah seharusnya HMI mengawal dan mengawasi
keberlangsungan era globalisasi di Indonesia khususnya sistem
ekonomi pasar tunggal (MEA) dengan mengacu kepada prinsip
keadilan menurut islam dan Alquran.

Menurut hemat penulis, ada beberapa pendekatan yang bisa


dilakukan untuk melindungi dan membantu pihak lemah
(mustadhafin) dalam era globalisasi dan neoliberalisasi ini (MEA)
yang mana hal tersebut tidak lepas perkembangan ideologi. Ada
beberapa hal yang bisa dilakukan HMI dalam mewujudkan hal
tersebut baik secara internal maupun eksternal. Pertama,
meningkatkan kualitas kader dalam hal organisasi maupun disiplin
ilmu nya, terutama kader HMI terutama yang aktif di
kepengurusan. Kedua, memperkuat militansi kader dengan
memperkuat daya nalar dan skill yang kuat agar mampu
mengkritisi secara intelektual isu-isu dari luar. Ketiga, menjadikan
HMI sebagai Laboratorum Kajian Pembaharuan Islam dan Tafsir
Alternatif Alquran dan Hadist, serta mengembalikan HMI kepada
ilmu sebagai Basis Pengembangan Organisasi dan Peningkat
Kualitas Kader.
Sebagai Organisasi yang besar dengan jumlah anggota yang
tersebar di seluruh Indonesia, HMI seharusnya mampu ikut men-
sosialisasikan kesepakatan MEA ini. Informasi yang belum begitu
masif membuat masyarakat indonesia kurang melihat hal ini
sebagai kondisi yang mendesak yang akan mengancam mereka,
terlebih untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan
kompetensi.
Selain itu, HMI harus aktif melihat kondisi dan keadaan
secara global. Sehingga mampu menciptakan kader yang
berketerampilan dan berwawasan global. Hal tersebut diperlukan
karena telah disepakati bahwa bahasa pengantar yang digunakan
dalam MEA ini adalah Bahasa Inggris. Namun pemahaman dan
keterampilan global tidak semerta-merta membuat kita
meninggalkan kearifan lokal. Dalam hal ini HMI harus mampu
memberikan pemahaman terhadap masyarakat mengenai keadaan
dan kondisi global serta tetap menjaga kearifan lokal. Sehingga
masyarakat kita mampu memiliki wawasan dan keterampilan
secara global seraya menjaga budaya lokal tetap ada dan semakin
kuat serta tidak digantikan oleh budaya asing yang masuk ke
Indonesia.
HMI juga merupakan organisasi yang memiliki lembaga
pengembangan profesi, HMI harus mampu memaksimalkan
lembaga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

HMI adalah oraganisasi kader sekelompok orang yang


terorganisir untuk melakukan perubahan positif secara terus menerus.
Kader HMI sebagai bagian dari pemuda mempunyai tanggung jawab
yang besar dalam membangun umat dan bangsa. Dia mempunyai
kesempatan dan peluang yang lebih dikarenakan semua tingkah polah
yang dilakukan kader HMI selalu menjunjung nilai-nilai kemanusiaan
dan berlandaskan Islam.

Namun itu semua harus dibarengi dengan ketekunan dan


kegigihan dalam memperjuangkan pengetahuan, pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan ajaran-ajaran Islam setiap anggotanya.
Karena masyarakat yang diidam-idamkan sebagai civil society yang
berakhlak-ul-karimah membutuhkan manusia-manusia yang
berkualitas dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan
kepercayaan sebagai pemimpin di dalamnya.

Manusia diciptakan sebagai khalifah fi-l-ardh di muka bumi.


Oleh karena itu kita sebagai kader HMI yang secara akademisi
mempunyai intelektual yang lebih serta mengemban amanah
organisasi yang luhur diharapkan mampu menghayati dan menerapkan
ajaran-ajaran di dalamnya mengenai perkembangan ideologi dunia.
B. Saran

Kita sebagai kader HMI mengemban missi keumatan dan misi


kebangsaan untuk kembali membangun tradisi HMI dengan gerakan
intelektualnya, karena HMI adalah organisasi kader. Peran konsistensi
kader HMI sebagai organisasi perjuangan harus selalu kita laksanakan,
berjuang dan mengaktualisasikanya menyongsong perkembangan zaman.
tersebut untuk meningkatkan kualitas kader sesuai disiplin ilmu
yang ditempuh ataupun sesuai bakat dan profesinya bukan hanya
berkecimpung dalam hal-hal yang berbau politik praktis.

HMI juga dapat berafiliasi dengan pemerintah untuk


melakukan pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia
(SDM) Pekerja Indonesia khususnya keterampilan dan
kompetensi. Kegiatan ini akan sangat membantu tenaga kerja
Indonesia untuk meningkatkan komptensi dirinya sehingga siap
bersaing dengan tenaga kerja asing yang terampil. Dengan
memaksimalkan kinerja lembaga pengembangan profesi HMI
maka secara tidak langsung kita mampu membantu pemerintah
dalam menyediakan tenaga siap kerja indonesia yang memiliki
profesionalitas, keterampilan, kompetensi serta berdaya saing
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qahtani, Said bin Ali bin Wahf. (2013). Rasulullah Sang
Pendidik. Solo: Tiga Serangkai.
Al-Mujib Al-Quran dan Terjemahannya Edisi Asmaul Husna dan
Doa.

(2011). Bandung:Al-Mizan Publishing House.

Ebenstein, William & Edwin Fogelma (1990). Isme-isme Dewasa


ini.

Jakarta: Erlangga.

HA, Muchriji Fauzi & Mochamad, Ade Komarudin. (1990). HMI


MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN. Jakarta: PT Gunung Kulabu.
Kristeva, Nur Sayyid Santosa. (2010). Sejarah Ideologi Dunia.
Yogyakarta:

Eye on The Revolution Press.

Korps HMI-Wati Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam


Periode 1992-1994. (2008). KORPS HMI-WATI dalam Sejarah 1966-
1994. Jakarta: CV
Misaka Galiza.

Noer, Deliar. (1999). Pemikiran Politik di Negara Barat. Bandung: Mizan.

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. (2015). NDP HMI


Nilai-Nilai dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam. Jakarta:
Yayasan Bina Insan Cita. Sayuti, Solatun Dulah. (2014). Komunikasi
Pemasaran Politik. Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA.

Sindhunata. (2001). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kansius.


Soetopo, Hendyat. (2010). Perilaku Organisasi. Bandung: PT
REMAJA
ROSDAKARYA.

Solichin. (2010). Candradimuka Mahasiswa. Jakarta: Sinergi


Persadatama Foundation.
Syatibi, Ibi & H. Nizar Ali. (2009). Manajemen Pendidikan Islam.
Bekasi: PUSTAKA ISFAHAN.
Thompson, John B. (2015). Kritik Ideologi Global. Yogyakarta:
IRCiSoD. Zakaria, Rusydy. (2012). MEMBINGKAI PERKADERAN
INTELEKTUAL
Setengah Abad HMI Cabang Ciputat. Jakarta: UIN Jakarta Press.

Anda mungkin juga menyukai