Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ISLAM DAN POLITIK


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama
Dosen pengampu:
Muchlisin, S.Ag., M.S.I

Disusun oleh :
1. Mili Permata Dewi (F.131.21.0098)
2. Wahyu Endah Meilinda (F.131.21.0106)
3. Aldira Kusuma (F.131.21.0122)
4. Ndaru Puspitasari (F.131.21.0160
5. Andri Maulana (F.131.21.0155)
6. Diah Putri (F.131.21.0090)

UNIVERSITAS SEMARANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai pancasila
sebagai dasar negara.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
serta pengetahuan bagi pembaca.

Semarang, 25September 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………… 4

A.Latar Belakang…………………………………………………………………………... 4

B.Rumusan Masalah……………………………………………………………………….. 5

C.Tujuan …………………………………………………………………………… ……...


5

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………..…….. 6

A.Biografi Hasan Al-Banna……………………………………………………………….6

B. Pemikiran Politik Al-Banna…………………………………………………………….. 8


C.Penyetaraan Pemerintahan Dalam Islam ………………………………………………..9
D. Sikap menghargai aspirasi rakyat………………………………………………………. 10
E. Karakteristik Masyarakat Muslim Perspektif Hasan Al-Banna. ……………………….. 11

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………..12

A.Kesimpulan ……………………………………………………………………………... 12

B.Saran…………………………………………………………………………………….. 12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………... 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Islam merupakan agama yang universal, agama membawa misi rahmatan


lilahirobilalamin serta membawa konsep kepada ummat manusia persoalan yang terkait dengan
suatu system seperti konsep politik, perekonomian, penegakan hukum, dan sebagainya.
Kemudian dalam bidang politik misalnya, islam mendudukannya sebagai sarana penjagaan
urusan umat, islam dan politik integrative terwujud pada beberapa pemikiran dan politisi muslim
yang hadir dari masa ke masa dengan pemikiran dan pola perjuangannya yang berbeda-beda,
salah satu diantaranya adalah husan al-banna.

Politik islam merupakan penghadapan islam dengan kekuasan dan Negara yang
melahirkan sikap dan prilaku politik (political behavior) serta budaya politik (political culture)
yang berorientasi pada nilai-nilai islam sikap dan prilaku serta budaya politik yang memakai kata
sifat islam, menurut taufik Abdullah, bermula dari suatu kepribadian moral dan doctrinal
terhadap keutuhan komunitas spiritual islam. Senada dengan din syamsuddin, azyurmardi,
mengemukakan pandangan antropolog dale eickelman dan ilmuwan politik james piscatori yang
menyimpulkan bahwa gambaran politik islam (Muslim) di seluruh dunia dewasa ini adalah
pertarungan terhadap “penafsiran makna-makna islam dan penguasaan lembaga-lembaga politik
formal dan informal yang mendukung pemaknaan islam tersebut”. Pertarungan seperti ini
melibatkan “objektivikasi” pengetahuan tentang islam yang pada gilirannya memunculkan
pluralisasi kekuasaan keagamaan.

Ada dua hal yang bersifat kontradiktif dalam konteks hubungan politik antara islam dan
Negara di Negara-negara muslim atau Negara berpendudukan mayoritas muslim seperti
Indonesia. Kedua hal tersebut yakni, petama; polisi islam menonjol karena kependudukannya

4
sebagai agama yang dianut sebagaian besar penduduk Negara setempat. Kedua; sekalipun
dominan islam hanya berperan marjinal dalam wilayah kehidupan politik Negara bersangkuan.
Sebagai agama yang dominan dalam masyarakat Indonesia, islam telah menjadi unsur yang
paling berpengaruh dalam budaya indinesia dan merupakan salah satu unsur terpenting dalam
politik Indonesia. Namun demikian islam hanya berperan marjinal dalam wilayah kehidupan
politik nasional. Hal ini antara lain disebabkan karena dikotomi”politik islam “ dan “non politik
islam” di kalangan umat islam Indonesia yang telah berlangsung lama.

Pemikiran politik dalm islam sering berkembang dengan perkembangan zaman. Beberapa
nama pemikir muslim yang menjadi rujukan dalam pemikiran politik diantaranya Al-Mawardi
(w.1058 M), ibn taimiyyah (w.1328 M ) Ibn Khaldun (w.1046 M), Ibn Abd al-wahhab (w.1793
M), jamaludin al-Afghani (w.1897 M), dan Muhammad abduh (w.1905 M). selain beberapa
nama itu, tokoh pergerakan islam yang tidak kalah penting adalah hasan al-banna. Beliau berasal
dari tanah mesir dan mempunyai pemikiran yang menarik dalam bidang politik.

B.RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah makalah ini ialah :

1. Bagaimana sejarah islam dan plitik menurut Hasan Al-Banna ?


2. Apa saja isi pemikiran politik menurut Hasan Al-Banna ?
3. Mengetahu penyetaraan pemerintah dalam islam menurut Hasan Al-Banna ?
4. Mengetahui Prinsip utama pemerintahan islam menurut Hasan Al-Banna ?
5. Cara Menghargai Sikap aspirasi rakyat menurut Hasan Al-Banna ?
C.TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini ialah:
1. Mengetahu perkembangan islam dan politik menurut Hasan Al-Banna
2. Mengetahu sejarah atau biografi Hasan Al-Banna
3. Dapat bermanfaat bagi umat islam mengenai pemikiran politik pemerintahan dalam Islam

5
II.PEMBAHASAN

A.Biografi Hasan Al-Banna

Hassan al-Banna merupakan pendiri dari Ikhwanul Muslimin, salah satu organisasi


Islam terbesar dan berpengaruh pada Abad 20.

Hassan al-Banna dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906 di desa Mahmudiyah kawasan


Buhairah, Mesir. Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal al-Qur'an. Ia adalah
seorang mujahid dakwah, peletak dasar-dasar gerakan Islam sekaligus sebagai pendiri dan
pimpinan Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslimin).

Ia memperjuangkan Islam menurut al-quran dan sunnah hingga dibunuh oleh penembak


misterius yang oleh banyak kalangan diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah pada 12
Februari 1949 di Kairo.

Kepergian Hassan al-Banna pun menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia mewariskan 2
karya monumentalnya, yaitu Catatan Harian Dakwah dan Da'i serta Kumpulan Surat-surat.
Selain itu Hasan al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis
dakwah saat ini.

Selain itu ia juga dikenal akan cara berdakwahnya yang sangat tidak biasa. Ia terkenal sangat
tawadlu dikarenakan ia sering berdakwah di warung-warung kopi tempat oarang-orang yang
berpengetahuan rendah berkumpul untuk minum-minum kopi sehabis lelah bekerja seharian.
Dan ternyata cara tersebut memang lebih efektif dilakukan dalam berdakwah.

Hassan al-Banna yang lahir pada 14 Oktober 1906 di Mahmudiyya, Mesir (utara-barat dari
Kairo). adalah seorang guru dan seorang reformis Mesir sosial dan politik Islam, yang terkenal
karena mendirikan Ikhwanul Muslimin, salah satu dari abad ke-20 terbesar dan paling
berpengaruh organisasi Islam revivalis. Kepemimpinan Al-Banna adalah penting bagi
pertumbuhan persaudaraan selama tahun 1930-an dan 1940-an. Ketika Hassan al-Banna berusia
dua belas tahun, ia mulai terbiasa mendislipinkan kegiatannya menjadi empat; siang hari di
6
pergunakanya untuk menuntut ilmu di sekolah, kemudian belajar membuat dan membetulkan
jam dengan orang tua nya hingga sore, waktu sore hingga menjelang tidur ia gunakan untu
mengulang kembali pelajaran sekolah.sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan al-
qur'an ia lakukan seusai salat shubuh. Jadi tidak mengherankan bila Hassan Al-Banna mencetak
prestasi-prestasi gemilang di kemudian hari. Pada usia 14 tahun, Hassan Al-Banna telah
menghafal seluruh Al-Qur'an. Hassan Al-Banna lulus dari sekolahnya dengan predikat terbaik
dan nomor lima terbaik di seluruh mesir. Pada usia 16 tahun ia telah menjadi mahasiswa di
perguruan tinggi Darul Ulum. Demikianlah sederet prestasi Hassan kecil. Ayahnya, Syaikh
Ahmad al-Banna, adalah seorang imam lokal yang dihormati dan guru masjid dari ritus Hanbali.
Ia belajar di Al-Azhar University (Lia 24, 1998). Dia menulis dan berkolaborasi pada buku-buku
tentang tradisi Islam, dan juga memiliki toko di mana ia memperbaiki jam tangan dan menjual
gramofon. Meskipun Syaikh Ahmad Al Banna dan istrinya memiliki beberapa properti, mereka
tidak kaya dan harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup, terlebih setelah mereka pindah
ke Kairo pada tahun 1924. Seperti kebanyakan orang lainnya, mereka menemukan bahwa belajar
Islam dan kesalehan tidak lagi sangat dihargai di ibu kota (akibat paham sekuler yang begitu kuat
saat itu, yang dibawa oleh kolonial inggris untuk merobohkan semangat kaum muslimin), dan
bahwa keahlian tidak bisa bersaing dengan industri berskala besar.

Berdirinya organisasi Ikhwanul Muslimin bertepatan dengan tanggal 20/maret/1928. Bersama


keenam temannya, Hassan Al-Banna mendirikan organisasi ini (Ikhwanul Muslimin) di kota
Ismailiyah.

Pertumbuhan masyarakat terutama diucapkan setelah Al-Banna dipindahkan kantor pusatnya ke


Kairo pada tahun 1932. Faktor paling penting yang membuat ekspansi ini dramatis mungkin
adalah kepemimpinan organisasi dan ideologis yang disediakan oleh Al-Banna. Dalam Ismailia,
di samping kelas hari, dia melakukan niatnya memberi kuliah malam kepada orang tua
muridnya. Dia juga berkhotbah di masjid, dan bahkan di warung kopi. Pada awalnya, beberapa
pandangannya tentang poin yang relatif kecil dari praktik Islam menyebabkan perbedaan
pendapat yang kuat dengan elit agama setempat, dan ia mengadopsi kebijakan menghindari
kontroversi agama. Dia terkejut oleh banyak tanda-tanda mencolok dominasi militer dan
ekonomi asing di Isma'iliyya: kamp-kamp militer Inggris, bidang pelayanan umum yang dimiliki
oleh kepentingan asing, dan tempat tinggal mewah dari karyawan asing dari Terusan Suez
Perusahaan, sebelah jorok tempat tinggal dari pekerja Mesir.

7
Dia berusaha untuk membawa perubahan, dia berharap untuk melalui lembaga-gedung,
aktivisme tanpa henti di tingkat akar rumput, dan bergantung pada komunikasi massa.Dia
melanjutkan untuk membangun sebuah gerakan massa yang kompleks yang menampilkan
struktur pemerintahan canggih; bagian yang bertanggung jawab untuk melanjutkan nilai-nilai
masyarakat di kalangan petani, buruh, dan profesional; unit dipercayakan dengan fungsi-fungsi
kunci, termasuk propagasi pesan, penghubung dengan dunia Islam, dan tekan dan terjemahan,
dan komite khusus untuk urusan keuangan dan hukum.

Hassan Al-Banna wafat pada tanggal 12 Februari 1949..Hassan al-Banna dikenal memiliki
dampak yang besar dalam pemikiran Islam modern. Dia adalah kakek dari Tariq Ramadan dan
kakak Gamal al-Banna. Untuk membantu menguduskan tatanan Islam, al-Banna menyerukan
melarang semua pengaruh Barat dari pendidikan dan memerintahkan semua sekolah dasar harus
menjadi bagian dari masjid. Dia juga menginginkan larangan partai politik dan lembaga
demokrasi lainnya dari Syura (Islam-dewan) dan ingin semua pejabat pemerintah untuk memiliki
belajar agama sebagai pendidikan utama.

B. Pemikiran Politik Al-Banna

Hassan al-Banna disebut-sebut sebagai neo-salafie dengan pemikiran tiga pandangan


dasar yaitu

1. Islam adalah sebuah sistem komprehensif yang mampu berkembang sendiri,

2. Islam memancar dari dua sumber fundamental yaitu al-Quran dan al-Hadis

3. Islam berlaku untuk segala waktu dan tempat.

Pemikiran Hassan al-Banna yang berkaitan dengan politik terbagi dalam 3 (tiga) kelompok
pikiran,

1. Reformasi sosial dengan asas akidah,

2. Tidak adanya pemisahan agama dan Negara

3. Syariat Islam sebagai undang-undang tertinggi dalam pemerintahan Islam

17 khwanul Muslimin (IM) memproklamirkan diri sebagai gerakan politik pada tahun 1939,
yaitu pada Muktamar ke-5 IM, bertepatan dengan peringatan 10 tahun kelahirannya. Ada
dua alasan pokok yang berkaitan politik yang merupakan tujuan umumnya, yaitu; pertama

8
membebaskan negara Islam dari penguasa asing. Kedua, mendirikan negara Islam yang
bebas melaksanakan hukum Islam, menerapkan sistem sosial masyarakat dan
menyampaikan prinsip dan dakwahnya kepada seluruh manusia.

C.Penyetaraan Pemerintahan Dalam Islam

Sikap pemikiran Hasan Al-Banna terhadap pemerintahan berkaitan erat dengan


pemahaman akan esensi Islam dan aqidahnya. Islam yang di presepsikan Hasan Al-Banna
menjadikan pemerintahan sebagai salah satu pilar dalam melaksanakan syariat-syariat Islam.
Hasan memiliki pandangan bahwa pemerintahan Islam memiliki kaidah-kaidah yang tercermin
dalam Penyampaian Al-Banna Ketika menyampaikan tentang problematika hukum di Mesir dan
bagaimana menyelaraskan hak-hak yang berupa karakteristik atau pilar-pilar pemerintahan
Islam.
Hasan berpendapat dan menyatakan beberapa pilar, yaitu1:
1) Tanggung jawab pemerintah, dalam arti bahwa ia bertanggungjawab kepada Allah dan
rakyatnya. Pemerintahan, tidak lain adalah praktek kontrak kerja antara rakyat dengan
pemerintah, untuk memelihara kepentingan bersama.

2) Kesatuan umat. Artinya, ia memiliki system yang satu, yaitu Islam. Dalam arti, ia harus
melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan nasihat.

3) Menghormati aspirasi rakyat. Artinya, di antara hak rakyat adalah mengawasi para
penguasa dengan pengawasan yang seketatketatnya, selain memberi masukan tentang
berbagai hal yang dipandang baik untuk mereka. Pemerintah harus mengajak mereka
bermusyawarah, menghormati aspirasi mereka, dan memperhatikan hasil musyawarah
mereka.
Dalam perjalanannya Hasan Al-Banna menggambarkan sifat-sifat pemerintahan Islam dalam
prinsip yang diberi nama “Teori Pembatasan Kekuasaan Pemerintah” yang diungkapkan oleh
Audah. Disebutkan bahwa pemerintahan Islam didasarkan kepada tiga prinsip utama, yaitu2:

1) Menentukan batas-batas kekuasaan pemerintah. Penguasa tidak boleh melanggarnya, dan


jika melakukan pelanggaran itu, kerjanya dianggap tidak sah. Kekuasaanya dibatasi
dengan berbagai komitmen dan kewajiban yang telah digariskan. Ia harus mengikuti

9
syariat yang tidak membolehkan penguasa kecuali hal-hal yang dibolehkan untuk setiap
indivdu, juga mengharamkan untuknya sesutau yang diharamkan atas setiap individu.

2) Pertanggungjawaban pemerintah atas segala pelanggaran dan kesalahannya.

3) Otoritas rakyat untuk menurunkan pejabat. Islam telah menegaskan kekuasaan rakyat atas
pemerintah.

Pada setiap tempat selalu ada pemikir dalam bidang politik dalam skala yang berbeda.
Dalam skala Timur Tengah, pemikiran politik dari Mesir Kuno hingga Mesir Modern memiliki
pengaruh bagi wilayah, bahkan lintas daerah. Nasionalisme Arab, sebagai salah satu contoh
selain tentang Zionisme dan ideologi kiri Islam, menurut A. Rahman Zainuddin adalah jenis
pemikiran yang dianggap sangat menentukan dewasa ini di Mesir, menurut Yusuf al-Qaradhawi,
sebelum adanya dakwah Hasan al-Banna dan Lembaga pendidikan yang beliau dirikan, aspek
politik tidak mendapatkan perhatian sama sekali oleh masyarakat Islam. Dari sini kemudian
terjadi dikotomi antara seorang agamis dan seorang politisi. “Seorang agamis,” tulis ulama yang
kini bermukim di Qatar itu, “dilarang berkecimpung dalam masalah politik, sebaliknya juga
seorang politisi dilarang

D. Sikap menghargai aspirasi rakyat

Mengenai menghargai aspirasi rakyat, Al-Banna menjelaskan, Di antara hak umat Islam
adalah mengawasi roda pemerintahan sedetail mungkin dan aktif bermusyawarah berkenaan
sesuatu yang dipandang baik. Sementara itu, kewajiban pemerintah adalah bermusyawarah
dengan rakyat, menghargai aspirasinya, dan mengambil masukan-masukan yang baik.[1]
Bahkan, Allah memuji kaum muslimin yang mau bermusyawarah sebagai muslimin yang baik
‚ "sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka" (Asy-Syura: 38).
Lebih dari itu, para khalifah mengajak dan menganjurkan kaum muslimin untuk (berpegang)
pada pendapat yang benar . Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, "Jika kalian melihat aku di atas
kebenaran, maka dukunglah (untuk melaksanakannya), dan jika kalian melihatku dalam

10
kebatilan, maka betulkan dan luruskanlah."[2] Selain itu pemimpin haarus dapat
mempertanggungjawabkan kepada Allah dan rakyatnya. Pemerintahan, tidak lain adalah praktek
kontrak kerja antara rakyat dengan pemerintah, untuk memelihara kepentingan bersama.

E. Karakteristik Masyarakat Muslim Perspektif Hasan Al-Banna.

Hasan Al-Banna menggambarkan kekhasan masyarakat Muslim, secara otomatis, proses


pembentukannya juga bersifat khas. Yaitu dengan cara mewujudkan adanya kelompok manusia
yang menerima aqidah Islam dan mengakui bahwa ia tidak beribadah kepada selain Allah, baik
dalam keyakinan, ibadah, syi'ar, aturan, maupun undang-undang.] Hasan Al-Banna menjelaskan
tentang asas-asas yang di atasnya tertegak masyarakat muslim, yang dianggapnya sebagai
reformasi sosial yang lengkap, yaitu:

1. Memperhatikan aspek moral dan melindungi masyarakat dari tindak kriminal dan
kemungkaran

2. Memperhatikan keluarga dan mendudukkan status perempuan secara proporsional.

3. Menekankan kesetiakawanan, solidaritas sosial dengan berbagai jenisnya, juga persatuan.

4. Tanggung jawab negara kepada Islam dan dakwah Islam.

5. Pemberian tanggung jawab reformasi sosial kepada individu

11
BAB III

PENUTUP

A.KEKESIMPULAN

kesimpulan
bahwasanya jelas ruang lingkup dari Islam itu sendiri tidak memungkinkan untuk tidak
menyentuh lingkup politik dan negara. Hal ini juga terkait dengan aturan dalam Islam itu
sendiri yang mengatur urusan-urusan yang memerlukan kekuasaan sebagai
pelaksanaannya. Jadi agama dan politik mempunyai hubungan yang tidak
terpisahkan.Namun jika di telaah dari pemikiran Hasan Al-banna ini tentu salah satu
sebagai bahan acuan untuk masyarakat Indonesia, meskipun kita adalah negara
demokrasi, dan juga bukan Negara Agama, namun alangkah ilmiyahnya hubungan antara
negara dan agama tidak bisa dipisahkan, serta saling membutuhkan di antara kedua ini.

B.SARAN

Saran

1. Sebagai umat Muslim hendaknya menjadikan Al-Quran dan Sunnah itu sebagai pedoman baik
dalam bertindak dan berfikir.

2. Seiring dengan berkembangnya zaman, Pemikiran Politik tentang Ketatanegaraan di perlukan


sebuah metode yang benar-benar dapat memperbaiki tatanan sosial-politik dalam masyrakat
memberikan hak-hak kepada masyarakat tampa merubah bentuk, struktur maupun sistem dalam

12
negara tersebut sama halnya dengan Pemikiran Politik Ketatanegaraan yang Hasan Al-Banna
rencanakan.

3. Dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan kritik-kritik
yang membangun yang dapat dijadikan sebagai referensi tambahan didalam penyempurnaan
tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

13
[1] Hasan Al-Banna , Risalah Gerakan Ikhwanul Muslimin Jilid 1, h. 301.

[2] Ibid, h. 301

[3] Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin: Studi Analisis Evaluatif
terhadap Proses Pendidikan Politik Ikhwan untuk para Anggota khususnya dan seluruh
Masyarakat Mesir Umumnya, dari tahun 1928 hingga 1945. (Solo: Era Intermedia, 2000), h. 294.
[4] HUBUNGAN ISLAM DAN POLITIK DI INDONESIA PERSPEKTIF PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA,
Volume 12, Nomor 2, Juli-Desember 2017, h. 234.

[5]. HUBUNGAN ISLAM DAN POLITIK DI INDONESIA PERSPEKTIF PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA,
Volume 12, Nomor 2, Juli-Desember 2017, h. 233

[6]Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan...... h.295

1
Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin: Studi Analisis Evaluatif
terhadap Proses Pendidikan Politik Ikhwan untuk para Anggota khususnya dan seluruh
Masyarakat Mesir Umumnya, dari tahun 1928 hingga 1945. (Solo: Era Intermedia, 2000), h. 294.
2
Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan...... h.295.
3
Hasan al-Banna, Majmû’ah al-Rasâ’il al-Imâm al-Syahîd Hasan al-Banna, terj. Anis Matta dkk,
“Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin I, cet. 15, (Solo: Era Intermedia, 2008), h. 21

14

Anda mungkin juga menyukai