Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN JIWA

OLEH :

Wahyuni Rahmatu Laila

202110461011063

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)

1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat
kontak ( Carpenito, 1998 ).
Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan
tidak sanggup berbagi pengalaman.
b. Rentang Respons
Respons Adaptif Respons Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri


Otononi Depedensi Ketergantungan
Bekerja sama Curiga Manipulasi
Interdependen curiga

Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial.
1) Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum berlaku. Dengan
kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika
menelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk
respons adaptif.
a) Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b) Otonomi, kemempuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c) Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan
satu sama lain.
d) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2) Respons maladaptif
Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma
sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang
termasuk respons maladaptif.
a) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b) Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri sehingga tergantung dengan orang lain.
c) Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
d) Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.
c. Etiologi
Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan
stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan
faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan
sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri.
Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya pada diri orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus
asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindari orang lain, tidak
mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri dan
kegiatan sendiri terabaikan.
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka
akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan
dapat menimbulkan masalah.
Tugas Perkembangan Berhubungan Dengan Pertumbuhan
Interpersonal.
Tahap
Tugas
Perkembangan

Masa Bayi Menetapkan rasa percaya

Mengembangkan otonomi dan awal


Masa Bermain
perilaku mandiri

Belajar menunjukkan inisiatif, rasa


Masa Prasekolah
tanggung jawab, dan hati nurani

Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan


Masa Sekolah
berkompromi

Menjalin hubungan intim dengan teman


Masa Praremaja
sesama jenis kelamin.

Menjadi intim dengan teman lawan


Masa Remaja
jenis atau bergantung pada orang tua.

Menjadi saling bergantung antara


Masa Dewasa Muda orangtua dan teman, mencari pasangan,
menikah, dan mempunyai anak.

Belajar menerima hasil kehidupan yang


Masa Tengah Baya
sudah dilalui.

Berduka karena kehilangan dan


Masa Dewasa Tua mengembangkan perasaan keterikatan
dengan budaya.

b) Faktor Komunikasi dalam Keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam
teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan di
mana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan
dengan lingkungan di luar keluarga.
c) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang
cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d) Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang
dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah
otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah
dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak
seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel
dalam limbik dan daerah kortikal.
2) Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh
faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stresorpresipitasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
a) Faktor eksterna
Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stres yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b) Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stres terjadi akibat
ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas
ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu
3) Mekanisme Koping
Koping yang digunakan klien adalah proyeksi, menghindar dan
kadang-kadang mencedrai diri.Klien apabila mendapat masalah takut
atau tidak mau menceritakannya pada orang orang lain (lebih sering
menggunakan koping menarik diri).
c. Masalah Keperawatan
Isolasi sosial
1) Data Mayor :
Data Subjektif
- Klien mengatakan malas berinteraksi, mengatakan orang lain
tidak mau menerima dirinya, merasa orang lain tidak selevel.
Data Objektif
- Menyendiri, mengurung diri, tidak mau bercakap-cakap dengan
orang lain
2) Data Minor :
Data Subjektif
- Curiga dengan orang lain, mendengar suara/melihat bayangan,
merasa tak berguna
Data Objektif
- Mematung, mondar-mandir tanpa arah, tidak berinisiatif
berhubungan dengan orang lain
d. Pohon Masalah ( Budi Anna Keliat, 1999)

Resiko Perubahan Sensori-Persepsi : Halusinasi

Effect

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Causa

2. Diagnosa Keperawatan
1) Isolasi sosial
2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4) Koping individu tidak efektif
5) Defisit perawatan diri
6) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3. Perencanaan Keperawatan
Isolasi social

No Pasien Keluarga
. SPIP SPIk
1. Identifikasi penyebab isolasi sosial : Diskusikan masalah yang di
siapa yang serumah, siapa yang rasakan dalam merawat pasien
dekat, dan apa sebabnya .
2. Keuntungan Punya teman dan Jelaskan pengertian, tanda & gejala
bercakap-cakap. dan proses terjadinya isolasi sosial
(gunakan booklet)
3. Kerugian tidak punya teman dan Jelaskan cara merawat isolasi
tidak bercakap-cakap. sosial
4. Latihan cara berkenalan dengan Latih dua cara merawat
pasien dan perawat atau tamu. berkenalan, berbicara saat
melakukan kegiatan harian.
5. Masukan pada jadwal kegiatan Anjurkan membantu pasien sesuai
untuk latihan berkenalan jadwal dan memberikan pujian
besuk.
SPIIP SPIIk
1. Evaluasi kegiatan berkenalan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
(berapa orang). Beri pujian merawat / melatih pasien
berkenalan dan berbicara saat
melakukan kegiatan harian. Beri
pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan Jelaskan kegiatan rumah tangga
kegiatan harian (latih 2 kegiatan ) yang dapat melibatkan pasien
berbicara (makan, sholat,bersama)
di rumah
3. Masukan pada jadwal kegiatan Latih cara membimbing pasien
untuk latihan berkenalan 2-3 orang, berbicara dan memberi pujian
pasien, perawat dn tamu, berbicara
saat melakukan kegiatan harian

SPIIIP SPIIIk
1. Evaluasi kegiatan latihanEvaluasi kegiatan keluarga dalam
berkenalan ( berapa orang) & merawat / melatih pasien
berbicara saat melakukan dua berkenalan, berbicara saat
kegiatan harian. Beri pujian melakukan kegiatan harian. Beri
pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan Jelaskan cara melatih pasien
kegiatan harian (2 kegiatan baru) melakukan kegiatan sosial seperti
berbelanja, meminta sesuatu dll
3. Masukkan pada jadwal kegiatan Latih keluarga mengajak pasien
untuk latihan berkenalan 4-5 orang, berbelanja saat besuk.
berbicara saat melakukan 4 kegiatan
harian
4 Anjurkan membanrtu pasien sesuai
jadwal kegiatan dan memberikan
pujian.
SPIVP SPIVK

1 Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam


berkenalan, berbicara saat merawat/melatih pasien
melakukan empat kegiatan harian. berkenalan, berbicara saat
Beri pujian. melakukan kegiatan harian /RT,
berbelanja ,beri pujian.
2 Latih cara bicara sosial : meminta Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
sesuatu, menjawab pertanyaan tanda kambuh, rujukan
3 Masukkan pada jadwal kegiatan Anjurkan membantu pasien sesuai
untuk latihan berkenalan > 5 orang, jadwal kegiatan dan berikan pujian
orang baru, berbicara saat
melakukan kegiatan harian dan
sosialisasi.
SPVP SPVK
1 Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
berkenalan, berbicara saatmerawat atau melatih pasien
melakukan kegiatan harian dan berkenalan, berbicara saat
sosialisasi. Beri pujian melakukan kegiaatan harian atau
RT, berbelanja dan kegiatan lain
dan follow up. Beri pujian
2 Latih kegiatan Harian Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
3 Nilai kemampuan yang telah Nilai kemampuan keluarga
mandiri melakukan kontrol RSJ/PKM
4 Nilai apakah isolasi sosial teratasi

5. Terapi Modalitas Kelompok


a. Definisi
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi
ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku
maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas mendasarkan
potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi
atau penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi
keperawatan keluarga.
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk
dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan
kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah
perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja,
diakhiri tahap terminasi.
b. Dasar-dasar Pemberian Terapi Modalitas
Dasar-dasar Pemberian Terapi Modalitas
2) Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian atau perilaku
manusia
3) Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina ke arah
kondisi yang mengandung reaksi( respon yang baru )
4) Tingkah laku manusia selalu mengindahkan ada atau tidak adanya
faktor-faktor yang sifatnya menimbulkan tekanan sosial pada individu
sehingga reaksi indv tersebut dapat diprediksi ( reward dan
punishment )
5) Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam
menunjuang dan menghambat perilaku individu dalam kelompok
social
6) Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental
emosional dan sosial ke arah keutuhan pribadi yang dilakukan secara
holistic
c. Tahapan Terapi Modalitas
Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut
sebagai fase orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang
diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk
apa aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah
sebagai model peran dengan cara mengusulkan struktur kelompok,
meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal pembentukan kelompok, dan
memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok.
Fase permulaan dilanjutkan dengan fase kerja. Di fase kerja terapis
membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus pada keadaan
here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok
melakukan kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk mencapai
tujuan terapi.
Fase kerja adalah inti dari terapi kelompok di mana klien bersama
kelompoknya melakukan kegiatan untuk mencapai target perubahan
perilaku dengan saling mendukung di antara satu sama lain anggota
kelompok. Setelah target tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan maka
diakhiri dengan fase terminasi.
Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan
dilibatkan dalam hubungan interpersonal antar anggota. Peran perawat
adalah mendorong anggota kelompok untuk saling memberi umpan balik,
dukungan, serta bertoleran si terhadap setiap perbedaan yang ada. Akhir
dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota kelompok berani dan
mampu menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk, 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Keliat Budi Ana. 1999.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC.
Keliat Budi Ana. 1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book.

Anda mungkin juga menyukai