Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN JIWA

OLEH :

Wahyuni Rahmatu Laila

202110461011063

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
b. Rentang Respon Adaptof dan Mal Adaptif
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Keterangan :
1) Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenangan
2) Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternative
3) Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4) Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol
5) Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
Perbandingan antara perilaku Asertif, Pasif dan Agresif/Kekerasan
Pasif Asertif Agresif

Isi Negatif dan Positif dan Menyombongkan


Pembicaraan merendahkan diri, menawarkan diri, diri. Merendahkan
contohnya contohnya orang lain,
perkataan : perkataan : contohnya
“Dapatkah saya?” “Saya dapat…” perkataan :
“Dapatkah kamu?” “Saya akan….” “Kamu selalu…”
“Kamu tidak
pernah…”

Tekanan Cepat lambat, Sedang Keras dan ngotot


suara mengeluh

Posisi badan Menundukan Tegap dan santai Kaku, condong


kepala kedepan

Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak


dengan sikap acuh/ jarak yang akan menyerang
mengabaikan nyaman orang lain

Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi


tenang menyerang

Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata melotot dan


tidak kontak mata dipertahankan
sesuai dengan
hubungan

c. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
a) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku
kekerasan,contohnya: pada masa anak-anak yang mendapat
perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku
perilaku kekerasan.
b) Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal
tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar.
c) Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
kekerasan adalah hal yang wajar.
d) Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
2) Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan  dengan (Yosep, 2009):
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.
3) Mekanisme Koping
Mekanisme yang umum digunakan adalah mekanisme
pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif,
denial, dan reaksi formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka
yang berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang
yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi
tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah
diri (Harga diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang
lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak
diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau
bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan.
Hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan dirinya dan orang
lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan,
dukungan keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi
klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga
tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar
masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan
keluarga tidak maksimal (regimen teurapeutik inefektif).
d. Masalah keperawatan
Perilaku kekerasan
1) Data Mayor :
Data Subjektif
- Mengancam, mengumpat, bicara keras dan kasar
Data Objektif
- Agitasi, meninju, membanting dan melempar
2) Data Minor :
Data Subjektif
- Mengatakan ada yang mengejek dan mengancam, mendengar
suara yang menjelekkan, merasa orang lain mengancam dirinya
Data Objektif :
- Menjau dari orang lain, katatonia
d. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri orang lain dan lingkungan

effect

Perilaku Kekerasan/amuk

Core problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


causa

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social
3. Perencanaan Keperawatan

No Pasien Keluarga
. SPIP SPIk
1. Identifikasi penyebab, Tanda & Diskusikan masalah yang dirasakan
Gejala PK yang dilakukan, keluarga dalam merawat pasien
akibat PK
2. Jelaskan cara mengontrol PK: Jelaskan pengertian PK, tanda dan
Fisik, Obat, Verbal, Spiritualgejala, dan proses terjadinya PK
(Gunakan BOOKLET)
3. Latih cara mengontrol PK jelaskan cara merawat PK
Secara Fisik: Tarik Nafas
Dalam dan pukul kasur dan
bantal
4 Masukkan pada jadwal kegiatan Latih Satu cara merawat PK dengan
untuk latihan fisik melakukan kegiatan fisik: tarik nafas
dalam dan pukul kasur sdan bantal
Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan beri pujian
SPIIP SPIIk
1. Evaluasi kegiatan Ltihan Fisik. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
Beri Pujian merawat, melatih pasien fisik. Beri
pujian
2. Latih Cara mengontrol PK Jelaskan 6 Benar Minum oBat
dengan obat (Jelaskan 6 Benar
minum obat : Jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara, kontiunitas
minum obat)
3. Masukkan ke dalam jadwal Latih cara memberikan/membimbing
kegiatan untuk latihan fisik minum obat
minum obat
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan memberi pujian
SPIIIP SPIIIk
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik Evaluasi kegiatan keluarga dalam
& obat. Beri pujian merawat/melatih pasien fisik dan
memberikan obat. Beri pujian

2. Latih cara mengontrol PK Latih cara membimbing: cara bicara


dengan cara verbal (3 cara, yang baik
yaitu mengungkapkan,
meminta, menolak dengan
benar)
3. Memasukkan ke dalam jadwal Latih cara membimbing kegiatan
kegiatan untuk latihan fisik spiritual
minum obat dan verbal
4 Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan berikan pujian
SPIVP SP IV K
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik Evaluasi kegiatan keluarga dalam
& obat & verbal. Beri pujian merawat/ melatih pasien fisik,
memberikan obat, latihan bicara yang
baik & kegiatan spiritual. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol spiritual Jelaskan Follow Up Ke RSJ/PKM
(2 kegiatan) tanda kambuh, rujukan
3. Masukkan pada jadwal Anjurkan membantu pasien sesuai
kegiatan untuk latihan fisik, jadwal dan memberikan pujian
minum obat, verbal dan
spiritual
SPVP SP V K
1. Evaluasi kegiatan latihan fisisk Evaluasi kegiatan keluarga dalam
1,2 & obat & Verbal & merawat/melatih pasien fisik,
Spiritual. Beri pujian memberikan obat, cara bicara yang
baik & kegiatan spiritual dan follow
up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan yang telah Nilai kemampuan keluarga merawat
mandiri pasien
3. Nilai apakah PK terkontrol Nilai kemampuan keluarga melakukan
kontrol ke RSJ/PKM

5. Terapi Modalitas Kelompok


a. Definisi
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi
ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku
maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas mendasarkan
potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi
atau penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi
keperawatan keluarga.
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk
dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan
kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah
perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja,
diakhiri tahap terminasi.
b. Dasar-dasar Pemberian Terapi Modalitas
Dasar-dasar Pemberian Terapi Modalitas
2) Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian atau perilaku
manusia
3) Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina ke arah
kondisi yang mengandung reaksi( respon yang baru )
4) Tingkah laku manusia selalu mengindahkan ada atau tidak adanya
faktor-faktor yang sifatnya menimbulkan tekanan sosial pada individu
sehingga reaksi indv tersebut dapat diprediksi ( reward dan
punishment )
5) Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam
menunjuang dan menghambat perilaku individu dalam kelompok
social
6) Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental
emosional dan sosial ke arah keutuhan pribadi yang dilakukan secara
holistic

c. Tahapan Terapi Modalitas


Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut
sebagai fase orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang
diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk
apa aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah
sebagai model peran dengan cara mengusulkan struktur kelompok,
meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal pembentukan kelompok, dan
memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok.
Fase permulaan dilanjutkan dengan fase kerja. Di fase kerja terapis
membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus pada keadaan
here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok
melakukan kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk mencapai
tujuan terapi.
Fase kerja adalah inti dari terapi kelompok di mana klien bersama
kelompoknya melakukan kegiatan untuk mencapai target perubahan
perilaku dengan saling mendukung di antara satu sama lain anggota
kelompok. Setelah target tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan maka
diakhiri dengan fase terminasi.
Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan
dilibatkan dalam hubungan interpersonal antar anggota. Peran perawat
adalah mendorong anggota kelompok untuk saling memberi umpan balik,
dukungan, serta bertoleran si terhadap setiap perbedaan yang ada. Akhir
dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota kelompok berani dan
mampu menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, 2003 ,Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo,
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Keliat Budi Ana, 1999, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC,
Keliat Budi Ana, 1999, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC,
Stuart GW, Sundeen, 1995, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book,
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran,EGC;Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai