Anda di halaman 1dari 14

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Studi Hadits Joni, M. Pd

Studi Hadits
(Hadits Maudhu’)

Disusun Oleh:
1. Jesi Septiani (12010826621)
2. Novita Sari (12010821417)
3. Rossyana Sri Wulandari (12010826331)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN PELAJARAN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang dalam penyusun sampaikan kehadirat Allah Swt, karena atas limpahan
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
yang diharapkan.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasullah Saw, yang telah
membawa kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Hadits Jurusan
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN SUSKA RIAU. Pembuatan makalah ini diperlukan
supaya penulis dan pembaca dapat memahami dan mengkaji tentang Hadits Maudhu’.
Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi dan saran. Untuk itu rasa terima kasih yang dalam kami ucapkan kepada Bapak Joni, M.
Pd yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Studi Hadits.
Penyusun sadar bahwa dirinya hanya manusia biasa yang pasti mempunyai banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penyusun mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun demi pengembangan makalah ini selanjutnya. Demikianlah makalah ini kami buat
semoga bermanfaat.

Benteng, 09 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 2
BAB II : PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3
A. Pengertian Hadits Maudhu’ ........................................................................................... 3
B. Macam-Macam Hadits Maudhu’ ................................................................................... 4
C. Sebab Kemunculan Hadits Maudhu’ ............................................................................. 4
D. Ciri-Ciri Hadits Maudhu’............................................................................................... 6
BAB III : PENUTUP ............................................................................................................... 10
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 10
B. Saran .............................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat Islam sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah
al-Qur’an. Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah islam yang memang
sudah selayaknya dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Dewasa ini, begitu banyak opini
umum yang berkembang yang mengatakan bahwa ilmu hadits hanya cukup dipelajari
oleh para salaafussholih yang memang benar-benar memiliki kemampuan khusus dalam
ilmu agama, sehingga opini ini membuat sebagian kaum muslimin merasa tidak harus
untuk mempelajari ilmu hadits.
Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan karena dapat membuat kaum muslimin
menjadi kurang tsaqofah islamnya terutama dalam menjalankan sunnah-sunnah
Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam. Terlebih dengan keadaan saat ini dimana sangat
banyak beredar hadits-hadits dho’if dan hadits palsu yang beredar di tengah-tengah
kaum muslimin dan tentunya hal ini akan membuat kaum muslimin menjadi para pelaku
bid’ah. Jika kaum muslimin masih memandang remeh tentang ilmu hadits ini, maka
tentu ini adalah suatu hal yang sangat berbahaya bagi ‘aqidah kaum muslimin dalam
menjalankan sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam.
Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk mempelajarinya
supaya tidak timbul kesalah pahaman, apalagi yang berkaitan dengan permasalahan
Hadits Maudhu’ yang dapat menyebabkan tidak diterimanya amal ibadah seorang
muslim karena mengamalkan Hadits Maudhu’.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hadits maudhu’?
2. Apa saja macam-macam hadits maudhu’ ?
3. Apa saja faktor penyebab munculnya hadits maudhu’ ?
4. Apa ciri-ciri hadits maudhu’ ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hadits maudhu’
2. Untuk mengetahui macam-macam hadits maudhu’
3. Untuk mengetahui sebab kemunculan hadits maudhu’
4. Untuk mengetahui ciri-ciri hadits maudhu’

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits Maudhu’
Hadits palsu dalam bahasa ‘Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu’. Secara
etimologi al-Maudhu’ (‫ )الموضوع‬merupakan bentuk isim maf’ul dari
kata ‫ وضع‬- ‫يضع‬. Kata tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan,
meninggalkan, dan mengada-ada. Jadi secara bahasa Hadits Maudhu’ dapat disimpulkan yaitu
hadits yang diada-adakan atau dibuat-buat.1
Menurut terminologi Hadits Maudhu’ terdapat beberapa pengertian, diantaranya
menurut Imam Nawawi definisi Hadits Maudhu’ adalah:
‫ي َم ْعنى كَانَ ِإالَّ ُم َبيَّنا‬ِِّ َ ‫ َو َيحْ ُر ُم ِر َوا َيتُهُ َم َع ْالع ِْل ِم ِب ِه فِ ْي أ‬، ِ‫ض ِعيْف‬ ْ ‫ه َُو ْال ُم ْختَلَقُ ْال َم‬.
َّ ‫صنُ ْوعُ َوش َُّر ال‬
“Dia (Hadits Maudhu’) adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat-buat, dan hadits
dhoi’f yang paling buruk. Meriwayatkannya adalah haram ketika mengetahui
kepalsuannya untuk keperluan apapun kecuali disertai dengan penjelasan.”2
Ada juga yang berpendapat bahwa hadits maudhu’ adalah :
‫يقره‬ ْ ‫الرسول صلى هللا عليه وسلّم اختال قًا وكذبًا م ّما لم‬
ّ ‫يقله أو يفعله أو‬ ّ ‫مانُسب الى‬
“Sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah Saw secara mengada-ada dan dusta yang
tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun taqrirkan”.3
Sedangkan menurut sebagian ulama hadits, pengertian hadits maudhu’ adalah :
ً ‫زورا وبهتا ًنا سوا ٌء كان ذالك عمدًا أم خطأ‬
ً ‫هو المختلع المصنوع المنصوب الى رسول هللا صلى هللا عليه وسلّم‬
“Hadits yang di cipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu
dinishbatkan kepada Rasulullah Saw secara palsu dan dusta, baik hal itu sengaja
maupun tidak”.4
Berdasarkan dari beberapa pengertian hadits maudhu’ menurut para ulama yang
telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa hadits maudhu’ adalah hadits yang
disandarkan kepada Rasulullah Saw secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja
maupun tidak disengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak memperbuatnya dan
tidak mentaqrirkannya.

1
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik : Pustaka
AL FURQAN. 2009. hlm. 27.
2
Ibid, hlm. 29.
3
Lajnah Ilmiah. Pengantar Ilmu Hadits. Bogor : LESAT Al-Hidayah. 2001. hlm. 141.
4
Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung : PT AL MA’RIF. 1970. hlm. 168-169.

3
B. Macam-Macam Hadits Maudhu’
1. Perkataan itu berasal dari pemalsu yang disandarkan pada Rasulullah Saw.
2. Perkataan itu berasal dari ahli hikmah, orang yang zuhud atau Isra’illiyat dan pemalsu
yang menjadikannya hadits.
3. Perkataan yang tidak diinginkan rawinya, melainkan dia hanya keliru.5
C. Sebab Kemunculan Hadits Maudhu’
Munculnya pemalusan hadits berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam.
Dimulai dengan terbunuhnya Amirul Mukminin ‘Umar bin Khaththab, kemudian Utsman
bin Affan, dilanjutkan dengan pertentangan yang semakin memuncak antara kelompok
ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib di Madinah dan Mu’awiyah di Damaskus sehingga terjadi
perselisihan yang tidak bisa terelakan lagi. Namun lebih ironis lagi bahwa sebagian kaum
muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-
masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Dikarenakan mereka tidak menemukan teks
yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar al-
Qur’an dan al-Hadits pada saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-
hadits yang disandarkan kepada Rasulullah Saw untuk mendukung golongan masing-
masing. Inilah awal sejarah timbulnya hadits palsu dikalangan umat Islam.6
Berdasarkan data sejarah, pemalusan hadits tidak hanya dilakukan oleh orang-orang
Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Ada beberapa motif yang
mendorong mereka membuat hadits palsu yaitu sebagai berikut :
1. Pertentangan Politik
Pertentangan politik ini terjadi karena adanya perpecahan antara golongan yang
satu dengan golongan yang lainnya, dan mereka saling membela golongan yang
mereka ikuti serta mencela golongan yang lainnya. Seperti yang terjadi pada polemic
pertentangan kelompok ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah sehingga
terbentuk golongan syi’ah, khawariz, dan lain-lain. Yang berujung pada pembuatan
hadits palsu sebagai upaya untuk memperkuat golongannya masing-masing.

5
Jenis ketiga ini termasuk Hadits Maudhu’ apabila perawi mengetahuinya tapi membiarkannya.
6
Lajnah Ilmiah. Pengantar Ilmu Hadits. Bogor : LESAT Al-Hidayah. 2001. hlm. 142.

4
2. Usaha kaum Zindiq
Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama
maupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat
melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan al-Qur’an, sehingga
menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan pemalsuan
hadits, dengan tujuan menghancurkan agama Islam dari dalam. Salah satu diantara
mereka adalah Muhammad bin Sa’id al-Syami, yang dihukum mati dan disalib karena
kezindiqannya. Ia meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas secara marfu’ :
‫بعدي إالّ أن يشاءهللا‬
ْ ‫ي‬
ّ ‫أناخات ُم النبيّين ال نب‬
“Aku adalah Nabi terakhir, tidak ada lagi nabi sesudahku, kecuali yang Allah
kehendaki”.7
3. Sikap Ta’ashub terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri, dan pimpinan
Salah satu tujuan pembuatan hadits palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta
serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya. Itu
disebabkan karena kebencian, bahkan balas dendam semata. Sebagai contoh, menurut
keterangan al-Khalily, salah seorang penghafal hadits, bahwa kaum Rafidhah telah
membuat hadits palsu mengenai keutamaan Ali bin Abi Thalib dan ahlu al-Bait
sejumlah 300.000 hadits.8
4. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat
Kelompok yang melakukan pemalsuan hadits ini bertujuan untuk memperoleh
simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya. Jadi
pada intinya mereka membuat hadits yang disampaikan kepada yang lainnya terlalu
berlebih-lebihan dengan tujuan ingin mendapat sanjungan.
5. Perbedaan pendapat dalam masalah ‘Aqidah dan ilmu Fiqih
Munculnya hadits-hadits palsu dalam masalah ini berasal dari perselisihan
pendapat dalam ‘aqidah dan ilmu fiqih para pengikut madzhab. Mereka melakukan
pemalsuan hadits karena didorong sifat fanatic dan ingin menguatkan madzhabnya
masing-masing. Misalnya hadits palsu yang isinya tentang keutamaan Khalifah ‘Ali
bin Abi Thalib :

7
Mahmud Thahan.ILMU HADITS PRAKTIS. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah. 2012. hlm. 112.
8
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang : PT. PUSTAKA
RIZKI PUTRA. 2009. hlm. 191.

5
‫ي خيرالبشر َمن شكّ فيه كفر‬
ّ ‫عل‬
“Ali merupakan sebaik-baik manusia, barang siapa yang meragukannya maka ia
telah kafir”.9
6. Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan
Sebagian orang sholih, ahli zuhud dan para ulama akan tetapi kurang didukung
dengan ilmu yang mapan, ketikan melihat banyak orang yang malas dalam beribadah,
mereka pun membuat hadits palsu dengan asumsi bahwa usahanya itu merupakan
upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt dan menjunjung tinggi agama-Nya melalui
amalan yang mereka ciptakan, padahal hal ini jelas menunjukkan akan kebodohan
mereka. Krena Allah Swt dan Rasul-Nya tidak butuh kepada orang lain untuk
menyempurnakan dan memperbagus syari’at-Nya.
7. Pendapat yang membolehkan seseorang untuk membuat hadits demi kebaikan
Sebagian kaum muslimin ada yang membolehkan berdusta atas nama Rasulullah
Saw untuk memberikan semangat kepada umat dalam beribadah, padahal para ulama
telah sepakat atas haramnya berdusta atas nama Rasulullah Saw apapun sebab dan
alasannya.
D. Ciri-Ciri Hadits Maudhu’
Para ulama ahli hadits telah menetapkan beberapa kriteria untuk bisa membedakan
antara hadits shohih, hasan dan dho’if. Mereka pun menetapkan beberapa kaidah dan ciri-
ciri agar bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Berikut adalah beberapa ciri-ciri
hadits maudhu’ yang diambil dari beberapa sumber. Secara garis besar ciri-ciri hadits
maudhu’ dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits)
Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang menghubungkan antara pencatat
hadits sampai kepada Rasulullah Saw. Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui
kepalsuan sebuah hadits dari sisi sanadnya ini, diantaranya adalah :
a) Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan
oleh dia, serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh (terpercaya) yang juga
meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukumi palsu.
b) Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi

9
Mahmud Thahan.ILMU HADITS PRAKTIS. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah. 2012. hlm. 112.

6
Maryam, bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan al-Qur’an
juga pengakuan Abdul Karim bin Abi Auja’ yang mengaku telah memalsukan
empat ribu hadits.
c) Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya
seorang perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah
bertemu dengannya atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak
pernah masuk ke tempat tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-
sejarah hidup mereka dalam kitab-kitab yang khusus membahasnya.
d) Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta ta’ashub terhadap suatu
golongan. Contohnya seorang syi’ah yang fanatik, kemudia ia meriwayatkan
sebuah hadits yang mencela para sahabat atau menggunakan ahlul bait.
2. Dari segi Matan (Isi Hadits)
Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang paling penting untuk bisa
mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi lain adalah :
a) Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah Saw adalah
seorang yang sangat fasih dalam mengungkapkan kata-kata, karena beliau adalah
seorang yang dianugerahi oleh Allah Swt.10
b) Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti, kaidah-
kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang dapat diindera
manusia. Contohnya adalah sebuah hadits :
‫ركعتين‬
ِ ‫المقام‬
ِ ‫ت سب ًعا وصلّتْ خلف‬
ِ ‫نوح طافتْ بالبي‬
ٍ ّ
‫إن سفينة‬
“Bahwasannya kapal Nabi Nuh thawaf keliling Ka’bah tujuh kali lalu shalat dua
raka’at di belakang maqam Ibrahim”.11
c) Bertentangan dengan nash al-Qur’an, as-Sunnah, atau Ijma’ yang pasti dan hadits
tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar. Contoh hadits maudhu’
yang maknanya bertentangan dengan al-Qur’an, ialah hadits :
َ ‫الزنَا ال َي ْد ُخ ُل اْل َج ِّنةَ اِلَى‬
ٍ‫س ْبعَ ِة ا َ ْبنَاء‬ ّ ِ ‫َولَ ُد‬
“Anak zina itu, tidak dapat masuk surge, sampai tujuh keturunan”.12
Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan ayat al-Qur’an :
10
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik : Pustaka
AL FURQAN. 2009. hlm. 38.
11
Ibid.
12
Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung : PT. AL MA’RIF. 1970. hlm. 171.

7
‫َوال ت َِز ُر َو ِاز َرة ٌ ِو ْز َر أ ُ ْخ َرى‬
“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.13
Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat
dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalian tidak dapat dibebani
dosa orang tuanya.
d) Bertentangan dengan fakta sejarah pada zaman Rasulullah Saw
Seperti hadits yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw menggugurkan kewajiban
membayar jizyah atas orang yahudi Khoibar yang ditulis oleh Mu’awiyah bin Abi
Sufyan dan disaksikan oleh Sa’id bin Mu’adz. Padahal telah ma’ruf dalam sejarah
bahwa jizyah itu belum disyari’atkan saat peristiwa perang Khoibar yang terjadi
pada tahun ke-7 hijriyah, karena jizyah baru disyari’atkan saat perang Tabuk pada
tahun ke-9 hijriyah. Juga Sa’ad bin Mu’adz meninggal dunia ketika perang
Khondaq, dua tahun sebelum peristiwa Khoibar. Sedangkan Mu’awiyah baru
masuk Islam pada waktu Fathul Makkah pada tahun ke-8 hijriyah.14
e) Menyebutkan pahala yang terlalu besar untuk amal yang terlalu ringan atau
ancaman yang terlalu besar untuk sebuah dosa yang kecil
Hadits-hadits semacam ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab mau’izhah.
Contoh :
ُ‫س ْبعُ ْونَ ا َ ْلفِ لُغَ ٍة َي ْستَ ْغف ُِر ْونَ لَه‬
َ ‫ان‬
ٍ ‫س‬َ ‫ان ِل ُك ِّل ِل‬
ٍ ‫س‬َ ‫س ْبعُ ْونَ ا َ ْلفِ ِل‬ َ ‫مِن ت ِْلكَ ْال َك ِل َم ِة‬
َ ُ‫طائ ًِرا لَه‬ ْ ُ‫َم ْن قَا َل ال اِلَهَ اِال هللاُ َخلَقَ هللا‬
“Barang siapa mengucapkan tahlil (laa ilaaha illahlah) maka Allah Swt,
menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan
setiap lisan mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun
kepadanya”.
Bahkan perasaan halus yang diperoleh dari menyelami hadits secara mendalam,
dapat juga dijadikan perimbangan dalam menentukan hadits maudhu’. Al-Rabi’ Ibn
Khaitsam berkata :
“Bahwasannya diantara hadits, ada yang bersinar, kita dapat mengetahuinya dengan
sinar itu, dan bahwa diantara hadits ada hadits yang gelap sebagaimana kegelapan malam,

(Q.S. al-An’am : 164)


13
14
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik : Pustaka
AL FURQAN. 2009. hlm. 39.

8
kita mengethauinya dengan itu”.
Seseorang yang dapat mengetahui identitas kepalsuan sebuah hadits, tentu saja
berasal dari kalangan para ulama yang telah menguasai seluk-beluk hadits dan ilmu-ilmu
lain yang dapat mendukung seseorang mengetahui bahwa sebuah hadits adalah palsu.
Inilah kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar memeriksa
benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang
maudhu’. Dengan memperhatikan apa yang telah dijelaskan ini, nyatalah bahwa para
ulama hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga
mereka memperhatikan matannya.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ulama, dapat
disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
Saw, secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak disengaja, padahal
beliau tidak mengatakan, tidak melakukan dan tidak mentaqrirkannya.
Hadits Maudhu’ bisa berupa perkataan dari seseorang pemalsu, baik itu dari
golongan orang biasa yang sengaja membuatnya demi kepentingan tertentu, atau para
ahli hikmah, orang zuhud, bahkan Isra’illiyyat. Selain itu bisa juga merupakan kesalahan
rawi dalam periwayatan dengan syarat dia mengetahui kesalahan itu namun dia
membiarkannya.
Kemunculan hadits-hadits palsu berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh
Islam. Dimulai dengan terbunuhnya para khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib RA,
dilanjutkan dengan perseteruan yang semakin memuncak antara kelompok ta’ashub Ali
bin Abi Thalib dan Mu’awiyah. Sehingga terpecahlah Islam menjadi beberapa golongan,
yang mana sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan
golongan mereka masing-masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Dikarenakan karena
mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya masing-
masing, karena banyaknya pakaral-Qur’an dan al-Hadits pada saat itu, akhirnya sebagian
diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah Saw, untuk
mendukung golongan masing-masing.
Kaidah-kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar memeriksa
benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang
maudhu’ secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu dilihat dari sudut pandang matan
dan sanad. Oleh karena itu para ulama hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan
sanad hadits saja, bahkan juga mereka memperhatikan matannya.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya, dan semoga kedepannya
kami sebagai penulis akan lebih baik lagi dalam penulisan materi dan penyampaian
materi, agar apa yang kami sampaikan mudah dipahami oleh peserta diskusi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Fatchur. 1970. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung: PT AL MA’ARIF.


Sabiq, Ahmad. 2009. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik: Pustaka
AL FURQAN.
Ilmiah, Lajnah. 2001. Pengantar Ilmu Hadits. Bogor: LESAT Al-Hidayah.
https://296group.blogspot.com/2018/11/makalah-ulumul-hadits-hadits-
maudhu.html

https://alsofwa.com/188-hadits-contoh-contoh-hadits-maudhu/

11

Anda mungkin juga menyukai