Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Manusia adalah makhluk mukallaf yang dibebani kewajiban dan tanggung jawab.
Dengan akal pikirannya ia mampu menciptakan kreasi spektakuler berupa sains dan teknologi.
Manusia juga bagian dari realitas kosmos yang menurut para ahli pikir disebut sebagai al-kain
al-natin, “makhluk yang berbicara” dan “makhluk yang memiliki ahli luhur”.
            Oleh sebab itu, tidak heran pula jika ada yang mengatakan, bahwa manusia adalah
“pencipta kedua” setelahTuhan. Hal ini dapat kita pahami, betapa manusia yang dianugrahi rasio
oleh Tuhan itu mampu menciptakan kreasi canggih berupa sains dan teknologi, sementara
malaikat diperintah sujud kepadanya (Adam) karena tak mampu bersaing secara intelektual.
Kelebihan intelektual inilah yang menjadikan manusia lebih unggul dari pada makhluk lainnya,
tetapi ia pun bisa menjadi dekaden, bahkan lebih rendah nilainya dari binatang jika melakukan
tindakan yang destruktif, melepaskan imannya.
            Dalam prespektif Islam, ilmu memiliki kedudukan sebagian bagian dari agama dan
berfungsi sebagai petunjuk kepada kebenaran, untuk memperoleh kemuliaan disisi Allah dan
pembebasan dari kebodohan dan kejahiliahan. Oleh karena itu ia juga sebagai instrumen dan
sarana bagi pancapaian tujuan Islam, yaitu kesejahteraan dunia maupun akhirat. Dalam konsep
islam, ilmu seharusnya membuahkan iman, dan iman seharusnya
membuahkan khusyu’ dan tawadhu’ kepada Allah SWT. Oleh sebab itu, iman dan amal harus
selalu dilaksanakan secara simultan dan menjadi kepribadian Muslim.
            Pada zaman dalu dikalangan umat Islam, flsafat islam merupakan kisah perkembangan
dan kemajuan ruh. Begitu pula menganai ilmu mengenai ilmu pengetahuan islam, sebab menurut
al-Qur’an seluruh fenomena alam ini merupakan petunjuk Allah, sebagaimana diakui oleh
Rosenthall, bahwa tuuan filsafat Islam adalah untuk membuktikan kebenaran wahyu sebagai
hukum Allah dan ketidak mampuan akal untuk memahami Allah sepenuhnya, juga untuk
menegaskan, bahwa wahyu tidak bertentangan dengan akal.

1.2  Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari filsafat ilmu?


2. Bagaimana persamaan dan perbedaan antara filsafat dan ilmu?
3. Apakah tujuan dari filsafat ilmu ?
4. Apa pengertian dari sumber-sumber pengetahuan otoritas, indera, pemikiran dan diri sendiri ?
1.3  Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengertian dari filsafat ilmu.


2. Mengetahui persamaan dan perbedaan antara filsafat dan ilmu.
3. Mengetahui tujuan dari filsafat ilmu.
4. Mengetahui sumber-sumber pengetahuan otoritas, indera, pemikiran dan diri sendiri.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1   PENGERTIAN FILSAFAT ILMU

Sebagaimana pendapat umumnya, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang


kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berfikir rasional-logis, mendalam dan
bebas untuk memperoleh kebenaran. Kata ini berasal dari Yunani Philos yang berarti cinta
dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom).
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, demikian pula seni dan agama. Jadi dalam
pengetahuan tercakup didalam ilmu, seni dan agama. Filsafat sebagaimana pengertian semula
bisa dikelompokkan ke dalam bagian pengetahuan tersebut, sebab pada permulaanya filsafat
dengan identik dengan pengetahuan (baik teoretik maupun paraktik).
Secara garis besar, Jujun S. Suriasumantri menggolongkan pengetahuan menjadi tiga
ketegoti umum, yakni: 1) pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk (etika/agama), 2)
pengetahuan tentang indah dan yang jelek (estetika/seni), 3) pengetahuan tentang yang benar dan
yang salah (logika/ilmu). Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelas-kan
rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri.

Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-
cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat
pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk
pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.

2.3   PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FILSAFAT DAN ILMU


Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:
1. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek
2. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau kohern yang ada antara kejadian-
kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
3. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan
4.   Keduanya mempunyai metode dan system
5.   Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat
manusia (objektivitas), akan pengetahuaan yang lebih mendasar.

Adapun perbedaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:


1.   Objek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada
(realita) sedangkan objek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris.
Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-
kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu.
2.  Objek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian
dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat
fragmentaris, sfesifik dan intensif.

2.4   TUJUAN FILSAFAT ILMU


Tujuan filsafat ilmu adalah:
1.   Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita bisa memahami sumber,
hakikat dan tujuan ilmu.
2.   Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,
sehingga kita mempunyai gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3.   Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi,
terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah.
4.   Mendorong kepada para calon ilmuwan dan ilmuan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan
mengembangkannya.
5.   Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan.

2.5    SUMBER PENGETAHUAN FILSAFAT ILMU


Semua orang mengakui memiliki pengetahuan.persoalannya dari mana pengetahuan itu
diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat. Dari situ timbul pertanyaan bagaimana caranya
kita memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan kita?
Berikut ini beberapa sumber pengetahuan antara lain :

1. Orang yang Memiliki Otoritas

Titus et.al (1984) mengawali penjelasan mengenai hal ini dengan ilustrasi pertanyaan,
bagaimana kita mengatahui bahwa Socrates dan Julius Caesar pernah hidup di dunia? Apakah
mereka itu orang-orang khayalan seperti nama-nama lain yang kita baca dalam mitologia dan
novel-novel moderen? Jawabannya adalah kita punya pengetahuan tentang Socrates dan Julius
Caesar sebagai orang-orang yang pernah ada dan hidup di dunia, yakni dari “kesaksian” orang-
orang yang pernah ada serta hidup sezaman dan setempat dengan mereka, serta juga ahli-ahli
sejarah. Artinya ada orang yang ditempatkan sebagi yang memiliki “otoritas” sebagai sumber
pengetahuan mengenai hal yang ingin diketahui, yaitu mereka yang punya kesaksian dari
pengalaman dan pengetahuan yang berkenaan dengan itu.
Pada zaman moderen ini, orang yang ditempatkan memiliki otoritas, misalnya dengan
pengakuan melalui gelar, termasuk juga dalam hal ini misalnya, hasil publikasi resmi mengenai
kesaksian otoritas tersebut, seperti buku-buku atau publikasi resmi pengetahuan lainnya. Namun,
penempatan otoritas sebagai sumber pengetahuan tidaklah dilakukan dengan penyandaran
pendapat sepenuhnya, dalam arti tidak dilakukan secara kritis untuk tetap bisa menilai kebenaran
dan kesalahannya.

2. Indera

Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar kita. Indera
ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera), yakni indera penglihatan (mata) yang
memungkinkan kita mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran (telinga)
yang membuat kita membedakan macam-macam suara; indera penciuman (hidung) untuk membedakan
bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang membuat kita bisa membedakan makanan enak dan
tidak enak; dan indera peraba (kulit) yang memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur
suatu benda.
Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur. Kecenderungan
yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan yang utama, atau bahkan satu-satunya
sumber pengetahuan, menghasilkan aliran yang disebut empirisisme, dengan pelopornya John Locke
(1632-1714) dan David Hume dari Inggris. Mengenai kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang empirisis
sejati akan mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya, dan
pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan yang benar.
Tetapi, mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada indera jelas tidak mencukupi. Dalam
banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya pensil yang
dimasukkan ke dalam air terlihat bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh terlihat lebih
kecil, padahal ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras tidak bisa kita
dengar. Belum lagi kalau alat indera kita bermasalah, sedang sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah
kita mengandalkan indera untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.

3. Akal

Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam kepala, yakni
otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah yang bisa memastikan bahwa
pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal
yang paling utama adalah kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada
fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan
kucing tertentu yang ada di rumah tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan.
Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan lewat kategori-kategori atau ide yang
inheren dalam akal dan diyakini bersifat bawaan. Ketika kita memikirkan sesuatu, penangkapan akal atas
sesuatu itu selalu sudah dibingkai oleh kategori. Kategori-kategori itu antara lain substansi, kuantitas,
kualitas, relasi, waktu, tempat, dan keadaan.  
Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional, logis, atau masuk akal. Pengutamaan
akal di atas sumber-sumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan bahwa akal adalah satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar, disebut aliran rasionalisme, dengan pelopornya Rene Descartes (1596-1650)
dari Prancis. Seorang rasionalis umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera sebagai
semu, palsu, dan menipu.

4. Pemikiran ( Rasionalisme)

Sudah kita sebut sebelum ini, logika mempelajari hukum “patokan” dan rumus berfikir psikologi
juga membicarakan aktivitas berfikir. Karena itu kita hendaklah berhati-hati melihat persimpangan
dengan logika, psikologi mempelajari pikiran dan karyanya tanpa menyinggung sama sekali urusan benar
salah. Sebaiknya urusan benar dan salah menjadi masalah pokok dalam logika.
Banyak jalan pemikiran yang dipengaruhi oleh keyakinan, pola berfikir kelompok, kecenderungan
pribadi, pergaulan dan sugesti. Juga banyak pemikiran yang diungkapkan sebagai luapan emosi, caci
maki, kata pujian atau penyataan keheranan dan kekaguman.
Dalam aktivitas berfikir, terkadang orang membanding, menganalisis serta menghubungkan
proporsi yang satu dengan yang lain. Dengan demikian penyelidikan masih dalam pencarian kebenaran
dalam pemikiran.
Kaum rasinalis memakai faham rasinalisme. Kaum ini menggunakan metode deduktif dalam
menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang menurut
anggapannya jelas dan dapat diterima (idealisme).
Fungsi pikirannya hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi pengetahuannya,
sementara pengalaman tidak memiliki prinsip. Ide bagi kaum rasionalis adalah bersifat apriori. Pemikiran
rasional cenderung untuk bersifat solipsistik dan subjektif. Masalah utama yang dihadapi kaum rasionalis
adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis yang dipakainya dalam penalaran deduktif.

Adapun asas pemikiran yang sebagai mana di ketahui pangkal atau asal dari mana sesuatu itu
muncul dan dimengerti. Maka asas pemikiran adalah pengetahuan di mana pengetahuan muncul dan
dimengerti. Asas ini dapat di bedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Asas Identitas ( Prinsipium Identitatis )


Asas identitas adalah dasar dari semua pemikiran prinsip ini mengatakan bahwa sesuatu itu
adalah dia sendiri bukan lainnya.

b. Asas Kontradiksi ( Prinsipium Contradictoris )


Prinsip ini mengatakan bahwa pengingkaran sesuatu tidak mungkin sama dengan pengakuannya.
Jika di akui bahwa sesuatu itu bukan A maka tidak mungkin pada saat itu ia adalah A.

c. Asas Penolakan Kemungkinan Ketiga ( Principium Exclusi Tartii Qanun Imtina)


Asas ini mengatakan bahwa antara pengakuan dan pengingkaran terletak pada salah satunya.
Pengakuan dan pengingkaran merupakan pertentangan mutlak.

5. Hati atau Intuisi (Diri Sendiri)

Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan pasti, ada yang
menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi muncul berupa
pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas, non-
analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat santai
maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah jalan-jalan di trotoar,
saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam.
Menurut Henry Bergson intusi adalah hasil dari evolusi dari pemahaman yang tertinggi.
Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi
adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.
Menurutnya, intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat
analis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara simbolis. Karena itu, intuisi
adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan
secara teratur intuisi  tidak dapat diandalkan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu
dalam menemukan kebenaran. Bagi Nietzchen intuisi merupakan “intelegensi yang paling tinggi” dan
bagi Maslow intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience).
Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara
tiba-tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan hanya kepada orang yang
sebelumnya sudah berpikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya
pikirnya dan mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada
saat itulah intuisi berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut supra-rasional atau suatu
kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal
namun menemui jalan buntu.
Hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan
spiritual. Kelemahan akal ialah terpagari oleh kategori-kategori sehingga hal ini, menurut Immanuel Kant
(1724-1804), membuat akal tidak pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang sesuatu
sebagaimana adanya (das ding an sich) atau noumena. Akal hanya bisa menangkap yang tampak dari
benda itu (fenoumena), sementara hati bisa mengalami sesuatu secara langsung tanpa terhalang oleh
apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek.
Kecenderungan akal untuk selalu melakukan generalisasi (meng-umumkan)
dan spatialisasi (meruang-ruangkan) membuatnya tidak akan mengerti keunikan-keunikan dari kejadian
sehari-hari. Hati dapat memahami pengalaman-pengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial,
yakni pengalaman riil manusia seperti yang dirasakan langsung, bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak
bisa mengetahui rasa cinta, hatilah yang merasakannya. Bagi akal, satu jam di rutan salemba dan satu jam
di pantai carita adalah sama, tapi bagi orang yang mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati juga bisa
merasakan pengalaman religius, berhubungan dengan Tuhan atau makhluk-makhluk gaib lainnya, dan
juga pengalaman menyatu dengan alam.
Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya dibanding sumber
lainnya disebut intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim memercayai kelebihan hati atas akal. Puncaknya
adalah Suhrawardi al-Maqtul (1153-1192) yang mengembangkan mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan
diteruskan oleh Mulla Shadra (w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan oleh Henry Bergson.
Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisisme dan
rasionalisme. Hingga awal abad ke-20, empirisisme masih memegang kendali dengan kuatnya
kecenderungan positivisme di kalangan ilmuwan Barat. Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam,
pertentangan kuat terjadi antara aliran rasionalisme dan intuisionisme (iluminasionisme, ‘irfani), dengan
kemenangan pada aliran yang kedua. Dalam kisah perjalanan Nabi Khidir a.s. dan Musa a.s., penerimaan
Musa atas tindakan-tindakan Khidir yang mulanya ia pertanyakan dianggap sebagai kemenangan
intuisionisme. Penilaian positif umumnya para filosof Muslim atas intuisi ini kemungkinan besar
dimaksudkan untuk memberikan status ontologis yang kuat pada wahyu, sebagai sumber pengetahuan
yang lebih sahih daripada rasio.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala
sesuatu. Dengan bantuan filsafat, manusia berusaha menangkap makna, hakekat, hikmah dari setiap
pemikiran, realitas dan kejadian.
Adapun kesimpulan yang bisa didapat dari sumber-sumber pengetahuan dalam filsafat ilmu
adalah sebagai berikut.
1. Otoritas
Artinya ada orang yang ditempatkan sebagi yang memiliki “otoritas” sebagai sumber
pengetahuan mengenai hal yang ingin diketahui, yaitu mereka yang punya kesaksian dari
pengalaman dan pengetahuan yang berkenaan dengan itu.
2. Indera
Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar kita.
Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera). Pengetahuan lewat
indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur.
3. Pemikiran (Akal)
Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam kepala,
yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah yang bisa
memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun
tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah kemampuannya menangkap
esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada fakta-fakta khusus.
4. Intuisi (Diri Sendiri)
Menurut Henry Bergson intusi adalah hasil dari evolusi dari pemahaman yang tertinggi.
Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa
intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang
nisbi.

3.2. Saran – Saran


a. Kami menghimbau kepada teman – teman seperjuangan untuk mencari lebih luas tentang
pengertian beserta problem-problem dalam filsafat ilmu yang belum bisa kami bahas pada
makalah kami ini.
b. Kami mengharap kepada teman – teman untuk lebih kompak dalam mengerjakan tugas sehingga
dapat mendapat manfaat dari adanya pembuatan tugas dengan  utuh dan agar tidak ada pihak
yang merasa dirugikan.
Demikian sajian makalah ini mudah – mudahan apa yang kami uraikan pada makalah ini bisa
memberi manfaat bagi kami dan yang mengkaji makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini pasti masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan pada penulisan makalah  mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Rajawali Pers.


Gie, The Liang. 2007. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Zainuddin. 2011. Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam. Yogyakarta: Naila Pustaka.

Zainuddin, Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam, Yogyakarta. Naila Pustaka, 2011, hlm: 22. 
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Edisi Kedua), Yogyakarta. Liberty Yogyakarta, 2007,
Hlm: 29-55.
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Rajawali Pers, 2011.
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Edisi Kedua), Yogyakarta. Liberty Yogyakarta, 2007,
Hlm: 76-83

Anda mungkin juga menyukai