1. Bagaimanakah kedudukan UUD NRI 1945 dalam hierarki peraturan perundang-
undangan di Indonesia? Jawab: Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan norma dasar tertulis (staasfundamentalnorm) dalam peraturan perundang- undangan. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan”. Artinya bahwa UUD NRI 1945 merupakan sumber tertib hukum bagi peraturan-peraturan di bawahnya. Oleh karena itu, dalam hierarki peraturan perundang-undangan, UUD NRI 1945 berada pada tertib hukum tertinggi di Indonesia sesuai isi dalam Pasal 7 ayat (1) bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kanupaten/Kota. Sebagai norma dasar, maka tentu saja segala peraturan perundang-undangan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI 1945. 2. Bagaimanakah karakter dari UUD NRI 1945? Apa yang membedakan dengan jenis peraturan perundang-undangan lainnya? Jawab: Pada dasarnya UUD NRI 1945 yang merupakan norma dasar dalam sistem ketatangeraan Indonesia bersifat tertulis, singkat dan luwes. Singkat artinya bahwa materi muatan dalam UUD NRI 1945 hanya memuat aturan- aturan pokok saja yang kemudian secara rinci dapat dijabarkan secara lengkap dan terperinci dalam peraturan perundang-undangan lain dibawah UUD NRI 1945. Secara umum terdapat perbedaan mendasar antara UUD NRI 1945 dengan Peraturan perundang-undangan yang berada dibawahnya. UUD NRI 1945 merupakan hukum tertulis yang menjadi hukum dasar dan hukum tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang pada umumnya materi yang dimuat dalam suatu norma dasar adalah hal-hal yang masih berisfat abstrak sehingga inilah yang kemudian membedakan antara UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar dan hukum tertinggi dengan peraturan yang ada dibawahnya. Peraturan yang ada dibawah UUD NRI 1945 harus senantiasa mengacu dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 tersebut diatas. Peraturan perundang-undangan yang berada dibawah UUD NRI 1945 merupakan penjabaran dari materi-materi pokok yang ada dalam UUD secara lengkap dan terperinci yang dapat secara proses pembuatannyya jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan UUD. 3. Mengapa perubahan UUD NRI 1945 bersifat rigid? Jawab: Perubahan UUD NRI 1945 bersifat rigid artinya bahwa perubahan UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia yang tidak mudah berubah dan memerlukan proses khusus untuk melakukan amandemen. Hal ini sesuai dengan Pasal 37 UUD NRI 1945 mengenai perubahan Undang-Undang Dasar bahwa: (1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang- kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. (2) Setiap usul perubahan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alsannya. (3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota permusyawaratan Rakyat, (4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang- kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. (5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Sebagai konstitusi negara, sifat rigid ini berarti bahwa ketika terjaadi perubahan, maka harus dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang agar terbentuk konstitusi yang benar-benar menunjukkan sikap seperti apa yang dicita-citakan dan menjawab kebutuhan masyarakat akan hukum. Sebagai suatu kontrak sosial keberadaan konstitusi memiliki arti dan nilai yang besar dalam kehidupan bangsa oleh karena konstitusi merupakan jiwa (soul of nation) perlu untuk dikaji apakah prosedur perubahan undang-undang ini berjalan dengan baik sebagai perwujudan demokratisasi konstitusional yang mengarahkan pada partisipasi seluruh elemen masyarakat untuk turut andil dalam mengambil keputusan mengenai perubahan undang-undang. 4. Bagaimanakah menurut saudara wacana ''Amandemen Kelima UUD NRI 1945"? Berikan pandangan saudara! Jawab: Proses amandemen merupakan proses mengubah, atau menambah atau bahkan menghapus ketentuan di dalam ketentuan hukum dan perundang – undangan dengan tujuan untuk menyempurnakan ketentuan yang sudah ada agar menjadi lebih baik dan sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Di Indonesia, proses pelaksanaan amandemen telah dilaksanakan sebanyak empat kali dan belakangan ini menguak kembali isu untuk melaksanakan amandemen kelima. Isu amandemen kelima pada dasarnya di fokuskan pada isu ketatanegaraan dan GBHN. Namun, sampai sekarang hal ini belum direalisasikan hingga muncul keinginan oleh MPR untuk melakukan amandemen terbatas berkaitan dengan kewenangan MPR dalam pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Amandemen direncanakan hanya akan terbatas pada kewenangan MPR untuk pemebentukan PPHN. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan kepada kita semua bahwa, apa yang menjadi urgensi terhadap amandemen kelima UUD NRI 1945, apakah persoalan penambahan kewenangan kepada MPR menjadi suatu kebutuhan mendasar yang sangat diperlukan oleh pemerintahan saat ini, ataukah justru terdapat kepentingan politik yang melatarbelakangi keinginan untuk melakukan amandemen. Ketua MPR menyatakan bahwa pada amandemen kelima ini, hanya akan ada penambahan ayat di Pasal 3 dan Pasal 23 UUD NRI 1945 dalam amandemen terbatas UUD NRI 1945, hal ini juga ditegaskan karna berkaitan dengan adanya wacana dalam pemerintahan terkait isu peranjangan masa jabatan presiden. Ada 2 pasal yang rencananya akan ada penambahan satu ayat pada Pasal 3 yang tujuannya untuk memberi kewenangan kepada MPR dalam mengubah dan menetapkan PPHN. Sementara penambahan satu ayat pada Pasal 23 bertujuan untuk menambah kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan presiden pasca 2024 apabila tidak sesuai PPHN, hal inipun ditegaskan agar amandemen tidak meluas pada periode masa jabatan presiden dan juga pergantian sistem presidensial yang banyakmenjadi pro dan kontra dalam masyarakat. Ketika pemerintah betul-betul hendak melaksanakan amandemen kelima, maka yang harus diperjelas adalah tujuan dari dilakukannya amandemen tersebut, serta bagaimana dan apa urgensi yang melatarbelakangi pentingnya dilakukan amandemen kelima agar tidak menimbulkan mispersepsi ditengah masyarakat yang dapat menimbulkan gejolak. Selain itu, proses untuk mengubah amandemen juga bukanlah hal yang mudah sehingga dalam melakukan perubahan, betul-betul harus dimatangkan. Pada dasarnya urgensi sebuah amandemen dilaksanakan apabila atas dasar kebutuhan dari seluruh masyarakat ,dengan tanpa adanya muatan kepentingan politik dari beberapa pihak yang ingin diuntungkan. Polemik yang muncul dalam masyarakat luas dan banyak kalangan adalah ketika kesempatan amandemen dibuka maka akan banyak muatan-mutan yang sarat akan penetingan politik yang akan di masukan ke dalam agenda amandemen tersebut. Hal inilah yang menjadi banyak terjadi pro dan kontra mengenai urgensi amandenen terbatas pada PPHN.