Anda di halaman 1dari 4

LATIHAN 2 A MINGGU XIII

Rismawati Nur/B021191069

1. Bagaimanakah kedudukan UUD NRI 1945 dalam hierarki peraturan perundang-


undangan di Indonesia?
Jawab:
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan
norma dasar tertulis (staasfundamentalnorm) dalam peraturan perundang-
undangan. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa
“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan”. Artinya bahwa UUD NRI
1945 merupakan sumber tertib hukum bagi peraturan-peraturan di bawahnya.
Oleh karena itu, dalam hierarki peraturan perundang-undangan, UUD NRI 1945
berada pada tertib hukum tertinggi di Indonesia sesuai isi dalam Pasal 7 ayat (1)
bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kanupaten/Kota.
Sebagai norma dasar, maka tentu saja segala peraturan perundang-undangan di
bawahnya tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI 1945.
2. Bagaimanakah karakter dari UUD NRI 1945? Apa yang membedakan dengan
jenis peraturan perundang-undangan lainnya?
Jawab:
Pada dasarnya UUD NRI 1945 yang merupakan norma dasar dalam
sistem ketatangeraan Indonesia bersifat tertulis, singkat dan luwes. Singkat
artinya bahwa materi muatan dalam UUD NRI 1945 hanya memuat aturan-
aturan pokok saja yang kemudian secara rinci dapat dijabarkan secara lengkap
dan terperinci dalam peraturan perundang-undangan lain dibawah UUD NRI
1945. Secara umum terdapat perbedaan mendasar antara UUD NRI 1945
dengan Peraturan perundang-undangan yang berada dibawahnya. UUD NRI
1945 merupakan hukum tertulis yang menjadi hukum dasar dan hukum tertinggi
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang pada umumnya materi yang dimuat
dalam suatu norma dasar adalah hal-hal yang masih berisfat abstrak sehingga
inilah yang kemudian membedakan antara UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar
dan hukum tertinggi dengan peraturan yang ada dibawahnya. Peraturan yang ada
dibawah UUD NRI 1945 harus senantiasa mengacu dan tidak boleh
bertentangan dengan UUD 1945 tersebut diatas. Peraturan perundang-undangan
yang berada dibawah UUD NRI 1945 merupakan penjabaran dari materi-materi
pokok yang ada dalam UUD secara lengkap dan terperinci yang dapat secara
proses pembuatannyya jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan UUD.
3. Mengapa perubahan UUD NRI 1945 bersifat rigid?
Jawab:
Perubahan UUD NRI 1945 bersifat rigid artinya bahwa perubahan UUD
NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia yang tidak mudah berubah dan
memerlukan proses khusus untuk melakukan amandemen. Hal ini sesuai dengan
Pasal 37 UUD NRI 1945 mengenai perubahan Undang-Undang Dasar bahwa:
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan
dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh
sekurang- kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat. (2) Setiap usul perubahan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan
secara tertulis dan ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah
beserta alsannya. (3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar
sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota permusyawaratan Rakyat, (4) Putusan untuk mengubah
pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-
kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat. (5) Khusus mengenai bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Sebagai konstitusi negara, sifat rigid ini berarti bahwa ketika terjaadi
perubahan, maka harus dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang
matang agar terbentuk konstitusi yang benar-benar menunjukkan sikap seperti
apa yang dicita-citakan dan menjawab kebutuhan masyarakat akan hukum.
Sebagai suatu kontrak sosial keberadaan konstitusi memiliki arti dan nilai yang
besar dalam kehidupan bangsa oleh karena konstitusi merupakan jiwa (soul of
nation) perlu untuk dikaji apakah prosedur perubahan undang-undang ini
berjalan dengan baik sebagai perwujudan demokratisasi konstitusional yang
mengarahkan pada partisipasi seluruh elemen masyarakat untuk turut andil
dalam mengambil keputusan mengenai perubahan undang-undang.
4. Bagaimanakah menurut saudara wacana ''Amandemen Kelima UUD NRI
1945"? Berikan pandangan saudara!
Jawab:
Proses amandemen merupakan proses mengubah, atau menambah atau
bahkan menghapus ketentuan di dalam ketentuan hukum dan perundang –
undangan dengan tujuan untuk menyempurnakan ketentuan yang sudah ada agar
menjadi lebih baik dan sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Di Indonesia,
proses pelaksanaan amandemen telah dilaksanakan sebanyak empat kali dan
belakangan ini menguak kembali isu untuk melaksanakan amandemen kelima.
Isu amandemen kelima pada dasarnya di fokuskan pada isu
ketatanegaraan dan GBHN. Namun, sampai sekarang hal ini belum
direalisasikan hingga muncul keinginan oleh MPR untuk melakukan
amandemen terbatas berkaitan dengan kewenangan MPR dalam pembentukan
Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Amandemen direncanakan hanya akan
terbatas pada kewenangan MPR untuk pemebentukan PPHN. Hal ini tentunya
menimbulkan pertanyaan kepada kita semua bahwa, apa yang menjadi urgensi
terhadap amandemen kelima UUD NRI 1945, apakah persoalan penambahan
kewenangan kepada MPR menjadi suatu kebutuhan mendasar yang sangat
diperlukan oleh pemerintahan saat ini, ataukah justru terdapat kepentingan
politik yang melatarbelakangi keinginan untuk melakukan amandemen.
Ketua MPR menyatakan bahwa pada amandemen kelima ini, hanya
akan ada penambahan ayat di Pasal 3 dan Pasal 23 UUD NRI 1945 dalam
amandemen terbatas UUD NRI 1945, hal ini juga ditegaskan karna berkaitan
dengan adanya wacana dalam pemerintahan terkait isu peranjangan masa
jabatan presiden. Ada 2 pasal yang rencananya akan ada penambahan satu ayat
pada Pasal 3 yang tujuannya untuk memberi kewenangan kepada MPR dalam
mengubah dan menetapkan PPHN. Sementara penambahan satu ayat pada Pasal
23 bertujuan untuk menambah kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN
yang diajukan presiden pasca 2024 apabila tidak sesuai PPHN, hal inipun
ditegaskan agar amandemen tidak meluas pada periode masa jabatan presiden
dan juga pergantian sistem presidensial yang banyakmenjadi pro dan kontra
dalam masyarakat.
Ketika pemerintah betul-betul hendak melaksanakan amandemen kelima,
maka yang harus diperjelas adalah tujuan dari dilakukannya amandemen
tersebut, serta bagaimana dan apa urgensi yang melatarbelakangi pentingnya
dilakukan amandemen kelima agar tidak menimbulkan mispersepsi ditengah
masyarakat yang dapat menimbulkan gejolak. Selain itu, proses untuk mengubah
amandemen juga bukanlah hal yang mudah sehingga dalam melakukan
perubahan, betul-betul harus dimatangkan. Pada dasarnya urgensi sebuah
amandemen dilaksanakan apabila atas dasar kebutuhan dari seluruh
masyarakat ,dengan tanpa adanya muatan kepentingan politik dari beberapa
pihak yang ingin diuntungkan. Polemik yang muncul dalam masyarakat luas
dan banyak kalangan adalah ketika kesempatan amandemen dibuka maka akan
banyak muatan-mutan yang sarat akan penetingan politik yang akan di masukan
ke dalam agenda amandemen tersebut. Hal inilah yang menjadi banyak terjadi
pro dan kontra mengenai urgensi amandenen terbatas pada PPHN.

Anda mungkin juga menyukai