Anda di halaman 1dari 7

1.

2. Tentu masih. Hal ini dikarenakan menurut personali saya sendiri, bahasa Indonesia
itu memiliki 2 peran yaitu menjadi identitas bangsa dan menjadi pemersatu atas
proses komunikasi antar masyarakatnya. Ada 2 peran mencolok dari Bahasa Indonesia
yaitu sebagai identitas dan sebagai pemersatu. Dikatakan sebagai identitas, sebab
kehadiran bahasa Indonesia menjadi sumber pandangan negara lain bahwa Indonesia
memiliki identitas juga dalam bidang linguistik. Dikatakan sebagai pemersatu, sebab
kehadiran bahasa Indonesia menjadi jalan untuk berkomunikasi antara penduduk
yang satu dengan yang lainnya. Kita tahu bersama bahwa antar satu daerah dengan
yang lain memiliki perbedaan bahasa, misalnya antara penduduk Sumatera dan Jawa.
Nah, oleh karena itu dibuatlah bahasa Indonesia agar satu daerah dengan yang lain
dapat berkomunikasi dengan lancar.
3.
a) Judul Sisi Positif Parenting Budaya Jepang
b) Nama majalah Majalah kompasiana
c) Sub judul - Hubungan antara orangtua dan anak
yang sangat dekat.
- Orang tua adalah cerminan anak
- Orangtua dan anak adalah setara
- Memperhatikan tentang perasaan
dan emosi

d) Bagian Penutup Selain mengajari dan mempersiapkan anak


untuk dapat hidup di komunitas sosial
masyarakat yang lebih luas, anak juga
diberikan semangat untuk dapat memahami
dan menghormati perasaanya sendiri.
Orangtua mengajarkan anaknya untuk
melakukan hal yang tidak
mempermalukannya. Contohnya tidak
menegur anaknya atau menasehati anaknya
di muka umum ketika melakukan hal yang
dirasa kurang pantas. Orangtua memilih
menunggu situasi dan tempat yang lebih
privasi untuk menasehatinya. Anak
diajarkan untuk dapat memiliki sikap empati
dan saling menghormati orang lain.
Orangtua di Jepang tidak menggangap gaya
asuh mereka menjadi gaya asuh yang
terbaik. Begitu pula dewasa ini nilai budaya
barat pun menginsipirasi cara orangtua di
Jepang mendidik anaknya. Namun meskipun
terjadi pergeseran dan perubahan, gaya
asuh orangtua di Jepang yang menyayangi
putra-putrinya tidak berubah. Setelah
membaca sedikit stereotip gaya asuh
orangtua di Jepang, dapat dipahami bahwa
gaya asuhnya merupakan perpaduan antara
sedikit gaya permisif, gaya authoritative
(berwibawa).
e) Bagian Pembuka Parenting menjadi isu yang hangat dewasa
ini. Semakin tinggi kesadaran masyarakat
untuk lebih mempelajari bagaimana ilmu-
ilmu parenting agar dapat
diimplementasikan bagi putra-putrinya,
atau sebagai bekal untuk membina rumah
tangga di kemudian hari. Secara sederhana
terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya
asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan
terlalu protektif. berikut adalah sedikit
penjelasan mengenai keempat gaya asuh
tersebut. Secara sederhana gaya asuh
otoriter adalah gaya asuh di mana orangtua
memaksakan kehendaknya tanpa begitu
memperhatikan atau mempedulikan
bagaimana perspektif sang anak.
f) Penulis Buyung Okita

- Question
1. Apakah Parenting itu ?
2. Bagaiamana cara Orang tua di jepang mengatasi isu parenting ?
3. Ada berapa jenis gaya Parenting ?
Terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan
terlalu protektif. berikut adalah sedikit penjelasan mengenai keempat gaya asuh
tersebut.
Secara sederhana gaya asuh otoriter adalah gaya asuh di mana orangtua memaksakan
kehendaknya tanpa begitu memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif
sang anak. Gaya asuh orangtua berwibawa adalah gaya asuh di mana orangtua
menjadi panutan yang teladan, memberikan batasan yang cermat untuk putra-
putrinya, dan memberikan pujian untuk upaya yang telah putra-putrinya lakukan.
Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana orangtua tidak memberikan batasan
kepada anak-anaknya, semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh
dilakukan atau tidak. Memercayakan putra-putrinya untuk melakukan apa yang ia
inginkan, cenderung tidak mengintervensi kecuali untuk hal yang bersifat sangat
serius. Gaya asuh overprotektif adalah gaya asuh di mana orangtua sangat melindungi
putra-putrinya dari segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman yang buruk, dan lain-lain.
Karena itu banyak membatasi putra-putrinya di berbagai aspek.
Stereotip mengasuh ala orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal yang
positif.
1. Hubungan antara orangtua dan anak yang sangat dekat
2. Orang tua adalah Cerminan anak
3. Orangtua dan anak Setara
4. Memperhatikan tentang perasaan dan emosi
- Recite
Dari bacaan tersebut dapat diketahui bahwa cara parenting orang tua di jepang sangat
baik dan dapat ditiru oleh masyrakat di Indonesia seperti contohnya :
1. Hubungan antara orangtua dan anak yang sangat dekat
Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia
5 tahun anak tidur bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di
manapun anaknya berada. Tidak jarang dapat dilihat bahwa ibu
menggendong anaknya sambil melakukan kegiatan rumah seperti menyapu,
memasak, berbelanja, dan lain-lain. Bahkan hampir setiap perempuan yang
telah melahirkan dan menjadi ibu rela untuk berhenti bekerja dan fokus
untuk mendidik anaknya di rumah. Pada usia antara 0-5 tahun, anak
diperbolehkan melakukan apa saja. Mungkin budaya ini sedikit berbeda
dengan negara lain. Yang dimaksud diperbolehkan melakukan apa saja
adalah membiarkan anak berksplorasi dengan kegiatan yang ia lakukan.
Namun orangtua tetap menstimulus dengan hal yang positif dan menjadi
role model yang baik. Filosofi ini menunjukan, dengan anak dibiarkan aktif
menandakan bahwa sang anak tumbuh sehat. Pada usia 0-5 tahun, anak
juga diajak untuk bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat sehingga dapat
lebih mengenal saudara dan sosial. Orangtua di Jepang juga beranggapan
bahwa sebisa mungkin menemani putra-putrinya sehingga anak merasakan
kasih sayang orangtuanya.
2. Orang tua adalah Cerminan anak
Studi di Amerika dan Jepang pernah dilakukan untuk mengetahui bagaimana
orangtua mengasuh anaknya. Orangtua di Amerika cenderung bersifat netral
dan menunjukan anak cara untuk membuat suatu piramida, sesudah itu
membiarkan anaknya untuk membuat piramida dengan apa yang telah
diajarkan atau dengan caranya sendiri. Sedangkan orangtua Jepang
cenderung mentransmisikan apa yang ia lakukan kepada anaknya, sehingga
orang tua sepenuhnya menjadi role model bagi anaknya. Setelah fase usia 5
tahun di mana anak boleh bereksplorasi melakukan sesuatu, lalu usia 5-15
tahun anak mulai diajari untuk melakukan kegiatan seperti membersihkan
rumah, belajar untuk disiplin, dan melakukan apa yang dilakukan oleh
orangtua. Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat berkontribusi
melakukan cara-cara yang telah dilakukan secara turun temurun. Fase ini
orangtua memberikan batasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban, apa
yang boleh dilakukan atau tidak. Oleh karena itu kegiatan pendidikan moral
di sekolah juga mulai diajarkan tidak hanya sebagai mata pelajaran dan
diselipkan di mata pelajaran lain, tetapi juga anak diberikan ruang untuk
melakukan kegiatan sosial seperti saling melayani, kegiatan makan siang di
sekolah, dan kegiatan lain yang juga kerap dilakukan di sekolah-sekolah
Indonesia. Kegiatan sekolah dan rumah yang bersifat rutin, meskipun
terkesan monoton merupakan cara Jepang untuk menbuat anak-anak
belajar untuk disiplin.
3. Orangtua dan anak Setara
Setelah anak berusia 15 tahun, orang tua mulai memberikan ruang untuk
anak dapat lebih mandiri dengan mengurangi batasan yang diterapkan pada
fase sebelumnya. Hubungan tidak hanya sebagai orangtua dan anak, tetapi
juga sebagai teman dan setara. Anak didukung untuk menjadi pribadi yang
mandiri, dapat berpikir dan menentukan pilihan dan lebih bersifat
demokratis. Fase ini untuk mempersiapkan anak melakukan kegiatan
keterampilan bagi dirinya sendiri dan keluarga serta belajar bertingkah laku
yang baik dan sopan (menurut adat Jepang). Anak diajarkan untuk mulai
independen dan dipersiapkan untuk dapat siap menjadi orang dewasa.
Setelah usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan biasanya
diadakan upacara hari kedewasaan yang diselenggarakan di distrik/kota
setempat yang diikuti oleh pemuda berusia 20 tahun.
4. Memperhatikan tentang perasaan dan emosi
Selain mengajari dan mempersiapkan anak untuk dapat hidup di komunitas
sosial masyarakat yang lebih luas, anak juga diberikan semangat untuk dapat
memahami dan menghormati perasaanya sendiri. Orangtua mengajarkan
anaknya untuk melakukan hal yang tidak mempermalukannya. Contohnya
tidak menegur anaknya atau menasehati anaknya di muka umum ketika
melakukan hal yang dirasa kurang pantas. Orangtua memilih menunggu
situasi dan tempat yang lebih privasi untuk menasehatinya. Anak diajarkan
untuk dapat memiliki sikap empati dan saling menghormati orang lain.
Orangtua di Jepang tidak menggangap gaya asuh mereka menjadi gaya asuh
yang terbaik. Begitu pula dewasa ini nilai budaya barat pun menginsipirasi
cara orangtua di Jepang mendidik anaknya. Namun meskipun terjadi
pergeseran dan perubahan, gaya asuh orangtua di Jepang yang menyayangi
putra-putrinya tidak berubah. Setelah membaca sedikit stereotip gaya asuh
orangtua di Jepang, dapat dipahami bahwa gaya asuhnya merupakan
perpaduan antara sedikit gaya permisif, gaya authoritative (berwibawa).
- Review

A) Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi kesadaran
masyarakat untuk lebih mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat
diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau sebagai bekal untuk membina rumah
tangga di kemudian hari.
B)
Stereotip mengasuh ala orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal yang
positif.
1. Hubungan antara orangtua dan anak yang sangat dekat
2. Orang tua adalah Cerminan anak
3. Orangtua dan anak Setara
4. Memperhatikan tentang perasaan dan emosi

5. Terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan
terlalu protektif

Anda mungkin juga menyukai