Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3

DENGUE HAEMORAGIC FEVER

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik


Keperawatan Medikal Bedah 3

Dosen Pembimbing :

Sri Anik Rustini, S.H., S.Kep., Ns., M.Kes


NIP. 03054

Disusun Oleh :
NURUL ISNAINI AFIFAH
17100.77
S1/4A

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DHF

Nama : Nurul Isnaini Afifah

Prodi : S1/4A

NIM : 1710077

Tugas Pembuatan laporan pendahuluan DHF (Dengue Haemoragic fever) untuk melengkapi
tugas Praktik Klinik Mata Kuliah Keperawtan Medikal Bedah 3

Surabaya, 08 November 2020

Mahasiswa

Nurul Isnaini Afifah


NIM. 1710077

Surabaya…………….
Mengetahui

Dosen Pembimbing

Sri Anik Rustini, S.H., S.Kep., Ns., M.Kes


NIP. 03054
1.1. KONSEP TEORI
1.1.2. Definisi DHF
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk. 2008). Demam dengue/DF dan
demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrome renjatan
dengue (dengue shock syndrome) adal demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok (Nurarif & Hardhi, 2015).

Penyakit Demam Berdarah Dengue /DBD (secara medis disebut Dengue


Hemerragic Fever/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang di
tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan aedes albopictus. Virus ini akan
mengganggu kinerja darah kapiler dan system pembekuan darah, sehngga mengakibatkan
perdarahan-perdarahan.. Demam Berdarah Dengue tidak menular melalui kontak manusia
dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan
melalui nyamuk. (Dwi Sunar Prasetyo, 2012).

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang menyebabkan gangguan pada
pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan
perdarahan yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.
1.1.3. Etiologi DHF
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok arbovirus B, yaitu
arthropod-born envirus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Vector utama penyakit
DBD adalah nyamuk aedes aegypti (didaerah perkotaan) dan aedes albopictus (didaerah
pedesaan). (Widoyono, 2008).

1) Virus dengue Yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk kedalam arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2,
3, dan 4. Keempat Virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serolis. Virus dengue yang termasuk
dalam genus flavi virus ini berdiameter 40 nanometer, dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby homster kidney) maupun sel-sel artrophoda
misalnya sel Aedes Arbovirus (Soedarto, 2005 dalam Susilawati, 2008).
2) Vektor Nyamuk aedes aegepti maupun aedes albopictus merupakan vector
penularan Virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya,
nyamuk aedes aegepti merupakan vector penting di daerah perkotaan, sedangkan
di daerah pedesaan kedua nyamuk tersebut perperan dalam penularan (Soedarto,
2008). Nyamuk aedes aegepti berkembang biak pada genangan air bersih yang
terdapar bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (aedes aegepti) maupun
yang terdapat di luar rumah dilubang-lubang pohon, di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih lainnya, selain itu nyamuk betina lebih
menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi
dan senja hari (Soedarto, 2008).
Dengue haemoragic Fever (DHF) disebabkan oleh arbovirus (Arthopodborn Virus)
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepthy. Virus Nyamuk aedes aegypti
berbentuk batang, stabil pada suhu 370 C. Adapun ciri-ciri nyamuk penyebar demam
berdarah menurut (Nursalam ,2008) adalah :

1) Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih


2) Hidup didalam dan sekitar rumah
3) Menggigit dan menghisap darah pada waktu siang hari
4) Senang hinggap pada pakaian yang bergantung didalam kamarBersarang dan
bertelur digenangan air jernih didalam dan sekitar rumah seperti bak mandi,
tempayan vas bunga.

1.1.4. Patofisiologi DHF

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga
menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya:
peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh
darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel
yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari penurunan
produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti
petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan
kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut
dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam
tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah viremia
yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal
pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan
dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
atau hepatomegali (Murwani 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3
dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin
dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang
ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan
renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan
atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan


ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura,
dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan
cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik
asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik (Murwani 2018).
WOC

Arbovirus (melalui Beredar dalam aliran


Infeksi virus dengue
nyamuk aedes aegepti darah
(viremia)

Membentuk &
PGE2 Hipotalamus melepaskan zat C3a, Mengaktifkan sistem
C5a komlemen

Peningkatan Permeabilitas
HIPERTERMI membran meningkat
reabsorbsi Na+ dan
H2O

Agresi trombosit Kerusakan endotel Resiko syok


pembuluh darah

Merangsang & mengaktivasi Renjatan


Trombositopenia hipovolemik dari
faktor pembekuan
hipotensi

DIC Kebocoran
plasma

Resiko Perdarahan
perdarahan

Resiko perfusi jaringan


tidak efektif

Asidosis metabolik Hipoksia jaringan

Resiko syok (hipovolemik) HIPOVOLEMIA Ke-ekstravaskuler

Paru-paru Hepar Abdomen


Efusi pleura hepatomegali asites

Mual, muntah
Pola Napas Tidak
Efektif Penekanan intra
andomen

Defisit Nutrisi

Nyeri akut

(Dengue Hemorrhage Fever) (Nurarif & Kusuma, 2011)


1.1.5. Manifestasi klinis
Menurut Soedarto, (2008) tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut:

a) Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius). Demam tinggi
mendadak selama 2 sampai 7 hari kemudian menuju suhu normal atau lebih
rendah disertai nyeri kepala, nyeri punggung, nyeri tulang dan persendian, rasa
lemah serta nyeri perut.
b) Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (purpura) perdarahan.
c) Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan
(Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Faeses) berupa lendir bercampur
darah (Melena), dan lain-lainnya.
d) Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali). Pada permulaan dari demam biasanya
hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah teraba.
Bila terjadi peningkatan dari hepatomigali dan hati teraba kenyal harus
diperhatikan kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita.
e) Renjatan Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke-3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada
ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi
pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis yang buruk.
f) Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
g) Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit
dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit
diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
h) Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah,
penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan
sakit kepala.
i) Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
j) Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada
persendian
1.1.6. Klasifikasi DHF
Suriadi, (2010) mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :

a) Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b) Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan
spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c) Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (>120x/mnt ), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110,
90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
d) Derajat IV : Terjadi syok berat dimana nadi tidak teraba/ sangat lemah, tekanan
darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.

1.1.7. Komplikasi DHF


Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a) Perdarahan luas.
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis
dan melena.
b) Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi
cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi
dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous
return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi
disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga
disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan integritas
system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah
terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif
dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal
dalam 12-24 jam.
c) Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
d) Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
1.1.8. Pemeriksaan Penunjang DHF
Langkah - langkah diagnose medik pemeriksaan menurut (Murwani, 2011):

a. Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%, normal: pria 40-
50%; wanita 35-47%
b. Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara tekanan
systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5 menit untuk anak-
anak. Positif ada butir-butir merah (petechie) kurang 20 pada diameter 2,5 inchi.
c. Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali dengan memakai kertas
saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktu pasien masuk rumah sakit,
kedua diambil pada waktu akan pulang dan ketiga diambil 1-3 mg setelah
pengambilan yang kedua. Kertas ini disimpan pada suhu kamar sampai menunggu
saat pengiriman.
d. Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringanjaringan
untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang untuk penderita yang
meninggal melalui autopay. Hal ini jarang dikerjakan.
1.1.9. Penatalaksanaan DHF
Menurut Mubarak (2009) Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai
berikut :

a. Tirah baring atau istirahat baring.


b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan
yang paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotik bila terdapat kehawatiran infeksi sekunder.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda
vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien
dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan
yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma
ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
l. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48
jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba
jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma
biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
m. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang
hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan
yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb
yang mencolok.
n. Pada DHF tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24
jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus
diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila : Pasien terus menerus muntah,
tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.

2.1. ASUHAN KEPERAWATAN DHF


2.1.2 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
keseluruhan, pada tahap ini data/informasi pasien yang dibutuhkan, dikumpulkan untuk
menentukan masalah kesehatan/keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan
data, validasi data dan pengelompokan data (Hidayat, 2008).

a. Data biografi
Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin , pendidikan,
pekerjaan, tanggal atau jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnose,
dan identitas penanggungjawab meliputi nama, alamat, umur, pendidikan,
pekerjaan, agama dan suku bangsa.
b. Keluhan utama
Biasanya pasien dengan penderita DHF mengeluh Sakit kepala, badan
panas dan tidak ada nafsu makan
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil, dan
saat demam kesadaran komposmentis. Turunnya panas terjadi antara hari
ke 3 dan ke 7 dan semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri uluh hati, dan pergerakan
bola mata terasa pegal, serta adanya manisfestasi perdarahan pada kulit,
gusi (grade 3 dan 4), melena, atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Demam Berdarah Dengue,
bisa mengalami serangan ulangan Demam Berdarah Dengue dengan tipe
virus yang lain.

Pemeriksaan Fisik secara Persistem menurut Soemarno, (2008) :

a. Sistem Pernapasan / Respirasi


Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal,
tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi
terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).
b. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I: uji tourniquet positif, trombositipenia, perdarahan spontan
dan hemokonsentrasi. Pada grade II disertai perdarahan spontan di kulit
atau perdarahan lain. Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi yaitu
nadi cepat dan lemah (tachycardia), tekanan nadi sempit hipotensi,
cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, kulit dingin dan lembab.Pada
grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur
c. Sistem Persyarafan / neurologi
Pada grade I dan II kesadaran compos mentis. Pada grade III dan IV
gelisah, rewel, → apatis → sopor → coma. Grade 1 sampai dengan IV
dapat terjadi kejang, nyeri kepala dan nyeri di berbagai bagian tubuh,
penglihatan fotopobia dan nyeri di belakang bola mata
d. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam terutama pada
grade III, akan mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna
merah.
e. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri
tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati
(hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa disertai dengan ikterus,
abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah (melena)
f. Sistem integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering dan ruam
makulopapular.
2.2.2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI


O
1. Hipertermia b.d. dehidrasi Setelah dilakukan asuhan Manajemen hipertermia
keperawatan selama …x24 jam 1. Observasi
diharapkan suhu tubuh pasien normal a) Identifikasi penyebab hipertermia
dengan kriteria hasil : (dehidrasi, terpapar lingkungan
1. Pucat menurun panas, penggunaan incubator)
2. Takikardi menurun b) Monitor suhu tubuh
3. Takipnea menurun c) Monitor kadar elektrolit
4. Suhu tubuh membaik d) Monitor haluaran urine
5. Tekanan darah membaik e) Monitor komplikasi akibat
hipertermia
2. Terapeutik
a) Longgarkan atau lepaskan
pakaian
b) Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
c) Berikan cairan oral
d) Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih)
e) Lakukan pendinginan eksternal
(kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
f) Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
g) Berikan oksigen
3. Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena
2. Hipovolemia b.d. peningkatan Setelah dilakukan asuhan Manajemen hipovolemian
permeabilitas kapiler keperawatan …x24 jam diharapkan 1. Observasi
kebutuhan cairan terpenuhi dengan a) Periksa tanda dan gejala
kriteria hasil : hypovolemia (mis. Frekuensi
1. Kekuatan nadi meningkat nadi meningkat, nadi teraba
2. Turgor kulit meningkat lemah, tekanan darah menurun,
3. Frekuensi nadi membaik tekanan nadi menyempit, turgor
4. Tekanan darah membaik kulit menurun, membrane
5. Kadar Hb membaik mukosa kering, volume urine
6. Suhu tubuh membaik menurun, hematocrit meningkat,
haus, lemah)
b) Monitor intake dan output cairan
2. Terapeutik
a) Hitung kebutuhan cairan
b) Berikan posisi modified
Trendelenburg
c) Berikan asupan cairan oral
3. Edukasi
a) Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
b) Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
4. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (Nacl, RL)
b) Kolaborasi pemberian produk
darah
3. Resiko syok Setelah dilakukan asuhan Pencegahan syok
keperawatan …x24 jam diharapkan 1. Observasi
tidak terjadi syok dengan kriteria a) Monitor status kardiopulmonal
hasil : (frekuensi dan kekuatan nadi,
1. Kekuatan nadi meningkat frekuensi napas, TD, MAP)
2. Output urine meningkat b) Monitor status oksigen (oksimetri
3. Tingkat kesadaran meningkat nadi)
4. Saturasi oksigen meningkat c) Monitor status cairan (masukan
5. Pucat menurun dan haluaran, turgor kulit, CRT)
6. Pengisian kapiler membaik d) Monitor tingkat kesadaran dan
7. Tekanan darah sistolik respon pupil
membaik 2. Terapeutik
8. Tekanan darah diastolic a) Berikan oksigen untuk
membaik mempertahankan saturasi oksigen
> 94 %
b) Pemasangan jalur IV
c) Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine, jika perlu
3. Edukasi
a) Jelaskan penyebab syok
b) Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
c) Anjurkan melapor jika
menemukan / merasakan tanda
dan gejala awal syok
d) Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
4. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian IV
b) Kolaborasi pemberian tranfusi
darah, jika perlu
c) Kolabprasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

Prasetyono, Dwi Sunar. 2012. Daftar tanda dan gejala ragam penyakit. Jogjakarta: FlashBooks.

Widoyono. 2008.Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.


Jakarta: Erlangga.

Nursalam, dkk. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta: salemba medika

Murwani, Arita, 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi I. Yogyakarta

Soegijanto Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua. Surabaya: Airlangga
University Press.

Mubarak, Chayatin. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba
Medika.

PPNI. (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai