Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM ACARA PIDANA

Disusun Oleh :
KELOMPOK VI
NAMA : ARFIZA DIANI PUTRI ARDI
: APRILIA RIBKA PATIRAN
: BENJAMIN RONKENI
: FABIANUS LABATAR
RUANGAN : 3 ( TIGA )
SEMESTER : 1 ( SATU )

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
STIA ASY SYAFI’IYAH FAKFAK
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA atas

segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang

telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun

materinya.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh

lagi agar makalah ini bisa berguna dalam kehidupan pembaca.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan

dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan

pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

2
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG MASALAH


Buat negara berkembang, konsepsi dan peranan dari suatu lembaga
bantuan hukum pastitidak sama dengan konsepsi dan peranan lembaga bantuan
hukum di negara maju, tempatlembaga ini lahir dan dibesarkan. Juga kadar
campur tangan dari pemerintah terhadapeksistensi lembaga ini akan jelas sekali
perbedaannya, suatu hal yang erat hubungannyadengan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat setempat. Kalauini benar, maka
timbul pertanyaan: sampai sejauh mana sistem kekuasaan di negara
berkembang memungkinkan berkembangnya idea bantuan hukum? Sampai di
manamasyarakat setempat membutuhkan bantuan hukum yang berlaku? Dalam
tulisan ini, penulis akan memulai pembahasan dari pertanyaan yang terakhir
sepanjang menyangkut peranan bantuan hukum dan seberapa dapat, mencoba
menyinggung pertanyaan pertama.Persoalannya memang begitu gawat,
menyangkut banyak aspek. Tidak saja dalam proses peradilan, tetapi justru
suatu proses pendidikan hukum (legal education): bagaimanamenumbuhkan
suatu kesadaran hukum (legal conciousness) agar masyarakat mengerti
akanhak-hak dan kewajibannya dalam pergaulan hukum di masyarakat.Dalam
hal ini paling tidak untuk sementara tampaknya peranan lembaga bantuan
hukumtelah menampung salah satu usaha untuk menekan seminimal mungkin
akibat-akibatsampingan dari usaha yang deras untuk menaikkan pendapatan
nasional tadi. Dengandemikian maka “keadilan” tidak hanya dapat dikecap oleh
mereka yang kebetulan mempunyai uang dan kekuasaan seperti yang selama
ini dikesankan tetapi jugamereka yang tidak mampu atau kebetulan tidak punya
apa-apa selain sekelumit hak-hakyang adanya justru sering tidak pula disadari.
Bukankah semua orang sama di hadapanhukum dan kekuasaan? Kriteria utama
bahwa hanya orang yang tidak mampu dalam arti materiil saja yang dapat
memperoleh “bantuan hukum” dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sedikit
banyak telah membantu, bahkan mendorong tegaknya prinsip persamaan
dihadapan hukum (equality before the law) tersebut. Dengan demikian maka
dalam usahayang dilancarkan dewasa ini untuk mencapai kemakmuran,
diharapkan agar segi keadilan juga mendapatkan tempatnya yang terhormat.

3
Usaha mengejar kemakmuran sambil membelakangi keadilan, pasti akan makin
memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin.Usaha lembaga bantuan hukum
bisa dilihat sebagai usaha untuk mensejajarkan keadilan dankemakmuran dan
bergerak maju, berjalan bersama-sama menuju masyarakat adil danmakmur.

B. RUMUSAN MASALAH

1.Apa yang dimaksud dengan hukum acara pidana?


2.Apa saja dasar hukum acara pidana?
3.Apa saja subjek dan objek hukum?
4.bagaimana tata cara peradilan hukum acara Pidana? (Secara singkat,
peradilan mana)
5.Bagaimana perbandingan Hukum acara pidana dan hukum pidana?

C. TUJUAN

1.Menjelaskan Hukum acara pidana.


2.Mengetahui dasar hukum acara pidana.
3.Mengetahui subjek dan objek hukum acara pidana.
4.Mengetahui tata cara peradilan hukum acara pidana.
5.Mengetahui Perbandingan hukum acara pidana dan hukum pidana.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM ACARA PIDANA

Pada dasarnya hukum acara pidana adalah hukum formal. Artinya hukum
yang digunakan untuk menegakkan hukum pidana materil. Oleh karena itu,
hukum acara pidana tidak dapat dilepaskan dengan hukum pidana materil yang
memiliki hubungan dan keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan penegakan
hukum pidana. Dengan demikian dapat diartikan bahwa hukum acara pidana
adalah serangkaian aturan yang dibuat oleh negara yang bertujuan untuk
menegakkan hukum pidana materil. Apabila dikaitkan dengan Indonesia sebagai
negara hukum, maka Hukum Acara Pidana dapat ditemukan dalam UU No. 8
Tahun 1981 yang biasa disebutkan dengan “KUHAP”.

Menurut Andi Hamzah, Istilah “hukum acara pidana” dianggap sudah


tepat jika dibandingkan dengan istilah “hukum proses pidana” atau “hukum
tuntutan pidana”. Di Belanda istilah yang digunakan adalah strafvordering yang
apabila diterjemahkan mengandung ari “tuntutan pidana”. Istilah itu dipakai
menurut Menteri Kehakiman Belanda pada waktu rancangan undang-undang
dibicarakan di parlemen karena meliputi seluruh prosedur acara pidana.
Sehingga istilah bahasa inggris Criminal Procedure Law lebih tepat digunakan
daripada istilah yang dari Belanda tersebut.

Banyak ahi dalam hukum pidana telah memberikan pendapatnya terkait


dengan pengertian hukum acara pidana seperti Simons yang mengemukakan
hukum acara pidana disebut juga hukum pidana formal yang mengatur tentang
bagaimana negara melaui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk
memidanakan dan menjatuhkan pidana. Namun menurut Andi Hamzah,
pendapat van Bemmelen terkait hukum acara pidanalah yang paling tepat dan
lengkap karena merinci pula substansi hukum acara pidana itu, bukan permulaan
dan akhirnya saja. Adapun pendapat van Bemmelen terkait pengertian hukum
acara pidana tersebut adalah sebagai berikut:

5
Hukum Acara Pidana adalah ilmu yang mempelajari peraturan-peraturan yang
diciptakan negara, karena adannya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang
pidana yaitu sebagai berikut:
1.Negara melalui alat-alat menyidik kebenaran;
2.Sedapat mungkin penyidik pelaku perbuatan itu;
3.Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat dan
kalau perlu menahannya;
4.Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah diperoleh pada
penyidikan 5.kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa
terdakwa ke depan hakim tersebut;
6.Hakim memberikan keputusan tenang terbukti tidaknya perbuatan yang
dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan
tata tertib;
7.Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut;
8.Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib.
Sedangkan di Indonesia, terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan terkait
hukum acara pidana tersebut, yaitu :

1.Soeroso mengemukakan bahwa Hukum acara adalah kumpulan ketentuan-


ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari
kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum
dalam hukum materil yang berarti memberikan kepada hukum acara suatu
hubungan yang mengabdi kepada hukum materil;
2.Moelyatno menjelaskan bahwa pengertian hukum formil (hukum acara) adalah
hukum yang mengatur tata cara melaksanakan hukum materil (hukum pidana),
dan hukum acara pidana (hukum pidana formil) adalah hukum yang mengatur
tata cara melaksanakan/ mempertahankan hukum pidana materil.
3.C.T. Simorangkir mengemukakan hukum acara pidana adalah hukum acara
yang melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana materil.
4.Yan Pramadya Puspa mengemukakan hukum acara pidana adalah ketentuan-
ketentuan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana tertib hukum pidana
harus ditegakkan atau dilaksanakan dengan baik seandainya terjadi pelanggaran
dan dengan cara bagaimanakah negara harus menunaikan hak pidana atau hak

6
menghukumnya kepada si pelanggar hukum (terdakwa) seandainya terjadi
sesuatu pelanggaran hukum pidana pihak negara diwakili oleh penuntut umum
atau jaksa di mana jaksa harus menuntut (mengajukan) tuntutan perkara itu di
muka pengadilan.
5.Yunowo mengemukakan hukum acara pidana adalah ketentuan ketentuan
yang mengatur tentang : pertama, Hak dan kewajiban dari mereka yang
tersangkut dalam proses pidana dan Kedua, tata cara dari suatu proses pidana:
a) tindakan apa yang dapat dan wajib dilakukan untuk menemukan pelaku tindak
pidana; b) bagaimana tata caranya menghadapkan orang yang didakwa
melakukan tindak pidana ke depan pengadilan; c) agaimana tata caranya
melakukan pemeriksaan di depan pengadilan terhadap orang yang didakwa
melakukan tindak pidana, serta d) bagaimana tata caranya untuk melaksanakan
keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Referensi selain peraturan perundang-undangan :
1.Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
2.Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Yogyakarta: Rangkang,
2013

B. DASAR HUKUM ACARA PIDANA

Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana


dalam lingkungan peradilan umum sebelum undang-undang ini berlaku adalah
"Reglemen Indonesia yang dibaharui atau yang terkenal dengan nama "Het
Herziene Inlandsch Reglement" atau H.I.R. (Staatblads Tahun 1941 Nomor 44),
yang berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951,
seberapa mungkin harus diambil sebagai pedoman tentang acara perkara pidana
sipil oleh semua pengadilan dan kejaksaan negeri dalam wilayah Republik
Indonesia, kecuali atas beberapa perubahan dan tambahannya. Dengan
Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 itu dimaksudkan untuk mengadakan
unifikasi hukum acara pidana, yang sebelumnya terdiri dari hukum acara pidana
bagi landraad dan hukum acara pidana bagi raad van justitie. Adanya dua
macam hukum acara pidana itu, merupakan akibat semata dari perbedaan
peradilan bagi golongan penduduk Bumiputera dan peradilan bagi golongan
bangsa Eropa di Jaman Hindia Belanda yang masih tetap dipertahankan,
walaupun Reglemen Indonesia yang lama (Staatblad Tahun 1848 Nomor 16)

7
telah diperbaharui dengan Reglemen Indonesia yang dibaharui (R.I.B.), karena
tujuan dari pembaharuan itu bukanlah dimaksudkan untuk mencapai satu
kesatuan hukum acara pidana, tetapi justeru ingin meningkatkan hukum acara
pidana bagi raad van justitie. Meskipun Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun
1951 telah menetapkan, bahwa hanya ada satu hukum acara pidana yang
berlaku untuk seluruh Indonesia, yaitu R.I.B., akan tetapi ketentuan yang
tercantum di dalamnya ternyata belum memberikan jaminan dan perlindungan
terhadap hak asasi manusia, perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia sebagaimana wajarnya dimiliki oleh suatu negara hukum. Khususnya
mengenai bantuan hukum di dalam pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
umum tidak diatur dalam R.I.B., sedangkan mengenai hak pemberian ganti
kerugian juga tidak terdapat ketentuannya. Oleh karena itu demi pembangunan
dalam bidang hukum dan sehubungan dengan hal sebagaimana telah dijelaskan
di muka, maka "Het Herziene Inlandsch Reglement" (Staatblad Tahun 1941
Nomor 44), berhubungan dengan dan undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951
(Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor
81) serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan lainnya, sepanjang hal itu mengenai hukum
acara pidana, perlu dicabut karena tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional
dan diganti dengan undang-undang hukum acara pidana baru yang mempunyai
ciri kodifikatif dan unifikatif berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.

Asas-Asas yang harus dianut dalam sistem peradilan hukum acara


pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam buku Hukum Acara Pidana (2018) oleh H Suyanto, pengertian hukum
acara pidana adalah hukum yang mengatur tata cara mempertahankan dan
menyelenggarakan hukum pidana materil dalam persidangan.

Berikut penjelasan mengenai asas-asas hukum acara pidana, yaitu:

• Asas Praduga Tidak Bersalah

Asas praduga tak bersalah dinyatakan dalam penjelasan umum KUHAP


butir ke 3 huruf

8
Penjelasan umum KUHAP butir 3c:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, bukti, dituntut dan atau dihadapkan di
muka sidang pengadilan, wajib atur tidak ada sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan pengadilan yang menyetakan hukumnya dan
mendapatkan hukum tetap.”

Asas ini berarti menempatkan tersangka atau terdakwa merupakan


manusia yang dianggap tidak bersalah sehingga tidak boleh mengalami
pemaksaan. Terdakwa atau tersangka baru bisa dinyatakan bersalah setelah
pengadilan hukum.

• Asas Legalitas

Asas legalitas adalah asas hukum acara pidana yang mewajibkan semua
perkara harus dipidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Tersangka atau terdakwa memiliki hak, saksi memiliki hak, dan juga penegak
hukum memiliki hak yang telah diatur dalam hukum sehingga tidak bisa bertindak
semena-mena.

• Asas Perlakuan yang Sama di muka hukum

Asas perlakuan yang sama di muka hukum mewajibkan setiap negara di


seluruh dunia untuk tidak mendiskriminasi manusia dalam pengadilan hukum.
Pengadilan hukum tidak boleh membeda-bedakan manusia berdasarkan ras,
gender, agama, pandangan politik, kebangsaan, status sosial, dan wajib
menegakan HAM bagi seluruh manusia.

C. SUBJEK DAN OBJEK HUKUM ACARA PIDANA

Objek Hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hubungan
hukum. Jika masih bingung, gampangnya Objek hukum yaitu segala sesuatu
yang berguna dan dapat dimanfaatkan oleh Subjek Hukum (Manusia atau Badan
Hukum). Biasanya Objek Hukum inilah nantinya menjadi sumber masalah hukum
yang terjadi antar subjek hukum.

9
Secara umum yang dimaksud Objek Hukum adalah Barang/Benda. Menurut
pasal 499 KUHPerdata “kebendaan adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak
yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Penggolongan benda yang perlu kita ketahui yaitu:
a. Benda berwujud dan tidak berwujud
b. Benda bergerak dan tidak bergerak
c. Benda yang dan dapat dihabiskan dan tidak dapat dihabiskan
d. Benda yang dapat diganti dengan yang tidak dapat diganti
e. Benda yang sudah ada dengan benda yang masih akan dating
f. Benda yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.

1. Pelaku

 Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya


berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana
[pasal 1(14) KUHAP]
 Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di
sidang pengadilan [pasal 1(15) KUHAP]
 Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap [pasal 1(32)
KUHAP]

2. Hakim

adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang


untuk mengadili [pasal 1(8) KUHAP]

3. Jaksa/Penuntut Umum

 Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini


untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. [pasal 1(6)
KUHAP]

10
 Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang
ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim
[pasal 1(6) KUHAP]

4. Polisi

 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat


pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan[ pasal 1(1) KUHAP]
 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia
yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan
yang diatur dalam undang-undang ini [ pasal 1(3) KUHAP]
 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan[ pasal
1(4) KUHAP]

5. Penasehat hukum

adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan
undang-undang untuk memberi bantuan hukum [pasal 1(13) KUHAP]

6. Saksi –saksi

adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,


penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri,
ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri [pasal 1(26) KUHAP] .

D. TATA URUTAN PERSIDANGAN

PERKARA PIDANA

1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara


tertentu dinyatakan tertutup untuk umum);
2. Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke
depan persidangan dalam keadaan bebas;
3. Terdakwa diperiksa identitasnyadan ditanya oleh Majelis Hakim
apakah sudah menerima salinan surat dakwaan;

11
4. Terdakwa ditanya pula oleh Majelis Hakim apakah dalam keadaan
sehat dan siap untuk diperiksa di depan persidangan (apabila
menyatakan bersedia dan siap, maka sidang dilanjutkan);
5. Terdakwa kemudian ditanyakan apakah akan didampingi oleh
Penasihat Hukum (apabila didampingi apakah akan membawa
sendiri, apabila tidak membawa/menunjuk sendiri , maka akan
ditunjuk Penasehat Hukum oleh Majleis Hakim dalam hal terdakwa
diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih (pasal 56
KUHAP ayat (1));
6. Kemudian Majelis Hakim memerintahkan kepada Penuntut Umum
untuk membacakan surat dakwaan;
7. Setelah pembacaan surat dakwaan, terdakwa ditanya apakah telah
mengerti dan akan mengajukan eksepsi.
8. Dalam terdakwa atau melalui Penasehat Hukumnya mengajukan
eksepsi, maka diberi kesempatan untuk penyusunan
eksepsi/keberatan dan kemudian Majelis Hakim menunda
persidangan.
9. Setelah pembacaan eksepsi terdakwa, dilanjutkan dengan tanggapan
Penuntut Umum atas eksepsi;
10. Selanjutnya Majelis Hakim membacakan putusan sela;
11. Apabila eksepsi ditolak, maka persidangan dilanjutkan dengan acara
pemeriksaan pokok perkara (pembuktian)
12. Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum (dimulai
dari saksi korban);
13. Dilanjutkan saksi lainnya;
14. Apabila ada saksi yang meringankan diperiksa pula, saksi ahli
Witness/expert
15. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap terdakwa;
16. Setelah acara pembuktian dinyatakan selesai, kemudian dilanjutkan
dengan acara pembacaan Tuntutan (requisitoir) oleh Penuntut Umum;
17. Kemudian dilanjutkan dengan Pembelaan (pledoi) oleh terdakwa atau
melalui Penasehat Hukumnya;
18. Replik dari Penuntut Umum;
19. Duplik;

12
20. Putusan oleh Majelis Hakim;

E. PERBANDINGAN HUKUM ACARA PIDANA

Hukum Pidana adalah bagian dari hukum pidana materiil, yang berisikan
perbuatan yang dilarang, subjek yang mempertanggungjawabkan, dan
hukumannya. Contohnya KUHP, dan ketentuan lain diluar KUHP misalnya UU
Tipikor. Sedangkan Hukum Acara pidana adalah bagian dari hukum pidana
formil, yang isinya adalah menegakkan ataupun mempertahankan hukum pidana
meteriil tersebut. Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana ini saling berkaitan
satu sama lain, dan saling membutuhkan.

Contoh kasus

Penerapan Hukum Acara Pidana Tahap Penyelidikan

Tahap pertama dalam hukum acara pidana adalah penyelidikan yang merupakan
rangkaian tindakan untuk mencari dan berusaha menemukan pelaku tindak
pidana.Penyelidikan juga menjadi penentu apakah terduga tindak pidana dapat
atau tidaknya dilakukan penyidikan, sebagaimana telah diatur dalam undang-
undang. Dengan demikian, penyelidikan tidak dapat terpisah dari
penyidikan.Penyelidikan adalah sub fungsi dari penyidikan yang mendahului
beberapa tindakan lain. Dengan kata lain, penyelidikan adalah penentu suatu
peristiwa (diduga tindak pidana) dapat dibawa ke tingkat penyidikan atau tidak.

Contoh Kasus Penyelidikan

Dalam kasus hukum penyelidik memiliki kewajiban yang sudah diatur


dalam undang-undang di antaranya mencari keterangan dan barang bukti dan
memberhentikan orang yang dicurigai lalu memeriksa identitasnya.

Sebagai contoh seorang penyelidik memberhentikan pengendara di jalan raya


namun orang yang dicurigai tersebut tidak mau diamankan, maka penyelidik
dapat menangkapnya untuk diserahkan kepada penyidik.

13
14
BAB III

PENUTUPAN

A.KESIMPULAN

Hukum acara pidana hukum formal.Artinya hukum yang digunakan untuk


menegagkan hukum pidana materil.Oleh karena itu,hukum acara pidana tidak
dapat dilepaskan dengan hukum pidana materil yang memiliki hubungan dan
keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana.Dengan
demikian dapat diartikan bahwa hukum acara pidana adalah serangkaian aturan
yang dibuat oleh Negara yang bertujuan untuk menegakan hukum pidana
materil.

15
Daftar pustaka

https://muhamadyogi2014.wordpress.com/2018/01/21/hukum-acara-
pidana/https://pn-klaten.go.id/main/index.php/tentang-
pengadilan/kepaniteraan/kepaniteraan-pidana/650-tata-urutan-persidangan-
perkara-pidana https://www.reyfelproject.com/post/subjek-dan-objek-hukum

16

Anda mungkin juga menyukai