Anda di halaman 1dari 17

A.

Dumahu
1. Asal penamaan
Dumahu berasal dari bahasa Moronene yang artinya sudah sangat dikenal masyarakat
Bombana yakni berburu binatang liar. Dalam memainkan permainan ketangkasan ini,
hewan liar yang digunakan adalah anoa dan kerbau.
2. Peristiwa, Suasana dan Waktu Permainan
Dalam melakoni permainan ini, Dumahu hanya dapat dimainkan pada tempat tertentu
yakni di hutan. Hal ini dikarenakan hewan liar yang menjadi objek permainan yang
berupa anoa dan kerbau hanya dapat ditemukan di hutan. Jenis hutannya pun merupakan
hutan yang berada dipinggiran tempat tinggal masyarakat. Adapun waktu permainannya
dapat dilakukan kapan saja.
3. Latar Belakang Sosial Budaya
Dumahu termasuk jenis permainan rakyat yang merupakan perpaduan unsur olahraga dan
seni, sehingga diperlukan kecekatan, ketangkasan, dan kelincahan pemainnya. Bagi siapa
saja yang menonton dan memainkannya maka akan menimbulkan suasana yang senang
dan gembira. Permainan ini juga merupakan sarana berlangsungnya proses sosialisasi,
berupa perkenalan antara pemuda ataupun pemuda dengan gadis yang kadang-kadang
ikut menyaksikan jalannya permainan. Selain menjadi hal yang menggembirakan
permainan ini juga bersifat kompetitif dikarenakan masing-masing dari pemain berusaha
untuk lebih unggul dari yang lainnya.
Dahulu kala dalam tradisi masyarakat suku Moronene, seorang pemuda dianggap belum
sempurna jika belum mampu bermain dumahu dengan baik, bahkan ada pula yang
menginformasikan bahwa dalam kondisi yang demikian itu seorang pemuda belum dapat
dikawinkan sebelum dia mahir dalam bermain dumahu. Karena itulah di kalangan remaja
terdapat suatu motivasi tersendiri untuk dapat menguasai permainan dumahu ini.Seorang
ahli dumahu merupakan kebanggaan dan dikagumi masyarakat yang berarti turut
meningkatkan status sosialnya. Pada tradisi masyarakat tradisional feodal Moronene,
permainan ini harus dimainkan oleh golongan yang tingkatannya sama.

4. Sejarah Perkembangan
Pada hakikatnya, pengenalan pertama masyarakat Moronene terhadap permainan dumahu
merupakan nilai budaya yang berasal dari luar yang pertambahan dan perkembangannya
itunjang oleh kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Namun dalam sejarah
perkembangannya, masyarakat Moronene tidak mengetahui secara pasti. Permainan ini
mulai dikenal ketika anak-anak berburu binatang liar di hutan sambil melakukan aktivitas
lain seperti mencari kayu bakar atau tanaman liar untuk dikonsumsi. Dumahu mulai
dikenal sebagai jenis permainan ketika banyak anak-anak Suku Moronene memulai dalam
perlombaan.
5. Peserta/Pelaku

Permainan ini selalu dilakukan berkelompok berjumlah 3-10 orang anak namun dalam
skala individu. Ketika mulai berburu, kelompok tersebut menyelusuri hutan secara
bersama-sama tetapi ketika target telah ditemukan masing-masing anak akan berlomba
untuk menombak target buruan. Pada umumnya permainan ini dilakukan oleh anak-anak
berjenis kelamin laki-laki. Permainan ini dapat dilakukan oleh semua kalangan dalam
strata sosial masyarakat.
6. Peralatan dan Perlangkapan Permainan
Permainan ini menggunakan alat berupa tombak yang terbuat dari bambu. Bambu ini
berasal dari tanaman liar di hutan. Sebelum bambu dijadikan alat permainan, pada
ujungnya diasah terlebih dahulu dengan menggunakan pisau atau benda tajam lainnya.
Kemudian pada bagian pangkal hingga batas ujung tombak dihaluskan dengan
menggunakan pisau untuk menghilangkan bulu halus bambu yang jika terkena kulit akan
terasa gatal. Panjang tombak berkisar antara 1 - 1,5 meter.
7. Iringan Musik
Permainan dumahu tidak menggunakan alat musik karena permainan ini dilakukan di
hutan dan juga berpindah-pindah tempat.
8. Jalannya Permainan
Permainan Dumahu dimulai dengan dipimpin oleh seorang anak yang bertindak sebagai
wasit. Anak-anak yang menjadi peserta main akan diberikan aba-aba oleh wasit ketika
mulai memasuki hutan. Setiap anak akan berusaha semaksimal mungkin untuk
mendapatkan buruan. Biasanya pemain berlarian di dalam hutan demi mengejar jumlah
terbanyak yang hendak didapatkan. Ketika sasaran telah terlihat, maka anak-anak panah
mulai melesat menombak binatang buruan. Pemain yang beruntung dan tepat sasaran
akan menjadi pemenangnya.
Dalam memainkan permainan ini, seorang anak membutuhkan sifat berani serta
ketangkasan dan kemahiran dalam menggunakan alat buruan berupa tombak. Anak-anak
akan dihadapkan pada sifat hewan yang tidak menentu. Walaupun kerbau dan anoa bukan
termasuk jenis hewan buas yang agresif, tetapi dalam melakukan hal ini sikap kehati-
hatian sangat diperlukan. Ketika hewan buruan merasa terdesak, bisa saja ia akan balik
menyerang. Pada konsisi seperti ini, anak-anak akan memanjat pohon atau menyalakan
api untuk menyelamatkan diri.
Hasil dari buruan permainan ini biasanya dijadikan binatang peliharaan. Dalam hal
menguji ketangkasan memakai tombak seorang tersebut dilihat dari jumlah binatang liar
yang didapatkan.
9. Peranannya Masa Kini

Pada sebagian masyarakat pedesaan masih banyak dijumpai permainan dumahu sebagai
sarana olahraga dan pengisi waktu senggang. Hanya saja patut diakui bahwa permainan
dumahu mulai terdesak dengan jenis-jenis permainan yang lebih modern. Namun
demikian pemerintah menyadari bahwa permainan raga merupakan nilai budaya bangsa
yang positif, sehingga patut dibina dan dikembangkan untuk mencegahnya dari
kepunahan. Untuk itu senantiasa diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan atau acara-acara
tertentu baik yang bersifat lokal, nasional, regional, maupun internasional.

10. Tanggapan Masyarakat

Masyarakat pada umumnya, khususnya suku Moronene menanggapi permainan ini


sebagai suatu nilai budaya positif yang perlu dilestarikan dan dikembangkan, merupakan
nilai yang dapat berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

B. Meoho Dara
1. Asal penamaan

Meoho dara merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang dikenal Suku
Moronene. Meoho dara merupakan jenis permainan berburu binatang liar berupa rusa
dengan mengendarai kuda pakai tali perangkap yang dirangkai pada sebuah tombak yang
dinamakan bulo-bulo.

2. Peristiwa, Suasana dan Waktu Permainan

Permainan meoho dara dapat dilakukan di pagi atau sore hari sebagai pengisi waktu
senggang. Selain berfungsi sebagai permainan juga biasanya bersifat kompetitif dan
dijadikan sarana pertaruhan. Meoho dara juga membutuhkan kemahiran dalam hal
mengendarai kuda sebagai kendaraan dalam memainkan permainan. Permainan ini akan
menimbulkan suasana kegembiraan dan juga tegang karena masing-masing pemain
berusaha untuk memenangkan permainan.

3. Latar Belakang Sosial Budaya

Meoho dara adalah permainan rakyat yang memerlukan kecekatan dan keahlian
dalam bermain. Seorang yang mahir dalam permainan biasanya selalu mengajarkan cara
maupun teknik yang digunakan berupa konsentrasi yang seimbang dalam hal
mengendarai kuda dan juga menangkap binatang buruan pada saat berburu rusa kepada
anak-anak yang lain. Hal ini dapat menambah jumlah pertemanan serta memperluas
hubungan sosial antar sesama. Secara tidak langsung mereka dididik untuk lebih
menghayati bahwa mereka merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
masyarakatnya. Dengan demikian permainan ini memiliki peranannya sebagai sarana
sosialisasi.

4. Sejarah Perkembangan
Asal mula permainan ini diperkirakan muncul ketika suku Moronene mencari bahan
makanan di dalam hutan. Selain mencari tumbuhan dan tanaman sayuran, mereka juga
mulai berburu yang hasilnya digunakan untuk dikonsumsi sehari-hari. Asal mulanya
mayoritas suku Moronene mencari bahan makanan yang tumbuh liar di hutan. Oleh
karena perburuan ini dianggap mengasyikan pada akhirnya aktivitas ini dijadikan sebagai
ajang permainan perlombaan.
5. Peserta/Pelaku

Jumlah peserta permainan meoho dara ini adalah 2 – 5 orang anak lengkap dengan
kendaraannya berupa kuda. Meoho dara merupakan permainan dari segenap lapisan
masyarakat, mengenai latar belakang sosial peserta dihubungkan dengan stratifikasi sosial
tradisional suku Moronene, maka kelompok-kelompok pemain adalah dari kelompok-
kelompok sosial yang sederajat. Pada suku Moronene, tidak semua masyarakatnya
memiliki kendaraan hewan ternak berupa kuda. Kuda juga dapat melambangkan status
sosial masyarakat Moronene.

6. Peralatan dan Perlangkapan Permainan

Peralatan dan perlengkapan dalam memainkan permainan ini bernama bulo-bulo. Bulo-
bulo adalah tali perangkap yang dirangkaikan pada sebuah tombak. Tombak biasanya
terbuat dari bambu dengan panjang berkisar antara 1 – 2 meter. Tetapi biasanya anak-
anak akan menyesuaikan dengan tinggi badan mereka. Semakin tinggi ukuran badan si
anak maka semakin panjang pula tombak yang mereka pakai.

Perrmainan ini harus mengendarai kuda dalam hal perburuan karena rusa adalah hewan
yang sangat cepat dalam berlari. Jadi sangat tidak mungkin permainan Meoho dara atau
perburuan tanpa mengendarai kuda.

7. Iringan Musik

Permainan meoho dara ini sama sekali tidak menggunakan alat musik. Hal ini
dikarenakan permainan ini dimainkan di hutan sambil berburu dengan durasi waktu yang
cukup lama.

8. Jalannya Permainan

Permainan ini dimulai dengan para peserta bersiap dibelakang garis star yang telah
ditentukan. Satu orang anak akan bertindak sebagai juri yang akan menilai dan
menentukan jalannya permainan. Setiap anak yang bersiap sudah duduk di atas kuda yang
akan dijadikan kendaraan dalam berburu. Peserta juga dilengkapi dengan bulo-bulo yang
berupa tali perangkap yang dirangkai pada sebuah tombak untuk dijadikan sebagai alat
buruan. Ketika sang juri sudah memulai permainan, anak-anak berlomba dengan memacu
kuda untuk menuju hutan guna mencari binatang buruan berupa rusa. Anak-anak yang
telah berhasil mendapatkan binatang buruan akan berlari kembali menuju garis star.
Peserta yang pertama kali kembali menginjakan kaki pada garis star yang akan menjadi
pemenangnya.

9. Peranannya Masa Kini

Meoho dara telah hampir mengalami kepunahan. Jika di masa silam digemari oleh
anak-anak dan kalangan remaja, maka pada masa kini hanya dilakukan oleh anak-anak di
pedesaan saja dan itupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Penyebab yang menjadikan
permainan ini hampir mengalam kepunahan karena kondisi hutan Bombana yang sudah
mulai rusak. Sejak masuknya pengolahan pertambangan, binatang buruan berupa rusa
sudah jarang ditemukan. Ditambah lagi dengan semakin merajalelanya permainan
teknologi tingkat modern dikalangan anak-anak yang membuat permainan ini sulit
ditemukan pada mas sekarang.

11. Tanggapan Masyarakat


Pada umumnya masyarakat Moronene sekarang ini tidak serius terhadap punah atau
tidaknya permainan meoho dara. Hal ini disebabkan karena mereka memandang bahwa
permainan meoho dara tidak terlalu berperan dalam pembentukan pribadi anak. Namun
demikian sebagai suatu nilai budaya yang pernah hidup dan berkembang di masa silam
sehingga perlu dilestarikan agar dapat dikenal dan dimainkan oleh generasi selanjutnya.

C. Mentao Oho
1. Asal penamaan
Mentao oho berasal dari bahasa Moronene yang artinya memasang tali perangkap
binatang-binatang liar. Permainan mentao oho adalah permainan ketangkasan dalam
memasang tali perangkap untuk menjerat dan menangkap binatang-binatang liar seperti
kerbau, rusa, sapi dan anoa.
2. Peristiwa, Suasana dan Waktu Permainan
Permainan mentao oho biasanya dimainkan pada pagi atau sore hari. Dalam melakoni
permainan ini, anak-anak sering diliputi rasa gembira dan tegang karena setelah
memasang jerat mereka senantiasa menantikan saat-saat binatang ternak masuk dalam
jebakan yang mereka buat. Suasana permainan ramai ketika anak-anak mulai membuat
dan menyimpul tali untuk dijadikan perangkap. Tali perangkap dipastikan terlilit dengan
kuat agar binatang ternak yang menjadi sasaran dapat terjerat dengan tepat.
3. Latar Belakang Sosial Budaya
Mentao oho merupakan permainan tradisional untuk anak-anak yang bersifat kompetitif
yang positif. Dalam permainan ini, mengandung unsur-unsur edukatif yang secara khusus
memerlukan pengetahuan keterampilan, kecekatan, serta ketahanan fisik dan mental.
Selain itu dibutuhkan kerjasama dalam memainkan permainan ini.
Peralatan permainan yang sangat sederhana, murah dan mudah didapatkan serta dapat
dibuat sendiri oleh pemakain sehingga segenap anak-anak dari golongan apapun mampu
dan dapat melakukannya.
4. Sejarah Perkembangan
Permainan ini diduga berasal dari perilaku para orang tua yang sering berburu di hutan
untuk mencari bahan makanan dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Para orang tua
atau seorang yang sudah dianggap dewasa mengajarkan keterampilan serta aktivitas ini
kepada anak-anak mereka. Keseruan, bertambahnya keterampilan serta terjalinnya
kerjasama menjadikan aktivitas ini sering dilakukan oleh anak-anak sehingga kebiasaan
ini muncul dan dijadikan sebagai permainan sehari-hari.
5. Peserta/Pelaku
Mentao oho biasanya dimainkan oleh anak-anak dengan jumlah 5-10 orang. Semakin
banyak jumlah anak yang main, maka semakin seru suasana permainan karena peluang
untuk menjerat hewan liar makin besar. Permainan ini didominasi oleh pria anak-anak
maupun remaja.
6. Peralatan dan Perlangkapan Permainan
Dalam melakukan permainan ini alat yang dibutuhkan adalah tali yang berfungsi sebagai
perangkap. Memasang tali perangkap merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh
anak-anak yang melakukan permainan ini karena tali perangkap digunakan untuk
menangkap hewan liar dengan sifat yang agresif. Kemahiran dalam memasang tali
menentukan baik tidaknya suatu perangkap. Jika bagus keterampilan memasang tali maka
anak tersebut memiliki ketangkasan. Semakin bagus tali yang dipasang maka akan
mudah binatang liar tersebut masuk dalam tali perangkap. Begitupun sebaliknya jika tali
perangkap yang dipasang jelek atau tidak bagus maka binatang liar yang masuk akan
udah lepas dari perangkap yang dibuat.
7. Iringan Musik
Permainan berburu hewan liar seperti mentao oho ini sama sekali tidak diiringi oleh
iringan musik. Hal ini dikarenakan tempat permainan adalah di dalam hutan serta durasi
waktu dalam setiap bermain berbeda-beda.
8. Jalannya Permainan
Permainan ini dimulai ketika anak-anak mulai berkumpul serta masing-masing dari
mereka membawa perlengkapan permaina berupa tali. Tali yang hendak digunakan
sebagai perangkap terlebih dahulu disiapkan serta dipasang pada tempat-tempat yang
memungkinkan hewan liar melintas di tempat tersebut. Ketika tali perangkap sudah siap
secara beramai-ramai mereka masuk menyelusuri hutan untuk mencari hewan liar. Dari
sela-sela rerumputan ketika hewan liar sudah terlihat, anak-anak mulai menyebar
memasang tali perangkap pada sudut-sudut jalan yang diperkirakan akan dilewati oleh
hewan tersebut. Setelah itu anak-anak akan bersembuyi sambil mengawasi perangkap
yang telah dipasang. Ditengah-tengah jalannya permainan, terkadang ada saja jeratan
hewan yang telah berhasil ditangkap tetapi terlepas lagi karena pemasangan tali
perangkap yang kurang maksimal. Hal ini menjadi kesan tersendiri bagi si anak pemilik
tali perangkap yang mengalaminya. Biasanya dari mereka timbul rasa kecewa. Tetapi tak
sampai disitu, mereka kerap mengulang kembali memasang tali perangkap dengan
sebaik-baiknya. Urutan pemenang permainan ini dimulai dengan anak yang terlebih
dahulu berhasil menjerat hewan liar. Anak yang kalah adalah anak yang paling terakhir
yang mendapat buruan atau bahkan yang tidak dapat sama sekali.
9. Peranannya Masa Kini
Permainan ini mulai hilang dalam ditengah-tengah masyarakat dikarenakan kondisi hutan
Bombana yang kian hari mulai terkikis. Akibatnya hewan-hewan buruan liar sudah lebh
sulit untuk didapatkan. Penyebab lainnya adalah karena permainan mentao oho ini
dianggap permainan berbahaya. Hewan liar yang bersifat agresif sangat berbahaya bagi
anak-anak. Kondisi tubuh dan fisik anak-anak dahulu dan sekarang sangat jauh berbeda.
Ditambah lagi permainan teknologi sudah mulai masuk pada golongan masyarakat
pedesaan.
10. Tanggapan Masyarakat
Pada kalangan usia yang lebih tua, permainan ini masih cukup diingat. Tetapi mereka
lebih memilih untuk meninggalkan permainan ini karena dianggap berbahaya.
Masyarakat masih berdalil bahwa kondisi alam serta fisik anak-anak dahulu dengan
skarang sungguh jauh berbeda. Anak-anak dahulu sedari kecil sudah diajarkan cara
berburu hewan liar di hutan dengan aman. Sementara anak-anak sekarang lebih memilih
untuk bermain aman dan jauh dari jangkauan hutan.

D. Membengkaro
1. Asal penamaan
Permainan membengkaro ini hampir serupa dengan permainan mentao oho. Hal yang
membedakan dari kedua permainan ini adalah hewan buruannya. Pada permainan
membengkaro hewan liar yang diburu adalah ayam hutan. Alat perangkap yang
digunakan pun masih sama berupa tali perangkap.
2. Peristiwa, Suasana dan Waktu Permainan
Permainan ini biasanya dimainkan pada saat pagi ataupun sore hari. Suasana dipenuhi
rasa gembira sekaligus menegangkan untuk menantikan apakah ayam hutan berhasil
dijerat atau tidak. Ayam hutan yang berhasil ditangkap oleh anak-anak biasanya jadikan
hewan peliharaan atau bahkan dikonsumis bersama keluarga.
3. Latar Belakang Sosial Budaya
Pada dasarnya permainan ini dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Tetapi bagi kalangan
dewasa, permainan ini dijadikan sebagai aktivitas harian ketika mereka hendak
menyelusuri hutan untuk mencari bahan makanan. Dalam menyimpul tali untuk dijadikan
sebagai alat perangkap dibutuhkan keterampilan yang telaten agar simpul tali dapat kokoh
dan mudah dalam menangkap hewan buruan. Anak-anak yang memiliki tingkat
pengetahuan lebih banyak dari yang lainnya akan membagikan pengetahuan yang dimiliki
dan mengajarkan bagaimana strategi memasang tali jerat agar hasil mendapat hasil
buruan yang diinginkan.
4. Sejarah Perkembangan
Hampir serupa dengan permainan mentao oho, membengkaro mulanya merupakan
aktivitas harian yang dilakukan oleh para orang dewasa ketika menyelusuri hutan. Hasil
buruan mereka biasanya mereka konsumsi atau bahkan dijual. Para orang dewasa mulai
menurunkan dan mengajarkan aktivitas ini kepada anak-anak. Anak-anak merasa
permainan ini sangat seru serta membuat hati senang maka aktivitas ini dijadikan sebagai
ajang perlombaan.
5. Peserta/Pelaku
Membengkaro biasanya dimainkan oleh anak laki-laki maupun perempuan karena
dianggap permainan ini sangat mudah bahkan tidak membahayakan. Semakin banyak
peserta permainan semakin seru dan meriah jalannya permainan.
6. Peralatan dan Perlangkapan Permainan
Dalam memainkan permainan membengkaro ini, alat yang dibutuhkan berupa tali
perangkap. Dibutuhkan keterampilan dan kemahiran dalam membuat tali perangkap ini
agar ayam hutan yang dijadikan sebagai sasaran buruan dapat tertangkap.
7. Iringan Musik
Pada umumnya permainan berupa berburu binatang liar sama sekali tidak menggunakan
iringan alat musik.
8. Jalannya Permainan
Jalannya permainan menangkap ayam hutan sama dengan permainan mentao oho.
Permainan ini dimulai ketika anak-anak mulai berkumpul serta masing-masing dari
mereka membawa perlengkapan permaina berupa tali. Tali yang hendak digunakan
sebagai perangkap terlebih dahulu disiapkan serta dipasang pada tempat-tempat yang
memungkinkan hewan liar melintas di tempat tersebut. Ketika tali perangkap sudah siap
secara beramai-ramai mereka masuk menyelusuri hutan untuk mencari hewan liar. Dari
sela-sela rerumputan ketika hewan liar sudah terlihat, anak-anak mulai menyebar
memasang tali perangkap pada sudut-sudut jalan yang diperkirakan akan dilewati oleh
hewan tersebut. Setelah itu anak-anak akan bersembuyi sambil mengawasi perangkap
yang telah dipasang. Ditengah-tengah jalannya permainan, terkadang ada saja jeratan
hewan yang telah berhasil ditangkap tetapi terlepas lagi karena pemasangan tali
perangkap yang kurang maksimal. Hal ini menjadi kesan tersendiri bagi si anak pemilik
tali perangkap yang mengalaminya. Biasanya dari mereka timbul rasa kecewa. Tetapi tak
sampai disitu, mereka kerap mengulang kembali memasang tali perangkap dengan
sebaik-baiknya. Urutan pemenang permainan ini dimulai dengan anak yang terlebih
dahulu berhasil menjerat hewan liar. Anak yang kalah adalah anak yang paling terakhir
yang mendapat buruan atau bahkan yang tidak dapat sama sekali. Permainan ini tidak
perlu perangkap yang sulit bahkan justru sangat mudah. Permainan ini memiliki level
yang tidak terlalu sulit untuk membuat perangkap karena perangkap yang digunakan
hanya untuk menangkap ayam hutan
9. Peranannya Masa Kini
Permainan ini mulai hilang ditengah-tengah masyarakat suku Moronene karena dianggap
ketinggalan zaman. Anak-anak merasa bermain seperti ini adalah permainan kuno. Selain
itu lahan hutan untuk bermain juga sudah jarang sekali ditemukan.
10. Tanggapan Masyarakat
Masyarakat menganggap bahwa permainan ini sudah ketinggalan zaman. Untuk kondisi
saat ini, menangkap ayam di hutan bukan lagi merupakan sesuatu hal yang sakral yang
perlu diajarkan kepada anak-anak mereka. masyarakat lebih memilih untuk berternak
sendiri ayam ketimbang berburu ayam hutan. Selain sulit kondisi hutan Bombana yang
saat ini tidak memungkinkan, kemungkinan untuk mendapatkan target buruan lebih
sedikit.

E. Kumati
1. Asal penamaan
Kumati adalah jenis permainan tradisional suku Moronene yang berupa ketangkasan
dalam berburu ayam hutan dengan menggunakan ayam hutan pula sebagai
pengumpannya. Ayam hutan yang berperan sebagai pengumpan akan diletakkan pada
suatu penjerat bernama ohotai.
2. Peristiwa, Suasana dan Waktu Permainan
Permainan tradisional kumati hampir serupa dengan membengkaro. Perbedaan dari
kedua jenis permainan ini terletak pada umpan yang dipakai. Jika membengkaro
menggunakan tali sebagai perangkap maka kumati menggunakan ayam hutan sebagai
perangkapnya yang kemudian diletakkan pada suatu penjerat bernama ohotai. Dalam
melakoni permainan ini anak-anak selalu meras senang dan gembira. Permainan ini
juga dilakukan sebagai pengisi waktu luang. Biasanya anak-anak bermain pada pagi
atau pun sore hari.
3. Latar Belakang Sosial Budaya
Kumati termasuk jenis permainan rakyat yang merupakan perpaduan unsur olahraga
dan seni, sehingga diperlukan kecekatan, ketangkasan, dan kelincahan pemainnya.
Bagi siapa saja yang menonton dan memainkannya maka akan menimbulkan suasana
yang senang dan gembira. Selain menjadi hal yang menggembirakan permainan ini
juga bersifat kompetitif dikarenakan masing-masing dari pemain berusaha untuk lebih
unggul dari yang lainnya.
Bermain kumati juga merupakan sarana untuk bersosialisasi antar pemain. Kadang
kala anak-anak dari desa yang satu saling berkunjung ke desa yang lain untuk bermain
kumati. Mereka juga kerap berbagi pengalaman serta mengajarkan berbarbagai
macam cara agar dapat menjadi unggul dalam bermain kumati ini.
4. Sejarah Perkembangan
Sejarah perkembangan kumati ini tidak diketahui secara pasti karena setiap aktivitas
yang dilakukan oleh suku Moronene adalah berburu dan bertani. Mereka
mempercayai bahwa tata cara bertahan hidup seperti ini dengan menjerat hewan liar
menggunakan alat sederhana sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka.
5. Peserta/Pelaku
Permainan kumati ini biasanya dimainkan oleh sekelompok anak yang terdiri dari dua
orang. Setiap anak memiliki tugas masing-masing. Anak pertama bertugas untuk
membuat perangkap sedangkan anak yang lainnya memegangi umpan ayam hutan
serta meletakannya pada bagian yang strategis untuk memasang jerat. Dalam sekali
main, biasanya terdiri dari 4-6 kelompok.
6. Peralatan dan Perlangkapan Permainan
Peralatan dan perlengkapan permainan kumati ini terdiri dari penjerat yang dinamakan
ohai yang ditancapkan di tanah dan umpan ayam hutan. Biasanya umpan ayam yang
digunakan merupakan ayam betina.
7. Iringan Musik
Permainan kumati ini juga tidak menggunakan iringan alat musik.
8. Jalannya Permainan
Permainan ini diawali dengan masing-masing kelompok berkumpul pada suatu tempat
yang telah disepakati. Biasanya lokasi yang dipilih langsung di tempat tujuan.
Selanjutnya anak-anak akan menyediakan umpan ayam hutan dan jerat ayam hutan
atau ohai. Setelah memilih lokasi dimana tempat tersebut terdapat ayam hutan, anak-
anak meletakkan ayam hutan sebagai umpan yang telah diberi sedikit makanan serta
tidak lupa mereka memasang ohai yang ditancapkan ke tanah bersebelahan langsung
dengan ayam si umpan. Model ohai berbentuk lingkaran diatas tanah yang terdiri dari
tiga sampai dengan empat buah lingkaran. Setelah persiapan selesai, anak-anak
tinggal menjauh dari posisi pemasangan jerat sambil menunggu sasaran masuk dalam
perangkap. Dalam permainan kumati ini biasaya anak-anak menjaga ohotai atau
perangkap yang telah dibuat, karena perangkap yang dibuat tersebut disimpan juga
ayam hutan sebagai perangkap. Ohotai yang dijaga dimaksudkan agar ayam hutan
yang dijadikan umpan tidak lepas dan mangsa yang baru bisa masuk dalam
perangkap yang telah dibuat. Anak-anak yang berhasil menangkap ayam hutan inilah
yang menjadi pemenangnya.
9. Peranannya Masa Kini
Kumati telah hampir mengalami kepunahan. Jika di masa silam digemari oleh anak-
anak dan kalangan remaja, maka pada masa kini hanya dilakukan oleh anak-anak di
pedesaan saja dan itupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Sekali lagi dengan
kondisi hutan yang tidak sama lagi serta media permainan teknologi sudah menguasai
aktivitas permainan anak-anak.
10. Tanggapan Masyarakat
Sebagian besar masyarakat sangat menyayangkan dengan hampir punahnya
permainan seperti ini. Tetapi dengan kondisi alam yang tidak lagi memungkinkan
serta anak-anak lebih dipacu untuk mengikuti gaya hidup masyarakat modern
membuat masyarakat enggan berkomentar banyak tentang hampir punahnya
permainan ini.

F. Pua-mepana
1. Asal penamaan
Permainan pua-mepana merupakan keterampilan menembak burung memakai sumpit
bambu/buluh kecil dengan cara menembakkan kearah sasaran burung.
2. Peristiwa, Suasana dan Waktu Permainan
Merupakan permainan yang membutuhkan konsentrasi yang tinggi serta daya tangkas
yang baik dalam membidik sasaran buruan. Walaupun demikian anak-anak tetap
senang, riang gembira dalam memainkannya. Anak-anak bermain pua-mepana ini
diwaktu pagi dan sore hari.
3. Latar Belakang Sosial Budaya
Termasuk jenis permainan rakyat untuk anak-anak. Mengandung nilai-nilai edukatif
dimana si anak belajar menembak dengan tepat dan berpikir secara cepat. Selain itu
juga bersifat kompetitif yang positif.
4. Sejarah Perkembangan
Asal usul permainan ini belum bisa dipastikan dengan benar. Namun terdapat ciri
yang hampir sama pada perburuan suku Dayak Kalimantan yakni sama-sama
menggunakan sumpit sebagai senjatanya. Perbedaannya terletak pada media senjata.
Pada suku Dayak mereka menggunakan media bambu bulat sebagai alat tiup dan
sumpit berfungsi sebagai peluru. Sementara pada permainan pua-mepana hanya
menggunakan sumpit saja.
5. Peserta/Pelaku
Dalam memaikan permainan ini terdapat 5-8 orang anak dalam sekali main.
Permainan pua-mepana ini dapat dimainakan oleh anak laki-laki dan perempuan.
6. Peralatan dan Perlangkapan Permainan
Dalam melakoni permainan ini, perlengkapan yang dibutuhkan berupa sumpit/buluh
yang terbuat dari bambu. Masing-masing anak akan menyiapkan sekitar 20 buah
sumpit untuk berjaga-jaga ketika lemparan tidak mengenai sasaran.
7. Iringan Musik
Permainan ini tidak membutuhkan iringan musik.
8. Jalannya Permainan
Pertama-tama yang harus disiapkan adalah mencari bambu kecil. Langkah selanjutnya
anak-anak akan memuat sumpit dari bambu kecil tersebut. Sumpit yang digunakan
ini untuk menembak burung. Ketangkasan dalam permainan ini terlihat dalam hal
menembakan sumpit ke target sasarann. Permainan ini sangat mengasah ketangkasan
dalam menembak. Jika anak yang sudah tangkas dalam hal menembak maka target
atau burung yang didapatkan. Jika belum memiliki keterampilan dalam menembak,
maka sumpit yang digunakan menembak tidak akan mengenai target atau meleset.
Agar kemampuan dan ketangkasan terasah dalam permainan ini mereka akan
membuat sumpit yang banyak. Hal ini dimaksudkan agar bias digunakan untuk
menembak berkali-kali. Semakin sering menembakan burung semakin terlatih
keterampilan dalam menembak burung.
9. Peranannya Masa Kini
Perubahan kondisi di zaman sekarang menyebabkan perubahan permainan pua-
mepana ini menjadi hampir punah. Berkurangnya hutan dan hewan buruan banyaknya
satwa buruan yang menjadi langka dan dilindungi lantas menjadikan masyarakat suku
Moronene memilih menjadi petani tetap untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
10. Tanggapan Masyarakat
Bermain pua-mepana merupakan aktivitas yang sangat mengembirakan. Tetapi
masyarakat suku Moronene sudah mulai mengabaikan permainan ini mengingat
kondisi hutan yang menjadi media utama perburuan sudah tidak sama seperti hutan
dahulu.
G. Umanda
1. Asal penamaan
Umanda merupakan permainan dengan ketangkasan dan keterampilan menangkap
kerbau liar dengan memakai kerbau jinak sebagai umpan berjalan kaki secara
sembuyi dibalik kerbau pengumpan. Permainan umanda hampir sama dengan kumati
yakni jenis permainan dengan menggunakan umpan. Jika kumati menggunakan ayam
sebagai umpan untuk menjerat ayam hutan, maka umanda keterampilan menangkap
kerbau liar dengan menggunakan kerbau jinak sebagai umpan.
2. Peristiwa, Suasana dan Waktu Permainan
Permainan ini dilakukan di waktu senggang baik pagi maupun sore hari. Suasana
bermain dalam memainkan permainan ini dipenuhi rasa senang dan gembira.
3. Latar Belakang Sosial Budaya
Umanda merupakan permainan tradisional untuk anak-anak yang bersifat kompetitif
yang positif. Dalam permainan ini, mengandung unsur-unsur edukatif yang secara
khusus memerlukan pengetahuan keterampilan, kecekatan, serta ketahanan fisik dan
mental. Selain itu dibutuhkan kerjasama dalam memainkan permainan ini.
4. Sejarah Perkembangan
Dapat dikatakan bahwa permainan-permainan rakyat tradisional Moronene dilakukan
setelah panen. Hal tersebut dikarenakan dahulu panen hanya dilakukan sekali setahun.
Maka untuk mengisi waktu yang lowong, dilakukanlah berbagai macam permainan
tradisional masyarakat yang salah satunya adalah umanda.
5. Peserta/Pelaku
Permainan ini biasanya dilakukan oleh kelompok dengan jumlah 2-3 orang anak.
6. Peralatan dan Perlangkapan Permainan
Permainan ini tidak membutuhkan peralatan dan perlengkapan.
7. Iringan Musik
Permainan ini tidak membutuhkan iringan musik.
8. Jalannya Permainan
Anak-anak yang bermain umanda terlebih dahulu akan menyiapkan kerbau jinak,
kemudian menuju ke hutan untuk mencari keberadaan kerbau liar. Sambil berjalan
dan bersembunyi dibelakang kerbau jinak yang digunakan sebagai umpan. Tujuan
menggunakan kerbau jinak sebagai umpan agar kerbau liar keluar dari hutan jika
melihat atau mendengar keberadaan kerbau jinak tersebut. Dalam Setelah kerbau liar
tersebut muncul barulah kerbau liar tersebut ditangkap. Menangkap kerbau liar
tidaklah sulit karena kerbau bukanlah binantang yang aktif seperti rusa liar yang
larinya sangat cepat. Oleh karena itu, dalam permainan ini tidak perlukan alat khusus
atau perangkap atau bahkan keterampilan khusus.
9. Peranannya Masa Kini
Permainan umanda masih dianggap tradisi masyarakat suku Moronene. Tetapi lagi-
lagi permainan ini sudah mulai punah karena kerbau liar sudah sangat jarang
ditemukan di hutan Bombana.
11. Tanggapan Masyarakat
Masyarakat masih menganggap bahwa permainan ini merupakan permainan
tradisional. Hanya saja melihat kondisi alam dan lingkungan saat ini, permainan ini
sudah tidak mungkin lagi dilakukan saat ini.
H. Andario
1. Asal penamaan
Andario adalah keterampilan menjerat kerbau liar dengan menggunakan umpan
kerbau jinak.
2. Peristiwa, Suasana dan Waktu Permainan
Dalam melakoni permainan ini, Andario hanya dapat dimainkan pada tempat tertentu
yakni di hutan. Hal ini dikarenakan hewan liar yang menjadi objek permainan yang
berupa kerbau hanya dapat ditemukan di hutan. Adapun waktu permainannya dapat
dilakukan kapan saja.
3. Latar Belakang Sosial Budaya
Permainan ini bersifat kompetitif dikarenakan masing-masing dari pemain berusaha
untuk lebih unggul dari yang lainnya. Permainan ini juga memadukan antara unsur
olahraga dan seni karena keterampilan, ketangkasan serta kecepatan dan kecekatan
dalam menjerat kerbau liar. Setiap anak yang berpengalaman juga akan membagikan
tips dan strageti yang dapat digunakan untuk mendapatkan hewan buruan.
4. Sejarah Perkembangan
Sama seperti permainan-permainan sebelumnya, mulanya masyarakat suku Moronene
menganggap ini merupakan salah satu aktivitas berburu yang dilakukan oleh orang
dewasa. Lambat laun kebiasaan ini diturunkan kepada anak-anak mereka dengan
harapan untuk melatih dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anak yang sudah
mahir menjalankan aktivitas ini merasa bahwa hal ini sangat cocok untuk dijadikan
sebagai ajang perlombaan. Maka dari itu munculnya permainan andario ini
dikalangan anak-anak.
5. Peserta/Pelaku
Umumnya permainan ini dilakukan secara berkelompok karena setiap anak akan
memiliki tugas masing-masing. Satu kelompok terdiri dari 3-4 orang anak. seorang
anak bertugas untuk membuat jerat sedangkan anak-anak yang lain bertugas untuk
memasang jerat.
6. Peralatan dan Perlangkapan Permainan
Peralatan yang dibutuhkan dalam permainan ini adalah tali yang akan digunakan
sebagai jerat kerbau liar.
7. Iringan Musik
Permainan ini tidak memiliki iringan musik.
8. Jalannya Permainan
Permainan ini hampir sama dengan kumanda. Namun permainan ini lebih sederhana
karena menggunakan alat sederhana yakni perangkap agar kerbau liar tersebut
terjerat. Permainan ini merupakan permainan dalam mengasah keterampilan menjerat
kerbau liar dengan menggunakan kerbau jinak. Kerbau jinak sangat berperan dalam
mengumpan keluarnya kerbau liar dari dalam hutan. Meskipun permainan ini
terkesan sederhana, namun tetap saja permainan sangat memerlukan keterampilan
untuk menjerat kerbau liar. Jika tidak mampu menangani kerbau liar yang masuk
dalam jeratan maka bisa saja cedera karena kekuatan kerbau liar untuk melepaskan
dari jeratan. Oleh karena itu. Permainan ini sangat memerlukan keterampilan dan
ketangkasan dalam memanfaatkan kerbau jinak.
9. Peranannya Masa Kini
Permainan ini dianggap sudah mulai punah pada masyarakat suku Moronene. Anak-
anak menggap bahwa berburu kerbau liar merupakan hal yang sangat berbahaya.
Untuk saat ini anak-anak lebih memilih permainan tradisional yang lebih sederhana.
10. Tanggapan Masyarakat
Masyarakat menganggap bahwa bermain Andario hanya bisa dilakukan oleh orang
dewasa untuk saat ini karena berhadapan dengan hewan liar dinilai dangat berbahaya
bagi nyawa anak-anak. walaupun demikian, permainan ini lantas sangat jarang
dimainkan karena berkurangnya media dan sarana bermain permainan tradisional ini.

Anda mungkin juga menyukai