Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

INDRIANTI WULANDARI
NIM. 0433131420117101

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HORIZON KARAWANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Chronic Kidnes Disease atau biasa disebut dengan Gangguan Ginjal Kronik
(GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal renal yang progresif dan irrevebile
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit sehingga terjadi uremia atau tingginya kadar urea
dalam tubuh. (Kusuma & Nurarif, 2012 dalam Windarti 2017).
Gagal ginjal kronik merupakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia serta komplikasinya ialah dilakukan dialisis atau
transpalasi ginjal. Gangguan ginjal kronik disebabkan oleh penurunan fungsi renal
karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga
mengakibatkan terjadinya uremia dan memengaruhi seluruh system tubuh
(Nursalam & Baticaca, 2009 dalam Windarti 2017).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa gangguan ginjal kronik ialah penurunan
fungsi ginjal yang ditandai dengan tingginya kadar uremia dalam tubuh yang dapat
mengganggu laju metabolime tubuh sehingga harus dilakukan dialysis untuk
membantu fungsi ginjal atau transpalasi ginjal untuk mengganti fungsi ginjal yang
telah rusak.

2. Klasifikasi
Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology
CCT (Clearance Creatinin Test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
Sedangkan CRF (Cronic Renal Failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
menggunakan istilah CRF.
a. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
1) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b) Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
c) Kondisi berat d) 2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c) Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
b. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60 -89 mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
5) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal

3. Manisfestasi Klinis

Sistem Tubuh Manifestasi


Biokimia a. Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
b. Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
c. Hiperkalemia
d. Retensi atau pembuangan Natrium
e. Hipermagnesia
f. Hiperurisemia
Perkemihan dan a. Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
Genetalia b. Nokturia, pembalikan irama diurnal
c. Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
d. Protein silinder
e. Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskuler a. Hipertensi
b. Retinopati dan enselopati hipertensif
c. Beban sirkulasi berlebihan
d. Edema
e. Gagal jantung kongestif
f. Perikarditis (friction rub)
g. Disritmia
Pernafasan a. Pernafasan Kusmaul
b. Dispnea
c. Edema paru
d. Pneumonitis
Hematologi a. Anemia menyebabkan kelelahan
b. Hemolisis
c. Kecenderungan perdarahan
d. Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)
Kulit a. Pucat, pigmentasi
b. Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis,
bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan
kehilangan protein)
c. Pruritus
d. Kulit kering
Saluran cerna a. Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB
b. Nafas berbau amoniak
c. Rasa kecap logam, mulut kering
d. Stomatitis, parotitid
e. Gastritis, enteritis
f. Perdaraha
Metabolisme a. Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
b. Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
c. Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular a. Mudah lelah
b. Otot mengecil dan lemah
c. Susunan saraf pusat
d. Penurunan ketajaman mental
e. Konsentrasi buruk
f. Apati
g. Letargi/gelisah, insomnia
h. Kekacauan mental
i. Koma
j. Otot berkedut, asteriksis, kejang
k. Neuropati perifer
l. Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
m. Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
n. Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi
paraplegi
Gangguan kalsium a. Hiperfosfatemia, hipokalsemia
dan rangka b. Hiperparatiroidisme sekunder
c. Osteodistropi ginjal
d. Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
e. Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar
sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru
f. Konjungtivitis (uremik mata merah)

4. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik
b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis
d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
e. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal
f. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
g. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
h. Nefropati obstruktif
1) Saluran kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal
2) Saluran kemih bagian bawah : Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra

5. Fatofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar
kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif
dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein
dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk
kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin
memperburuk status uremik.
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi.

d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.

6. Penatalsaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik menurut Price and Wilson (2005) yaitu:
a. Penalaksanaan Konservatif
Prinsip-prinsip dasar dalam penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan
didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas ekskresi yang dapat dicapai
oleh ginjal yang terganggu. Diet zat terlarut dan cairan dapat diatur dan
disesuaikan dengan batas-batas tersebut. Penatalaksanaan konservatif meliputi:
1) Pengaturan diet protein
Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan
dan memperlambat terjadinya gagal ginjal kronik. The Modification of
Diet in Renal Disease (MDRD) Multicenter Study memperlihatkan efek
menguntungkan dari pembatasan protein dalam memperlambat
perkembangan gagal ginjal kronik pada pasien diabetes maupun non-
diabetes denan GGK moderate yaitu GFR 25-55 mL/menit dan berat yaitu
GFR 13-24 mL/menit. Rekomendasi klinis terbaru mengenai jumlah
protein yang diperbolehkan adalah 0,6 g/kg/hari untuk pasien gagal ginjal
kronik berat pradialisis yang stabil dengan GFR 4 mL/menit. Status nutrisi
pasien harus dipantau untuk memastikan berat badan dan indikator lain
seperti albumin serum harus tetap stabil ≥3 g/dL.
2) Pengaturan diet kalium
Jumlah yang diperbolehkan dalam diet kalium adalah 40-80 mEq/hari.
Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-
obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium.
3) Pengaturan diet natrium dan cairan
Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40-90 mEq/hari atau
sekita 1-2 g natrium, tetapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan
secara individual pada setiap pasien untuk mepertahankan hidrasi yang
baik. Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagal
ginjal kronik lanjut, karena rasa haus pada pasien merupakan paduan yang
tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien. Berat badan harian
merupakan parameter penting yang harus dipantau mengenai asupan dan
pengeluaran cairan. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran
urin 24 jam yang lebih dari 500 mL mencerminkan kehlangan cairan yang
tidak disadari.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
1) Ureum kreatinin
2) Asam urat serum
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Etiologi CKD dan terminal
a) Foto polos abdomen
b) USG
c) Nefrotogram
d) Pielografi retrograde
e) Pielografi antegrade
f) Mictuating Cysto Urography (MCU)
2) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
a) RetRogram
b) USG
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer

a. Airway : - Lidah jatuh kebelakang


- Benda asing/ darah pada rongga mulut
- Adanya sekret
b. Breathing : - Pasien sesak nafas dan cepat letih
- Pernafasan Kusmaul
- Dispnea
- Nafas berbau amoniak
c. Circulatio : - TD meningkat
n - Nadi kuat
- Disritmia
- Adanya peningkatan JVP
- Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
- Capillary refill > 3 detik
- Akral dingin
- Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
d. Disability : - Pemeriksaan neurologis
- GCS menurun bahkan terjadi koma
- Kelemahan dan keletihan
- Konfusi
- Disorientasi
- Kejang
- Kelemahan pada tungkai
2. Pengkajian Sekunder

a. AMPLE : Alergi, Medication, Past Illness, Last Meal,


Event
b. Pemeriksaan seluruh : Head to toe
tubuh
c. Pengkajian menyeluruh :
1) Aktivitas dan Istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, insomnia
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot, penurunan rentang gerak

2) Sirkulasi
Gejala : nyeri dada
Tanda : nadi kuat, pitting pada kaki, distrimia jantung, pucat
3) Integritas Ego
Gejala : faktor stess (faktor finansial)
Tanda : ansietas, takut, perubahan kepribadian
4) Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria
Tanda : perubahan warna urine
5) Makan/Cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), malnutrisi
Tanda : distensi abdomen, perubahan turgor, edema
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, pengelihatan kabur, kesemutan
Tanda : kejang, ketidak mampuan berkonsentrasi,
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri panggul, sakit
Tanda : distraksi, gelisah
8) Pernafasan
Gejala : nafas pendek, batuk tanpa sputum
Tanda : takipnea, dispnea,
9) Keamanan
Gejala : kulit gatl
Tanda : pruritus, demam
10) Seksualitas
Gejala : penurunan libido, amenore, infertilisasi
11) Interaksi Sosial
Gejala : kesulitan menetukan kondisi (tidak mampu bekerja)
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Intervensi
1 Risiko Pemantauan Cairan
Ketidakseimbangan Observasi
Cairan - Monitor frekuensi dan tekanan nadi
- Monitor frekuensi nafas
- Monitor tekanan darah
- Monitor berat badan
- Monitor waktu pengisian kapiler
- Monitor elastisitas atau turgor kulit
- Monitor jumlah, warna urine
- Monitor kadar albumin dan protein total
- Monitor hasil pemeriksaan serum
- Monitor intake dan output cairan
- Identifikasi tanda-tanda hypovolemia
- Identifikasi tanda-tanda hypervolemia
- Identifikasi tanda-tanda ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
2 Pola Nafas Tidak Efektif Menejemen Jalan Nafas
Orientasi
- Monitor pola nafas
- Monitor bunyi nafas tambahab
- Monitor sputum
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan chin lift dan head tilt
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiper oksigenasi sebelum penghisapan endrotrakeal
- Lakukan sumbatan benda padat dengan forsep mcgill
- Berikan oksigen
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
- Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian brinkodilator
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Chronic Kidney Disease (Ckd)
Dengan Pemberian Inovasi Intervensi Terapi Musik Di Ambun Suri Lantai Iv Achmad
Mochtarbukittinggi 2019. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2021 pukul 11.52
http://repo.stikesperintis.ac.id/939/1/42%20DARMAWAN.pdf

Novantica, Ambrella. 2015. Chronik Kidney Disease (Ckd) Pada Pasien Di Ruang Igd Rsud
Ahdyatma Semarang. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2021 pukul 10.54
file:///C:/Users/User/Downloads/toaz.info-laporan-pendahuluan-ckd-
pr_59b5851fbd9c8e6435147a90ce95a670.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI

Windarti, Mei. 2017. Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal
Kronok Dalam Menjalani Terapi Hemodialisa. Jombang. Diakses pada tanggal 10
Oktober 2021 pukul 08.13 http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/81/3/mei%20windarti.pdf

Anda mungkin juga menyukai