Anda di halaman 1dari 25

STANDAR ASUHAN KEPERARAWAN COVID-19

RUMAH SAKIT DIAN HARAPAN

A. Definisi
Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala
ringan sampai gejala berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia.Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan SARS-
CoV-2. Virus Corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia) (Kemenkes
RI, 2020).
Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih
dikenal dengan virus corona adalah jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian
di Wuhan, China pada Desember 2019 (Letko dkk, 2020).
B. Etiologi
Virus Corona atau Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-CoV-
2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut
Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). Virus Corona dapat menyebabkan gangguan ringan
pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru berat, hingga kematian. (Letko dkk, 2020).
CoV adalah virus RNA positif dengan penampilan seperti mahkota di bawah
mikroskop electron (corona adalah istilah latin untuk mahkota) karena adanya lonjakan
glikoprotein pada amplop (Safrizal dkk, 2020).
Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63,
betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness
Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-
CoV). Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus (Riedel dkk, 2019).
C. Manifestasi Klinis
Berikut manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19:
Uncomplicated Pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam, batuk, nyeri
illness tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot.
Perlu waspada pada usia lanjut dan imunocompromised karena
gejala dan tanda tidak khas.
Pneumonia ringan Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda pneumonia berat.
Anak dengan pneumonia ringan mengalami batuk atau kesulitan
bernapas+napas cepat: frekuensi napas: <2 bulan, ≥60x/menit; 2-11
bulan, ≥50x/menit; 1-5 tahun, ≥40 x/menit dan tidak ada tanda
pneumonia berat.
Pneumonia berat/ Pasien remaja atau dewasadengan demam atau dalam pengawasan
ISPA berat infeksi saluran napas, ditambah satu dari berikut ini: frekuensi napas
>30x/menit, distress pernapasan berat, atau saturasi pksigen (SpO2)
<90% pada udara kamar.
Pasien Anakdengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah
setidaknya satu dari berikut ini:
 Sianosis sentral atau SpO2<90%;
 Distress pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding
dada yang berat);
 Tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau
minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.
Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea:
<2bulan, ≥60x/menit; 2-11 bulan, ≥50x/menit; 1-5 tahun,
≥40x/menit; >5 tahun, ≥30x/menit.
Diagnosis ini berdasarkan klinis; pencitraan dada yang dapat
menyingkirkan komplikasi.
Acute Respiratory Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu minggu.
Distrss Syndrome Pencitraan dada (CT scan thoraks atau ultrasonografi paru):
(ARDS) opasitas bilateral, efusi pleura yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus atau nodul.
Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat gagal jantung
atau kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif (seperti
ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa penyebab edema
bukan akibat hidrostatik jika tidak ditemukan factor risiko.
Kriteria ARDS pada dewasa:
 ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2≤ 300 mmHg (dengan
PEEP atau Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) ≥ 5
cmH2O, atau yang tidak diventilasi)
 ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2/FiO2≤ 200 mmHg dengan
PEEP ≥ 5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi)
 ARDS berat: PaO2/FiO2≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥ 5 cmH2O,
atau yang tidak diventilasi)
 Ketika PaO2 tidak tersedia SpO2/ FiO2 ≤ 315 mengindikasikan
ARDS (termasuk pasien yang tidak diventilasi)
Kriteria ARDS pada anak berdasarkan Oxygenation Index dan
Oxygenation Index menggunakan SpO2:
 PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/ FiO2 ≤ 264: Bilevel
Noninvasive Ventilation (NIV) atau CPAP ≥5 cmH2O dengan
menggunakan full face mask.
 ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ Oxygenation Index (OI) <8
atau 5 ≤ OSI < 7,5
 ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7,5 ≤ OSI <
12,3
 ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12,3
Sepsis Pasien dewasa: Disfungsi organ yang mengancam nyamwa
disebabkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau
terbukti infeksi. Tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status
mental/kesadaran, sesak napas, saturasi oksigen rendah, urin output
menurun, denyut jantung cepat, nadi lemah, ekstremitas dingin atau
tekanan darah rendah, ptekie/purpura/mottled skin, atau hasil
laboratorium menunjukkan koagulopati, trombositopenia, asidosis,
laktat yang tinggi, hiperbilirubinemia.
Pasien anak: Terhadap dugaan atau terbukti infeksi dan kriteria
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) ≥2, dan disertai
salah satu dari: suhu tubuh abnormal atau jumlah sel darah putih
abnormal.
Syok septik Pasien dewasa: Hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan dan membutuhkan vasopressor untuk
mempertahankan mean arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg dan
kadar laktat serum > 20 mmol/L.
Pasien anak: hipotensi (TDS< presentil 5 atau > 2 SD di bawah
normal usia) atau terdapat2-3 gejala dan tanda berikut: perubahan
status mental/kesadaran; takikardia atau bradikardia (HR <
90x/menit atau >160x/menit, pada bayi HR 70x/menit atau
>150x/menit pada anak); waktu pengisian kembali kapiler yang
memanjang (>2 detik)atau vasodilatasi hangan dengan bounding
pulse ; takipnea; mottled skin atau ruam petekie atau purpura;
peningkatan laktat oliguria; hipertermia atau hipotermia.
(Kemenkes RI, 2020)
D. Patofisiologi
Virus dapat melewati membrane mukosa, terutama mukosa nasal dan laring, kemudian
memasuki paru-paru melalui traktus respiratorus. Selanjutnya, virus akan menyerang organ
target yang mengekspresikan Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2), seperti paru-paru,
jantung, sistem renal dan traktus gastrointestinal.
Protein S pada SARS-CoV-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam sel
target.Masuknya virus untuk berikatan dengan ACE2, yaitu reseptor membrane ekstraselular
yang diekspresikan pada sel epitel dan bergantung pada priming protein S ke protease
selular yaitu TMPRSS2.
Periode inkubasi untuk COVID-19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan kadar leukosit
dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien belum merasakan gejala.
Selanjutnya virus mulai menyebar melalui aliran darah, terutama menuju ke organ yang
mengekspresikan ACE2 dan pasien mulai merasakan gejala ringan.Empat sampai tujuh hari
dari gejala awal, kondsi pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak,
menurunnya limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi
Acute Respiratory Distress Syindrome (ARDS), sepsis dan komplikasi lain. Tingkat
keparahan klinis berhubungan dengan usia (lansia), komorbiditas seperti diabetes, penyakit
paru obstruksi kronik (PPOK), hipertensi dan obesitas.
Sistem imun innate dapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-I-like receptors, NOD-
like receptors dan Toll-like receptors. Hal ini selanjutnya akan menstimulasi produksi
interferon (IFN) serta memicu munculnya efektor anti viral seperti sel CD8+, sel Natural
Killer (NK) dan makrofag. Infeksi dari betacoronavirus lain, yaitu SARS-CoV dan MERS-
CoV, dicirikan dengan replica virus yang cepat dan produsi IFN yang terlambat, terutama
oleh sel dendritic, makrofag dan sel epitel respirasi yang selanjutnya diikuti oleh
peningkatan kadar sitokin proinflamasi seiring dengan progress penyakit.
Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada inang.Pada
beberapa kasus terjadi reaksi yang secara keseluruhan disebut”badai sitokin” badai sitokin
merupakan peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana terjadi produksi sitokin yang cepan
dan dalam jumlah yang banyak sebagai suatu respon infeksi.Dalam kaitannya dengan Covid-
19, ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate
dikarenakan blockade oleh protein non-struktural virus.Selanjutnya, hal ini menyebabkan
terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (IL-6, TNF-α, IL-8, MCP-1, IL-1 β,
CCL2, CCL5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit.Pelepasan sitokin ini
memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrophil, dan sel NK, bersamaan dengan
terus terproduksinya sitokin proinflamasi.Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini
memicu terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan paru
pada bagian epitel dan endotel.Kerusakan ini dapat berakibat pada terjadinya ARDSdan
kegagalan multi organ yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (Fitriani,
2020).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti hematologi rutin, hitung jenis, fungsi ginjal, elektrolit,
analisa gas darah, hemostasis, laktat, dan prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai dengan
indikasi.
2. Foto thoraks
Pada foto thoraks dapat ditemukan gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat,
penebalan peribronkial, konsodilasi fokal, efusi pleura dan atelectasis.
3. Pemeriksaan diagnostik SARS-CoV-2
a. Pemeriksaan Antigen-antibodi
Salah satu kesulitan utama dalam melakukan uji diagnostic tes ceoat adalah negative
palsu, karena angka deteksi virus pada rRT-PCR sebagai baku emas tidak ideal.
Selain itu perlu dipertimbangkan onset paparan dan durasi gejala sebelum
memutuskan pemeriksaan serologi. IgM dan IgA dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6
setelah onset gejala, sementara IgG mulai hari 10-18 setelah onset gejala.
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan WHO sebagai dasar diagnosis utama.
Pasien negatif serologi masih perlu observasi dan periksa ulang bila dianggap ada
factor risiko menular.
b. Pemeriksaan Virologi
Metode yang dianjurkan untuk deteksi virus adalah amplifikasi asam nukleat dengan
real-time reversetranscription polymerase chain reaction (rRT-PCR) dan dengan
sequencing sebagian atau seluruh genom virus yang sesuai dengan SARS-CoV-2.
Hasil negatif palsu pada tes virology dapat terjadi bila kualitas pengambilan atau
manajemen spesimen buruk, spesimen diambil saat infeksi masih sangat dini atau
gangguan teknis di laboratorium. Oleh karena itu, hasil negatif tidak menyingkirkan
kemungkinan infeksi SARS-CoV-2, terutama pada pasien indeks kecurigaan yang
tinggi.
c. Pengambilan Spesmen
WHO merekomendasikan pengambilan specimen pada dua lokasi, yaitu dari saluran
napas atas (swab nasofaring atau orofaring) atau saluran napas bawah [sputum,
bronchoalveolar lavage (BAL) atau aspirat endotrakeal].Sampel diambil selama 2
hari berturut-turut untuk PDP dan ODP, boleh diambil sampel tambahan bila ada
perburukan klinis.Pada kontak erat resiko tinggi, sampel diambil pada hari ke 1 dan
hari ke 14 (Susilo dkk, 2020).
F. Penatalaksanaan
1. Tanpa Gejala
a. Isolasi dan Pemantauan
1) Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan specimen diagnosis
konfirmasi.
2) Pasien dipantau melalui telpon oleh Petugas Fasilitas Kesehatan Pertama (FKTP)
3) Control di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis.
b. Non farmakologis
berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan:
1) Pasien
 Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga.
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
 Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing).
 Upayakan kamar tidur sendiri/terpisah.
 Menerapkan etika batuk (diajarkan oleh tenaga medis).
 Alat makan-minum segera dicuci dengan sabun.
 Berjemur di sinar matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
 Pakaian yang telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong
plastic/wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang
lainnya sebelum dicuci.
 Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
 Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi
penigkatan suhu tubuh > 38°C
2) Lingkungan/kamar:
 Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara.
 Membuka jendela kamar secara berkala.
 Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar
(setidaknya masker, bila memungkinkan saung tangan dan goggle).
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitiver
3) Keluarga:
 Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit
 Anggota keluarga selalu pakai masker
 Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
 Selalu mencici tangan
 Jangan menyentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih.
 Selalu membukan jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar.
 Bersihkan sesering mungkin daerah yang mungkin tersentuh pasien misalnya
gagang pintu, dll.
c. Farmakologis
1) Bila terdapat penyakit penyerta/komorbid, dianjurkan untuk tetap melanjutkan
pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat
antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor
Blocker perlu berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam atau dokter
spesialis jantung.
2) Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan:
 Tablet vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
 Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
 Multivitamin yang mengandung vitamin C, 1-2 tablet/24 jam (selama 30 hari)
 Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C, B, E, Zink.
3) Vitamin D
 Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari
 Obat: 1000-5000 IU/hari
2. Derajat Ringan
a. Isolasi dan Pemantauan
Isolasi mandiri di rumah/fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak muncul
gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.Jika gejala
lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah 3 hari
bebas gejala.
b. Non Farmakologis
edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa gejala).
c. Farmakologis
1) Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan:
 Tablet vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
 Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
 Multivitamin yang mengandung vitamin C, 1-2 tablet/24 jam (selama 30 hari)
 Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C, B, E, Zink.
2) Vitamin D
 Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari
 Obat: 1000-5000 IU/hari
3) Azitomisin 1x500 mg perhari selama 5 hari
4) Antivirus:
 Oseltamivir (tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari
 Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose1600 mg/12 jam/oral hari
ke-1 dan selanjutnya 2x600 mg (hari ke 2-5)
5) Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.
6) Obat-obatan suportif baik tradisional (fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
3. Derajat Sedang
a. Isolasi dan Pemantauan
Isolasi di Rumah Sakit, ke ruang perawatan COVID-19/ Rumah Sakit Darurat
COVID-19.
b. Non Farmakologis
1) Istirahat total, asupan kalori adekuat, control elektrolit, status hidrasi/terapi
cairan, oksigen.
2) Pemantauan laboratorium darah lengkap berikut dengan hitung jenis, bila
memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan foto
thoraks secara berkala.
c. Farmakologis
1) Vitamin C: 200-400 mg/8 jam dalm 100 cc NaCl 0,9% habis dalm 1 jam
diberikan secara drip intravena (IV) selama perawatan.
2) Vitamin D
 Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari
 Obat: 1000-5000 IU/hari
3) Azitromisin 500 mg/24 jam per IV atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri. Dosis
750 mg/24 jam per IV atau per oral (untuk 5-7 hari).
4) Antivirus:
 Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose1600 mg/12 jam/oral hari
ke-1 dan selanjutnya 2x600 mg (hari ke 2-5)
 Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke 1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke
2-5 atau hari ke 2-10)
5) Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain)
6) Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
7) Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP.
4. Derajat berat atau kritis
a. Isolasi dan Pemantauan
Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting.
b. Non Farmakologis
1) Istirahat total, asupan kalori adekuat, control elektrolit, status hidrasi/terapi
cairan, oksigen.
2) Pemantauan laboratorium darah lengkap berikut dengan hitung jenis, bila
memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, hemostasis,
LDH, D-dimer.
3) Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
4) Monitor tanda-tanda sebagai berikut:
 Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/menit,
 Saturasi oksigen dengan pulse oximetry≤ 93% (di jari),
 PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
 Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan
thoraks dalam 24-48 jam,
 Limfopenia progresif,
 Peningkatan CRP progresif,
 Asidosis laktat progresif
5) Monitor keadaan kritis
 Gagal napas yang membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal
multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
 Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan ventilator
mekanik.
 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit yaitu sebagai
berikut:
- Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau noninvasive mechanical
ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC
lebih disarankan dibandingkat NIV.
- Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema paru.
- Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone position)
6) Terapi Oksigen
 Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2<93% dengan udara bebas mulai
dengan nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi sesuai target 92-
96%.
 Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat high flow nasal cannula
(HFNC) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi
perburukan klinis.
 Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO 2 40% sesuai
dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92-96%
7) NIV (Non Invasive Ventilation)
 Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
 Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi terapi oksigen
 Inisiasi terapi oksigen dengan menggunakan NIV: mode BiPAP atau
NIV+PSV, tekanan inspirasi 12-14 cmH2O, PEEP 6-12 cmH2O, FiO2 40-60%
 Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidak 6-8 ml/Kg; jika
pada inisiasi penggunaan NIV, dibutuhkan total tekanan inspirasi >20 cmH2O
untuk mencapai tidak volume yang ditargetkan, pertimbangkan untuk segera
melakukan metode ventilasi invasive.
 Titrasi PEEP dan FiO2 untuk mempertahankan target SpO2 92-96 %
 Evaluasi penggunaan NIV dalam 1-2 jam dengan target parameter;
- Subjektif: keluhan dyspnea mengalami perbaikan, pasien tidak gelisah.
- Fisiologis: laju pernapasan <30x/menit. Work of breathing menurun,
stabilitas hemodinamik.
- Objektif: SpO2 92-96%, pH >7,25, PaCO2 30-55 mmHg, PaO2>60
mmHg, rasio PF ≥ 200, TV 6-8 ml/kgBB.
 Pada kasus ARDS berat, gagal organ ganda dan syok disarankan untuk segera
melakukan ventilasi invasif.
 Kombinasi Awake prone Position + NIV 2 jam 2 kali sehari dapat
memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada
ARDS ringan hingga sedang.
NIV dan HFNC memiliki resiko terbentuknya aerosol, sehingga jika
diaplikasikan, sebaiknya di ruangan yang bertekanan negatif (atau tekanan
normal, namun pasien terisolasi dari pasien yang lain) dengan standar APD yang
lengkap.
Bila pasien belum mengalami perbaikan klinis maupun oksigenasi setelah
dilakukan terapi oksigen ataupun ventilasi mekanik non invasif, maka harus
dilakukan penilaian lebih lanjut.
8) Ventilasi Mekanik Invasif (Ventilator)
 Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
 Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB), plateau
pressure <30 cmH2O dan driving pressure <15 cmH2O, RR: 18-25 x/menit
 Pada ARDS sedang – berat diterapkan protokolhigher PEEP, dengan
pemantauan terjadinya barotrauma pada penggunaan PEEP >10 cmH2O.
 Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia refrakter (meski
parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada posisi prone selama 12-
16 jam per hari.
 Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dissinkron antara pasien
dan ventilator yang persisen, plateau pressure yang tinggi secara persisten
dan ventilasi pada posisi prone yang membutuhkan sedasi yang dalam,
pemberian pelumpuh otot secara continue selama 48 jam dapat
dipertimbangkan.
 Penerapan strategi terapi cairan konservatif pada kondisi ARDS
 Penggunaan mode Airway Pressure Release Ventilation dapat
dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus penggunaan mode
APRV ini harus dibawah pengawasan intensivis atau dokter spesialis anastesi.
c. Farmakologis
1) Vitamin C: 200-400 mg/8 jam dalm 100 cc NaCl 0,9% habis dalm 1 jam
diberikan secara drip intravena (IV) selama perawatan.
2) Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
3) Vitamin D
 Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari
 Obat: 1000-5000 IU/hari
4) Azitromisin 500 mg/24 jam per IV atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri. Dosis
750 mg/24 jam per IV atau per oral (untuk 5-7 hari).
5) Antivirus:
 Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose1600 mg/12 jam/oral hari
ke-1 dan selanjutnya 2x600 mg (hari ke 2-5)
 Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke 1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke
2-5 atau hari ke 2-10)
6) Dexamethasone dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid
lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi
oksigen atau kasus berat dengan ventilator.
7) Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain)
8) Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
9) Obat suportif lainnya yang dapat diberikan sesuai indikasi.
10) Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP.
5. Pertimbangan Terapi Tambahan
a. Plasma Konvalesen
Plasma konvalesen diperoleh dari pasien COVID-19 yang telah sembuh, diambil
melalui metode plasmaferesis.Satu unit plasma konvalesen berisi 200 ml. Pemberian
plasma konvalesen tambahan berdasarkan pertimbangan dokter dan kondisi klinis
pasien.Pasien dengan gangguan fungsi jantung membutuhkan volume lebih kecil
dengan waktu tranfusi yang lebih panjang.IDAI merekomendasikan dosis plasma
konvalesen untuk anak >40 kg adalah 200-500 ml. sedangkan untuk anak < 40 kg
dosis 10-15 ml/kg.
b. Anti IL-6 (Tocilizumab)
Tocilizumab merupakan antibody monoklonal kelas IgG1 yang telah terhumanisasi
yang bekerja sebagai antagonis reseptor IL-6.Tocilizumab dapat diberikan secara
intravena atau subcutan untuk pasien COVID-19 berat dengan kecurigaan
hiperinflamasi.
c. Intravenous immunoglobulin (IVIg)
Immunoglobulin intravena (IVIg) adalah konsentrat immunoglobulin G yang
diisolasi dari plasma donor yang normal.Terapi IVIg menjadi salah satu alternative
pilihan terapi, terutama pada kasus COVID-19 yang berat.
d. Mesenchymal Stem Cell (MSCs)/ Sel Punca
Pada prinsipnya pemberian MSCs dapat meneimbangkan proses inflamasi yang
terjadi pada kondisi ALI/ARDS yang ditandai dengan eksudat fibromixoid seluler,
inflamasi paru yang meluas, edema paru, dan pembentukan membrane hyaline.
MSCs bekerja sebagai imunoregulasi dengan menekan profilerasi sel T. selain itu sel
punca dapat berinteraksi dengan sel-sel dendritic sehingga menyebabkan pergeseran
sel Th-2 proinflamasi menjadi Th anti-inflamasi, termasuk perubahan profil sitokin
menuju anti-inflamasi.
(Kemenkes RI, 2021)
G. Konsep Dasar Asuhan Keprawatan
1. Pengkajian
Adapun pada pasien yang dicurigai COVID-19 (memiliki gejala utama demam, batuk
dan sesak) perlu dilakukan pengkajian:
a. Riwayat Alergi (obat,makanan,dan lainnya)
b. Alasan masuk rumah sakit (keluhan utama saat masuk RS)
c. Riwayat perjalanan: Petugas kesehatan wajib mendapat secara rinci riwayat
perjalanan pasien saat ditemukan pasien demam dan penyakit pernapasan akut.
d. Riwayat Kesehatan/pengobatan perawatan sebelumnya
e. Riwayat psikososial dan spiritual (status psikologis,status mental,status sosial,status
spritual.
f. Pemeriksaan fisik meliputi :
- Pengukuran TTV
- Pemeriksaan fisik head to toe terlebih khusus bagian thoraks dan paru-paru.
- Gastrointestinal (keluhan, pembatasan makanan, adanya mual muntah,
pengukuran BB dan TB)
- Neurosensori (pendengaran dan penglihatan normal atau tidak)
- Eleminasi (defekasi dan miksi ada kelainan atau tidak)
- Obstetri dan ginekologi (hamil atau tidak,HPHT,dan keluhan menstruasi)
- Kulit dan Kelamin (keadaan kulit,adanya resiko dekubitus atau tidak)
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang biasa dijumpai pada pasien COVID-19 adalah
sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan obstruksi
jalan napas.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan.
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay dan kebutuhan
oksigen
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas tidak adekuat, pemajanan terhadap
pathogen meningkat.
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan
obstruksi jalan napas
 Tujuan:
1) Respiratory status: Ventilation
2) Respiratory status: Airway patency
 Kriteria Hasil:
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentan normal, tidak ada suara nafas
abnormal).
3) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan nafas.
 Intervensi Keperawatan
1) Pengkajian
- Monitor status oksigen pasien.
- Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
- Monitor respirasi dan status O2.
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
2) Aktivitas Mandiri Keperawatan
- Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
- Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
- Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, penurunan saturasi O2
- Buka jalan napas, gunakan tehnik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan.
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3) Pendidikan Kesehatan
- Ajarkan pasien cara batuk efektif
- Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning.
4) Kolaborasi
- Keluarkan secret dengan batuk atau suction
- Berikan O2 dengan menggunakan nasal kanul untuk memfasilitasi suction
nasotrakeal.
- Pasang mayo bila perlu
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan.
 Tujuan:
1) Respiratory status: Ventilation
2) Respiratory status: Airway patency
3) Vital sign status
 Kriteria Hasil:
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentan normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
 Intervensi Keperawatan
1) Pengkajian
- Monitor respirasi dan status O2.
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
- Monitor aliran oksigen
- Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
- Monitor TD, nadi, suhu dan RR.
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan.
- Monitor kualitas dari nadi.
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan.
- Monitor suara napas
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi melebar, bradikardi,
oeningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
2) Aktivitas Mandiri Keperawatan
- Buka jalan napas, gunakan tehnik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan.
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Bersihkan mulut dan hidung
- Pertahankan jalan napas yang paten
- Pertahankan posisi pasien
3) Pendidikan Kesehatan
- Ajarkan cara batuk efektif
4) Kolaborasi
- Keluarkan secret dengan batuk atau suction
- Pasang mayo bila perlu
- Berikan O2 sesuai kebutuhan pasien
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
 Tujuan:
1) Thermoregulation
 Kriteria Hasil:
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Nadi dan RR dalam rntang normal
3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
 Intervensi Keperawatan
1) Pengkajian
- Monitor suhu sesering mungkin
- Monitor IWL
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tekanan darah, nadi dan RR
- Monitor WBC, Hb, dan Hct
- Monitor intake dan output
- Monitor suhu inimal tiap 2 jam
- Monitor tanda-tanda hipertermi
2) Aktivitas Mandiri Keperawatan
- Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

3) Pendidikan Kesehatan
- Ajarkan pasien cara mencegah keletihan akibat panas
- Ajarkan indikasi dari hipertermi dan penanganan yang diperlukan
4) Kolaborasi
- Berikan antipiretik
- Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
- Kolaborasi pemberian cairan intravena
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
 Tujuan:
1) Anxiety self-control
2) Anxiety level
 Kriteria Hasil:
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontrol cemas.
3) Vital sign dalam batas normal.
4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
 Intervensi Keperawatan
1) Pengkajian
- Identifikasi tingkat kecemasan
2) Aktivitas Mandiri Keperawatan
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut
- Lakukan back/neck rub
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Bantu pasien untuk mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Dorong pasien untk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
3) Pendidikan Kesehatan
- Ajarkan pasien menggunakan tehnik relaksasi.
4) Kolaborasi
- Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay dan
kebutuhan oksigen
 Tujuan:
1) Energy conservation
2) Activity tolerance
3) Self Care: ADLs
 Kriteria Hasil:
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
3) Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat
4) Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
 Intervensi Keperawatan
1) Pengkajian
- Identifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
- Identifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
- Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
2) Aktivitas Mandiri Keperawatan
- Bantu klien untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial.
- Bantu untuk mendapatkan alat bantu aktivitas seperti kursi roda.
3) Pendidikan Kesehatan
- Ajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
4) Kolaborasi
- Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang tepat.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
 Tujuan:
1) Self care status
2) Self care: Dressing
3) Self care deficit toileting
4) Self care deficit hygiene
5) Self care deficit feeding
6) Activity tolerance
7) Fatigue level
8) Mobility: physical impaired
 Kriteria Hasil:
1) Mampu mempertahankan kebersihan pribadi dan penampilan yang rapi
secara mandiri atau tanpa alat bantu
2) Perawatan diri: Aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) mampu untuk
melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri dengan atau
tanpa alat bantu.
3) Perawatan diri eliminasi: mampu untuk melakukan aktivitas eliminasi secara
mandiri atau tanpa alat bantu
4) Perawatan diri makan: kemampuan untuk menyiapkan dan memakan
makanan dan cairan secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
5) Perawatan diri mandi: mampu untuk membersihkan tubuh secara mandiri
dengan atau tanpa alat bantu
6) Perawatan diri hygiene oral: mampu untuk merawat mulut dan gigi secara
mandiri dengan atau tanpa alat bantu
 Intervensi Keperawatan
1) Pengkajian
- Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktivitas
- Monitor kemampuan pasien untuk menelan.
- Memantau integritas kulit pasien.
2) Aktivitas Mandiri Keperawatan
- Bantu pasien memilih pakaian yang mudah dipakai dan dilepas.
- Sediakan pakaian pasien pada tempat yang mudah dijangkau (disamping
tempat tidur)
- Fasilitasi pasien utnuk menyisir rambut, bila memungkinkan
- Bantu pasien untuk menaikkan, mengancing dan meresleting pakaian jika
diperlukan
- Menyediakan privasi selama eliminasi
- Ganti pakaian pasien setelah eliminasi
- Menfasilitasi kebersihan setelah selesai eliminasi
- Menyediakan alat bantu (misalnya kateter urinal atau popok).
- Pastikan posisi pasien yang tepat untuk menfasilitasi mengunyah dan
menelan.
- Memberikan bantuan fisik sesuai kebutuhan
- Menyediakan sedotan, sesuai kebutuhan
- Menyediakan keperluan pribadi yang dibutuhkan (misalnya: sabun mandi,
sampo, handuk, deodorant, sikat gigi, lotion) di samping tempat tidur.
- Menyediakan lingkungan yang terapeautik (misalnya privasi)
- Membantu pasien menyikat gigi (oral hygiene), mandi dan membersihkan
kuku.
- Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya dapat mengasumsikan
perawatan diri.
3) Pendidikan Kesehatan
- Ajarkan pasien menentukan jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan.
- Ajarkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
4) Kolaborasi
- Gunakan terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan
tindakan pasien dalam perawatan pasien dengan alat bantu.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas tidak adekuat, pemajanan
terhadap pathogen meningkat.
 Tujuan:
1) Immune Status
2) Knowledge: Infection control
3) Risk control
 Kriteria Hasil:
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencega timbulnya infeksi
4) Jumlah leukosit dalam batas normal
5) Menunjukan perilaku hidup sehat
 Intervensi Keperawatan
1) Pengkajian
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
2) Aktivitas Mandiri Keperawatan
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
- Pertahankan tehnik isolasi
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan
- Gunakan alat pelindung diri (APD)
- Pertahankan lingkungan aseptik
- Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
- Batasi pengunjung
3) Pendidikan Kesehatan
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
4) Kolaborasi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
(Amin & Hardhi, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI, 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19)
Revisi Ke-4. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P):Jakarta
Amin, H.N & Hardhi, K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc. Mediaction Jogja:Jogjakarta
Kemenkes RI, 2021. Buku Saku Protokol Tata Laksana Covid-19 Edisi ke 2. Direktorat Jendral
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P):Jakarta
Susilo, dkk. 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini.. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia. Vol. 7, No.1: Jakarta
Letko, M., Marzi, A., & Munster, V. (2020). Functional Assessment of Cell Entry and Receptor
Usage for SARS-CoV-2 and Other Lineage B Betacoronaviruses. Nature Microbiology,
5, 562–569.
Fitriani, I. N. 2020. Tinjauan Pustaka Covid-19: Virologi, Patogenesis, dan Manifestasi Klinis.
Jurnal Medika Malahayati. Volume 4, Nomor 3.
Safrizal, dkk. 2020. Pedoman Umum menghadapi Pandemi COVID-19 Bagi Pemerintah
Daerah, Pencegahan, Pengendalian, Diagnosis dan Manajemen. (Online) Tersedia :
https://www.kemendagri.go.id/.
Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology.
28th ed. New York: McGraw- Hill Education/Medical; 2019. p.617-22.

Anda mungkin juga menyukai