Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS KETERAMPILAN METAKOGNISI SISWA SMP NEGERI

DI KOTA MALANG BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL,


TINGKAT KELAS, DAN JENIS KELAMIN
(Analisys of Metacognition Skill Students at SMP in Malang City
base on pre knowledge, class level, and sex category)

Cut Nurmaliah
Biology Departement, Faculty of Education and Teacher Training, Syiah Kuala University Darussalam
Banda Aceh
E-mail: nurmaliacut@yahoo.com

Abstract

The purpose of this research is to analyze skills of metacognition students of 24 State SMP in
Malang City base on pre knowledge, class level, and sex category . The instruments used in this study
were meta-cognition of inventory junior and rating scale of meta-cognition skill. Anava Factorial is
continued with further test by differentiate test with LSD (Least Significant Different) are used in
analyzing the data. The result of the study showed female students are more active than male students
in questioning, answering questions and presenting the result of observation. Female students are
superior in meta-cognition than male students. For students in class 8, the metacognition are lower than
those who are in class 7 and class 9. Based on pre knowledge, class level, and sex show meta-cognition
in the level of OK

Key words: critical thinking, pre knowledge, sex category, class level

PENDAHULUAN memonitor proses berpikir atau proses kognitif


(Arends, 1998); berpikir bagaimana berpikir
Tawuran antar siswa, demonstrasi secara (Livingston, 1997); kecakapan pebelajar dalam
anarkis, juga bentrok warga antar desa disebabkan memonitor proses pembelajaran (Peters, 2000).
oleh kurangnya mereka menggunakan proses Menurut Imel (2002), metakognisi
berpikir. Mereka menyelesaikan pemasalahan sangat diperlukan untuk kesuksesan belajar,
dengan menggunakan otot bukan otak (proses karena dengan metakognisi memungkinkan
berpikir). Hal ini berkaitan dengan pengajaran dan siswa untuk mampu mengelola kecakapan
pelatihan proses berpikir di sekolah, karena proses kognisi dan mampu melihat (menemukan)
berpikir dapat dilatih. Mustafa (2005) menyatakan kelemahannya yang akan diperbaiki dengan
keterampilan berpikir terutama berpikir kritis kecakapan kognisi berikutnya. Orang yang
dapat membantu seseorang dalam membuat mampu melakukan suatu keterampilan tertentu
keputusan dan menyelesaikan masalah. dapat dikatakan mampu melakukan metakognisi,
Pengambilan keputusan merupa-kan salah yakni berpikir tentang bagaimana melakukan
satu keterampilan metakognisi dan sangat penting keterampilan tersebut. Siswa dapat didorong
untuk dilatihkan pada siswa di sekolah. Eggen & untuk melakukan metakognisi dengan cara
Kauchak (1996) menyatakan bahwa salah satu meningkatkan kesadaran mereka bahwa
jenis kemampuan berpikir kritis dan berpikir metakognisi diperlukan untuk meningkatkan
tingkat tinggi adalah kemampuan metakognisi. prestasi akademik mereka. Hasil penelitian Imel
Bransford dkk. (1999, dalam Santoso, 2007) (2002), bahwa siswa yang melakukan
menjelaskan langkah-langkah penting dalam metakognisi (metacognitively aware learners)
proses pembelajaran sains di sekolah adalah berprestasi lebih baik dibandingkan dengan
metakognisi siswa umumnya yang tidak melakukan
Pengertian metakognisi telah banyak metakognisi, karena metakognisi memungkinkan
dikemukakan oleh para ahli. Menurut Flavell siswa melakukan perencanaan, mengikuti
(1979) metakognisi merupakan kesadaran otomatis perkembangan, dan memantau proses
pebelajar akan pengetahuan dan kemampuan belajarnya.
untuk memahami, mengontrol, dan memanipulasi Keterampilan metakognisi merupakan
proses-proses kognitifnya; proses mengetahui dan suatu kajian yang menarik untuk dibahas, karena

18
keterampilan ini besar manfaatnya dalam Siswa perempuan memiliki keterampilan
memecahkan masalah kehidupan sehari-hari baik metakognisi, lebih tinggi dari siswa laki-laki.
di rumah maupun di masyarakat. Untuk itu Siswa berkemampuan awal tinggi memiliki
dilakukan penelitian dengan tujuan untuk metakognisi lebih tinggi dari pada siswa
mengetahui keterampilan metakognisi siswa SMP berkemampuan awal rendah
Negeri di kota Malang berdasarkan kemampuan Hasil pengujian hipotesis untuk data
awal, tingkat kelas, dan jenis kelamin. metakognisi menunjukkan Ho ditolak pada
signifikansi (p<α 0,05), berarti terdapat
METODE PENELITIAN perbedaan keterampilan metakognisi baik
berdasarkan kemampuan awal, tingkatan kelas,
Penelitian ini dilaksanakan di seluruh maupun jenis kelamin.
SMP Negeri kota Malang pada tahun ajaran Untuk level metakognisi umumnya
2007/2008. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP menunjukkan kemampuan
siswa SMP Negeri kota Malang yang berjumlah metakognisinya OK berarti mereka sudah
17.162 siswa dan jumlah sampel sebanyak 4000 menyadari proses berpikirnya sendiri dan dapat
siswa. menggunakan strategi ini untuk mengatur
Instrumen yang digunakan untuk berpikir dan belajarnya sendiri. Sebagian kecil
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah: siswa telah mampu menggunakan keterampilan
Metacognitive Junior Inventory diadaptasi dari metakognisi secara teratur untuk mengatur
Panoura (2006) dan Rating scale Keterampilan proses berpikir dan belajarnya sendiri, dan
Metakognisi siswa untuk mengukur tingkat menyadari banyak strategi berpikir, mampu
keterampilan metakognisi diadaptasi dari Green menggunakannya dengan lancar dan
Robin, (2002). merefleksikan proses berpikirnya.
Terdapat perbedaan keterampilan
HASIL DAN PEMBAHASAN metakognisi siswa berdasarkan kemampuan
awal, menunjukkan bahwa kemampuan awal
Hasil penelitian terhadap keteram-pilan (NEM) merupakan salah satu faktor yang
metakognisi siswa SMP Negeri di Malang mempengaruhi kemampuan berpikir, dan siswa
disajikan pada Tabel 2 berikut ini yang pandai (berkemampuan awal tinggi) tingkat
penalarannya juga tinggi. Hal ini seperti yang
Tabel 1. Keterampilan Metakognisi Siswa dikemukakan oleh Corebima (2005) bahwa bagi
Berdasarkan Kemampuan Awal, Tingkat Kelas, mereka yang tingkat penalarannya lebih tinggi,
dan Jenis Kelamin mampu menguji hipotesis keilmuan maupun
mengidentifikasi variabel, serta lebih mampu
Berdasarkan Metakog Level dalam menganalisis data. Hal ini ditemukan juga
nisi Metakognisi oleh Miranda (2008), bahwa keterampilan
Kemampu Tinggi OK metakognisi siswa berkemampuan akademik
89,12 tinggi lebih tinggi dari siswa berkemampuan
an Awal Rendah OK akademik rendah.
88,46
Duning dkk (2003, dalam Coutinho,
Tingkat 7 OK 2007) menyatakan metakognisi merupakan
90,08
Kelas 8 OK prediktor yang kuat dalam prestasi akademik.
88,97 Siswa dengan tingkat metakognisi baik/tinggi
9 OK akan memperlihatkan prestasi akademik yang
86,99
Jenis Peremp OK lebih baik dibandingkan siswa dengan tingkat
uan 89,93 metakognisi yang tidak baik/rendah
Kelamin Laki- OK Metakognisi siswa kelas 7 berbeda
laki 87,31 nyata dengan siswa kelas 8 dan siswa kelas 9.
Hal ini menunjukkan siswa kelas 7 lebih mampu
Dari Tabel 1 menunjukkan secara umum dalam mengatur strategi metakognisi
metakognisi menunjukkan level OK. Metakognisi dibandingkan siswa kelas 9. Penyebabnya adalah
paling rendah pada siswa kelas 9, sedangkan siswa kelas 7, merupakan siswa yang
metakognisi paling tinggi pada siswa kelas 7. mendapatkan situasi, lingkungan baru, dan
kebiasaan belajar yang berbeda dengan ketika

19
mereka masih di sekolah dasar (SD), sehingga banyak unggul adalah anak laki-laki daripada
mereka lebih mengikuti aturan yang berlaku di anak perempuan.
sekolah. Kebiasaan belajar yang baru ini Dari hasil wawancara dengan siswa
dipengaruhi oleh lingkungan yaitu teman-teman perempuan ternyata mereka punya kebiasaan
yang baru mereka kenal, sehingga mereka lebih belajar, mengerjakan tugas/rumah setiap hari
serius dalam belajar dan mengerjakan tugas yang sepulang dari sekolah, sehingga tugas/PR akan
diberikan oleh guru. Sedangkan bagi siswa kelas selalu selesai pada hari itu juga. Kebiasaan
9, mereka akan menghadapi UN sehingga waktu banyak siswa laki-laki menyelesaikan tugas/PR
belajar mereka lebih banyak dalam mengikuti uji ketika akan dikumpulkan oleh guru. Lebih lanjut
coba UN, hal ini tidak membutuhkan strategi Harris (1998 dalam Sugiarto: 2007) mengatakan
metakognisi. Mereka belajar hanya dengan tujuan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
untuk mendapatkan nilai yang tinggi dari uji coba perbedaan dalam sikap belajar. Misalnya
yang dilakukan berkali-kali. Temuan ini berbeda perempuan biasanya menggunakan strategi
dengan hasil penelitian Rusnak (1995; Justice dan belajar yang lebih banyak dibandingkan dengan
Dornan, 2001 dalam Cooper, 2004) yaitu adanya laki-laki. Perbedaan karakteristik ini dapat
perbedaan tingkat pengetahuan metakognitif berpengaruh terhadap kemampuan skimming
tentang bagaimana belajar dan bagaimana mereka. Goodwyn dalam Sugiarto (2007),
menggunakan strategi belajar antara siswa yang bahwa dalam hal kemampuan antara laki-laki
lebih muda dengan siswa yang lebih dewasa. dan perempuan sebenarnya tidak ada perbedaan
Temuan ini penelitian ini juga berbeda dengan yang esensial, tetapi perbedaan itu terletak pada
pernyataan Schraw dan Moshman (1999 dalam sikap. Perbedaan sikap ini juga terjadi dalam
Cooper, 2004) bahwa perkembangan pengetahuan mengimplementasikan strategi-strategi belajar.
metakognisi dimulai dari usia muda dan akan terus
berlanjut selama proses pendewasaan. SIMPULAN
Hasil analisis varian menunjukkan rerata
keterampilan metakognisi siswa perempuan lebih Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
tinggi dari siswa laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan metakognisi siswa
siswa perempuan lebih mampu dalam berpikir umumnya menunjukkan pada level OK, berarti
kritis dan mengatur cara berpikirnya sehingga mereka sudah menyadari proses berpikirnya
hasil belajar juga akan lebih tinggi. Setelah sendiri dan dapat menggunakan strategi
dicermati dalam pemberian inventori atau metakognisi ini untuk mengatur berpikir dan
mengerjakan tes umumnya siswa perempuan lebih belajarnya sendiri. Metakognisi paling rendah
tekun dan berkonsentrasi, sedangkan siswa laki- pada siswa kelas 9, sedangkan metakognisi
laki lebih banyak bermain. Demikian juga hasil paling tinggi pada siswa kelas 7. Siswa
pengamatan selama kegiatan pembelajaran perempuan memiliki keterampilan metakognisi,
biologi, siswa perempuan lebih serius dalam lebih tinggi dari siswa laki-laki. Siswa
melakukan pengamatan, banyak bertanya, berani berkemampuan awal tinggi memiliki
dalam mempresentasikan baik hasil pengamatan metakognisi lebih tinggi dari pada siswa
maupun dalam kegiatan diskusi. berkemampuan awal rendah
Berdasarkan perbedaan gender dan
merujuk pada beberapa temuan, Guilford (1967) SARAN
dalam Hawadi (2008) menyatakan bahwa otak
kanan pada laki-laki berkembang lebih baik dan Kepada guru harus lebih meningkatkan
sebaliknya otak kiri anak perempuan lebih lagi keterampilan metakognisi seluruh siswa
berkembang baik. Dengan demikian memang ada SMP Negeri di kota Malang terutama melalui
perbedaan jenis kelamin di dalam kemampuan proses
penalaran matematik dan sains, dimana yang lebih
pembelajaran.

20
DAFTAR PUSTAKA Livingston, J.A. 1997. Metacognition and
Overview. Online.
Arends, R.I. 1998. Learning to Teach. http://www.gse.bufaloedu/fas/shuel/cep564/
New York: MC Grow Hill. Inc metacog.htm.
Diakses tanggal 2 maret 2006
Corebima, A.D. 2007. Metakognisi Suatu
Ringkasan Kajian. Makalah. Jogyakarta: Mustapha, Rafiei. 2005. Kajian Tentang
Diklat Guru Mata pelajaran Biologi Kemahiran Berfikir Kristis dan Kreatif
(KBKK) Dalam Pengajaran dan
Coutinho, Savia A. 2007. The Pembelajaran Bahasa Melayu Sekolah
Relationship between Goals Metacognition Menengah. Panitia Bahasa dan
and Academic Success. Northem Ilionis Kesusasteraan Melayu, Jemaah Nazir
University. United State of America. Sekolah, Kementerian Pendidikan. On line.
Educate- Vol 7 No. 1 : 39-47. Diakses 20 Februari 2007

Flavell. 1979. Metacognitive Skill. On Panaoura, A & Philippou, G. (2006).


line.http://education.colomet.perdue.edu/vo The Measurement of Young Pupils´
ckell/edpsybook7/edpsy7.introhtm. Metacognitive Ability in Mathematics: The
Diakses tanggal 12 Oktober 2006 Case of Self-Representation and Self-
Evaluation. Department of Education,
Green, Robin. 2002. Better Thinking University of Cyprus. Online: Diakses
Better Learning An Introduction To tanggal 11 Maret 2006
Cognitive Education. On line http://cerme4.crm.es/Papers%20definitius/2/
http://curriculum.pgwc.gov.za/curr_dev/cu panaouraphilippou.pdf.pdf
r_home/better_think/index.htm diakses 6
Oktober 2007 Peter, S.M. 2000. Does contructivist
Epistemology Have a Place in Nurse
Hawadi, Reni Akbar. 2008. Beda Education. Journal of Nursing Education.
Bakat Anak Perempuan dan Laki-laki. 39 (4): 166-170
Online
http://puskat.psikologi.ui.edu/index2.php?o Sugiarto. 2007. Perbedaan Hasil Belajar
ption=com_content&do_pdf=1&id=23 Membaca Antara Siswa dan Siswi.
Diakses 13 November 2008 http://infosiswa.blogspot.com/2007/06/per
bedaan-hasil-belajar-membaca-
Imel, S. 2002. Metacognition antara.html. Diakses 13 November 2008
Background Brief from the QLRC News
Summer 2004. On line. Santoso, Sugeng. 2007. Pengajaran Sains. On
http://www.cete.org/acve/docs/tia.0017.pdf line.
. Diakses 10 http://www.cbe.indoneia.org/id/index.php
November 2006 Diakses tanggal 24 November 2007

Krulik, S. and J.A. Rudnick.1996. The


New Sourcebook for Teaching Reasoning
and Problem Solving in Junior and Senior
High Class. Needham Heights Massshussets
02194: Allyn and Bacon A Simon &
Schuster Company

21

Anda mungkin juga menyukai