Anda di halaman 1dari 6

1.

KONSEP FILSAFAT DALAM KAJIAN TEOLOGI ISLAM


a. PENGERTIAN TEOLOGI
Secara etimologi, kata Teologi, berasal dari bahasa Yunani. Theos
berarti Tuhan, dan Logos berarti Ilmu. Jadi Teologi berarti “ilmu
tentang Tuhan atau ilmu Ketuhanan”.1 Secara Terminologi, Teologi
merupakan suatu disiplin ilmu yang secara kongkrit membicarakan
tentang ketuhanan, dan pemikiran sistematis yang berhubungan dengan
alam semesta.
Pengertian Teologi yang hampir serupa, di temukan pula dalam
Encyclopedia of Philosophy, di sebutkan tentang pengertian Teologi,
yakni “science of religion, dealing herefore with god, and man his
realtion to god”, artinya : Teologi merupakan pengetahuan tentang
agama, yang karenanya membicarakan tentang Tuhan dan manusia
dalam pertaliannya dengan Tuhan.
Pengertian-pengertian Teologi yang di sebutkan kelihatannya
sejalan dengan pengertian yang di temukan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, yakni Teologi adalah sebagai pengetahuan tentang
ketuhanan mengenai sifat-sifatnya dan dasar-dasar kepercayaan
kepada-nya dan agama.
Dapat disimpulkan bahwa Teologi adalah ilmu yang membahas
tentang ketuhanan, dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan,
dengan menggunakan akal dan wahyu. Akal adalah daya berfikir
manusia berusaha untuk sampai kepada Tuhan. Sedangkan wahyu
adalah berita yang datang dari Tuhan, diturunkan kepada manusia
dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan, dan kewajiban-
kewajiban manusia terhadap tuhan. Pokok pembahasan Teologi adalah
tuhan dan segala sesuatu yang terkait dengan-Nya
Teologi dalam islam biasa di sebut ilmu kalam, yang berarti ilmu
perbincangan yang panjang menjelang disusun secara sistematis oleh
Abu Hasan Al-Asyari. Disebut juga dengan ilmu tahuid, yang berarti

1
Abdul Hamid, MA, filsafat Islam, h. 19
ilmu Keesaan, sebab inti permasalahanya adalah masalah keesaan
Tuhan secara murni.

b. Latar Belakang Munculnya Aliran Teologi Dalam Islam

Munculnya aliran Teologi dalam islam dilatarbelakangi oleh


suksesi kepemimpinan dari Usman Bin Affan ke Ali Bin Abi Thalib.
Masa pemerintahan Ali merupakan era kekacauan dan awal
perpecahan dikalangan umat islam, tetapi sebenarnya bibit-bibit
perpecahan itu mulai pada akhir kekuasaan Khalifah Usman Bin
Affan.

Pada masa pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib, perang


secara fisik beberapa kali terjadi antara pasuka Ali melawan para
penentangnya. Peristiwa ini telah menyebabkan terkoyaknya persatuan
dan kesatuan umat islam. Sejarah mencatat paling tidak, dua perang
besar terjadi pada masa pemerintahan Ali, yaitu Perang Jamal (Perang
Unta) yang terjadi antara Ali dan Zubair bin Awwam dan Talhah bin
Ubaidillah yang didukung oleh Siti Aisyah isteri Rasulullah,serta
Perang Siffin yang berlangsung antara pasukan Ali melawan tentara
Muawiyah Bin Abu Sufyan.
Setelah khalifah Usman wafat, Ali bin Abi Thalib terpilih sebagai
khalifah yang ke-empat, tetapi ia mendapat tantangan dari pemuka-
pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talhah dan Zubeir
dari mekkah yang mendapat dukungan dari Aisyah istri Rasul.
Peperangan ini terjadi di Irak pada tahun 656 M yang dikenal dengan
perang jamal peperangan ini dimenangkan oleh pihak, Ali Talhah dan
Zubeir mati terbunuh sedangkan aisyah di kirim kembali ke Mekkah.
Tantangan kedua datang dari Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur
Damaskus dan musuh keluarga dekat Usman Bin Affan. Ia tidak
mengakui Ali sebagai khalifah, ia menuduh ali terlibat dalam
pembunuhan Usman, karena Muhammad ibn Abi Bakr salah seorang
pemberontak berasal dari Mesir yang berhasil membunuh Usman
adalah anak angkat dari Ali bin Abi Thalib, yang kemudian diangkat
oleh Ali menjadi Gubernur Mesir.
Peperangan melawan muawiyah ini terjadi di siffin tentara Ali
dapat mendesak tentara Muawiyah, tetapi pihak Ali mendesak supaya
menerima berdamai mengangkat Al-quran sebagian pihak Ali
mendesak supaya menerima tawaran tersebut, tetapi sebagian lainnya
menolak. Dengan demikian di lakukan perdamaian dengan
mengadakan arbitrase. Masing-masing pihak mengangkat utusan.
Pihak Ali mengutus Abu Musa al-Asyari yang di kenal dengan
ketaqwaanya,dan pihak muawiyah mengutus Amr ibn al-As yang
dikenal dengan kelicikannya. Antara keduannya terjadi kesepakatan
untuk menjatuhkan kedua toko yang bertikai. Tradisi menghendaki
Abu Musa sebagai yang tertua lebih dahulu mengumumkan putusan
menjatuhkan Ali, tetapi berlainan dengan apa yang telah disepakati,
Amr Ibn al-As mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan Ali yang
telah diumumkan Abu Musa dan menolak penjatuhan muawiyah.
Peristiwa ini merugikan Ali sebagai khalifah yang legal, dan
menguntungkan Muawiyah yang sebenarnya hanya seorang Gubernur,
tetapi dengan arbitrase kedudukannya naik menjadi khalifah.
Keputusan ini ditolak oleh Ali dan tidak bersedia meletakan jabatan
khalifah sampai ia mati terbunuh pada tahun 661 M.
Kebijakan Ali yang menerima arbitrase menimbulkan perpecahan
dikalangan tentaranya, kelompok yang tidak setuju memandang Ali
telah berbuat salah, oleh karenanya mereka meninggalkan barisannya,
dan mereka melawan Ali, belakangan dikenal dengan kaum Syi’ah.
Kelompok yang tidak setuju dengan arbitrase menganggap bahwa
orang yang terlibat dalam persoalan arbitrase, seperti Ali bin Abi
Thalib, Muawiyah, Amr bin Ash, Abu Musa al Asy-ari dan lain-lain
dianggap kafir, karena telah mengambil hukum yang tidak berdasarkan
Al-quran. Dengan demikian, persoalan politik yang terjadi Ali dan
para penentangnya pun menimbulkan persoalan-persoalan teologi
dalam islam, timbullah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang
bukan kafir, yang menjadi latarbelakang timbulnya aliran-aliran
teologi dalam islam seperti Syia’ah, khawarij,Murjiah, Muktazilah,
Asy’ariyah, Maturidiyah, Jabariyah, Qadariyah dan Ahlusunnah wal
jamaa’ah.
Di samping itu, bertambah luasnya daerah kekuasaan islam ke luar
arabia menyebabkan terjadinya benturan secara langsung dengan
berabagai keyakinan keagamaan dan berbagai aliran pemikiran.
Dengan demikian, segala sesuatunya dipermasalahkan, terutama
persoalan metafisika, maka untuk menangkis setiap tantangan datang
dari luar islam itu di susunlah berbagai argument, terutama tentang
keesaan Tuhan.
c.Aliran-Aliran Teologi Dalam Islam
dalam masalah teologis muncul persoalan mengenai perbuatan
manusia dalam kaitannya dengan perbuatan tuhan pertanyaan di sekitar
persoalan diantaranya apakah manusia melakukan perbuatannya
sendiri atau tidak? Apakah perbuatan yang dilakukan oleh manusia
terdapat campur tangan (intervensi) dari tuhan yang mengatur alam
raya ini beserta seluruh isi nya? Kalau tuhan ikut campur dalam
perbuatan manusia, sampai sejauh mana intervensi Tuhan tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengusik para ulama kalam
(Mutakallimin) untuk membahasnya.
1. Mu’tazilah
Mu’tazilah berasal dari kata ‘i’tizal yang berarti
menyisihkan diri. Bagi mutazilah, pelaku dosa besar tidak kafir,
tetapi tidsk pula mu’min. Pelaku dosa besar mengambil tempat
diantara dua posisi, yaitu mu’min dan kafir yang di kenal dengan
istilah manzilah bain al manzilatain.
Kelompok mu’tazilah dikenal rasional, yaitu lebih
mengutamakan akal dari pada Al-quran dan al-hadist sungguh pun
demikian, mereka tidak meninggalkan wahyu oleh karena itu,
teologi mereka bercorak liberal.2
2. Jabbariyah
Kata jabbariah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa.
Dalam bahasa inggris, jabbariah disebut fatalism atau
predestination, yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan
manusia telah ditentukan semula oleh qadha dan qadar Allah.3
Dikatakan demikian karena segala sesuat yang terjadi bukanlah
atas kehendak manusia itu sendiri, akan tetapi perbuatan itu terjadi
atau terlaksana adalah atas kekuasaan Allah semata. Seumpama
terbit dan terbenam nya matahari, pahala dan siksa. Manusia dalam
hal ini bagaikan kapas, kemana angin bertiup kesanalah kapas
pergi. Dengan demikian dapat ditemukan, bahwa Allah akan
memperbuat sesuatu adalah atas kehendak, karena kekuasaan dan
kemutlakan-Nya dalam berbuat.4
3. Qadariah pendapat yang bertolak belakang dengan pendapat
jabbariyah adalah paham qadariyah yang dipelopori oleh Ma’bad
al-juhani. Ia berpendapat bahwa manusia menciptakan
perbuatannya sendiri, tuhan tidak turut campur dalam urusan
manusia. Jadi manusia bebas menentukan nasibnya sendiri
(qadariyah)
4. Ahlussunnah waljama’ah
Paham Asy’ariah dan Maturidiah lebih dikenal dengan paham
ahlussunnah wal jama’ah. Pendiri paham ini adalah Abu Hasan al-
Asy’ari dan Abu Mansur Muhammad al-Maturidi. Aliran ini tidak
bersifat tradisional, tetapi tidak pula liberal seperti mu’tazilah .
Ahlussunnah wal jama’ah berusaha mengintergrasikan
teologi jabariah dan qadariah, yaitu dengan keyakinan bahwa
manusia hanya dapat berusaha, namun hasilnya hanya tuhan yang
2
Abdul Hamid, MA. Filsafat islam, h. 26
3
Abdul Rozak, ilmu kalam,(Bandung; Pustaka Setia, 2001),h 63
4
W. Munawwir, kamus Al-Munawwir, (yogyakarta; Pustaka Progressif, 1984), h. 164
menentukan. Daya untuk berbuat sebenarnya bukanlah daya
manusia, tetapi daya Tuhan, usaha manusia terletak di dalam
lingkungan kekuasaan daya yang diciptakan, dan diwujudkan
dengan perantaraan daya yang diciptakan,
KESIMPULAN

Teologi merupakan disiplin ilmu yang menerangkan tentang pribadi


ketuhanan. Baik sifat – sifat nya maupun tindak lakunya. Di dalam islam sering
dinamakan ilmu kalam, yang merupakan cabang dari ilmu tauhid. Dimana ilmu
kalam memberikan porsi naqli terhadap adanya Alloh S.W.T.

Umumnya ilmu ini digunakan untuk menguatkan dalil naqli (syar’i) yang
terdapat pada nash ( Al-Qur’an dan Hadis ). Akan tetapi terdapat sekte-sekte yang
memberikan porsi lebih pada akal oleh Mu’tazilah, Khawarij, dan Syiah.
Sementara yang tidak menyetujui hal itu adalah As’ariyah, Maturidiya.

Teologi bukan muncul karena bukan hanya gejola politik pada masa khalafa
rasyidin, akan tetapi muncul karena perbedaan pemikiran antar imam, antar guru
dan murid. Maka dari itu memang perbedaan adalah rahmatan lil’alamin.

Salah satu kasih sayang dari Alloh S.W.T kepada umatnya, agar mereka
beragam dalam menjalani kehidupan di dunia fana dan demi mendapatkan ridha-
Nya.

Anda mungkin juga menyukai