PEMUAIAN ZAT
(T4)
Ahmad Fauzan Rizaldy, Annge Rani Liono, Resty Fathma Indah Kurnia, Zerina Rahmawati, Elfa
Erliana, dan Andi Ichsan Mahardika, M.Pd
Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Brigjen H. Hasan Basri, Banjarmasin 70123
E-mail: info@unlam.ac.id
Abstrak— Percobaan pemuaian zat bertujuan menentukan Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diambil rumusan
pengaruh jenis zat terhadap pemuaian zat padat dan masalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh jenis zat
menentukan pengaruh suhu terhadap pemuaian berbagai zat. terhadap pemuaian zat padat dan bagaimana pengaruh suhu
Dengan memanipulasi jenis batang, pemuaian zat padat;
terhadap pemuaian pada zat cair dan gas ?”.
memanipulasi jenis zat cair, pemuaian zat cair; memanipulasi
suhu akhir T, pemuaian zat gas. Manipulasi jenis batang Adapun tujuan dari percobaan ini adalah agar dapat
diperoleh pertambahan panjang batang, yaitu (9,0+0,5)×10-3m, menentukan pengaruh jenis zat terhadap pemuaian zat padat
(7,0+0,5)×103m, (4,0+0,5)×10-3m, sesuai dengan teoritisnya. dan menentukan pengaruh suhu terhadap pemuaian pada zat
Manipulasi jenis zat cair diperoleh koefisien muai volume, yaitu cair dan gas.
(3,0+1,0)×10-3/C0, (3,60+0,82)×10-3/C0, dan (2,90+0,41)×10-3/C0,
berbeda dengan nilai teoritisnya, yaitu 210×10-6/C0. Manipulasi
suhu akhir T diperoleh pemuaian volume, yaitu kecil, sedang, II. KAJIAN TEORI
dan besar, sesuai dengan teoritis. Kendala yaitu kurangnya
ketelitian praktikan dalam menggunakan alat ukur. Salah satu sifat zat pada umumnya adalah mengalami
perubahan dimensi/ukuran (panjang, luas, dan volume) jika
Kata Kunci— Jenis Batang, Koefisien Muai, Pemuaian Zat,
dikenai kalor. Jika suatu zat diberi kalor maka zat tersebut
dan Suhu.
akan mengalami:
• Perubahan suhu (mengalami kenaikan suhu).
• Perubahan wujud/fase.
I. PENDAHULUAN • Pemuaian/ekspansi (mengalami pertambahan ukuran),
besar kecilnya pertambahan dipengaruhi jenis benda,
Padat
Alumunium 75 × 10-6
Dengan, β = koefisien muai luas (/ ℃ )
Kuningan 56 × 10-6
A = luas benda setelah dipanaskan ( m2 ) atau Kaca (biasa) 27 × 10-6
( cm )
2 Kaca (pyrex) 9 × 10-6
Timah hitam 87 × 10-6
A0 = luas benda mula-mula ( m2 ) atau ( cm2 ) Baja dan besi 35 × 10-6
∆T = perubahan suhu / kenaikan suhu (C ° ) Kuarsa 1 × 10-6
T = suhu setelah dipanaskan ( ℃ ) atau (K) Marmer 4 × 10-6 – 10 × 10-6
T0 = suhu mela-mula ( ℃ ) atau (K)[5]. Cair
c. Muai volume Bensin 950 × 10-6
Pada zat cair dan zat gas hanya dikenal pemuaian volume. Air raksa 180 × 10-6
Jadi, pada umumnya volume bertambah ketika suhunya Etil alkohol 1100 × 10-6
dinaikkan. Karena molekul zat cair dan zat gas lebih bebas Gliserin 500 × 10-6
dibandingkan molekul zat padat, maka pemuaiannya lebih Air 210 × 10-6
besar dibandingkan zat padat. Perbedaan pertambahan volume
Gas
disebabkan oleh koefisien muai volume ( γ ) . Koefisien
Udara
muai volume adalah bilangan yang menunjukkan (sebagian besar 3400 × 10-6
bertambahnya volume benda dari volume asalnya perkenaikan gas pada
suhu. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. tekanan
atmosfer)
V =V o ( 1+γ ∆ T ) (6)
Adapun persamaan lain yang dikhususkan untuk muai
Berdasarkan persamaan diatas, kita dapat memperoleh
volume gas sebagai berikut
persamaan koefisien muai volume ( γ ¿ sebagai berikut.
atau γ=
V −V 0
(7)
(
V t =V o 1+
∆T
273 ) (8)
Zat
Koefisien muai volume, γ V =V o ( 1+γ ∆ T ) (9)
(/C0)
Dengan, ∆V = perubahan volume (m3) atau (cm3)
Vt = volume akhir zat cair (m3) atau (cm3)
V0 = volume mula-mula zat cair (m3) atau (cm3)
γ = koefisien muai volume (/ ℃ )
∆ T =¿ perubahan suhu (C ° )
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIKA DASAR I 4
Sama halnya dengan zat padat, pemuaian pada zat cair juga dijaga konstan. Pernyataan tersebut dikenal sebagai Hukum
diakibatkan oleh gerakan partikel yang semakin cepat dan Charles, dan dituliskan :
saling bertumbukan. Alat yang digunakan untuk menyelidiki V
pemuaian zat cair disebut labu didih. Contoh dalam kehidupan V ∝T atau =konstan , atau
T
sehari-hari pemuaian zat cair adalah ketika kita memanaskan
panci yang berisi air[6]. (11)
V1 V2
3. Pemuaian zat gas
=
Dengan, V = volume gas pada tekanan tetap (m 3) atau
Pemuaian pada zat gas juga berbeda dengan pemuaian
(cm3)
pada zat padat dan zat cair. Salah satu perbedaan antara zat gas
T = suhu mutlak gas pada tekanan tetap ( ℃
dengan zat padat dan zat cair adalah volume zat gas dapat
) atau (K)
diubah-ubah dengan mudah. Alat yang digunakan untuk
menyelidiki pemuaian zat gas disebut dilatometer. Sama V 1 = volume gas pada keadaan I (m3) atau (cm3)
seperti sebelumnya, pemuaian pada zat gas juga diakibatkan V 2 = volume gas pada keadaan II (m3) atau (cm3)
oleh gerakan partikel yang semakin cepat dan saling T 1 = suhu mutlak gas pada keadaan I ( ℃ )
bertumbukan.[2]
atau (K)
Adapun hukum-hukum tentang pemuaian zat gas sebagai
T 2 = suhu mutlak gas pada keadaan II ( ℃ )
berikut.
atau (K)
a. Hukum Boyle
Untuk jumlah gas tertentu, ditemukan secara eksperimen c. Hukum Gay Lussac
bahwa sampai pendekatan yang cukup baik, volume gas Hukum Gay Lussac berasal dari Joseph Gay Lussac (1778
berbanding terbalik dengan tekanan yang diberikan padanya - 1850), menyatakan bahwa pada volume konstan, tekanan gas
ketika suhu dijaga konstan, yaitu: berbanding lurus dengan suhu mutlak, dituliskan:
P
1 P∝ T atau =konstan , atau
V∝ (T konstan) T
P
dengan P adalah tekanan absolut (bukan “tekanan ukur”). Jika (12)
P1 P2
tekanan gas digandakan menjadi dua kali semula, volume =
diperkecil sampai setengah nilai awalnya. Hubungan ini Dengan, P1 = tekanan gas pada keadaan I (m3) atau (cm3)
dikenal sebagai Hukum Boyle, dari Robert Boyle (1627 -
P2 = tekanan gas pada keadaan II (m3) atau (cm3)
1691), yang pertama kali menyatakan atas dasar percobaannya
sendiri. Hukum Boyle juga dapat dituliskan : T 1 = suhu mutlak gas pada keadaan I ( ℃ )
atau (K)
PV =konstan atau P1 V 1=P 2 V 2 (10) T 2 = suhu mutlak gas pada keadaan II ( ℃ )
atau (K)
Dengan, P = tekanan gas pada suhu tetap (Pa)
V = volume gas pada suhu tetap (m3) atau d. Hukum Boyle-Gay Lussac
3
(cm ) Pada hokum persamaan gas ideal (Boyle-Gay Lussac) gas
P1 = tekanan gas pada keadaan I (Pa) dalam keadaan standar yaitu pada suhu 00C dan tekanan 1 atm.
Persamaan hukum Boyle-Gay Lussac dituliskan sebagai
P2 = tekanan gas pada keadaan II (Pa)
berikut :
V 1 = volume gas pada keadaan I (m 3) atau
(cm3) (13)
V2 = volume gas pada keadaan II (m3) atau
PV R T
dengan, n menyatakan jumlah mol dan R adalah konstanta
(cm3) pembanding. R disebut konstanta gas umum (universal) karena
nilainya secara eksperimen ternyata sama untuk semua gas.
b. Hukum Charles Nilai R, pada beberapa satuan adalah sebagai berikut:
Sampai pendekatan yang baik, volume gas dengan jumlah R = 8,315 J/molK, ini merupakan satuan dalam SI
tertentu berbanding lurus dengan suhu mutlak ketika tekanan
R = 0,0821 Latm/molK
R = 1,99 kal/molK[4].
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIKA DASAR I 5
Gambar 3.5. Tabung Erlenmeyer Gambar 3.9. Termometer, pipa kapiler, dan penyumbat
besar. Dan pada percobaaan pemuaian zat gas: Semakin besar manipulasinya adalah suhu ( T ), yaitu mengubah-ubah
suhu ( T ) yang diberikan, maka semakin besar pula suhu ( T ) sebanyak tiga kali selama percobaan yang
volume akhir ( V a ) udara dalam balon. suhunya diukur dengan menggunakan termometer, yaitu
Pada percobaan ini yang menjadi variabel dan definisi berturut-turut sebesar (35,0 + 0,5)0C, (50,0 + 0,5)0C, dan (65,0
operasional variabel yaitu sebagai berikut. Pada percobaan + 0,5)0C. Variabel responnya adalah volume akhir ( V a ),
pemuaian zat padat yang menjadi variabel manipulasinya yaitu mengukur volume akhir udara dalam balon secara
adalah jenis batang logam yang digunakan, yaitu mengubah kualitatif, yaitu sedikit, sedang, dan banyak. Dan variabel
tiga jenis batang logam yang memiliki koefisien muai panjang kontrolnya adalah jenis balon, volume awal (pada saat balon
( α ) yang berbeda pada tiap percobaan, yaitu alumunium, kempis) ( V 0 ), dan suhu ruangan (suhu awal) (T0), yaitu
tembaga, dan besi. Variabel responnya adalah pertambahan selama percobaan menggunakan jenis balon yang sama dan
panjang ( ∆ l ) ketiga batang logam, yaitu mengukur tetap pada tiap percobaan, menggunakan volume awal (
pertambahan panjang batang logam yang ditunjukkan oleh V 0 ) yang sama dan dijaga tetap, yaitu pada keadaan balon
skala pada alat musschenbroek, yaitu pada batang logam
kempis dan menggunakan suhu ruangan (suhu awal) (T 0) yang
alumunium, tembaga, dan besi secara berturut-turut sebesar
tetap, yaitu sebesar (28,0 + 0,5)0C. Adapun rancangan
(9,0 + 0,5)×10-3 m, (7,0 + 0,5) ×10-3 m, dan (4,0 + 0,5)×10-3 m.
percobaan kali ini sebagai berikut.
Dan variabel kontrolnya adalah panjang mula-mula logam (
l 0 ) dan waktu ( t ), yaitu selama percobaan
menggunakan panjang mula-mula ketiga batang logam ( l 0
) sama dan dijaga tetap yang diukur dengan menggunakan
mistar, yaitu sebesar (20,00 + 0,05)×10-2 m dan menggunakan
waktu ( t ) yang sama untuk lamanya pemanasan ketiga
batang logam yang diukur dengan menggunakan stopwatch
analog, yaitu sebesar (60,0 + 0,1) s. Pada percobaan pemuaian
zat cair yang menjadi variabel manipulasinya adalah suhu
akhir zat cair (Ta), yaitu mengubah-ubah suhu akhir zat cair
(Ta) sebanyak tiga kali yang berbeda-beda pada tiap
percobaan, yaitu berturut-turut sebesar (35,0 + 0,5)0C, (40,0 + Gambar 3.13. Percobaan pemuaian zat padat dengan
0,5)0C, dan (45,0 + 0,5)0C. Variabel responnya adalah menggunakan musschenbroek
ketinggian akhir zat cair ( ha ), yaitu mengukur
pertambahan ketinggian air ( ha ) dipipa kapiler pada suhu
akhir ( T a ) dengan menggunakan mistar, yaitu berturut-
turut sebesar (3,80 + 0,05)×10-2 m, (5,00 + 0,05)×10-2 m, dan
(5,40 + 0,05)×10-2 m. Dan variabel kontrolnya adalah volume
awal ( V 0 ), ketinggian awal ( h0 ), suhu awal ( T 0 ),
jenis zat cair, dan diameter pipa kapiler ( D ), yaitu selama
percobaan menggunakan volume awal ( V 0 ) yang sama
dan dijaga tetap pada zat cair yang diukur dengan tabung
erlenmayer, yaitu sebesar (100 + 10)×10-6 m3, menggunakan
ketinggian awal ( h0 ) yang sama dan dijaga tetap yang
diukur dengan menggunakan mistar, yaitu sebesar (2,60 +
0,05)×10-2 m, menggunakan suhu awal ( T 0 ) yang sama
dan dijaga tetap yang diukur dengan menggunakan
termometer, yaitu sebesar (28,0 + 0,5)0C, menggunakan jenis
zat cair yang sama dan dijaga tetap yaitu air murni (aquades), Gambar 3.14. Percobaan pemuaian zat cair dengan
dan menggunakan diameter pipa kapiler ( D ) yang sama memanaskan zat cair dalam tabung erlenmeyer
dan dijaga tetap selama percobaan yang diukur dengan
menggunakan jangka sorong, yaitu sebesar (0,48 + 0,01)×10-2
m. Pada percobaan pemuaian zat gas yang menjadi variabel
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIKA DASAR I 8
∆l 1
α=
lo ∆ T
Dari persamaaan diatas dapat kita tentukan pertambahan
panjang (∆l) batang logam dengan persamaan:
Gambar 3.15. Percobaan pemuaian zat gas dengan
memanaskan zat gas dalam tabung erlenmeyer ∆ l=α l 0 ∆T
∆l≈α
Langkah kerja pada percobaan ini sebagai berikut. Pada
percobaan pemuaian zat padat yang pertama kali dilakukan Teknik analisis untuk percobaan pemuaian zat cair yaitu
adalah mencatat jenis logam yang kita gunakan, yaitu besi, sebagai berikut.
tembaga, dan aluminium, kemudian mengatur posisi logam • Pertambahan tinggi air (h)
pada alat musschenbroek seperti Gambar 3.13, hanya h=ha−h0
menggunakan satu batang logam pada alat musschenbroek tiap ∆ h=∆ h a+∆ h0
pengukuran, untuk memperoleh pengukuran yang lebih akurat.
Setelah itu, meletakkan spiritus dibawah dan ditengah-tengah
∆h
KR= ×100
logam, kemudian menyalakan apinya, lalu memcatat h
perubahan skala setiap logam dalam waktu (60,0 + 0,1) s. DK =100 −KR
Pada percobaan pemuaian zat cair yang pertama kali PF= ( h± ∆ h ) m
dilakukan adalah mengukur diameter lubang pipa kapiler; • Perubahan suhu (T)
kemudian merangkai alat seperti Gambar 3.14, kemudian
T =T a−T 0
menentukan volume zat cair dan mengupayakan saat
memasukkan ke tabung erlenmeyer, termometer dan pipa ∆ T =∆T a +∆ T 0
kapiler ujungnya tercelup dalam zat cair. Setelah itu, ∆T
KR= ×100
menyalakan pembakar bunsen, lalu mencatat perubahan T
ketinggian air dipipa kapiler pada suhu yang telah ditentukan DK =100 −KR
(suhu akhir). Kemudian mengulangi langkah diatas dengan
PF= (T ± ∆ T ) C °
suhu akhir yang berbeda yaitu sebesar (35,0+0,5)0C, (40,0 +
0,5)0C, dan (45,0 + 0,5)0C. Pada percobaan pemuaian zat gas • Luas penampang pipa kapiler (A)
yang pertama kali dilakukan adalah merangkai alat seperti 1
l pipa= π D2
Gambar 3.15 dan memastikan balon terikat rapat dengan pipa 4
kapiler, kemudian menyalakan pembakar Bunsen, lalu 1
mencatat perubahan volume udara dalam balon setiap ∆ l pipa= πD ∆ D
2
kenaikan suhu, yaitu (35,0 + 0,5)0C, (50,0 + 0,5)0C, dan (65,0
∆ l pipa
+ 0,5)0C, dan mencatat hasil percobaan secara kualitatif KR= × 100
(volume kecil, sedang, besar). l pipa
Adapun teknik analisis yang digunakan pada percobaan DK =100 −KR
pemuaian zat padat adalah dengan memanipulasi jenis batang PF=(l pipa ± ∆ l pipa)m
2
[| | | | | |]
60,0 20,00 9,0
∆V ∆V0 ∆T m
∆ γ= + + ×γ Tembaga 60,0 20,00 7,0
V V0 T
∆γ Besi 60,0 20,00 4,0
KR= ×100
γ Berdasarkan Tabel 4.1. Dapat kita ketahui pada percobaan
DK =100 −KR pemuaian zat padat yang dimanipulasi adalah tiga jenis batang
logam yang memiliki koefisien muai panjang ( α ) yang
PF= ( γ ± ∆ γ ) /C0
berbeda, yaitu alumunium, tembaga, dan besi. Percobaan ini
Hubungan antara koefisien muai volume ( γ ), ketinggian diawali dengan mengatur posisi logam pada alat
akhir zat cair, dan pertambahan volume zat cair (∆V) yaitu musschenbroek yang ketiganya memiliki panjang awal sama
semakin tinggi suhu akhir zat cair (T a), maka ketinggian yaitu (20,00 + 0,05)×10-2 m, lalu memanaskannya selama
akhirnya (ha) akan semakin besar sehingga pertambahan (60,0 + 0,1) s. Kemudian, mengukur pertambahan panjang
volumenya (∆V) juga akan semakin besar. Untuk menentukan batang yang ditunjukkan skala alat musschenbroek, yaitu
besar koefisien muai volume zat cair dapat digunakan berturut-turut sebesar (9,0 + 0,5)×10-3 m, (7,0 + 0,5)×103 m,
persamaan: (4,0 + 0,5)×10-3 m.
Dari data tiga kali percobaan tersebut terlihat bahwa
V
γ= pertambahan panjang yang paling besar adalah batang
V 0 .T aluminium, kemudian tembaga, dan yang paling kecil adalah
besi, dengan perbandingan sebagai berikut.
Dan teknik analisis untuk percobaan pemuaian zat gas yaitu
Aluminium : Tembaga : Besi = (9,0 + 0,5)×10-3 m : (7,0 + 0,5)
semakin besar suhu ( T ) yang diberikan, maka semakin
×10-3 m : (4,0 + 0,5)×10-3 m = 9 : 7 : 4.
besar pula volume akhir ( V a ) udara dalam balon. Hal ini Hal yang mempengaruhi perbedaan panjang ketiga logam
sesuai dengan bunyi Hukum Charles yaitu: “Sampai adalah adanya perbedaan koefisien muai panjang ketiga
pendekatan yang baik, volume gas dengan jumlah tertentu logam. Aluminium adalah zat yang mempunyai koefisien muai
berbanding lurus dengan suhu mutlak ketika tekanan dijaga paling besar diantara ketiga benda tersebut, yaitu sebesar
konstan”. Secara matematis dapat dituliskan: 24×10-6/oC, sehingga pertambahan panjang aluminium adalah
yang paling besar ketika dipanaskan. Kemudian koefisien
V1 V2
= muai panjang terbesar kedua diantara ketiga logam tersebut
T 1 T2 adalah koefisien muai panjang tembaga, yaitu 17×10-6/oC.
Lalu, besi adalah logam yang koefisien muai panjangnya
Untuk menentukan besar koefisien muai volume zat gas dapat
paling kecil diantara ketiga logam tersebut, yaitu 12×10-6/oC.
digunakan persamaan:
Hasil percobaan ini sesuai dengan teoritis, yaitu pertambahan
V panjang benda ( ∆ l ) berbanding lurus dengan koefisien
γ=
V 0 .T muai panjang ( α ), panjang awal ( l 0 ), dan perubahan
suhu ( ∆ T ), sehingga dengan panjang awal ( l 0 ) dan
perubahan suhu ( ∆ T ) dikontrol, semakin besar koefisien
IV. HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN muai panjang benda ( α ) maka akan semakin besar pula
Pada percobaan ini seperti yang telah diketahui dilakukan pertambahan panjang benda ( ∆ l ). Berdasarkan
melalui tiga percobaan. Adapun tujuan dari percobaan ini pernyataan tersebut pertambahan panjang batang logam dapat
adalah agar dapat menentukan pengaruh jenis zat terhadap dihitung dengan persamaan:
pemuaian zat padat dan menentukan pengaruh suhu terhadap ∆ l=α l 0 ∆T
pemuaian pada zat cair dan gas.
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIKA DASAR I 10
∆l≈α h=ha−h0
dan diperoleh pertambahan tinggi air ( h ) pada percobaan
Tabel 4.2. Hasil percobaan pemuaian zat cair
pertama, kedua, dan ketiga, yaitu berturut-turut (1,20 ±
Jenis (V0 ± 10)×10-6 (D ± 0,01)×10-2 (T0 ± 0,10)×10-2 m, (2,40 ± 0,10)×10-2 m, dan (2,80 ± 0,10)×10-2 m
Zat Cair m3 m 0,5) oC Untuk mencari luas penampang pipa kapiler dapat dicari
100 0,48 28,0 dengan persamaan berikut.
100 0,48 28,0 1
Aquades l pipa= π D2
100 0,48 28,0 4
dan diperoleh luas penampang pipa kapiler, karena diameter
pipa kapiler (D) tiap percobaan sama, maka luas penampang
(h0 ± 0,05)×10-2 (ha ± 0,05)×10-2 pipa kapiler tiap percobaan juga bernilai sama yaitu sebesar
(Ta ± 0,5) oC
m m
(18,08 ± 0,075)×10-4 m2.
35,0 2,60 3,80
Dari data tersebut dapat dicari perubahan volume ( V ¿
40,0 2,60 5,00
zat cair dengan persamaan berikut.
45,0 2,60 5,40
Berdasarkan Tabel 4.2. Dapat kita ketahui pada percobaan
V =l pipa × h
pemuaian zat cair yang dimanipulasi adalah suhu akhir zat cair dan diperoleh perubahan volume ( V ¿ pada percobaan
(Ta) sebanyak tiga kali yang berbeda-beda pada tiap pertama, kedua, dan ketiga, yaitu berturut-turut (21,60 ±
percobaan, yaitu berturut-turut sebesar (35,0 + 0,5)0C, (40,0 + 1,89)×10-6 m3, (43,40 ± 1,98)×10-6 m3, dan (50,60 ± 2,02)×10-6
0,5)0C, dan (45,0 + 0,5)0C. Percobaan ini diawali dengan m3.
mengukur diameter lubang pipa kapiler (D), yaitu sebesar Untuk mencari volume awal ( V 0 ) ketiga jenis zat cair
(0,48 + 0,01)×10-2 m. Kemudian, memanaskan zat cair dalam dapat dilihat pada Tabel 4.2. Percobaan Pemuaian Zat Cair,
tabung erlenmeyer dengan volume awal ( V 0 ), yaitu volume awalnya ( V 0 ) sama yaitu sebesar (100+10)×10-6
sebesar (100+10)×10-6 m3, suhu awal ( T 0 ) = (28,0 + m3.
0,5)0C, dan tinggi awal ( h0 ) = (2,60 + 0,05)×10-2 m, sama Untuk mencari perubahan suhu ( T ) dapat dicari
untuk ketiga percobaan. Kemudian, setelah mencapai suhu dengan persamaan berikut.
akhir ( T a ) yaitu berturut-turut sebesar (35,0 + 0,5)0C, T =T a−T 0
(40,0 + 0,5)0C, dan (45,0 + 0,5)0C, mengukur ketinggian akhir
dan diperoleh perubahan suhu ( T ) pada percobaan
zat cair ( ha ) pada pipa kapiler, yaitu berturut-turut (3,80 +
pertama, kedua, dan ketiga, yaitu berturut-turut (7,0 ± 1,0) oC,
0,05)×10-2 m, (5,00 + 0,05)×10-2 m, dan (5,40 + 0,05)×10-2 m.
(12,0 ± 1,0) oC, dan (17,0 ± 1,0) oC.
Untuk menentukan koefisien muai volume zat cair ( γ )
Berdasarkan data-data diatas dapat dicari koefisien volume
dapat ditentukan secara teoritis dan secara percobaan.
zat cair ( γ ). Pengukuran koefisien volume zat cair ( γ )
Menentukan koefisien muai volume zat cair ( γ ) teoritis
pada percobaan pertama, memberikan hasil pengukuran
dapat dicari dengan menggunakan tabel tetapan koefisien muai
koefisien volume zat cair ( γ ) sebesar (3,0 + 1,0)×10-3/C0,
volume ( γ ) pada bagian kajian teori, diperoleh koefisien
dengan kesalahan relatif sebesar 33,11% dan derajat
muai volume air ( γ ) secara teroritis sebesar 210×10-6 /Co.
kepercayaan sebesar 66,89%.
Untuk menentukan koefisien muai volume zat cair ( γ ) Pengukuran koefisien volume zat cair ( γ ) pada
secara percobaan dapat dicari dengan menggunakan percobaan kedua, memberikan hasil pengukuran koefisien
persamaan:
volume zat cair ( γ ) sebesar (3,60 + 0,82)×10-3/C0, dengan
V
γ= kesalahan relatif sebesar 22,77% dan derajat kepercayaan
V 0 .T sebesar 77,23%.
Untuk mencari koefisien muai volume zat cair ( γ ), Pengukuran koefisien volume zat cair ( γ ) pada
sebelumnya harus diketahui pertambahan volume ( V ), percobaan ketiga, memberikan hasil pengukuran koefisien
volume awal ( V 0 ), dan perubahan suhu ( T ). Untuk volume zat cair ( γ ) sebesar (2,90 + 0,41)×10-3/C0, dengan
mencari perubahan volume ( V ¿ , yang harus diketahui kesalahan relatif sebesar 14,14% dan derajat kepercayaan
sebesar 85,86%.
adalah pertambahan tinggi air ( h ) dan luas penampang
Dalam tiga kali pengukuran koefisien volume zat cair (
pipa kapiler. Untuk mencari pertambahan tinggi air ( h )
γ ) tersebut diperoleh hasil pengukuran koefisien volume
dapat dicari dengan persamaan berikut.