Anda di halaman 1dari 9

1.

Apa itu korupsi


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutar balik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono,
korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mencari keuntungan,  dan merugikan kepentingan umum. Menurut saya sendiri
tindakan korupsi merupakan tindakan dimana para pejabat public menggelapkan uang
untuk kepentingan pribadi sebagai pemuas kebutuhan dalah kehidupannya. Jadi
korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya denagan alasan
hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi terjadi
disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat
atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatas namakan pribadi atau
keluarga, sanak saudara dan teman. Hal itu akan masuk dalam dalam pembahasan
saya mengenai tindak korupsi Masyarakat Pancasila Dalam Persepektif Paradigma
Konflik Dan Sruktural Fungsional.
2. Apa yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi
Faktor internal
 Sifat Tamak/Rakus Manusia Korupsi yang dilakukan bukan karena kebutuhan primer,
yaitu kebutuhan pangan.Pelakunya adalah orang yang berkecukupan, tetapi memiliki
sifat tamak, akus, mempunyai hasrat memperkaya diri sendiri.Unsur penyebab tindak
korupsi berasal dari dalam diri sendiri yaitu sifat tamak/rakus.Maka tindakan keras
tanpa kompromi, wajib hokum nya.
 Moral yang kurang kuat Orang yang moralnya kurang kuat mudah tergoda untuk
melakukan tindak korupsi. Godaan bisa datang dari berbagai pengaruh di
sekelilingnya, seperti atasan, rekan kerja, bawahan, atau pihak lain yang memberi
kesempatan.
 Gaya hidup yang konsumtif Gaya hidup di kota besar mendorong seseorang untuk
berperilaku konsumptif. Perilaku konsumtif yang tidak diimbangi dengan pendapatan
yang sesuai, menciptakan peluang bagi seseorang untuk melakukan tindak korupsi.
 Keluarga, Keluarga dapat menjadi pendorong seseorang untuk berperilaku
koruptif.Menurut kaum bahviouris, lingkungan keluarga justru dapat menjadi
pendorong seseorang bertindak korupsi, mengalahkan sifat baik yang sebenarnya
telah menjadi karakter pribadinya.Lingkungan justru memberi dorongan bukan
hukuman atas tindakan koruptif seseorang
Faktor ekternal

 Aspek Sikap Masyarakat terhadap Korupsi


Penyebab korupsi dalam aspek ini ialah saat nilai-nilai di masyarakat itu
kondusif untuk terjadinya korupsi. Masyarakat tidak menyadari, bahwa yang
paling rugi atau korban utama dari adanya korupsi adalah mereka sendiri.
Selain itu, ada pula masyarakat yang tidak menyadari kalau mereka sedang
terlibat korupsi. Korupsi tentunya akan bisa dicegah dan diberantas, bila ikut
aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan. Untuk itu, diperlukan
adanya sosialisasi dan edukasi tentang kesadaran dalam menanggapi korupsi
di masyarakat. Berikut aspek sikap masyarakat yang memicu terjadinya
korupsi:

 Nilai-nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung terjadinya


korupsi. Semisal, masyarakat menghargai seseorang karena
kekayaan yang dimiliki. Akibatnya masyarakat menjadi tidak kritis
terhadap kondisi tersebut, seperti dari mana kekayaan dia berasal.

 Masyarakat menganggap bahwa korban yang mengalami kerugian


akibat terjadinya korupsi adalah negara. Padahal, justru pada
akhirnya kerugian terbesar dialami oleh mereka sendiri. Contoh,
akibat korupsi anggaran pembangunan menjadi berkurang,
pembangunan transportasi umum terbatas. Masyarakat juga yang
rugi besar, padahal sudah patuh membayar pajak.

 Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat dalam perilaku


korupsi. Setiap tindakan korupsi pasti melibatkan masyarakat, tapi
justru sudah terbiasa terlibat dalam tindak korupsi sehari-hari.
Masyarakat secara terbuka namun tidak disadari.

 Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi dapat dihentikan, bila


ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Umumnya masyarakat menganggap bahwa pencegahan dan
pemberantasan korupsi hanyalah tanggung jawab pemerintah.

 Aspek Ekonomi

Penyebab terjadinya korupsi berikutnya, dari aspek ekonomi. Hampir mirip


dengan perilaku konsumtif pada faktor internal. Bedanya, di sini lebih ditekankan
pada pendapatan seseorang. Bukan kepada sifat konsumtifnya. Pendapatan yang
dinilai tidak mencukupi, bisa menjadi penyebab terjadinya korupsi dilakukan
seseorang.

 Aspek Politik
Selanjutnya pada aspek politik, penyebab terjadinya korupsi karena
kepentingan politik serta haus kekuasaan, ingin meraih dan mempertahankan
jabatan. Biasanya dalam aspek politis ini, bisa membentuk rantai-rantai
korupsi yang tak terputus. Dari seseorang kepada orang lainnya.

 Aspek Organisasi
Penyebab terjadinya korupsi dari aspek organisasi, bisa terjadi karena
beberapa hal. Termasuk di antaranya sebagai berikut:

 Kurang adanya sikap keteladanan pemimpin.

 Tidak adanya kultur budaya organisasi yang benar.

 Kurang memadainya sistem akuntabilitas.

 Kelemahan sistem pengendalian manajemen.

 Pengawasan yang terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan


internal (pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh
pemimpin) dan pengawasan eksternal (pengawasan dari legislatif dalam
hal ini antara lain KPKP, Bawasda, masyarakat dll).

3. Bahaya korupsi
 Bahaya Korupsi terhadap Masyarakat dan Individu
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan
masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut
sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku
dengan baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri
sendiri (self interest), bahkan selfishness. Tidak akan ada kerja sama dan
persaudaraan yang tulus. Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara7
dan dukungan teoritik oleh para saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi
berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial.
Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan
individu baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain. Korupsi
juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat.
Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utama atau kemulyaan dalam
masyarakat. Theobald menyatakan bahwa korupsi menimbulkan iklim
ketamakan, selfishness, dan sinisism.9 Chandra Muzaffar menyatakan bahwa
korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan kepentingan diri sendiri di
atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan berpikir tentang dirinya sendiri
semata-mata.10 Jika suasana iklim masyarakat telah tercipta demikian itu,
maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan
masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.
 Bahaya Korupsi terhadap Generasi Muda
Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka
panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah
menjadi makanan sehari-hari, anak tumbuh dengan pribadi antisosial,
selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa
(atau bahkan budaya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa
dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.11 Jika generasi muda
suatu bangsa keadaannya seperti itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa
depan bangsa tersebut.
4. Jenis-jenis korupsi
 Korupsi uang negara
Jenis perbuatan yang merugikan negara ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
mencari keuntungan dengan cara melawan hukum dan merugikan negara serta
menyalahgunakan jabatan untuk mencari keuntungan dan merugikan negara.
Syaratnya harus ada keuangan negara yang masih diberikan. Biasanya dalam
bentuk tender, pemberian barang, atau pembayaran pajak sekian yang dibayar
sekian. Di sektor industri alam kehutanan atau pertambangan, korupsi bisa
berupa policy tax agar mereka menyetorkan sekali pajak.
 Korupsi suap menyuap
Jenis-jenis korupsi berikutnya adalah korupsi suap menyuap yang merupakan
tindakan pemberian uang atau menerima uang atau hadiah yang dilakukan
oleh pejabat pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana perbedaan hukum formil dan
materiil. Contoh dari kasus korupsi suap-menyuap seperti menyuap pegawai
negeri yang karena jabatannya bisa menguntungkan orang yang memberikan
suap, menyuap hakim, pengacara, atau advokat. Korupsi jenis ini telah diatur
dalam UU PTPK.
 Korupsi Tindakan Pemerasan
Tindakan pemerasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri
atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan cara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri.
 Korupsi Penggelapan Jabatan
Penggelapan dalam jabatan termasuk juga ke dalam kategori yang sering
dimaksud sebagai penyalahgunaan jabatan, yakni tindakan seorang pejabat
pemerintah dengan kekuasaan yang dimilikinya melakukan penggelapan
laporan keuangan, menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain
menghancurkan barang bukti yang bertujuan untuk menguntungkan diri
sendiri dengan jalan merugikan negara.

 Korupsi Gratifikasi
Jenis-jenis korupsi berikutnya adalah korupsi gratifikasi yang merupakan
tindakan pemberian hadiah yang diterima oleh pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara dan tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu
30 hari sejak diterimanya gratifikasi. Gratifikasi dapat berupa uang, barang,
diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta
fasilitas-fasilitas lainnya. Jenis korupsi ini diatur dalam Pasal 12B UU PTPK
dan Pasal 12C UU PTPK.
 Korupsi Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang
atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu instansi atau perusahaan. Orang atau
badan yang ditunjuk untuk pengadaan barang atau jasa ini dipilih setelah
melalui proses seleksi yang disebut dengan tender. Pada dasarnya, proses
tender harus berjalan dengan bersih dan jujur. Instansi atau kontraktor yang
rapornya paling bagus dan penawaran biayanya paling kompetitif, maka
instansi atau kontraktor tersebut yang akan ditunjuk dan menjaga, pihak yang
menyeleksi tidak boleh ikut sebagai peserta.
5. Hambatan Pemberantasan Korupsi
 Hambatan Struktural, yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak
pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang termasuk dalam
kelompok ini di antaranya: egoisme sektoral dan institusional yang menjurus
pada pengajuan dana sebanyak-banyaknya untuk sektor dan instansinya tanpa
memperhatikan kebutuhan nasional secara keseluruhan serta berupaya
menutup-nutupi penyimpangan-penyimpangan yang terdapat di sektor dan
instansi yang bersangkutan; belum berfungsinya fungsi pengawasan secara
efektif; lemahnya koordinasi antara aparat pengawasan dan aparat penegak
hukum; serta lemahnya sistem pengendalian intern yang memiliki korelasi
positif dengan berbagai penyimpangan dan inefesiensi dalam pengelolaan
kekayaan negara dan rendahnya kualitas pelayanan publik.
 Hambatan Kultural, yaitu hambatan yang bersumber dari kebiasaan negatif
yang berkembang di masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok ini di
antaranya: masih adanya ”sikap sungkan” dan toleran di antara aparatur
pemerintah yang dapat menghambat penanganan tindak pidana korupsi;
kurang terbukanya pimpinan instansi sehingga sering terkesan toleran dan
melindungi pelaku korupsi, campur tangan eksekutif, legislatif dan yudikatif
dalam penanganan tindak pidana korupsi, rendahnya komitmen untuk
menangani korupsi secara tegas dan tuntas, serta sikap permisif (masa bodoh)
sebagian besar masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.
 Hambatan Instrumental, yaitu hambatan yang bersumber dari kurangnya
instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundangundangan yang
membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: masih terdapat
peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih21 sehingga menimbulkan
tindakan koruptif berupa penggelembungan dana di lingkungan instansi
pemerintah; belum adanya “single identification number” atau suatu
identifikasi yang berlaku untuk semua keperluan masyarakat (SIM, pajak,
bank, dll.) yang mampu mengurangi peluang penyalahgunaan oleh setiap
anggota masyarakat; lemahnya penegakan hukum penanganan korupsi; serta
sulitnya pembuktian terhadap tindak pidana korupsi.
 Hambatan Manajemen, yaitu hambatan yang bersumber dari diabaikannya
atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik (komitmen
yang tinggi dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel) yang membuat
penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang
termasuk dalam kelompok ini di antaranya: kurang komitmennya manajemen
(Pemerintah) dalam menindaklanjuti hasil pengawasan; lemahnya koordinasi
baik di antara aparat pengawasan maupun antara aparat pengawasan dan
aparat penegak hukum; kurangnya dukungan teknologi informasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan; tidak independennya organisasi pengawasan;
kurang profesionalnya sebagian besar aparat pengawasan; kurang adanya
dukungan sistem dan prosedur pengawasan dalam penanganan korupsi, serta
tidak memadainya sistem kepegawaian di antaranya sistem rekrutmen,
rendahnya ”gaji formal” PNS, penilaian kinerja dan reward and punishment.
6. Langkah-langkah pemberantasan korupsi
 Mendesain ulang pelayanan publik, terutama pada bidang-bidang yang
berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sehari-
hari. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat luas mendapatkan
pelayanan publik yang profesional, berkualitas, tepat waktu dan tanpa
dibebani biaya ekstra/ pungutan liar. Langkah-langkah prioritas ditujukan
pada:
(a) Penyempurnaan Sistem Pelayanan Publik; (
b) Peningkatan Kinerja Aparat Pelayanan Publik;
(c) Peningkatan Kinerja Lembaga Pelayanan Publik; dan
(d) Peningkatan Pengawasan terhadap Pelayanan Publik, dengan
kegiatankegiatan prioritas sebagaimana terlampir dalam matriks.
 Memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi pada kegiatan-kegiatan
pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintah dalam
pengelolaan sumber daya negara dan sumber daya manusia serta memberikan
akses terhadap informasi dan berbagai hal yang lebih memberikan kesempatan
masyarakat luas untuk berpartisipasi di bidang ekonomi. Langkah-langkah
prioritas ditujukan pada:
(a) Penyempurnaan Sistem Manajemen Keuangan Negara;
(b) Penyempurnaan Sistem Procurement/ Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah; dan
(c) Penyempurnaan Sistem Manajemen SDM Aparatur Negara, dengan
kegiatan-kegiatan prioritas.
 Meningkatkan pemberdayaan perangkatperangkat pendukung dalam
pencegahan korupsi. Tujuannya adalah untuk menegakan prinsip “rule of
law,” memperkuat budaya hukum dan memberdayakan masyarakat dalam
proses pemberantasan korupsi. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada:
(a) Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat; dan
(b) Penyempurnaan Materi Hukum Pendukung.
 Tampaknya memasukan ke lembaga pemasyarakatan (penjara) bagi koruptor
bukan merupakan cara yang menjerakan atau cara yang paling efektif untuk
memberantas korupsi. Apalagi dalam praktik lembaga pemasyarakatan justru
menjadi tempat yang tidak ada bedanya dengan tempat di luar lembaga
pemasyarakatan asal nara pidan korupsi bisa membayar sejumlah uang untuk
mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang tidak beda dengan pelayanan dan
fasilitas di luar lembaga pemasyarakatan. Oleh karena itu, muncul istilah
lembaga pemasyarakatan dengan fasiltas dan pelayanan mewah. Melihat pada
kondisi seperti ini, maka perlu dipikirkan cara lain agar orang merasa malu
dan berpikir panjang untuk melakukan korupsi. Cara yang dapat dilakukan
antara lain adanya ketentuan untuk mengumumkan putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap atas kasus korupsi melalui media masa.
Ketentuan ini selain untuk memberikan informasi kepada publik juga
sekaligus sebagai sanksi moral kepada pelaku tindak pidana korupsi. Selain
itu, perlu juga ditambah sanksi pencabutan hak kepada terdakwa kasus
korupsi. Hal ini sangat penting untuk memberikan pembelajaran bahwa
pengemban jabatan publik adalah pribadi yang bermoral dan berintegritas
tinggi.
 Penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi ini harus dilakukan
secara terpadu dan terintegrasi dengan satu tujuan, yaitu untuk memberantas
korupsi. SDM penegak hukum harus berasal dari orang-orang pilihan dan
mempunyai integritas tinggi. Sudah saatnya diakhiri terjadinya ego sektoral
atau ego institusional di antara lembaga penegak hukum. Negara juga perlu
memikirkan bagaimana agar tingkat kesejahteraan bagi para penegak hukum
itu baik, tidak berkekurangan dan menjadi penegak hukum yang bersih.
Bagaimana bisa bersih, kalau sapu yang digunakan untuk membersihkan
adalah sapu kotor.

Anda mungkin juga menyukai