Anda di halaman 1dari 131

KATEGORISASI FASHION PRIA DALAM E-COMMERCE

(STUDI ANALISIS WACANA KRITIS KATEGORISASI FASHION PRIA DALAM

E-COMMERCE MASKOOLIN.COM)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi

Almamater Wartawan Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh :

NABILLA AULIA RAHMA

NPM : 13.21.0009

KEKHUSUSAN : PUBLIC RELATIONS

SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI

ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA

2017
ABSTRAK
Munculnya e-commerce fashion khusus pria telah memunculkan konsep maskulinitas
laki-laki baru yaitu konsep pria metroseksual, sehingga memunculkan gaya hidup pria yang
mengarah pada gaya hidup hedonism. Dominasi representative terkait pria metroseksual telah
menumbuhkan sifat konsumtif dan feminin dikalangan pria. Penelitian dengan judul
“Kategorisasi Fashion Pria dalam E-commerce Maskoolin.com (Studi Analisis Wacana Kritis
Kategorisasi Fashion Pria dalam E-commerce Maskoolin.com)” memiliki rumusan masalah
bagaimana kategorisasi fashion pria digambarkan dalam e-commerce maskoolin.com dilihat
dengan menggunakan Analisis Wacana Kritis perspektif Sara Mills? Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui kategorisasi fashion pria digambarkan dalam e-commerce maskoolin.com
dilihat dengan menggunakan Analisis Wacana Kritis perspektif Sara Mills. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan perspektif Studi Analisis Wacana Kritis Sara
Mills. Adapun sumber data yang digunakan adalah data dalam bentuk kata-kata dari dokumen,
observasi, dan transkrip potongan gambar e-commerce maskoolin.com. Data akan dianalisis
menggunakan unit analisis Posisi Subjek – Objek dalam perspektif Analisis Wacana Kritis Sara
Mills. Landasan teori yang digunakan adalah Teori Gaya Hidup, Teori Fashion, Teori
Metroseksual, Teori Gender, dan Teori E-commerce. Berdasarkan analisa data yang dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa disini citra pria telah dikonstruksi sedemikian rupa agar menghasilkan
segmentasi pasar baru yang dapat diperdagangkan secara meluas oleh berbagai pihak. Tubuh pria
kemudian dikelompok-kelompokkan di dalam kategori yang ada di atribut website e-commerce
maskoolin.com. Tubuh pria semakin dieksploitasi sebagai komoditi perdagangan untuk
meningkatkan laba ekonomi para pengusaha dibidang fashion dan kecantikan.
Kata kunci : Fashion, Fashion Pria, Metroseksual, E-commerce maskoolin.com, Lifestyle, Gaya
Hidup.
Abstract

The emergence of mensware e-commerce has led to the concept of a new male
masculinity, its name metrosexual men, thus raising a male lifestyle that leads to hedonism
lifestyle. The dominant representative of metrosexual men has grown the consumptive and
feminine nature among men. Research entitled "The Categorization of Men's Fashion in E-
commerce Maskoolin.com (Study of Critical Discourse Analysis of Men's Fashion
Categorization in E-commerce Maskoolin.com)" has a problem formulation how the male
fashion categorization depicted in ecommerce maskoolin.com is seen using Analysis Critical
Discourse of Sara Mills's perspective? The purpose of this research is to know the categorization
of men fashion depicted in e-commerce maskoolin.com seen by using Analysis of Critical
Discourse perspective of Sara Mills. This research uses qualitative research methods with the
perspective of Sara Mills Critical Discourse Analysis. The data source used is the data in the
form of words from documents, observations, and transcripts of pictures of e-commerce
maskoolin.com. The data will be analyzed using the Analysis Unit of Subject - Object Position in
the perspective of Sara Mills Critical Discourse Analysis. The theoretical basis used is Lifestyle
Theory, Fashion Theory, Metrosexual Theory, Gender Theory, and E-commerce Theory. Based
on data analysis conducted, it can be concluded that here the image of man has been constructed
in such a way as to generate new market segmentation that can be traded widely by various
parties. Male bodies are then grouped into categories in the attributes of e-commerce website
maskoolin.com. Male body is increasingly exploited as a commodity trading to increase the
economic profit of entrepreneurs in the field of fashion and beauty.
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi oleh

Nama : NABILLA AULIA RAHMA


NPM : 13.21.0009
Kekhususan : PUBLIC RELATIONS
Judul Skripsi : KATEGORISASI FASHION PRIA DALAM
E-COMMERCE MASKOOLIN.COM
(Studi Analisis Wacana Kritis Kategorisasi Fashion
Pria dalam E-commerce Maskoolin.com)

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan di hadapan tim
penguji.

Surabaya, 31 Juli 2017

Dosen Pembimbing,

Ratna Puspita Sari, M.Med.Kom.

ii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan dengan sebenar-


benarnya bahwa skripsi yang saya tulis:

Judul : _____________________________________________________
_____________________________________________________
Sub judul : _____________________________________________________
_____________________________________________________
Yang saya ajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi S-1 Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-AWS adalah
bena-benar hasil karya penelitian saya sendiri, bukan hasil menjiplak
(plagiat) karya orang lain.

Surat pernyataan tentang orisinalitas (keaslian) ini saya buat dengan penuh
kesadaran. Saya siap mempertanggungjawabkan dan menerima risiko apapun
bila dikemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar*

__________________________________________________________________

__________________________________________________________________

__________________________________________________________________

Surabaya,

Saya, pembuat pernyataan :

Nabilla Aulia Rahma

NPM : 13.21.0009

* Pernyataan yang dicetak dalam huruf miring (cursif) ditulis ulang dengan tulisan tangan.

iii
MOTTO

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena

berkat rahmat dan hidayahnya, walaupun banyak cobaan dan rintangan akhirnya

peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terima kasih kepada semua

pihak atas dukungan, kritik dan sarannya terhadap proses pembuatan skripsi ini.

Untuk itu peneliti ucapkan :

1. Terima kasih kepada Orangtua karena dukungan dan doa yang tiada hentinya

hingga saat ini.

2. Terima kasih buat Bu Pipit selaku dosen pembimbing yang sabar menghadapi

saya dalam bimbingan.

3. Terima kasih kepada seluruh staff dan dosen di Stikosa-AWS atas layanan,

semangat dan ilmu yang telah diberikan selama ini.

4. Terima kasih juga untuk angkatan 2013 tersayang yang selalu mendukung satu

sama lain, jaga terus kebersamaan ini ya sampai akhir. We are family :*

5. Terima kasih untuk Surabaya Muda atas semangat, dukungan, kekompakkan

dan kekeluargaan yang diberikan selama ini. Surabaya Muda tidak berhenti

berkarya !

6. Terima kasih juga untuk Prapala atas masukan, saran dan semangatnya yang

diberikan dalam proses pembuatan skripsi ini. Terima kasih juga untuk

kekeluargaannya yang diberikan selama ini. Dengan kekeluargaan dan

pengabdian kami datang ☺

v
7. Terima kasih untuk grup GPU YAHUUD atas pertemanan, kekeluargaan,

semangat, candaan dan kekonyolan kalian :* makasih juga buat saran dan

bantuan yang diberikan dalam pembuatan skripsi selama ini. Semoga kita akan

terus seperti ini ya sampai kakek nenek wkwk. Banyak banget lah hal yang gak

bisa diungkapkan disini mengenai kalian, pokoknya kalian the best :* yang

terbaik, yang terbaik. (jangan pake nada bacanya ya rekk wkwk)

8. Terima kasih juga untuk Rizqy Ardiansyah, orang yang paling sabar dalam

menemani proses pembuatan skripsi ini dari awal sampai akhir ☺ orang yang

paling rela direpotin atas segala sesuatunya dan terimakasih untuk hal-hal yang

gak bisa disebutin satu persatu :*

9. Dan terima kasih juga untuk sahabat-sahabatku dan semua pihak yang tidak

bisa peneliti sebutkan satu persatu, terima kasih karena selama ini telah

membantu peneliti dalam pengerjaan skripsi ini, semoga kebaikan kalian

semua dibalas oleh Allah SWT. Amiin ☺

Maaf jika ada kesalahan dan kekurangan dalam berbagai hal, karena

bagaimanapun peneliti adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan

kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya, terimakasih.

Surabaya, 6 Juni 2017

Peneliti

Artyka Dewi Anugrahani

vi
ABSTRAK

Budaya populer Jepang saat ini sudah mulai banyak diminati oleh
kalangan remaja di Surabaya, khususnya para Otaku. Keberadaan anime sebagai
media hiburan saat ini juga sangat berpengaruh terhadap penyebaran budaya
populer Jepang itu sendiri. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk
mencari tahu bagaimana internalisasi nilai-nilai budaya populer Jepang terhadap
otaku di Surabaya melalui anime. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara terhadap narasumber yang sesuai dengan kriteria
penelitian fenomenologi. Selama proses wawancara, peneliti juga melaksanakan
tahap epoche, yaitu mengesampingkan pengalaman peneliti tentang budaya
populer Jepang yang diperoleh sebelum melakukan penelitian. Hasil wawancara
akan melalui tahap reduksi dan eliminasi data yang kemudian ditemukan
klasifikasi tema dari hasil wawancara yang telah disesuaikan dengan fokus
penelitian. Selanjutnya peneliti menyusun sinteksis makna dan esensi. Sinteksis
makna dan esensi ini merupakan penggabungan dari hasil wawancara informan
dengan pengalaman penelitu selama melakukan penelitian. Kesimpulan yang
ditemukan berdasarkan analisis data mengenai bagaimana internalisasi nilai
budaya populer Jepang terhadap otaku.

Kata Kunci : Fenomenologi, Budaya Populer Jepang, Otaku, Anime

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i

HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………… iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………….. iv

KATA PENGANTAR …………………….…………………………….. v

ABSTRAK ….……..……………………………………………..…… vii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. viii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xi

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang …………………………………………………......... 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………………... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian …………………………………………… 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ………………………………………….. 6

1.3.2.1 Manfaat Teoretis …………………………………….. 6

1.3.2.2 Manfaat Praktis ……………………………………… 6

1.4 Kajian Pustaka ……………………………………………………….. 7

viii
1.4.1 Pengertian Film ………………………………………....…... 7

1.4.2 Anime ……………………………………………………….. 8

1.4.3 Otaku ………………………………………………………... 9

1.4.4 Daftar Istilah Anime dan Manga ………………………….... 12

1.4.5 Internalisasi Nilai ……………………………………............ 16

1.4.6 Fenomenologi ……………………………………………….. 21

1.4.7 Pengertian Budaya Populer ………………………………..... 24

1.4.8 Budaya Populer Jepang ……………………………………… 27

1.5 Kerangka Berfikir …………………………………………………..... 33

1.6 Metodologi Penelitian ……………………………………………….. 34

1.6.1 Metode Riset ………………………………………………… 34

1.6.2 Jenis dan Sumber Data ……………………………………… 34

1.6.3 Teknik Pengumpulan dan Pencatatan Data ………………..... 37

1.6.4 Teknik Analisis dan Interpretasi Data ………………………. 40

1.6.5 Pemeriksaan Keabsahan Data ……………………………...... 43

BAB II OBJEK PENELITIAN ………………………………………...... 44

2.1 Otaku……………………………………………………………...….. 44

2.2 Informan ……………………………………………………………... 53

2.3 Narasumber ………………………………………………………….. 54

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ……………………….. 55

3.1 Penyajian Data ………………………………………………………... 55

3.1.1 Hasil Wawancara Informan 1 ………………………………….. 55

ix
3.1.2 Hasil Wawancara Informan II ………………………………….. 59

3.1.3 Hasil Wawancara Informan III ………………………………. 67

3.1.4 Hasil Partisipasi dan Observasi Informan I ………………….. 69

3.1.5 Hasil Partisipasi dan Observasi Informan II …………………… 70

3.1.6 Hasil Partisipasi dan Observasi Informan III ………………...… 70

3.2 Analisis Data ………………………………………………………….. 71

3.2.1 Epoche ……………………………………………………….. 71

3.2.1.1 Deskripsi Informan I ………………………………… 71

3.2.1.2 Deskripsi Informan II ………………………………….. 75

3.2.1.3 Deskripsi Informan III …………………………………. 78

3.2.2 Reduksi dan Eliminasi Data ……………………………………. 80

3.2.3 Sinteksis Makna dan Esensi ………………………………….… 92

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 96

4.1 Kesimpulan ………………………………………………………….... 96

4.2 Saran ………………………………………………………………….. 97

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. xii

LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Wawancara Informan 1 …………………………………….. 55

Tabel 2 Hasil Wawancara Informan 2 ……………………………………. 59

Tabel 3 Hasil Wawancara Informan 3 …………………………………… 67

Tabel 4 Pengelompokan Jawaban Pertanyaan 1 …………………………. 81

Tabel 5 Pengelompokan Jawaban Pertanyaan 2 …………………………. 82

Tabel 6 Pengelompokan Jawaban Pertanyaan 3 ………………………….. 83

Tabel 7 Pengelompokan Jawaban Pertanyaan 4 …………………………. 84

Tabel 8 Pengelompokan Jawaban Pertanyaan 5 …………………………. 85

Tabel 9 Pengelompokan Jawaban Pertanyaan 6 …………………………. 86

Tabel 10 Reduksi dan Eliminasi Data ……………………………………. 88

xi
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Burhan, Bungin. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo


Persada

Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Fiske, John. 2006. Cultural And Communication Studies. Jalasutra: Yogyakarta

Ihsan, Fuad. 1997. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Javandalasta, Panca. 2011. 5 Hari Mahir Bikin Film. Jakarta: Java Pustaka Group

Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press

Mulyana, Rahmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta

Storey, John, 2007. Cultural Studies And Kajian Budaya Pop. Jalasutra:
Yogyakarta

Kuswarno, Prof. Dr. Engkus, M.S., 2013. Metodologi Penelitian Komunikasi


Fenomenologi. Widya Padjajaran: Bandung.

Littlejohn, Stephen W, Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi. Salemba


Hunamika: Jakarta

Moleong, M.A., Prof. Dr. Lexy J., 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja
Rosdakarya: Bandung.

Suranto, AW, 2011. Komunikasi Interpersonal. Graha Ilmu: Yogyakarta

Uchjana, Prof. Drs. Onong Effendy, M.A., 2011. Ilmu Komunikasi Teori Dan
Praktek. Remaja Rosdakarya: Bandung.

xii
JURNAL DAN NON BUKU

E-Jurnal Paradigma, Pendekatan dan Metode Penelitian Fenomenologi: Mami


Hajaroh

Kompas: 24/9/06 dan H.U Pikiran Rakyat: 16/3/04

Nomura Research Institude. Otaku Shijou no Kenkyuu. ISBN 978-986-124-768-7

WEBSITE

http://jpf.go.jp

http://jurnalotaku.com

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1467-8403.00138/abstract

http://www.japan-talk.com/jt/new/12-types-of-otaku

http://web-japan.org

http://wikipedia.com

http://www.lazaruscorporation.co.uk/articles/otaku

xiii
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gaya berpakaian atau biasa disebut fashion semakin menyentuh berbagai aspek kehidupan

sehari-hari setiap orang. Fashion mempengaruhi apa yang kita kenakan, bagaimana kita hidup, dan

bagaimana kita memandang diri sendiri. Fashion juga memicu pasar dunia untuk terus

berkembang, produsen untuk berproduksi, pemasar untuk menjual dan konsumen untuk membeli.

Cara berpakaian yang mengikuti fashion juga memperlihatkan kepribadian dan idealisme

pemakainya.

Saat ini, fashion telah menjadi ladang bisnis yang berkembang dengan sangat pesat dan

sangat menguntungkan. Seperti dikatakan oleh Jacky Mussry, Kepala Divisi Consulting &

Research MarkPlus&Co, bahwa gejala ramainya berbagai produk mengarah ke fashion muncul

ketika konsumen makin ingin diakui jati dirinya sebagai suatu pribadi. Karena itu, mereka sengaja

membentuk identitasnya sendiri kemudian bersatu dengan kelompok yang selaras dengannya.

Inilah kebanggan seseorang jika bisa masuk ke dalam apa yang sedang menjadi kecenderungan

umum, karena berarti ia termasuk fashionable alias modern dan selalu mengikuti mode (Jurnal

Menangkap Dinamika Sukses Bisnis Fashion : 2004).

Arti kata fashion sendiri memiliki banyak sisi, menurut Troxell dan Stone dalam bukunya

Fashion Merchandising (1981), fashion didefinisikan sebagai gaya yang diterima dan digunakan

oleh mayoritas anggota sebuah kelompok dalam satu waktu tertentu. Dari definisi-definisi tersebut

diatas terlihat bahwa fashion erat kaitannya dengan gaya yang digemari, kepribadian seseorang,

dan rentang waktu berlakunya trend fashion tersebut. Maka bisa dimengerti mengapa sebuah gaya

yang digemari bulan ini, bisa dikatakan ketinggalan zaman pada rentang waktu beberapa bulan

kemudian.

Fashion memiliki sistem yang mencakup semua orang, dan seluruh organisasi yang terlibat

dalam menciptakan arti simbolis, serta dapat mengubah arti tersebut dalam bentuk barang.

Walaupun orang seringkali menyamakan fashion dengan pakaian, baik itu pakaian sehari-hari atau

pakaian pesta yang eksklusif (haute culture), yang lebih penting untuk diingat bahwa proses
fashion mempengaruhi semua tipe fenomena budaya, seperti musik, kesenian, arsitektur, bahkan

sains.

Fashion bisa dianggap sebagai kode atau bahasa yang membantu kita memahami arti-arti

tersebut. Namun, fashion sepertinya cenderung lebih context-dependent daripada bahasa.

Maksudnya, sebuah hal yang sama dapat diartikan dengan cara yang berbeda oleh konsumen yang

berbeda, dan dalam situasi yang berbeda pula. Sehingga, tidak ada arti yang pasti namun

menyisakan kebebasan bagi penerjemah dalam mengartikannya.

Dalam bukunya Consumer Behaviour: European Perspective, Solomon mengatakan

bahwa fashion adalah proses penyebaran sosial (social-diffusion) dimana sebuah gaya baru

diadopsi oleh kelompok konsumen. Fashion atau gaya mengacu pada kombinasi beberapa atribut.

Dan agar dapat dikatakan “in fashion”, kombinasi tersebut haruslah dievaluasi secara positif oleh

sebuah reference group (Solomon, 2 : 490).

Istilah gaya dan desain perlu dijelaskan agar tidak disamakan dengan fashion. Gaya (style)

adalah sebuah karakteristik dalam mempresentasikan sesuatu. Dalam lingkup pakaian, gaya adalah

karakteristik penampilan bahan pakaian, kombinasi fitur-fiturnya yang membuatnya berbeda

dengan pakaian lainnya. Contohnya, rok sebagai salah satu gaya berpakaian bagi wanita, pilihan

lainnya adalah celana. Jas pria adalah salah satu gaya berpakaian pria, pilihan lainnya adalah jaket

olahraga. Gaya suatu saat bisa diterima dan suatu saat bisa ditinggalkan, namun gaya yang spesifik

akan tetap diingat, entah itu dikatakan fashionable atau tidak.

Desain, adalah versi spesifik dari gaya. Contohnya rok yang menjadi gaya berpakain

wanita, namun memiliki desain yang berbeda-beda seperti rok berbentuk A-line, high-waist

(pinggang tinggi), rok mini, dan lain-lain. Biasanya, produsen pakaian membuat beberapa variasi

desain dari gaya yang sedang digemari saat itu, agar konsumen punya banyak pilihan. Baik gaya

dan desain, secara bersama-sama berperan dalam menentukan fashion pada waktu itu. Para

desainer membuat berbagai macam gaya tiap musim berdasarkan dari apa yang menurut mereka

akan disukai konsumen. Dari bermacam gaya itu, produsen memilih mana yang kiranya akan

sukses di pasar, dan biasanya mereka lebih banyak menolak daripada menyetujui desain atau gaya

suatu pakaian. Penjual (ritel) memilih mana yang pelanggan mereka mau dari apa yang ditawarkan

produsen. Lalu pada akhirnya konsumen yang memegang peranan kunci, mereka memilih satu
gaya dan menolak gaya yang lain, dan pada akhirnya hanya konsumen tersebut yang menentukan

gaya mana yang akan menjadi fashion.

Fashion dapat dikategorikan berdasarkan di kelompok mana mereka terlihat. High fashion

mengacu pada desain dan gaya yang diterima oleh kelompok fashion leaders yang eksklusif, yaitu

konsumen-konsumen yang elit dan mereka yang paling pertama mengadaptasi perubahan fashion.

Gaya yang termasuk high fashion biasanya diperkenalkan, dibuat, dan dijual dalam jumlah yang

terbatas dan relatif mahal kepada sosialita, artis, selebritis dan fashion innovators. Sedangkan mass

fashion atau gaya berpakaian masyarakat secara umum mengacu pada gaya dan desain yang

diterima publik secara luas. Jenis fashion ini biasanya diproduksi dan dijual dalam jumlah banyak

dengan harga yang murah sampai sedang. Karena penelitian ini ditujukan untuk memahami

kategorisasi fashion pria dalam marketing e-commerce secara umum, maka fokus pembahasan

jatuh pada mass fashion dimana fashion (style) dapat dinikmati masyarakat pada umumnya

Terlebih, dunia fashion di Indonesia bisa dikatakan berkembang sangat pesat dalam

beberapa dekade terakhir. Hal ini didukung dari berbagai sisi baik desainer lokal maupun

internasional yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang membaik, sampai sektor ritel

yang berkembang pesat.

Majunya teknologi dan arus informasi juga membuat masyarakat Indonesia lebih terbuka

pada pengetahuan global. Tidak bisa dipungkiri lagi trend mode di Indonesia banyak dipengaruhi

oleh gaya barat. Namun hal ini tidak membuat desainer-desainer Indonesia berkecil hati karena

mereka didukung oleh pemain-pemain lain dalam industri ini seperti pers, stylist, retailer,

merchandiser, dan fotografer, semuanya bersinergi menyampaikan informasi sesuai bidangnya

masing-masing. Walaupun gaya barat mendominasi, namun ada kalanya kerjasama mereka

kembali memunculkan gaya khas Indonesia kembali ke permukaan. Informasi yang seimbang

antara gaya barat dan lokal membuat konsumen Indonesia cerdas dalam memilih yang disukainya

dan yang cocok untuk mereka.

Seperti halnya Ximon Lee, desainer asal Hong Kong, Pemenang H&M Design Award

2015. Ia adalah pria berusia 24 tahun lulusan dari Parsons University di New York yang

dinobatkan menjadi desainer pakaian pria pertama yang membawa pulang penghargaan bergengsi

di dunia fashion. Ia sukses mempresentasikan koleksi kemenangannya pada peragaan busana

“Fashion Week Stockholm”.


Gambar 1.1 Fashion Week Stockholm (http://designaward.hm.com)

Koleksi inovatifnya adalah menciptakan busana pria dari tumpukan tekstur organik dan

sintetis, termasuk dari material seperti plastik dan karton, sehingga mewujudkan bentuk berlebihan

yang menonjol keluar dari tubuh. Desainnya sangat bernuansa jalanan, sangat terinspirasi oleh

karya seni, dan sangat bergaya arsitektur, serta sangat individual. Koleksinya memang dirancang

khusus untuk laki-laki, dan saat ini Ximon Lee sedang mempersiapkan label menswear-nya sendiri

(http://designaward.hm.com).

Fenomena gaya sendiri biasanya sangat identik dengan kaum perempuan sebagai simbol

fashion stylist. Padahal, sudah sangat marak fenomena munculnya pria sebagai model produk

fashion. Berbagai macam iklan produk pakaian hingga produk perawatan tubuh khusus pria

ditampilkan di berbagai saluran media massa. Sosok pria ditampilkan dalam konteks yang cukup

beragam, seperti sedang berolahraga, berlatar belakang perkotaan, memainkan alat musik, bergaul

dengan teman-temannya, menaiki kendaraan-kendaraan mewah yang keren dan lain sebagainya.

Disini digambarkan pria adalah sosok pria sebagai pusat perhatian, dengan pakaian yang sangat

trendy serta wajah dan tubuh yang mulus terawat.

Dalam sebuah jurnal “Investigating Hegemonic Masculinity – Sex Roles” menemukan

bahwa ada peningkatan penggambaran pria sebagai objek di media massa, baik dalam artikel

maupun iklan di media massa, bahkan kebanyakan digambarkan lebih sensual dan menampilkan

bentuk tubuh mereka (Ricciardelli, 2010: 64-78). Menurut Rohlinger (2002) dalam jurnalnya

“Erotizing Men: Cultural Influences on Advertising and Male Objectification” mengatakan bahwa

dalam era post industrial sekarang ini para pengiklan sedang berlomba untuk mencari pasar baru.

Citra laki-laki yang maskulin kemudian dijual, untuk mempresentasikan maskulinitas melalui

penampakan fisik laki-laki yang dianggap ideal untuk dijadikan pajangan dalam iklan. Dalam
penelitian yang dimuat pada sebuah jurnal “Men, Appearences and Cosmetic Surgery”, bahkan

menyebutkan belakangan ini citra tubuh pria semakin terlihat dan sensual, sebagai contoh iklan

yang menampilkan sosok pria seperti produk Calvin Klein, Dolce and Gabbana semakin sering

terlihat di majalah dan billboard (Rosemary: 2010).

Melihat seringnya muncul citra pria yang ada di media massa sebagai pusat perhatian

dengan wajah dan tubuh terawat, ternyata sejalan dengan peningkatan konsumsi produk perawatan

pria. Melalui terpaan media yang menggambarkan citra maskulin pria yang dahulu digambarkan

sangat macho, dan cuek dengan penampilan. Kini, citra pria berubah sepenuhnya menjadi pria

yang maskulin adalah pria yang memiliki tubuh dan wajah terawatt. Hal tersebut ternyata

mempengaruhi konsumsi masyarakat terhadap produk perawatan tubuh.

Konsumsi produk perawatan tubuh pria sendiri sudah mengalami peningkatan yang cukup

besar. Mengutip dari portal berita Detik.com (Sumber: http://wolipop.detik.com, diakses tanggal

25 Juli 2010 : pukul 12.30) dijelaskan bahwa tahun 2010 saja di dalam negeri telah terjadi

peningkatan konsumsi pria dalam menggunakan produk perawatan tubuh hingga 11 triliun rupiah.

Tampaknya kesadaran pria terhadap penampilan tubuhnya mulai meningkat, pria mulai

tidak malu lagi merawat tubuhnya untuk mendapatkan penampilan yang diinginkan. Pergeseran

stereotype maskulinitas pria sepertinya perlahan mulai terjadi di dalam pria, bisa dilihat dari

fenomena meningkatnya frekuensi penampakan pria di media massa, dan peningkatan frekuensi

belanja pria terhadap kebutuhan style fashion dan kebutuhan perawatan tubuhnya. Selain itu,

fenomena tubuh pria yang diekspose di media massa, semakin menimbulkan kekhawatiran pria

terhadap penampilan tubuhnya. Dalam penelitian yang ditulis di jurnal “Investigating Hegemonic

Masculinity – Sex Roles” juga mengungkapkan dengan meningkatnya gambar pria sebagai objek

perhatian juga memberikan tekanan psikologis bagi pria untuk mempunyai tubuh yang kekar atau

ideal seperti yang digambarkan di majalah (Ricciardelli, 2010: 64-78).

Dimana dalam fenomena ini pria yang sangat memperhatikan penampilannya secara

berlebihan dalam urusan busana, meluangkan waktu untuk menikur, pedikur, facial, serta

perawatan spa maupun salon. Sehingga menanggalkan citra maskulinitas dan lebih menonjolkan

sisi “dandy” atau lebih dikenal dengan sebutan pria metroseksual.


Mark Simpson (2002), seorang penulis dan pengamat lifestyle asal Inggris yang dianggap

sebagai penemu teori dasar metroseksual, mengatakan bahwa lambang lelaki metroseksual salah

satunya adalah David Beckham. Ia merupakan lambang lelaki yang sangat memperhatikan

penampilan sehari-hari termasuk model pakaian apa yang akan digunakan, lelaki yang sangat

peduli terhadap kesempurnaan setiap jengkal tubuhnya. Sebab, pria metroseksual adalah pria yang

dalam merawat tubuhnya tidak kalah dari perempuan.

Perilaku metroseksual banyak dilakukan oleh pria-pria yang tinggal di kota-kota besar,

sebagai bentuk tuntutan pekerjaan maupun pergaulan semata. Biasanya, para pengusaha atau

orang-orang yang telah mapan dalam karirnya banyak menghabiskan waktu dan biaya untuk

melakukan kegiataan perawatan diri dan pemanjaan diri. Kata metroseksual sendiri diambil dari

kata Etimologi Yunani, yaitu metropolis yang artinya ibu kota plus seksual (Kompas, 2003).

Pria metroseksual merupakan pria yang senang merawat diri, tampil wangi, penggemar

fashion yang aktif, hidup yang terjaga dan teratur, menyenangi tanggung jawab, dan dapat pula

beradaptasi dengan berbagai kultur budaya ataupun lintas social pergaulan. Selain liberal secara

politik, pria-pria metroseksual pun mendukung adanya kesamaan gender (Male Emporium, 2004).

Dan mereka biasanya merupakan pria-pria kekinian yang memiliki karir yang cerah, penikmat

hidup yang ditopang finansial yang baik, sehingga mereka sangat perhatian terhadap penampilan

diri, namun bukan hanya sekadar pembelanja potensial, tetapi juga pekerja yang cerdas dan penuh

percaya diri, berdedikasi serta berkomitmen kepada pekerjaan dan keluarga (Kartajaya, 2004).

Dewasa ini, dengan semakin berkembangnya peradaban manusia, pria metroseksual

semakin berani melakukan eksperimen dengan baju yang dipakainya. Pakaian warna pink yang

biasanya diidentikan dengan warna perempuan kini bukan merupakan hal tabu lagi untuk

dikenakan oleh kaum pria. Dulu memang pria tidak seheboh wanita dalam urusan fashion dan

mode, tapi kini semuanya berubah. Seiring semakin maraknya buzzword metroseksual di seluruh

dunia, pria pun semakin tak mau kalah kalau menyangkut tren terbaru mulai dari baju, tatanan

rambut, sepatu dan tas, hingga beragam aksesoris dari anting hingga kalung.

Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari tuntutan perubahan diri pria yang mulai tidak “malu-

malu kucing” lagi menunjukkan sisi-sisi femininnya (Giorgio Armani). Kecenderungan pria

metroseksual ke arah fashion-oriented tidak terlepas dari keinginan pria yang tidak mau kalah
dengan wanita untuk terus mencari sensasi dalam rangka menarik perhatiannya, salah satunya

adalah melalui fashion. Mereka mulai mengikuti model-model baju terbaru.

Seiring dengan perkembangan fashion untuk pria, kini berbagai medium penjualan fashion

pria baik toko konvensional maupun online store semakin menjamur, disambut dengan semakin

beragamnya gaya fashion dan desain pakaian pria. Selain itu, dengan perkembangan teknologi

yang telah tumbuh dengan pesatnya, semakin mempermudah kehidupan manusia dalam memenuhi

kebutuhannya. Teknologi yang merupakan media berbasis elektronik dapat menyediakan segala

hal yang dibutuhkan manusia. Sebagai contoh internet berguna untuk bersosialisasi, mencari ilmu,

mencari informasi dan bahkan untuk bekerja. Kemajuan teknologi di era globalisasi ini tidak lepas

dari peran manusia di masa prasejarah sampai sekarang hingga hadir inovasi-inovasi baru seiring

dengan perkembangan zaman. Dengan begitu, teknologi informasi akan mampu memaksimalkan

sumber daya manusia di semua sektor.

Perkembangan teknologi internet saat ini mendukung pertumbuhan online store di

Indonesia. Pertumbuhan online store di Indonesia yang semakin berkembang ini dapat dilihat dari

segi penjualan online yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini.

Berbelanja online telah menjadi sebuah gaya hidup paten bagi sebagian masyarakat

Indonesia, bukan hanya menjadi sebuah alternatif dalam membeli barang. Menurut BMI (Brand

& Marketing Institute), pada Desember 2014, dilakukan riset terhadap fenomena berbelanja online

yang mengungkapkan bahwa berbelanja online bukan hanya kegemaran wanita saja. Tetapi sesuai

hasil riset, wanita memang menempati urutan pertama dalam kegemarannya berbelanja online

yaitu dengan presentase sebesar 57%. Namun, kaum pria yang membeli barang online melalui e-

commerce juga tidak berbeda jauh yaitu dengan presentase sebesar 43%. Hal ini menunjukkan

bahwa kegemaran berbelanja online antara pria dan wanita telah menjadi sebuah gaya hidup pada

saat ini (Sumber: http://wolipop.detik.com, diakses tanggal 30 Juli 2015 : pukul 14.47).

Banyak sekali e-commerce yang menyediakan informasi mengenai perkembangan fashion

untuk pria, terlebih menyediakan berbagai kebutuhan fashion dan perawaan tubuh pria dan wanita,

seperti zalora.com, berrybenka.com, vipplaza.co.id, etclo.com, maskoolin.com, localbrand.co.id,

dan masih banyak lagi.


Berbeda dengan e-commerce lainnya, Maskoolin.com merupakan sebuah situs e-commerce

khusus pria yang hadir secara eksklusif di tengah maraknya situs-situs e-commerce khusus untuk

wanita di Indonesia. Maskoolin.com dikembangkan oleh PT. Rocktocom Ritek Busana yang

sebelumnya telah berhasil mengembangkan sebuah platform untuk social recommendation, yaitu

Rockto. Namun, pada tanggal 27 Mei 2016 lalu PT. Rocktocom Ritel Busana melakukan acara

peluncuran situs barunya di Freeware Spaces, Kemang, Jakarta. Start-up e-commerce asli

Indonesia ini sebenarnya telah dirilis sejak tahun 2012 lalu, dengan alamat domain sebelumnya

Maskool.in. selain berganti alamat domain, platform e-commerce yang didirikan oleh Ilham

Syafrialdi (CEO), Kristian Harahap, Errol Widhavian dan Mustafa Kemal ini juga berganti konsep.

Sewaktu meluncur pertama kali, Maskoolin masih menggunakan domain maskool.in. Di

masa ini, konsep mereka sederhana saja, seperti e-commerce fashion pada umumnya yang menjual

pakaian dan asesoris secara retail. Bedanya, Maskoolin mengutamakan merek-merek lokal.

Mereka juga memiliki merek fashion sendiri yang bernama Koala Authentic.

Kini Maskoolin sudah berganti alamat domain menjadi maskoolin.com, konsepnya

websitenya pun berubah. Situs baru Maskoolin ini tidak hanya menawarkan beragam produk

fashion saja, mereka kini mengedepankan beragam artikel mengenai tips-tips seputar penampilan.

Artikel yang disajikan ini pun bisa disesuaikan dengan pilihan karakter dan gaya penggunanya.

Begitu juga produk-produk yang direkomendasikan. Situs baru Maskoolin ini memang mengusung

fitur utama personalisasi. Contohnya, jika pengguna menyukai gaya berbusana yang sporty maka

konten dan produk yang ditampilkan akan menyesuaikan pilihan konsumen. Konsumen tidak akan

diberi rekomendasi gaya busana yang bukan sporty.

Maskoolin.com juga sudah berkembang menjadi e-commerce dengan konsep agregator.

Produk dari brand atau retailer yang sudah memiliki website e-commerce akan dikumpulkan dan

ditampilkan oleh Maskoolin. Beberapa supplier brand lokal yang bekerjasama dengan Maskoolin

antara lain Brodo, Fabelio, Monstore dan Goods Dept. Tidak hanya brand lokal, beberapa brand

internasional juga turut mengisi jajaran produk yang ditawarkan Maskoolin, di antaranya: Nike,

Fred Perry, Bellroy dan Briston Watches.

Citra pria telah dikonstruksi sedemikian rupa agar menghasilkan segmentasi pasar baru

yang dapat diperdagangkan secara meluas oleh berbagai pihak. Tubuh pria kemudian dikelompok-
kelompokkan di dalam kategori yang ada di atribut website e-commerce Maskoolin.com. Hal ini

dijadikan komoditas barang baru agar membentuk peluang bisnis yang baru pula sehingga

peningkatan pendapatan pun terjadi. Fenomena yang sementara ini berbasis dalam pria kelas A+

bukan tidak mungkin akan turun kebawah dan menjadi tren pada standart pria dengan pergaulan

level terbawah sekalipun. Keinginan pria untuk bisa tampil sempurna bukanlah monopoli orang-

orang berduit saja. Kini, hampir semua pria terjangkit wabah metroseksual untuk menunjukkan

identitas diri mereka agar keberadaan mereka diakui oleh masyarakat.

Mereka tidak lagi berbelanja sesuai kebutuhan yang mendatangkan nilai guna (purpose

shopping) yang biasa dianut pria-pria konvensional, tidak jarang pria-pria semacam ini

mendukung adanya emansipasi wanita karena mereka sendiri juga menginginkan kesetaraan

gender sebagai pria metroseksual yang tidak segan menampilkan sisi feminim dalam penampilan

berpakaian mereka. Mereka melupakan konteks-konteks maskulinitas yang harusnya mereka

miliki, jika dilihat saat ini, media tidak hanya dalam konteks kecilnya yang mempengaruhi

representasi pria di masyarakat, tetapi media dengan komoditas dan khalayaknya merupakan

wacana atau diskursus besar yang harus dilihat sebagai persoalan yang dikaji dalam posisi dan

fungsinya di masyarakat.

Membahas representasi-representasi pria yang tunggal, akan menghasilkan analisis yang

dangkal dan lemah level atau derajat kekritisannya terhadap upaya-upaya membongkar konstruksi

pria dalam bentuk-bentuk budaya populer yang diproduksi dalam masyarakat. Menurut Anthony

Easthrope (1986) yang mengeluarkan asumsi bahwa maskulinitas adalah hasil konstruksi budaya

yang tidak natural, tidak normal atau universal. Menurutnya maskulinitas dominan beroperasi

sebagai norma gender, termasuk di dalamnya “gay masculinities”. Sedangkan menurut Sean Nixon

(1996), yang memunculkan adanya konsep maskulinitas laki-laki baru, bahwa terjadi “regime of

representation” atau dominasi representasi terkait dengan maskulinitas laki-laki di empat media

yakni iklan televisi, iklan koran & majalah, toko-toko konvensial yang menjual pakaian dan

keperluan laki-laki, serta media internet khususnya online store yang sedang populer menjual

berbagai kebutuhan perawatan dan pakaian laki-laki.

Fenomena-fenomena tersebut kemudian memberikan gambaran lain terkait bahwa, saat ini

tidak hanya kaum hawa atau kaum wanita saja yang tertarik dengan bidang fashion. Dari tahun ke

tahun perkembangan pakaian pria semakin menuju kearah metroseksual, yakni semakin banyak
pria yang sangat memperhatikan setiap detail penampilan mereka dari ujung rambut sampai ujung

kaki. Beberapa hasil riset terdahulu telah membuktikan hal ini, seperti halnya riset yang dilakukan

oleh Euro RSCG yaitu, “The Future of Man”, yang dilakukan pada Juni 2003 di Amerika Serikat

dan Inggris. Riset ini berusaha menggali reaksi responden terhadap berbagai topik mulai dari sikap

pria terhadap wanita di tempat kerja sampai selebritis wanita yang dianggap pantas menjadi

kekasih ideal. Singkatnya hasil riset mereka menyimpulkan bahwa telah hadir sekelompok pria

yang jumlahnya terus bertambah dan melakukan apa yang mereka inginkan, membeli apa yang

mereka inginkan, menikmati apa yang mereka inginkan, terlepas dari apakah sebagian orang

mungkin menganggap hal ini sebagai hal yang berbau tidak kelelakian. (Hermawan, 2004).

Mayoritas pria-pria tersebut juga senang berbelanja baik pakaian, kebutuhan perawatan

wajah dan tubuh, maupun aksesoris pria melalui online store. Begitu banyak alasan mengapa

fenomena metroseksual layak dibahas mendalam. Bagi para pemasar tentu dibutuhkan alasan

khusus mengapa mereka harus memandang penting pemahaman atas metroseksual. Satu alasan

yang disepakati bersama adalah bahwa potensi pasar mereka sangatlah besar. Pasar metroseksual

dikatakan potensial karena merupakan segmen yang secara psikografis sangat royal dalam

berbelanja (Hermawan, 2004).

Maka dari itu, peneliti semakin tertarik untuk meneliti mengenai “Kategorisasi Fashion

Pria dalam E-commerce (Studi Analisis Wacana Kritis Kategorisasi Fashion Pria dalam E-

commerce khusus pria Maskoolin.com)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan peneliti diatas, maka dapat diketahui

bahwa rumusan masalah penelitian sebagai berikut : “Bagaimana kategorisasi fashion pria

digambarkan dalam e-commerce Maskoolin.com dilihat dengan menggunakan Analisis

Wacana Kritis perspektif Sara Mills?”

1.3 Tujuan & Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, penelitian ini menggunakan metode analisis

wacana kritis Sara Mills yang memiliki tujuan untuk mengetahui “kategorisasi fashion pria

digambarkan dalam e-commerce Maskoolin.com dilihat dengan menggunakan Analisis

Wacana Kritis perspektif Sara Mills”.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Pengembangan ilmu komunikasi terutama dalam bidang fashion sebagai bentuk pesan

komunikasi melalui e-commerce

2. Menambah pembendaharaan studi ilmiah dibidang Ilmu Informasi dan Komunikasi

khususnya tentang kategorisasi fashion pria dalam e-commerce, yang erat kaitannya

dengan munculnya perubahan gaya hidup metroseksual para pria masa kini.

3. Dapat menjadi tambahan referensi data mengenai kajian bidang penelitian sejenis dengan

metode analisis kualitatif dengan perspektif Studi Analisis Wacana Kritis Sara Mills.

- Manfaat Praktis

1. Bagi lembaga pusat informasi dan komunikasi, studi ini dapat dijadikan sebagai sebuah

landasan pemasaran suatu produk yang dapat didistribusikan secara mudah dan cepat

melalui internet yaitu melalui e-commerce. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia saat

ini telah banyak memanfaatkan internet sebagai pendukung kehidupan dalam menjalankan

berbagai macam tugas dan pekerjaannya maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-

hari.

2. Penelitian mengenai kategorisasi pria dalam e-commerce ini dapat memberikan penjelasan

kepada masyarakat bahwa adanya pergeseran nilai kebutuhan pada pakaian, bukan hanya

sekedar sebagai penutup badan tetapi kini pakaian telah berkembang menjadi gaya, gaya

inilah yang kita sebut sebagai fashion. Fashion kini telah banyak berkembang di kalangan

masyarakat, yaitu dengan adanya perubahan gaya hidup pria metroseksual yang merupakan

fenomena budaya populer di tengah kehidupan masyarakat modern saat ini.


1.4 Kajian Pustaka

1.4.1 Pengertian Gaya Hidup

Gaya hidup menurut Kotler (2002 : 192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang

diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan citra dirinya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan

diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan seluruh

pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia.

Menurut Assael (1984 : 252), gaya hidup adalah :

A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what they
consider important in their environment (interest), and what they think of themselves and the world
around them (opinions)”.
Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana

orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada

lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini).

Sedangkan menurut Minor dan Mowen (2002 : 282), gaya hidup adalah menunjukkan

bagaimana orang hidup,bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan

waktu. Selain itu, gaya hidup menurut Suratno dan Rismiati (2001 : 174) adalah pola hidup

seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat

yang bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan

lingkungan.

Dari berbagai pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup

seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan

uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu. Faktor-faktor utama pembentuk gaya hidup dapat

dibagi menjadi dua yaitu secara demografis dan psikografis. Faktor demografis misalnya

berdasarkan tingkat pendidikan, usia, tingkat penghasilan dan jenis kelamin, sedangkan faktor

psikografis lebih kompleks karena indikator penyusunnya dari karakteristik konsumen.

Dalam Gaya Hidup terbagi oleh 3 yaitu :


1. Aktivitas yaitu proses untuk menjalankan atau berpartisipasi dalam berdasarkan yang

hidup. Aktivitas juga bisa diartikan juga sebagai suatu kegiatan dimana seseorang melakukan suatu

proses untuk menjalani kehidupannya.

2. Minat adalah suatu perhatian khusus terhadap suatu hal tertentu yang tercipta dengan

penuh kemauan dan tergantung dari bakat dan lingkungannya. Minat dapat dikatakan sebagai

dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian

tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya. Sesuai pendapat yang dikemukakan Hurlock

(1990:144), bahwa semakin sering minat diekspresikan dalam kegiatan maka semakin kuatlah ia.

Minat dapat menjadi sebab terjadinya suatu kegiatan dan hasil yang akan diperoleh. Minat adalah

suatu pemusatan perhatian secara tidak sengaja yang terlahir dengan penuh kemauan, rasa

ketertarikan, keinginan, dan kesenangan (Natawijaya, 1978:94)

Menurut Soesilowindradini dalam Bukunya Tuharjo (1989 : 13) :

“Gaya hidup adalah suatu kegiatan yang dilakukan tidak sesuai minat akan menghasilkan
prestasi yang kurang menyenangkan”.
Dapat dikatakan bahwa dengan terpenuhinya minat seseorang akan mendapatkan

kesenangan dan kepuasan batin yang dapat menimbulkan motivasi. Purnama (1994 : 15)

menjabarkan karakteristik individu yang memiliki minat tinggi terhadap sesuatu yaitu: adanya

perhatian yang besar, memiliki harapan yang tinggi, berorientasi pada keberhasilan, mempunyai

kebangggaan, kesediaan untuk berusaha dan mempunyai pertimbangan yang positif. Pendapat

tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Slameto dalam buku Tomi Darmawan (2007) yang

menyatakan bahwa minat adalah rasa suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa

ada yang menyuruh, minat pada hakekatnya adalah penerimaan hubungan antara diri sendiri

dengan sesuatu di luar dirinya, semakin kuat atau semakin dekat hubungan tersebut maka semakin

besar minatnya.

3. Citra diri merupakan salah satu unsur penting untuk menunjukan siapa diri kita

sebenarnya. Citra diri Ia juga merupakan konsep diri tentang individu seperti apa yang

diangkapakan Maxwell Maltz dalam Bukunya Ranjit Singh Malhi (2005), yang berjudul

Enhancing Personal Quality. Ia mengatakan bahwa Citra diri seseorang terbentuk dari perjalanan

pengalaman masa lalu, keberhasilan dan kegagalan, pengetahuan yang dimilikinya, dan bagaimana
orang lain telah 42 menilainya secara obyektif. Kita sering melihat diri kita seperti orang lain

melihat kita. Citra diri juga bisa disebut dengan konsep diri.

1.4.1.1 Bentuk – bentuk Gaya Hidup

Menurut Chaney (dalam Idi Subandy,1997) ada beberapa bentuk gaya hidup, antara lain :

a. Industri Gaya Hidup

Dalam abad gaya hidup, penampilan-diri itu justru mengalami estetisisasi, “estetisisasi

kehidupan sehari-hari” dan bahkan tubuh / diri (body / self) pun justru mengalami estetisisasi

tubuh.Tubuh / diri dan kehidupan sehari-hari pun menjadi sebuah proyek, benih penyemaian gaya

hidup. “Kamu bergaya maka kamu ada!” adalah ungkapan yang mungkin cocok untuk

melukiskan kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah sebabnya industry gaya hidup untuk

sebagian besar adalah industri penampilan.

b. Iklan Gaya Hidup

Dalam masyarakat mutakhir, berbagai perusahaan (korporasi), parapolitisi, individu-

individu semuanya terobsesi dengan citra. Di dalamera globalisasi informasi seperti sekarang ini,

yang berperan besardalam membentuk budaya citra (image culture) dan budaya cita rasa (taste

culture) adalah gempuran iklan yang menawarkan gaya visualyang kadang-kadang mempesona

dan memabukkan. Iklanmerepresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara halus (subtle)

arti pentingnya citra diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga perlahan tapi pasti mempengaruhi

pilihan cita rasa yang kita buat.

c. Public Relations dan Journalisme Gaya Hidup

Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada kesimpulanbahwa dalam budaya

berbasis selebriti (celebrity based culture), para selebriti membantu dalam pembentukan identitas

dari parakonsumen kontemporer.Dalam budaya konsumen, identitas menjadisuatu sandaran

“aksesori fashion”. Wajah generasi baru yang dikenal sebagai anak-anak E-Generation, menjadi

seperti sekarang inidianggap terbentuk melalui identitas yang diilhami selebriti (celebrity-inspired

identity), seperti cara mereka berselancar di dunia maya cara mereka gonta-ganti busana untuk
jalan-jalan. Ini berarti bahwa selebriti dan citra mereka digunakan momen demi momen untuk

membantu konsumen dalam parade identitas.

d. Gaya Hidup Mandiri

Kemandirian adalah mampu hidup tanpa bergantung mutlak kepadasesuatu yang lain.

Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta

berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan tersebut untuk mencapai tujuan. Nalar adalah alat

untuk menyusun strategi. Bertanggung jawabmaksudnya melakukan perubahan secara sadar dan

memahami betuk setiap resiko yang akan terjadi serta siap menanggung resiko dan dengan

kedisiplinan akan terbentuk gaya hidup yang mandiri. Dengan gaya hidup mandiri, budaya

konsumerisme tidak lagi memenjarakan manusia. Manusia akan bebas dan merdeka untuk

menentukan pilihannya secara bertanggung jawab, serta menimbulkan inovasi-inovasi yang kreatif

untuk menunjang kemandirian tersebut.

e. Gaya Hidup Hedonis

Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untukmencari kesenangan

hidup, seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang pada

keramaian kota, senang membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat

perhatian. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dari suatu gaya hidup dapat berupa

gaya hidup dari suatu penampilan, melalui media iklan, modeling dari artis yang di idola kan, gaya

hidup yang hanya mengejar kenikmatan sematasampai dengan gaya hidup mandiri yang menuntut

penalaran dan tanggung jawab dalam pola perilakunya.

1.4.1.2 Faktor Pembentuk Gaya Hidup

Menurut pendapat Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) gaya hidup seseorang dapat dilihat

dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau

mempergunakan barang – barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan

pada penentuan kegiatan – kegiatan tersebut. Lebih lanjut Amstrong (dalam Nugraheni, 2003)

menyatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu

faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal)

A. Faktor Internal
• Sikap

Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan

tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara

langsung pada perilaku.Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan,

kebudayaan dan lingkungan sosialnya.

• Pengalaman dan pengamatan

Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman

dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang

akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akandapat membentuk

pandangan terhadap suatu objek.

• Kepribadian

Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang

menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.

• Konsep diri

Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsepdiri. Konsep diri sudah

menjadi pendekatan yang dikenal amatluas untuk menggambarkan hubungan antara konsep

dirikonsumen dengan image merek. Bagaimana individu memandangdirinya akan mempengaruhi

minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan

perilakuindividu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame

of reference yang menjadi awalperilaku.

• Motif

Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan

kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang

terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung

mengarah kepada gaya hidup hedonis.

• Persepsi
Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan

informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia.

B. Faktor Eksternal

• Kelompok referensi.

Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak

langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung

adalah kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan

kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi

anggota didalam kelompok tersebut. Pengaruh – pengaruh tersebut akan menghadapkan individu

pada perilaku dan gaya hidup tertentu.

• Keluarga

Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku

individu. Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak

langsung mempengaruhi pola hidupnya.

• Kelas sosial

Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam

sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap

jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem

sosial pembagian kelas dalam masyarakat yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial

artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, prestise hak - haknya serta

kewajibannya.Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja

maupun diperoleh karena kelahiran.Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan.

Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia

menjalankan suatu peranan.

• Kebudayaan
Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat

istiadat, dan kebiasaan – kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif,

meliputi ciri – ciri pola pikir, merasakan dan bertindak.

1.4.2 Shopping Lifestyle

Prastia (2013 : 3) mendefinisikan shopping lifestyle sebagai gaya hidup konsumen pada

kategori fashion yang menunjukkan sikapnya terhadap merek, pengaruh dari iklan dan

kepribadian. Zablocki dan Kanter (1976) seperti dikutip Japarianto dan Sugiharto (2013:4)

menyatakan bahwa shopping lifestyle mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan pilihan

seseorang tentang bagaimana cara menghabiskan waktu dan uang. Dalam arti ekonomi, shopping

lifestyle menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan, 13 baik

dari segi alokasi dana untuk berbagai produk dan layanan, serta alternatif – alternatif tertentu.

Hal ini menunjukkan bahwa shopping lifestyle mencerminkan pilihan seseorang dalam

menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup merupakan salah satu indikator dari faktor pribadi

yang turut berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Jika diartikan, gaya hidup merupakan pola

hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Gaya hidup

menggambarkan seseorang secara keseluruhan yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup

juga mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial seseorang dan menggambarkan bagaimana

mereka menghabiskan waktu dan uangnya. Gaya hidup pada prinsipnya adalah pola seseorang

dalam mengelola waktu dan uangnya.

Menurut Kotler dan Keller (2008:224) gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia

yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri

seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. Para pemasar mencari hubungan antara

produk mereka dengan kelompok gaya hidup. Contohnya, perusahaan penghasil komputer

mungkin mendapatkan bahwa sebagian besar pembeli komputer berorientasi pada pencapaian

prestasi. Dengan demikian, para pemasar dapat lebih jelas mengarahkan merek-nya ke gaya hidup

orang yang berprestasi. Para pemasar selalu menyingkapkan tren baru dalam gaya hidup

konsumen.
1.4.3 Fashion Involvement

Para peneliti telah mendefinisikan fashion involvement dari berbagai macam sudut

pandangnya. O’Cass (2005) seperti dikutip Japarianto dan Sugiharto (2013 : 5) mendefinisikan

involvement sebagai minat atau bagian motivasional yang ditimbulkan oleh stimulus atau situasi

tertentu, dan ditujukan melalui ciri penampilan. Zaichkowsky (1985) seperti dikutip Japarianto

dan Sugiharto (2013 : 5) mendefinisikan involvement sebagai hubungan seseorang terhadap

sebuah objek berdasarkan kebutuhan, nilai, dan ketertarikan.

Fashion involvement didefinisikan Prastia (2013 : 3) sebagai keterlibatan seseorang dengan

suatu produk fashion (aksesoris) karena kebutuhan, nilai dan ketertarikan sesorang terhadap

produk tersebut. Involvement dapat dipandang sebagai motivasi untuk memproses informasi. Celsi

dan Olson (1988) seperti dikutip Japarianto dan Sugiharto (2013 : 5) menyatakan bahwa selama

involvement meningkatkan produk, konsumen akan memperhatikan iklan yang berhubungan

dengan produk tersebut. Konsumen akan memberikan lebih banyak upaya untuk memahami iklan

tersebut dan memfokuskan perhatian pada informasi produk yang terkait di dalamnya, di sisi lain,

seseorang mungkin tidak akan mau repot untuk memperhatikan informasi yang diberikan.

Begitu pula dengan fashion pria, banyak orang baik wanita maupun pria saat ini yang

terlibat dengan fashion, menghabiskan waktu dan uang untuk gaya terbaru, sedangkan yang lain

(sering kali pria memenuhi syarat di kategori ini) menemukan bahwa berbelanja pakaian adalah

sebuah tugas. Dalam pemasaran fashion, fashion involvement mengacu pada ketertarikan

perhatian dengan kategori produk fashion (seperti aksesoris). Fashion involvement digunakan

terutama untuk meramalkan variabel tingkah laku yang berhubungan dengan produk pakaian

seperti keterlibatan produk, perilaku pembelian, dan karakteristik konsumen (Park 2006 : 25).

1.4.4 Konstruksi Maskulinitas dalam Image Pria Metroseksual sebagai komoditas

ekonomi

Sebuah konstruksi kelelakian terhadap pria disebut dengan maskulin. Pria tidak dilahirkan

begitu saja dengan sifat maskulinnya secara alami, maskulinitas dibentuk oleh budaya tempat

masyarakat berada. Kebudayaan telah membentuk makna maskulinitas bagi seorang lelaki yang
dilahirkan ke dunia (Barker, 2000 : 46). Menurut Barker nilai-nilai kebudayaan tersebut tentu

sangat berpengaruh terhadap makna maskulinitas pria, yang menentukan sifat perempuan dan pria

adalah kebudayaan. Maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-nilai, antara lain : nilai

kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan, pria

dan kerja. Diantara yang dipandang rendah adalah hubungan interpersonal, kemampuan verbal,

kehidupan domestik, kelembutan, komunikasi, perempuan dan anak-anak (Barker. 2000 : 48).

Maskulinitas menjadi hal yang sangat kompleks serta dinamis. Maskulinitas tidak bersifat

tunggal, tetapi beragam dan terkait erat dengan status sosial-ekonomi (Connell, 2002 : 5).

Pembahasan mengenai maskulinitas lekat hubungannya dengan dominasi kaum pria karena

maskulinitas tradisional meyakini bahwa pria haruslah sosok yang mendominasi. Dominasi

tersebut merupakan suatu cara bagi pria untuk menemukan sisi kelelakiannya. Pemikiran ini

berdasarkan pada penyataan Connell (2002 : 4) bahwa menjadi pria atau perempuan bukanlah

sesuatu yang ajeg tetapi merupakan proses menjadi (becoming) dalam kondisi yang secara aktif di

bawah konstruksi sosial.

Konstruksi sosial telah membentuk persepsi bahwa laki-laki yang dapat dikatakan sebagai

seorang pria maskulin atau pria sejati secara tradisional pada umumnya haruslah kuat, aktif serta

dapat mendominasi. Seperti hasil dari penelitian dari Williams & Best (dalam Lips, 2008 : 7)

bahwa 25% Negara, 75% responden mengatakan bahwa pria harus memiliki semangat juang yang

tinggi, sifat petualang, mendominasi, kuat, mandiri, serta macho. Tentu maskulinitas dalam diri

lelaki menjadi penting, mengingat seorang lelaki diharapkan dapat memenuhi kritera-kriteria

tersebut untuk menjadi lelaki yang maskulin. Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi hal yang

menyimpang, seperti lelaki yang bergaya dan memiliki sifat layaknya seorang perempuan.

Akan tetapi semua itu mulai mengalami pergeseran, salah satu faktor yang menyebabkan

pergeseran nilai-nilai serta definisi maskulinitas adalah media massa, serta perkembangan internet

yang sangat pesat. Internet yang awalnya hanya digunakan sebagai mesin pencari informasi saja,

saat ini telah berkembang menjadi media pertukaran informasi, media komunikasi terbesar dan

tercepat, media massa online, media sosial, media jual beli, dan lain sebagainya. Sehingga semakin

banyak pengetahuan baru yang diambil dari budaya masyarakat lain yang disajikan oleh internet.

Menurut Beynon (dalam Nasir, 2007 : 5) hal yang terjadi dengan laki-laki sekarang ini

adalah munculnya sesuatu yang khas dan semakin lama gejala kelelakian semakin penuh dengan
istilah-istilah baru yang saat ini sedang “trend” adalah pria metroseksual. Michael Flocker dalam

bukunya Metrosexual Guide to Style Handbook for Modern Man (2003 : h.iii) menjelaskan bahwa

pria metroseksual adalah trendsetter pada pria abad ke-21, pria urban yang memiliki sense

aesthetic yang tinggi, pria yang menghabiskan waktu dan uang untuk penampilan dan berbelanja

serta pria yang tidak canggung menunjukkan sisi feminimnya.

Pria metroseksual tidak canggung menunjukkan eksistensinya dalam masyarakat, mereka

memproduksi identitas yang digunakan sebagai pembeda antara satu dengan lainnya. Ada berbagai

alat / system yang dapat dipakai untuk memproduksi identitas, salah satu alat yang dapat dipakai

adalah website belanja online. Website belanja online ini sendiri telah menjadi gaya hidup yang

dianggap sebagai standart kelayakan hidup setiap orang sehingga wajib diikuti.

Dalam abad gaya hidup, penampilan adalah segalanya (David Chaney, 1996 : 15-18).

Perhatian terhadap urusan penampilan sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam sejarah. Urusan

penampilan atau presentasi diri ini sudah lama menjadi perbincangan sosiolog dan kritikus budaya,

Erving Goffman misalnya dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self In Everyday Life

(1959), mengemukakan bahwa kehidupan sosial terutama terdiri dari penampilan teatrikal yang

diritualkan yang kemudian dikenal dengan pendekatan dramaturgi (dramaturgical approach).

Yang dia maksudkan adalah bahwa kita bertindak seolah-olah di atas panggung. Bagi Goffman,

berbagai penggunaan ruang, barang-barang, bahasa tubuh, ritual interaksi sosial tampil untuk

memfasilitasi kehidupan sosial sehari-hari.

Di abad modern seperti ini, ungkapan “Kamu bergaya maka kamu ada!” (David Chaney,

1996 : 15) mungkin cocok untuk melukiskan kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah

sebabnya industri gaya hidup untuk sebagian besar adalah industri penampilan. Dalam ungkapan

Chaney, “penampakan luar” menjadi salah satu situs yang penting bagi gaya hidup, hal-hal

permukaan akan menjadi lebih penting daripada sekedar substansi. Gaya dan desain menjadi lebih

penting daripada fungsi. Gaya menggantikan substansi, kulit akan mengalahkan isi. Pemasaran

penampakan luar, penampilan, hal-hal yang bersifat permukaan atau kulit akan menjadi bisnis

besar gaya hidup.

Lebih jauh lagi Chaney mengingatkan bagaimana para politisi, selebriti, artis pertunjukan,

dan figur-figur publik lainnya akan terus berusaha memanipulasi penampakan luar citra diri

mereka (gaya hidup mereka) untuk merekayasa kesepakatan dan mendapatkan dukungan, serta
lebih buruknya mengkonstruksi opini publik mengenai gaya hidup. Dalam bukunya, Chaney

mengungkapkan, “Jadi, baik korporasi-korporasi, maupun para selebriti dan kelompok figur

publik lainnya, seperti para politisi, berupaya memanipulasi citra mereka dengan cara-cara yang

menyanjung-nyanjung dan menghindari publisitas yang merusak”.

Chaney juga mengatakan bahwa pada akhir modernitas semua yang kita miliki akan

menjadi budaya tontonan (a culture of spectacle). Semua orang ingin menjadi penonton dan

sekaligus ditonton. Ingin melihat tapi sekaligus juga dilihat. Disinilah gaya mulai menjadi modus

keberadaan manusia modern seperti ungkapan-ungkapan : “Kamu bergaya maka kamu ada!” atau

“Kalau kamu tidak bergaya, siap-siaplah untuk tidak dianggap (tidak ada)”, masyarakat akan

meremehkan, mengabaikan, atau mungkin melecehkan seseorang yang tidak mengikuti gaya hidup

masyarakat modern saat ini. Itulah sebabnya mungkin orang sekarang perlu bersolek atau berias

diri baik wanita maupun pria sekalipun. Jadilah kita komunitas “masyarakat pesolek” (dandy

society). Tak usah susah-susah menjelaskan mengapa tidak sedikit pria dan wanita modern yang

perlu tampil “beda” sebagai istilah dari modis, necis, perlente, dan dandy. Kini gaya hidup

demikian bukan lagi monopoli artis, model, peragawan/peragawati ataupun selebriti saja yang

memang sengaja mempercantik diri untuk tampil di panggung. Tapi, gaya hidup golongan

penganut dandyism kini sudah ditiru secara kreatif oleh masyarakat untuk tampil sehari-hari, ke

tempat kerja atau sekedar jalan-jalan, dan ngobrol dengan teman di mall. Mall adalah salah satu

tempat yang menjelma menjadi ladang persemaian gaya hidup.

Tidak heran, industri jasa yang memberikan layanan untuk mempercantik penampilan

wajah, kulit, tubuh, rambut dan terutama pakaian atau fashion telah dan akan terus tumbuh menjadi

usaha yang besar. Kini urusan bersolek tidak lagi melulu milik wanita, tapi kamu pria pun sudah

merasa perlu tampil dandy. Perubahan sensibilitas kaum pria dalam memandang penampilan dan

citra diri agaknya telah dilirik oleh industri kosmestik dan fashion di Tanah Air. Kini tidak hanya

menjamur shampo khusus untuk pria dari berbagai merek, tapi di rumah-rumah mode juga akan

mudah ditemui perlengkapan kecantikan dan pakaian khusus untuk pria dengan berlabel For Men!

Urusan solek-bersolek kini tidak hanya melulu di sekitar rekayasa penampilan tubuh (body

building) yang ditandai dengan menjamurnya fitness centre atau pusat kebugaran dan gejala

kebiasan berdiet atau operasi plastik di kalangan wanita maupun pria yang gelisah karena bentuk

tubuh atau ukuran tubuh yang dianggap kurang ideal. Industri kosultasi mengenai penampilan juga
tak kalah hebat, bahkan keberadaan outlet-outlet penunjang penampilan tersebut mencapai

pelosok-pelosok. Salah seorang psikolog Amerika terkemuka, Nancy Etcoff, dalam bukunya yang

berjudul Survival of The Prettiest : The Science of Beauty (1999) menyebut gejala tersebut dengan

sebutan Lookism. Lookism adalah teori yang menganggap bahwa semakin baik penampilan anda,

maka akan lebih sukses juga anda dalam kehidupan.

Dengan munculnya teori ini bahwa tidak hanya wanita saja yang senang memperhatikan

penampilan, namun laki-laki juga demikian sehingga muncul lah istilah Pria Metroseksual. Secara

etimologi, metroseksual berasal dari kata metropolis yang memiliki arti ibu kota dan seksual. Jadi,

metroseksual merupakan sosok narsistik dengan penampilan “dandy”, yang jatuh cinta tidak

hanya pada dirinya sendiri, tetapi juga pada gaya hidup urban. Metroseksual lahir karena beberapa

pengetahuan, antara lain pengetahuan dari kultur gay, seksualitas, anti-esensialisme, dan kritik

budaya sebagai dasar eksistensinya. Dengan demikian metroseksual sendiri merupakan seksualitas

baru yang lahir dari praktik visual seksualitas dan tubuh, yang membentuk atribut-atribut

seksualitas tersendiri. Mark Simpson menyatakan bahwa pria metroseksual adalah

“a dandyish narcissist in love not only himself but also his urban lifestyle...”
Menurut pernyataan diatas, kategori pria baru-baru ini memiliki rasionalitasnya sendiri,

yaitu sifat narsistik yang tinggi sehingga mereka selalu memperhatikan penampilannya (dandy).

Visibilitas pria dalam kategori ini dapat dengan mudah ditemui di kota-kota besar atau kota

metropolitan yang merupakan wilayah gaya hidup urban. Dengan kata lain, metroseksual

merupakan julukan yang ditujukan kepada pria urban perkotaan yang senang memperhatikan

penampilan cenderung narsistik dan tidak malu-malu menunjukkan sisi feminin dari dirinya.

Pria metroseksual terobsesi dengan penampilan prima dari ujung kaki hingga ujung rambut

yang terawat bersih. Mereka nyaman berjam-jam di salon untuk melakukan perawatan. Mereka

juga rajin mengunjungi spa untuk relaksasi tubuh. Citra metroseksual adalah wangi dan rapi.

Tubuh mereka dibalut dengan pakaian yang bermerek dan pas di badannya, disertai aksesori untuk

“mempercantik” penampilan. Mereka sangat aktif mengikuti perkembangan mode dengan

mengonsumsi beragam majalah mode terbitan mancanegara maupun lokal.

Perburuan akan gaya hidup yang glamour pria metroseksual yang semakin konsumtif ini

membuat para produsen dan industri hiburan dan fashion mencoba melakukan bujuk rayu terhadap

para pelanggan melalui ilusi-ilusi iklan tentang diri (illusions of self). Artinya, bahwa mereka
menarik pelanggan menggunakan bahasa-bahasa penampilan yang digunakan melalui industri-

industri budaya massa. Mereka diberi ilusi tertentu tentang keunikan dalam gaya hidup personal

yang menyilaukan sehingga terperangkap dalam penampakan luar dimana mereka tidak memiliki

kendali untuk tidak mengikuti trend atau gaya hidup yang sedang berkembang dengan sangat cepat

di kalangan masyarakat. Disinilah kita mulai memasuki wilayah periklanan gaya hidup dimana

komoditi diukir dengan gaya dan gaya adalah komoditi yang bernilai.

1.4.5 Munculnya Tren Fashion dan Lifestyle Pria Metroseksual

Istilah “Metroseksual” pertama kali diperkenaklan oleh Mark Simpson seorang jurnalis

berkebangsaan Inggris dalam sebuah artikelnya yang berjudul The Independent pada tahun 1994.

Seorang pria metroseksual telah menjadikan diri mereka sendiri sebagai objek cintanya. Oleh

karena itu, Simpson (2002) kemudian menggunakan istilah “narsisme” untuk menggambarkan

bentuk baru maskulinitas ini sebagai penekanan terhadap pentingnya penampilan bagi seorang

anak muda. Sebagaimana yang juga ditekankan Simpson disini para pria metroseksual

menginvestasikan berbagai usaha dan uangnya demi penampilan.

Yang menarik disini ialah, hal ini telah bertentangan dengan tradisi patriarki heteroseksual

yang ideal, dimana image pria yang dikonstruksikan oleh masyarakat adalah makhluk gagah,

serampangan, serta cuek akan penampilan, namun kini? Lebih jauh, posisi ini kemudian

membalikan pihak mana yang aktif dan pasif dalam hal gender. Sejak kemunculan pria

metroseksual ini maka dia telah menjadi subjek pasif bagi pihak lain dalam hal ini para wanita.

Pada awalnya, masalah seksualitas yang berhubungan dengan pria metroseksual ini ini selalu

dikaitkan homoseksual. Tetapi pemaknaan ini tidaklah benar karena apa yang sesungguhnya

dipersepsikan sebagai metroseksual adalah sebagai “pilihan gaya hidup, pola konsumsi,

penggunaan merk tertentu dan lingkaran sosial tertentu”.

1.4.5.1 Metroseksualitas

Saat ini terlihat fenomena yang sangat berbeda dengan masa lalu dimana banyak kaum pria

berbelanja di pertokoan untuk membeli produk tertentu. Perubahan apa yang sebenarnya sedang

terjadi, mengapa pria yang di masa lalu biasanya tidak tertarik untuk berbelanja tetapi kini menjadi

begitu tertarik untuk berbelanja. Tetapi masih terdapat keraguan apakah fenomena ini benar-benar

sesuatu yang baru. Karena pada abad ke-19 hal tersebut juga telah ada tetapi seringkali dikaitkan

dengan aktivitas gay dan lesbian. Secara sederhana, pada masa itu pria dianggap aneh apabila
menggunakan sesuatu yang seharusnya diperuntukan bagi wanita—katakanlah memakai baju yang

berwarna pink misalnya. Tetapi sekarang telah terjadi perubahan dimana hal tersebut kemudian

dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Sejarah juga menunjukan bahwa bahwa di masa lalu telah

ada pria yang suka berbelanja dan melakukan perawatan diri dibandingkan pria lainnya, tetapi hal

tersebut tidak pernah digambarkan sebagai pria metroseksual (Simpson, 2002)

Sejarah juga memperlihatkan bahwa ada sebagian pria yang memberikan perhatian lebih

terhadap penampilannya dibandingkan pria lainnya. Pakaian dan penampilan selalu menjadi hal

yang penting bagi pria ini. Hal tersebut tergambar dengan jelas dalam buku The Great Gatsby

(1925) yang ditulis oleh Francis Scott Fitzgerald dimana digambarkan jenis-jenis pakaian yang

digunakan sebagai karakter utama pria. Karakteristik ini sering disebut “narsistik” dan “narsisme”

yang seringkali dikaitkan dengan metroseksualitas (Parobkova, 2009).

Istilah “narsisme” ini berhubungan dengan mitologi Yunani kuno mengenai seseorang

yang bernama Narcissus yang digambarkan sebagai pria muda yang cantik. Pada suatu saat

pendeta Oracle berkata kepada Narcissus bahwa dia akan hidup sampai usia tua sampai dia sendiri

tidak akan pernah mengetahuinya. Akibat perkataan Oracle tersebut Narcissus kemudian menjadi

tidak peduli dengan cinta yang kemudian membuat patah hati para pria dan wanita yang

mengaguminya. Hingga pada suatu hari dia membungkukan badannya untuk minum dari sebuah

kolam. Narcissus kemudian melihat bayangan dirinya di kolam tersebut dan kemudian dia merasa

jatuh cinta terhadap dirinya sendiri. Sambil menangis dia berkata “Sekarang aku tahu mengapa

orang lain merasa tersakiti olehku, karena sebenarnya aku telah terbakar oleh kecintaan terhadap

diriku sendiri” dan bagaimana aku dapat mencapai cinta yang hanya terlihat sebagai bayangan di

dalam air” (Hamilton, 1992). Narcissus kemudian perlahan memudar sebagaimana bayangannya

dan kemudian berubah menjadi apa yang dikenal kemudian sebagai bunga Narcissus.

Terdapat banyak kemiripan antara pria “metroseksual” dan pria “narsis” yaitu terutama

obsesinya terhadap penampilan serta keinginannya untuk dikagumi oleh orang lain. Tetapi terdapat

perbedaan yang signifikan yaitu pria metroseksual lebih merasa percaya diri (self-confident)

dan extrovert. Mereka selalu berpikir agar terlihat luar biasa di hadapan orang lain tetapi tidak

terpengaruh ketika orang lain mengatakan bahwa pakaiannya jelek misalnya. Hal ini kontras

dengan pria “narsis” dimana mereka adalah seorang introvert yang selalu ingin terlihat dan

terdengar bagus di hadapan orang lain. Seorang “narsis” memperhatikan setiap kritikan yang
ditujukan kepadanya dengan serius dan mereka biasanya merasa “dijatuhkan” ketika ada yang

mengkritik penampilannya.

Istilah lainnya yang seringkali dikaitkan dengan metroseksual ini adalah pria pesolek

(dandy) dan secara faktual para dandy ini dalam berbagai aspek memiliki banyak kesamaan

dengan pria metroseksual (Bree, 2004). Istilah dandy muncul di akhir abad ke-18 dan awal abad

ke-19 untuk menggambarkan pria yang sangat memperhatikan penampilan fisik. Muncul pertama

kali di Inggris dan Perancis dan salah satu yang dikenali sebagai dandy pada waktu itu adalah Lord

Byron. Jadi pria dandy sebenarnya telah ada sejak sekitar 200 tahun yang lalu. Karakteristik utama

seorang dandy disamping sangat memperhatikan penampilan, mereka juga sangat berhati-hati

didalam menggunakan bahasa.

Pria dandy hanya menggunakan bahasa yang halus serta fokus menggunakan waktu

luangnya untuk pergi ke teater atau membaca buku. Dalam banyak hal, pria ini mencoba untuk

meniru cara hidup kaum aristokrat pada waktu itu dengan memperhatikan pakaian dan rambutnya.

Thomas Carly mendefinisikan pria dandy ini sebagai “pria yang keberadaannya tidak terlepas dari

pakaian yang dikenakannya”. Setiap panca inderanya dari mulai jiwa, semangat serta hartanya

digunakan hanya untuk memilih pakaian secara baik dan bijak, sehingga “dia tidak berpakaian

untuk hidup tetapi hidup untuk berpakaian”.

Terdapat pula persamaan antara dandy dengan pria metroseksual yaitu dalam hal

berpakaian. Mereka senang menjadi pusat perhatian orang lain terutama penampilan fisiknya.

Tetapi apa yang membedakan antara pria dandy dan pria metroseksual ini adalah peranan olahraga

dimana pria dandy tidak memiliki ketertarikan terhadap aktivitas olahraga dibandingkan pria

metroseksual. Bagi seorang pria dandy olahraga adalah sesuatu yang sederhana dan wajar saja

tetapi bagi seorang pria metroseksual olahraga merupakan bagian penting dari gayanya. Seorang

pria metroseksual sejati biasanya memiliki hobi yang baik terhadap aktivitas olahraga ini. Dengan

kata lain persamaan antara seorang dandy dengan metroseksual adalah dalam hal pakaian dan

penampilan. Tetapi yang secara signifikan membedakan mereka adalah atribut sebagai seorang

“atlit”.

1.4.5.2 Pria Metroseksual Saat Ini


Pandangan lainnya melihat bahwa keberadaan pria metroseksual merupakan produk dari

masyarakat masa kini. Simpson (2002) melakukan kritik terhadap masyarakat beserta kulturnya.

Karena pada waktu itu banyak orang yang membelanjakan uangnya untuk membeli berbagai

produk serta menjadikannya sebagai aktivitas yang paling penting. Dia tidak begitu menyukai

gagasan mengenai adanya pria kaya yang hidup di daerah metropolitan dan hanya menghabiskan

uangnya untuk membeli berbagai produk yang diiklankan. Menurut Simpson, iklan inilah yang

kemudian mendorong para pria untuk hidup dengan gaya konsumerisme.

Tetapi sejak saat itu, seluruh media mulai menggunakan istilah “metroseksual” dan segera

menjadi simbolisasi bagi seorang pria muda yang kaya dan sukses. Gambaran diri ini kemudian

ditangkap perusahaan-perusahaan kosmetik dengan mulai memfokuskan kepada pria metroseksual

ini dan hasilnya ternyata sangat bagus. Produksi kosmetik mereka terus meningkat serta

mengalami pertumbuhan yang pesat. Sehingga berbagai perusahaan yang pada awalnya hanya

memproduksi kosmetik bagi wanita seperti Nivea, Clarins dan Christian Dior secara perlahan-

lahan mulai mengganti strategi pemasaran mereka dengan mendistribusikan produk bagi kaum

pria. Keadaan ini terus berlanjut sampai saat ini dengan sisi komersialisasi yang lebih masif

dibandingkan sebelumnya. Perusahaan tersebut berlomba-lomba untuk “membujuk” pria agar

menggunakan berbagai jenis produk kosmetik mereka. Setiap media fashion kemudian

menampilkan pakaian dan produk perawatan kulit terbaru dan pria yang muncul didalam iklan

tersebut kemudian dianggap sebagai simbol “sex” bagi para perempuan sehingga banyak pria

lainnya yang mencoba meniru.

Fenomena ini di satu sisi melihat laki-laki yang ingin terlihat sebagai selebritis atau bintang

iklan. Selain merasa diperhatikan wanita, mereka juga berpikir akan menjadi sukses apabila

menggunakan pakaian yang mahal serta memakai krim wajah seperti yang ada didalam iklan

tersebut. Sebagian mereka mengatakan hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar termasuk ketika

berpenampilan seperti wanita. Tetapi menurut Simpson (2002), hal tersebut tidaklah wajar karena

pada dasarnya mereka seperti sedang melihat dirinya di dalam cermin (mirror man). Di depan

cermin tersebut mereka seperti sedang melihat dirinya sendiri dan kemudian merasa puas.
1.4.5.3 Perubahan Kultural Maskulinitas Pria

Budaya populer seringkali memproduksi perubahan serta menciptakan ketidakstabilan

didalam kekuatan sosial yang dalam konteks ini meruntuhkan maskulinitas laki-laki (Gardiner,

2002 dalam Pompper, 2010). Hal ini kemudian meruntuhkan hegemoni maskulinitas dimana

hegemoni ini kemudian dipandang hanya sebagai “ilusi” yang ditayangkan melalui berbagai film

hollywood, program televisi, majalah gaya hidup pria serta olahraga. Marjorie Garber, seorang

Professor Bahasa Inggris dari Universitas Harvard mengesankan bahwa masyarakat sedang dalam

keadaan “krisis”. Bukan hanya krisis dalam hal kemanusiaan tetapi juga krisis mengenai

pemahaman terhadap pria khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap peranan laki-laki

didalam keteraturan sosial. Dalam buku On Men : Masculinity in Crisis, digambarkan pria merasa

bangga ditempatkan didalam masyarakat sebagai pelindung bagi keluarganya. David Gauntlett

(2002:6-7) didalam bukunya Media, Gender and Identity menyebutkan ide mengenai

“maskulinitas dalam krisis” yang terjadi ketika pria mulai memiliki peran baru sementara wanita

menjadi lebih mampu untuk berkontribusi di tempat kerja.

Hasilnya, ketika lebih banyak wanita yang tidak lagi bergantung kepada suaminya

karena mampu memenuhi kebutuhannya sendiri berikut keluarganya maka peranan tradisional pria

menjadi semakin berkurang. Di masa lalu, wanita lebih tertarik kepada pria yang mampu

memberikan dan melindungi keluarga, disini faktor penampilan pria bersifat sekunder. Tetapi saat

ini berbeda, dengan semakin mandirinya perempuan dalam hal keuangan maka wanita dapat lebih

selektif didalam memilih pasangannya. Sekarang penampilan pria menjadi faktor yang lebih besar

dan menentukan.

Clare (2000 dalam Gauntlett, 2002:7) menyetujui bahwa sebuah perubahan diperlukan

dimana komunikasi, emosional dan ekpresi cinta menjadi penting. Pria tidak perlu menjadi seperti

wanita tetapi mereka dapat mengembangkan sebuah bentuk baru maskulinitas yang menempatkan

nilai cinta, keluarga dan hubungan personal secara lebih besar serta berupaya mengurangi

kekuasaan, rasa kepemilikan dan prestasi.

Tampaknya saat ini selain telah terjadi perubahan didalam kultur dan nilai maskulinitas

melawan nilai feminitas, juga telah terjadi perubahan peran “sex”. Mengacu kepada Hoyer dan

MacInnis (2004:425), maskulinitas seringkali dihubungkan dengan ketegasan, kesuksesan serta


persaingan dimana kemudian laki-laki dihubungkan dengan sifat agresif, dominan dan kuat. Ini

juga dicerminkan dalam pernyataan “jadilah laki-laki” (Gauntlett, 2002:9). Sementara nilai-nilai

feminin mengacu kepada wanita sebagai pihak yang memiliki budaya memelihara atau budaya

kepedulian masyarakat serta dikaitkan dengan istilah lemah, emosional dan pandai berkomunikasi.

Gauntlett (2002) melakukan sebuah pengamatan yang sangat menarik dimana ternyata “feminitas

tidak selalu harus terlihat atau dinyatakan sebagai wanita” tetapi itu tidak lebih dari sebuah

stereotip dari peranan wanita di masa lalu. Apabila dilihat dari pengertian tersebut maka terlihat

adanya hubungan yang logis dengan kemunculan pria metroseksual.

Hoyer dan MacInnis (2004:371) juga menggambarkan bagaimana masyarakat kita mulai

mengharapkan pria untuk memenuhi peran baru didalam rumah tangga seperti mengasuh anak

serta melakukan pekerjaan rumah tangga. Beberapa suami kemudian memiliki peran ganda yaitu

selain di tempat kerja juga di keluarga dan mereka merasa rela dengan tanggung jawab ini. Tetapi

sebagiannya lagi belum dapat menerima perubahan peranan tersebut terutama mengenai fungsi

laki-laki dalam ranah domestik rumah tangga. Dengan menunjukan sisi sensitifitas atau feminis

tersebut, seperti mencintai, peduli, emosi dan berperasaan yang lebih dari sekedar seorang ayah,

maka kemudian laki-laki didefinisikan sebagai metroseksual. Tetapi yang perlu juga diperhatikan

tidak semua pria yang tersentuh sisi sensitifitasnya tersebut adalah seorang metroseksual.

Sementara wanita sendiri memiliki peranan yang berbeda. Kini mereka memiliki status

yang lebih tinggi didalam posisi sosialnya yang kemudian menjadi faktor utama didalam evolusi

peranan gender. Etcoff (1999:82) menduga bahwa wanita masa kini menghabiskan lebih banyak

waktunya dengan memandang pasangannya sebagai pesaing. Para pria kemudian merasa

membutuhkan sebuah “senjata” lain yaitu penampilan fisiknya sendiri. Sebagai akibat perubahan

peran ‘sex’, maka produk tertentu kemudian dihubungkan dengan salah satu gender seperti

kosmetika dan pekerjaan di bidang keuangan misalnya sehingga terjadi penggolongan sex. Dengan

adanya perubahan ini kemudian menjadi menarik bahwa terjadi semacam kesepakatan bahwa

kecantikan ternyata membawa kepada kekuasaan dan status yang lebih tinggi. Disini kemudian

terlihat sebuah bentuk perjuangan baru didalam upaya memperoleh status. Dengan kata lain telah

terjadi pergeseran didalam “kekuasaan” dimana pria dianggap menjadi ancaman nyata bagi

kecantikan yang merupakan status kekuasaan perempuan yang telah dimiliki bertahun-tahun.
Terkait aspek spasial, wilayah perkotaan menjadi saksi terhadap kemunculan pria

metroseksual ini. Wilayah perkotaan memiliki banyak pertokoan, salon penata rambut serta

berbagai klub dan tempat kebugaran. Selain itu wilayah perkotaan juga cenderung lebih toleran

terhadap perbedaan dibandingkan dengan daerah pedesaan dimana kelas pekerjanya sulit untuk

merubah peranan sex konvensionalnya. Secara tradisional, para wanita disini lebih banyak

menghabiskan waktunya di rumah bersama anak-anak, keluarga, teman serta tetangganya.

Sementara laki-lakinya menikmati manghabiskan waktunya bersama teman-temannya untuk

mengejar hobi mekanis dan bekerja.

Tetapi yang cukup mengejutkan, meskipun di kota kecil ini masyarakatnya mulai

menyaingi apa yang terlihat di kota besar. Sikap terhadap gender kemudian berubah dan

metroseksualisme menyebar. Hoyer dan MacInnis (2004:453) menambahkan bahwa terdapat

orang-orang tertentu yang menjadi pemimpin opini, membentuk, memperbaiki atau membentuk

kembali prinsip-prinsip kultural yang kemudian dikaitkan dengan berbagai produk serta atribut

tertentu.

Para pemimpin opini tersebut seperti David Beckham,Hugh Jackman, Brad Pitt, Orlando

Bloom dan Jeff Gordon memiliki pengaruh yang besar didalam merubah sikap terhadap

metroseksualitas. Kelas pekerja kemudian mulai mengagumi serta meniru para atlit dan aktris

hollywood tersebut sehingga dampaknya mereka kemudian membawa pemahaman mengenai

metroseksualitas yang lebih baik ke wilayah pedesaan. Imogen Matthews (2005:39) pengarang

“How men Catch Ob to Cosmetic” menemukan bahwa dengan semakin tumbuhnya dorongan

media disertai gambaran budaya yang “menggoda” maka banyak remaja dan anak muda yang kini

mengakui bahwa mereka perlu untuk berpenampilan lebih baik. Tidak seperti generasi yang lebih

tua dimana mereka cenderung melihat adanya kontradiksi antara maskulinitas dan kesombongan.

1.4.5.4 Hegemoni Kultural

Gencarnya iklan dan promosi produk dari bangsa barat mengenai pentingnya lelaki

memperhatikan tampilan tubuh menjadi suatu hal yang telah mendominasi alam pikiran beberapa

lelaki dalam cara berpakaian dan menata diri. Apa yang ditampilkan dan dipresentasikan di dalam

iklan sebenarnya adalah bagaimana bangsa Eropa dalam hal ini melalui perusahaan-perusahaan

yang memproduksi produk-produk tersebut mencoba mengubah selera konsumen dan cara berpikir
mereka didalam memaknai bagaimana pria seharusnya berpakaian dan bergaya. Dengan mengutip

pemikiran Gramsci ini adalah bentuk dari hegemoni barat terhadap bangsa-bangsa lain di dunia.

Gramsci berpendapat bahwa budaya Barat sangat dominan terhadap budaya di negara-negara

berkembang, sehingga negara berkembang kemudian mengadopsi budaya Barat.

Dalam konteks developmentalisme, konsep Gramsci memang sangat dekat dengan dasar

pemikiran teori dependensi (Cardoso), termasuk imperialisme struktural (John Galtung) dan

imperialisme kultural (Herbert Schiller). Herbert Schiller seorang pendukung utama imperialism

kultural menyatakan bahwa industri komunikasi telah merubah pola pikir manusia modern dan

sebagai media untuk menyebarkan hegemoni keseluruh penjuru dunia. Selain itu Barat kemudian

memperoleh keuntungan yang luar biasa besar dari pembelian produk-produk mereka di seluruh

dunia. Produk-produk tersebut masuk ke negara-negera berkembang dengan dalih modernitas

yang kemudian modernitas ini masuk ke alam pikiran suatu bangsa. Sehingga negara-negara

berkembang hanya punya dua pilihan yaitu mengikuti nilai dan gaya modernitas atau terseingkir

dari “gelanggang” sejarah.

Masifnya penetrasi modernisasi ini, jika dahulu dibantu dan dipercepat melalui peralatan

perang, maka di era sekarang mereka masuk melalui komunikasi, iklan maupun pemberitaan yang

canggih melalui beragam media seperti internet, televisi, dan koran. Imperialisme dan globalisasi

sesungguhnya dua fenomena dengan pesan yang sama, ‘perluasan daerah kekuasaan modernitas’.

Media menjadi lebih penting daripada pesan yang disampaikannya dan sistem tanda lebih

bermakna dibandingkan sistem objek. Konsumen kemudian hanyut dalam simbol, citra dan

penampilan yang telah dikonstruksikan oleh bangsa-bangsa yang lebih maju dalam penguasaan

teknologi.

Gaya hidup metroseksualitas yang hadir di tengah-tengah masyarakat dengan ideologi

sosok arsistik berpenampilan dandy, konsumtif serta memanfaatkan waktu luangnya di klub, spa,

salon, butik, penata rambut, restoran, dan toko ternama merupakan hasil dari keahlian para

produsen ‘ideologi‘ tersebut. Mereka membangkitkan kebutuhan terhadap estetika penampilan

didalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai bentuk tawaran iklan produk kecantikan serta

keahlian perawatan rambut, wajah, laser, blue peel, teta peel dan sebagainya yang tidak hanya

ditawarkan kepada kaum wanita tetapi juga pria.


1.4.5.5 Metroseksual dan Relasi Gender

Salah satu faktor pendorong yang paling penting dalam munculnya fenomena “pria

metroseksual” ini adalah perluasan identitas gender. Gender adalah salah satu bentuk prilaku yang

paling penting dikodifikasikan dalam semua masyarakat dan budaya (Leiss, Kline & Jhally,

1990:215). Ketika kesetaraan gender marak didengungkan oleh kaum feminis untuk menuntut

kesamaan hak dengan laki-laki, maka laki-laki pun demikian. Kaum laki-laki memiliki alasan

bahwa mereka melakukan aktivitas shopping, pergi ke salon, berolahraga di gym, memakai produk

bermerek, dan lain-lain untuk menjaga kesehatan dan menjaga kesan baik di hadapan klien.

Dalam beberapa dekade terakhir, kita melihat sebuah visibilitas peningkatan tubuh laki-

laki di media dan budaya populer. Laki-laki mendapatkan eksposur meningkat tidak hanya dari

tubuh mereka melainkan juga dari gaya hidup yang menjadi pilihan terhadap konsumsi dan

kebutuhan emosional yang kemudian memunculkan sebuah representasi dalam budaya populer

dimana tubuh laki-laki digambarkan secara ideal dan erotis (Moore ,1988 & Simpson, 1994).

Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi terus mengalami fluktuasi dari zaman ke zaman. Semakin banyaknya kebutuhan hidup

manusia, semakin menuntut pula terjadinya perubahan gaya hidup. Sebagai dampaknya, hal ini

menuntut setiap orang untuk selalu up to date. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan hidup

dan didorong oleh pesatnya teknologi informasi dan komunikasi seperti surat kabar, televisi, film,

internet jarak informasi dari satu negara ke negara lain semakin tipis.

Jika diamati dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan dalam tuntutan gaya hidup baik pada

laki-laki maupun perempuan. Dalam konteks perempuan, mungkin bukan sesuatu yang

dipermasalahkan karena sebuah hal yang lumrah secara sosial dan mungkin bukan sesuatu yang

menarik untuk dikupas. Namun akan sangat berbeda jika subyeknya adalah laki-laki karena

menimbulkan sesuatu persepsi lain yang menimbulkan tanda tanya besar.

Walaupun di masa sekarang bukan menjadi sesuatu hal yang yang unik dan aneh lagi, laki-

laki berpenampilan macho namun “cantik” telah menimbulkan suatu logika baru pertumbuhan

zaman. Konsep bahwa industri kecantikan selama ini seolah bernaung di bawah gender perempuan

kini mulai bergeser ke kelompok laki-laki. Bukan sesuatu hal yang tabu lagi jika pria kini

cenderung memperhatikan penampilan dan perawatan tubuh mereka dan terkadang untuk beberapa
kelompok laki-laki ternyata lebih telaten dan intensif dalam melakukan perawatan dibandingkan

dengan perempuan. Populasi kaum lelaki yang menonjolkan sisi femininnya tidak hanya muncul

di kota-kota besar di Indonesia, bahkan di kota kecil seperti Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Kecenderungan pria untuk memperhatikan penampilan itu kemudian lebih trend disebut

dengan istilah Metroseksual. Gaya hidup ala metroseksual baru mulai mendunia pada tahun

pertengahan tahun 2002. Sejak saat itu metroseksual seakan menjadi produk dari globalisasi. Jika

kita menelusuri jejak sejarah, gaya hidup metroseksual telah ada dalam cerita mitos Yunani kuno

ribuan tahun yang lalu, ataupun sebelum kelahiran Raja Louis XIV dari Perancis di tahun 1638

yang terkenal dandy dan glamor, dan sebelum Caligula (Gaeus Caesar) menjadi kaisar Romawi.

Pada tahun 1994 dimana pertama kali diperkenalkan kata metroseksual oleh Mark Simpson

seorang kolomnis fashion dari Inggris.

Istilah metroseksual sebenarnya mengalami pergeseran makna dari definisi sebenarnya.

Pada awalnya Metroseksual tidak sekedar didefinisikan sebagai gaya hidup pria yang urban,

kosmopolitan, konsumtif dan narsistik. Metroseksual awalnya didefinisikan sebagai bentuk

maskulinitas baru bagi para laki-laki. Jika dulu maskulinitas diidentikkan dengan kegagahan,

kegarangan, tubuh yang besar, pekerja kasar dan berkepribadian keras, maka metroseksual

mendefinisikan maskulinitas yang baru.

Metroseksual mendefinisikan maskulinitas sebagai orang yang tidak malu menujukkan sisi

feminitasnya. Artinya maskulinitas tidak lagi hanya diidentikan dengan kegagahan, kegarangan

dan kekerasan. Maskulintas baru diartikan sebagai laki-laki yang mampu menunjukkan sisi

emosionalnya secara positif, kasih sayangnya, sensitifitasnya, romantis, empati dan lembut. Pria

dengan maskulinitas versi baru ini tidak ragu untuk menemani istrinya berbelanja, mengasuh dan

menggendong anaknya, memasak, mengurus rumah, menonton film drama, curhat dan hal-hal lain

yang selama ini diidentikkan dengan feminitas perempuan.

Apabila ditilik lebih jauh, sebenarnya metroseksual adalah salah satu keberhasilan gerakan

feminis. Feminisme berhasil mendefinisikan maskulinitas baru bagi para pria. Ranah domestik

seperti mengasuh anak, berbelanja, memasak dan mengurus rumah tidak lagi menjadi tanggung

jawab perempuan saja. Akan tetapi, menjadi tanggung jawab yang dibagi bersama.
Feminitas yang identik dengan kelembutan, sensitivitas dan emosionalitas bukan lagi

menjadi hal yang melemahkan dan memalukan. Tetapi justru menjadi hal yang wajar, manusiawi

dan alamiah. Pria yang menunjukkan emosinya, seperti menangis, tidak lagi dianggap sebagai pria

yang tidak normal. Disinilah feminitas perempuan naik derajat. Feminitas diperlakukan sebagai

hal yang alamiah dan terdapat tidak hanya pada perempuan saja tetapi juga terdapat pada pria.

Dalam kacamata sosial, feminitas tidak lagi menjadi sifat alami dari perempuan tetapi juga

sifat alami yang dimiliki oleh laki-laki. Feminitas tidak dikaitkan dengan gender tapi sebagai hal

yang umum bagi manusia baik perempuan dan pria sehingga kesetaraan antara kedua gender ini

tercapai. Apabila selama ini perempuan dinomorduakan karena dianggap lemah akibat

feminitasnya, maka dengan adanya metroseksual hal itu menjadi tidak berlaku lagi. Perempuan

dan pria menjadi gender yang setara karena maskulinitas dan feminitas bukan merupakan

monopoli salah satu gender saja. Feminitas dan maskulinitas bukan sesuatu hal yang

dianugerahkan tetapi hal yang bisa didefinisikan ulang.

Metroseksual kerap diindikasikan sebagai sesuatu yang baru. Fenomenanya kerap

dihubungkan dengan melejitnya arus globalisasi. Metroseksual telah menjadi suatu tren gaya hidup

dalam masyarakat metropolitan di seluruh dunia. Gaya hidup ini menampilkan sisi glamor dari

kehidupan seorang pria kaya raya dan fashionable. Sentuhan modern khas masyarakat urban sangat

melekat dalam kehidupan sehari-hari para laki-laki metroseksual. Saat ini, Metroseksual menjadi

suatu kata yang tidak asing, terutama bagi mereka yang hidup dalam lingkungan urban dan

kosmopolitan. Metroseksual sering didefinisikan secara bebas sebagai gaya hidup pria-pria yang

gemar berdandan dan narsis.

Akan tetapi, metroseksual yang merupakan sebuah upaya untuk mendefinisikan

maskulinitas baru ditunggangi oleh kepentingan kapitalisme. Komodifikasi metroseksual

mengubah maknanya hanya sekedar gaya hidup laki-laki urban, kosmopolitan, konsumtif dan

narsistik. Di Indonesia, berbagai gerai perawatan tubuh kaum laki-laki bermunculan menandakan

bahwa nilai kapitalistik lebih kental dalam pemilihan metroseksual. Sejatinya untuk menunjukkan

nilai feminin dari seorang laki-laki tidak hanya sekedar ditandai dengan perawatan tubuh.

Kapitalisme menemukan pasar baru dengan munculnya gaya hidup metroseksual.

Kapitalisme mencoba menawarkan produk-produk baru bagi para laki-laki dengan embel-embel
‘maskulin definisi baru’. Para laki-laki yang tadinya “hanya” menemani istrinya berbelanja,

akhirnya justru menjadi ikut berbelanja. Dan akhirnya metroseksual justru identik dengan gaya

hidup pria urban yang konsumtif.

Sayangnya saat ini metroseksual tidak lagi mencerminkan definisi awalnya. Kapitalisme

telah mendistorsi metroseksual. Jika ditanya kepada masyarakat tentang definisi metroseksual,

maka mayoritas mungkin akan menjawab metroseksual sebagai gaya hidup pria yang konsumtif,

narsistik dan kosmopolitan.

1.4.6 E-commerce sebagai Pembentuk Gaya Hidup

Munculnya era ekonomi informasi yang didukung oleh teknologi informasi ini

menyebabkan para produsen berimigrasi ke arah produktivitas informasi, dan teknologi

komunikasi. Hal ini menyebabkan terjadi pergeseran cara untuk memasarkan produk yang

dahulunya dipasarkan secara konvensional sekarang beralih pada pemasaran secara virtual atau

elektronik khususnya melalui media internet, yang lazimnya disebut e-commerce. E-commerce

adalah aktivitas penjualan dan pembelian barang atau jasa melalui fasilitas internet (Ferraro dalam

Hawkins, 2007). E-commerce dapat dilakukan oleh siapa saja dengan mitra bisnisnya, tanpa

dibatasi oleh ruang dan waktu. Dalam aktivitas e-commerce sesungguhnya mengandung makna

adanya hubungan antara penjual dan pembeli, transaksi antar pelaku bisnis, dan proses internal

yang mendukung transaksi dengan perusahaan (Javalgi dan Ramsey dalam Hawkins, 2007). E-

commerce telah merubah cara perusahaan dalam melakukan bisnis (Lee, 2001; Darch dan Lucas,

2002).

Perkembangan pesat e-commerce yang ada pada masyarakat saat ini tidak terlepas dari

perkembangan teknologi informasi yang ada, selain itu dengan adanya fasilitas yang ditawarkan

oleh e-commerce sangat menguntungkan bagi produsen dan konsumen.

Selain itu, e-commerce mampu memperluas pangsa pasar perusahaan dan kesempatan

untuk meraih konsumen potensial. E-commerce memungkinkan perusahaan untuk menurunkan

biaya pemeliharaan persediaan barang karena waktu yang dibuthkan dalam proses pemesanan

lebih pendek. Jaringan bisnisnya pun dapat memperbaiki tingkat respon sistem dan menurunkan

persediaan. Biaya pelayanan konsumen juga lebih rendah karena konsumen dapat secara langsung

mengakses spesifikasi kebutuhan mereka dan memesannya melalui web yang secara otomatis

lebih murah dibandingkan transaksi melalui telepon. Selain itu dalam kondisi tertentu, spesifikasi
maupun harga pengenalan produk baru atau pengembangan produk yang dapat secara mudah

diakses oleh konsumen melalui web-server.

E-commerce dapat memberikan dukungan bagi pemfasilitasan pelanggan karena

pelanggan dapat mencari informasi-informasi produk atau jasa dan melakukan transaksi secara

mudah, cepat, dan lebih akurat. Selain itu pelanggan dapat melakukan transaksi dari berbagai

tempat, baik dari rumah, kantor, warnet atau tempat-tempat lainnya baik melalui komputer, laptop,

tablet, handphone dan alat elektronik lainnya yang terkoneksi dengan internet. Pelanggan tak perlu

mendatangi toko, sehingga memungkin pelanggan dapat bertransaksi dengan aman tanpa harus

membawa uang tunai dalam jumlah besar yang nantinya dapat membahayakan pelanggan.

Banyaknya keunggulan yang diperoleh baik oleh produsen maupun konsumen dalam

menggunakan e-commerce menyebabkan berkembangnya perilaku gaya hidup metroseksual di

kalangan masyarakat, bahwa fenomena e-commerce merupakan sesuatu yang menjual mimpi dan

idealisme, sehingga hal ini menyebabkan timbulnya masyarakat konsumtif karena konsumen

ditawari dengan banyak informasi yang menggiurkan melalui iklan yang dikemas secara menarik

dan baik oleh produsen.

Apabila dahulu produsen lebih banyak menarik perhatian konsumen wanita untuk

berbelanja secara konsumtif, kini hal tersebut sudah tidak berlaku lagi akibat adanya produksi

gender. Dimana sekarang pria dan wanita setara, wanita dapat melakukan pekerjaan pria dan

begitupun sebaliknya, pria dapat mengerjakan pekerjaan wanita. Melalui produksi gender ini

beserta perluasannya yang konstan, mulai berkembanglah fondasi-fondasi budaya dan perubahan

gaya hidup terutama pergeseran nilai-nilai gaya hidup akan fashion atau berpakaian.

Dengan adanya kategorisasi gender dalam lingkup masyarakat sosial, maka muncul pula

adanya kategorisasi gender dalam berbagai hal, salah satunya dalam hal fashion e-commerce.

Seperti di salah satu media e-commerce yang ada di Indonesia yaitu Maskoolin.com, terdapat

pembagian kolom penjualan pakaian dan aksesoris antara laki-laki dan perempuan.

Fenomena tersebut dimanfaatkan oleh para pelaku industri hiburan dan fashion sebagai

target pemasaran. Semakin banyak iklan-iklan media massa serta produk-produk kecantikan

khusus pria yang semakin mendekonstruksi pikiran masyarakat bahwa budaya konsumtif untuk

berbelanja itu adalah sebuah tren yang wajib diikuti oleh masyarakat, yang mengakibatkan
mudahnya masyarakat khususnya masyarakat urban perkotaan yang dengan mudah menjadi

korban iklan atau target pemasaran atau target penjualan bagi e-commerce.

Segmentasi pasar atau target market dari e-commerce merupakan proses pemisahan

konsumen ke dalam beberapa kelompok untuk memimpin penelitian pasar, iklan, dan penjualan.

Pasar konsumen dapat dipisahkan melalui beberapa cara, seperti melalui geografi, demografi,

psikografi gaya hidup, dan keuntungan yang diperoleh.

Munculnya fenomena adanya e-commerce saat ini menunjukkan bahwa informasi telah

menjadi komoditas utama sehingga muncul adanya ekonomi teknologi informasi dan komunikasi,

hal ini menandakan bahwa kita telah memasuki masyarakat modern seperti yang disampaikan

Frank Webster (1974).

1.4.7 Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Theory)

Pada umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan orang yang homogen dan mudah

dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada mereka akan selalu diterima.

Fenomena tersebut melahirkan teori ilmu komunikasi yang dikenal dengan teori jarum suntik

(Hypodermic Needle Theory). Teori ini menganggap media massa memiliki kemampuan penuh

dalam mempengaruhi seseorang. Media massa sangat perkasa dengan efek yang langsung pada

masyarakat. Khalayak dianggap pasif terhadap pesan media yang disampaikan. Teori ini dikenal

juga dengan teori peluru, bila komunikator dalam hal ini media massa menembakan peluru yakni

pesan kepada khalayak, dengan mudah khalayak menerima pesan yang disampaikan media. Teori

ini makin powerfull ketika siaran radio Orson Welles (1938) menyiarkan tentang invansi makhluk

dari planet mars menyebabkan ribuan orang di Amerika Serikat panik.

Teori ini berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Teori ini mengasumsikan

bahwa komunikator yakni media massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih segalanya dari

audience. Teori ini memiliki banyak istilah lain yang biasa kita sebut Hypodermic needle (teori

jarum suntik), Bullet Theory (teori peluru) transmition belt theory (teori sabuk transmisi). Dari

beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik satu makna , yakni penyampaian pesannya hanya

satu arah dan juga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap komunikan.
Teori Peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa yang oleh para pakar

komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula Hypodermic Needle Theory (Teori Jarum

Hipodermik). Teori ini ditampilkan tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop stasiun

radio siaran CBS di Amerika berjudul The Invansion from Mars (Effendy.1993:264-265).

Istilah model hypodermic neadle timbul pada periode ketika komunikasi massa digunakan

secara meluas, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat, yaitu sekitar1930-an dan mencapai

puncaknya menjelang Perang Dunia II. Pada periode ini kehadiran media massa baik media cetak

maupun media elektronik mendatangkan perubahan-perubahan besar di berbagai masyarakat yang

terjangkau oleh allpowerfull media massa. Penggunaan media massa secara luas untuk keperluan

komunikasi melahirkan gejala-gejala mass society. Individu-individu tampak seperti

distandarisasikan, diotomatisasikan dan kurang keterikatannya di dalam hubungannya antarpribadi

(interpersonal relations).

Terpaan media massa (mass media exposure) tampak di dalam kecenderungan adanya

homogenitas cara-cara berpakaian, pola-pola pembicaraan, nilai-nilai baru yang timbul sebagai

akibat terpaan media massa, serta timbulnya produksi masa yang cenderung menunjukan suatu

kebudayaan masa.

Pengaruh media sebagai hypodermic injection (jarum suntik) didukung oleh munculnya

kekuatan propaganda Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Media massa memanipulasi kekuatan

besar. Bukti-bukti mengenai manipulasi kekuatan besar dari media massa ditunjukkan oleh

peristiwa bersejarah sebagai berikut :

a) Peranan surat-surat kabar Amerika yang berhasil menciptakan pendapat umum positif ketika

perang dengan Spanyol pada 1898. Surat-surat kabar itu mampu membuat penduduk Amerika

membedakan siapa kawan dan siapa lawan.

b) Berhasilnya propaganda Goebbels dalam periode Perang Dunia II.

c) Pengaruh Madison Avenue atas perilaku konsumen dan dalam pemungutan suara.

Istilah model jarum hipodermik dalam komunikasi massa diartikan sebagai media massa

yang dapat menimbulkan efek yang kuat, langsung, terarah,dan segera. Efek yang segera dan
langsung itu sejalan dengan pengertian Stimulus-Respon yang mulai dikenal sejak penelitian

dalam psikologi tahun 1930-an.

Model jarum suntik pada dasarnya adalah aliran satu tahap (one step flow), yaitu media

massa langsung kepada khalayak sebagai mass audiance. Model ini mengasumsikan media massa

secara langsung, cepat, dan mempunyai efek yang amat kuat atas mass audiance. Media massa ini

sepadan dengan teori Stimulus-Response (S-R) yang mekanistis dan sering digunakan pada

penelitian psikologi antara tahun 1930 dan 1940. Teori S-R mengajarkan, setiap stimulus akan

menghasilkan respons secara spontan dan otomatis seperti gerak refleks. Seperti bila tangan kita

terkena percikan api (S) maka secara spontan, otomatis dan reflektif kita akan menyentakkan

tangan kita (R) sebagai tanggapan yang berupa gerakkan menghindar. Tanggapan di dalam contoh

tersebut sangat mekanistis dan otomatis, tanpa menunggu perintah dari otak.

Teori peluru atau jarum hipodermik mengasumikan bahwa bahwa media memiliki

kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori ini

mengansumsikan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang

begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif).

Menurut Elihu Katz, model ini berasumsi :

1. Media massa sangat ampuh dan mampu memasukkan ide-ide pada benak komunikan yang

tak berdaya.

2. Khalayak yang tersebar diikat oleh media massa, tetapi di antara khalayak tidak saling

berhubungan.

Model Hypodermic Needle tidak melihat adanya variable-variable antara yang bekerja

diantara permulaan stimulus dan respons akhir yang diberikan oleh mass audiance. Elihu Katz

dalam bukunya, “The Diffusion of New Ideas and Practices” menunjukkan aspek-aspek yang

menarik dari model hypodermic needle ini, yaitu

1. Media massa memiliki kekuatan yang luar biasa, sanggup menginjeksikan secara mendalam

ide-ide ke dalam benak orang yang tidak berdaya.


2. Mass audiance dianggap seperti atom-atom yang terpisah satu sama lain, tidak saling

berhubungan dan hanya berhubungan dengan media massa. Kalau individu-individu mass

audienceberpendapat sama tentang suatu persoalan, hal ini bukan karena mereka berhubungan

atau berkomunikasi satu dengan yang lain, melainkan karena mereka memperoleh pesan-pesan

yang sama dari suatu media (Schramm, 1963) Model Hypodermic Needle cenderung sangat

melebihkan peranan komunikasi massa dengan media massanya. Para ilmuwan sosial mulai

berminat terhadap gejala-gejala tersebut dan berusaha memperoleh bukti-bukti yang valid

melalui penelitian-penelitian ilmiah.

Teori Peluru yang dikemukakan Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian dicabut

kembali tahun 1970-an, sebab khalayak yang menjadi sasaran media massa itu tenyata tidak pasif.

Pernyataan Schramm ini didukung oleh Lazarsfeld dan Raymond Bauer.

Lazarfeld mengatakan bahwa jika khalayak diterpa peluru komunikasi, mereka tidak jatuh

terjerembab, karena kadang-kadang peluru itu tidak menembus. Ada kalanya efek yang timbul

berlainan dengan tujuan si penembak. Sering kali pula sasaran senang untuk ditembak. Sedangkan

Bauer menyatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka secara aktif mencari yang

diinginkannya dari media massa, mereka melakukan interpretasi sesuai dengan kebutuhan mereka.

Sejak tahun 1960-an banyak penelitian yang dilakukan oleh para pakar komunikasi yang

ternyata tidak mendukung teori ini. Hasil dari serangkaian penelitian itu menghasilkan suatu model

lain tentang proses komunikasi massa, sekaligus menumbangkan model Hipodermic

Needle.Kemudian muncullah teori limited effect model (model efek terbatas). Publik sama sekali

tidak memilikikekuatan untuk menolak informasi setelah ditembakkan oleh media

komunikasilayaknya kemasukan obat bius melalui jarum suntik. individu memilikikemampuan

untuk menyeleksi apa saja saja yang berasal dari luar & tidak direspons begitu saja.

Teori jarum hipodermik disebut juga dengan Magic Bullet atau Stimulus Response Theory.

Menurut teori ini, media massa memiliki dampak yang sifatnya langsung, segera serta kuat

terhadap khalayak massa. Media massa pada kurun waktu 1940an hingga 1950an digambarkan

memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perubahan perilaku.

Beberapa faktor yang memberikan kontribusi terhadap teori kuatnya dampak media massa

adalah berkembangnya popularitas radio serta televisi yang begitu cepat, munculnya industri-
industri persuasi seperti periklanan dan propaganda, hasil penelitian yang dilakukan oleh Payne

Fund pada tahun 1930an yang menitikberatkan pada dampak motion pictures terhadap anak-anak

serta monopolisasi media massa yang dilakukan oleh Hitler selama perang dunia II untuk

menyatukan rakyat Jerman dibelakang partai Nazi.

Teori ini mengasusmsikan bahwa media massa dapat mempengaruhi sebagian besar

kelompok orang-orang secara langsung dan seragam dengan cara membombardir mereka dengan

pesan-pesan yang sesuai yang dirancang untuk memantik respon yang diinginkan.

1.4.8 Studi Analisis Wacana Kritis

Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) adalah studi tentang struktur pesan

dalam komunikasi. Lebih tepatnya, analisis wacana kritis adalah telaah mengenai aneka fungsi

bahasa (Targan, 1993 : 24). Penelitian dengan menggunakan analisis wacana menurut Potter (1996

: 137), dimaksudkan untuk menemukan dimensi-dimensi sosial dan ideologis dari bahasa atau

beberapa system representasi seperti bahasa lain, misalnya film, program televisi, program radio,

media social dan lain sebagainya.

Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dan

dengan berbagai pengertian. Meskipun ada gradasi yang besardari berbagai definisi, titik

singgungnya adalah analisis wacanaa berhubungan dengan studi mengenai bahasa/pemakaian

bahasa. Bagaimana bahasa dipandang dalam analisis wacana? Disini ada beberapa perbedaan

pandangan. Mohammad A. S. Hikam dalam suatu tulisannya telah membahas dengan baik

perbedaan paradigma analisis wacanaa dalam melihat bahasa ini yang akan diringkas sebagai

berikut.

Paling tidak ada tiga pandangan mengeneai bahasa dalam analisis wacanaa. Pandangan

pertama diwakili oleh kaum positivme-empiris. Oleh kaum ini , bahasa dilihat sebagai jembatan

antara manusia dengan objek diluar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat

secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendala atau distorsi, sejauh

ia dinyatakan dengan memakaipenyataan-pernyataan yang logis, sintaksis, dan memiliki hubungan

dengan pengalaman empiris. Salah satu cirri daripemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran
dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacanaa, konsekuensi logis dari pemahaman ini

orangtidak perlu mengetahui makna-makna subjektif ataunilaiyangmendasari pernyataannya,

sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah

sintaksis dan semantik. Oleh karena itu tata bahasa, kebenaran sintaksis adalah bidang utama dari

aliran positivme-empiris tentang wacanaa. Analisis wacanaa dimaksudkan untuk menggambarkan

tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacanaa lantas diukur dengan pertimbangan

kebenaran/ketidakbenaran (menurut sintaksis dan semantik).

Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme. Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh

pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan

subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat

sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai

penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam

kegiatan wacanaa serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S.

Hikam, subjek memiliki kemampuan-kemampuan melakukan control terhadap maksud-maksud

tertentu dalam setiap wacana.

Bahasa dipahami dalam paradigm ini diatur dan dihidupkan oleh pernyatan-pernyataan

yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni

tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Oleh karena itu,

analisis wacanaa dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membonhgkar maksud-maksud dan

makna-makna tertentu. Wacanaa adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang

subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan diantaranya dengan

memnempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari

sang pembicara.

Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini ingin mengoreksi

pandangan konstruktivisme yang kurang sensitive pada proses produksi dan reproduksi makna

yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti ditulis A.S. Hikam, pandangan

konstruktivisme masih belummenganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam

setiap wacanaa, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu

berikut perilaku-perilakunya. Hal inilah yang melahirkan paradigm kritis. Analisis wacanaa tidak
dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada

analisis konstruktivisme.

Analisis wacanaa dalam paradigm ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi

pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral

yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan

dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. bahasa disini tidak difahami sebagai

medium netral yang terletak diluar diri si pembicara. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami

sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu,

maupun strategi didalamnya. Oleh karena itu, analisis wacanaa dipakai untuk membongkar kuasa

yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacanaa,

perspektif yang merti dipakai, topic apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini,

wacanaa melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan

subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. karena memakai

perpektif kritis, analisis wacanaa kategori ketiga itu juga disebut sebagai analisis wacanaa kritis

(Critical Discourse Analysis/CDA). Ini untuk membedakan dengan analisis wacanaa dalam

kategori yang pertama atau kedua (Discourse Analysis).

Analisis wacana muncul sebagai suatu reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa

mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Dalam hal ini para pakar analisis wacana mencoba

untuk memberikan alternative dalam memahami hakikat bahasa tersebut. Analisis wacana

mengkaji bahasa secara terpadu, dalam arti tidak terpisah-pisah seperti dalam linguistik, semua

unsure bahasa terikat pada konteks pemakaian. Oleh karena itu, analisis wacana sangat penting

untuk memahamihakikat bahsa dan perilaku berbahasa termasuk belajar bahasa.

Analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa

yang nyata dalam komunikasi. Stubbs (1983:1) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan

suatu kajian yang meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan

maupun tulis, misalnya pemakaian bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Selanjutnya stubbs

menjelaskan bahwa analisis wacana menekankankajiannya pada penggunaan bahasa dalam

konteks sosial, khususnya dalam penggunaan bahasa antar penutur. Jadi jelasnya analisis wacan

bertujuan untuk mencari keteraturan bukan kaidah. Yang dimaksud dengan keteraturan, yaitu hal-
hal yang berkaitan dengan keberterimaan penggunaan bahasa di masyarakatsecara realita dan

cenderung tidak merumuskan kaidah bahasa seperti dalam tata bahasa. Kartomiharjo (1999:21)

mengungkap bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk

menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Analisis wacana lazim

digunakan untuk menemukan makna wacana yang persis sama atau paling tidak sangat ketat

dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan, atau oleh penulis dalam

wacana tulis.

Berdasarkan analisisnya, cirri dan sifat wacana menurut syamsuddin (1992:6) analisis

wacanadapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa didalam masyarakat (rule of use-

menurut woddowson, 1978).

2. Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, dan

situasi (Firth, 1957).

3. Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui interpretasi semantic

(Beller).

4. Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa (what is

said from what is done menurut Labov, 1970).

5. Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional (functional

use of language- menurut Coulthard, 1977).

Ciri-ciri dasar lain dapat diramu dari pendapat beberapa ahli, seperti merit, Sclegloff dan

Sacls, Fraser, Searle, Richard, Halliday, Hasan, dan Horn, antara lain sebagai berikut.

(Syamsuddin, 1992:6).

1. Analisis wacana bersifat interpretative pragmatis, baik bentuk bahasanya maupun

maksudnya (form and notion).

2. Analisis wacana banyak bergantung pada interpretasi terhadap konteks dan pengetahuan

yang luas (interpretation of world).

3. Semua unsur yang terkandung di dalam wacana dianalisis sebagai suatu rangkaian.

4. Wujud bahasa dalam wacana itu lebih jelas karena didukung oleh situasi yang tepat (All

material used in real that is actually having occurred in appropriate situational).


5. Khusus untuk wacana dialog, kegiatan analisis terutama berkaitan dengan pertanyaan,

jawaban, kesempatan berbicara, penggalan percakapan, dan lain-lain.

Tokoh analisis wacana adalah Sinclair dan Coulthard (1979). Mereka meneliti wacana

yang dibentuk dalam interaksi guru dan murid di kelas. Mereka merekam sejumlah peristiwa

belajar-mengajar di sekolah dasar di Inggris. Menurut Coulthard (1997) analisis wacana dimulai

oleh ide Firth yang mengungkap tentang linguistik kontekstual bahwa bahasa baru bermakna

apabila berada dalam suatu konteks. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Brown dan Yule

(1983:27-67) yang menyatakan bahwa dalam menginterpretasi makna sebuah ujaran perlu

memperhatikan konteks, karena kontekslah yang akan memaknai ujaran.

Analisis wacana kritis (AWK) adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk

member penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang

atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh

apa yang diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya kepentingan. Oleh

karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai

factor. Selain itu harus disadari pula bahwa dibalik wacana itu terdapatmakna dan citra yang

diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan.

Wacana adalah proses pengembangan dari komunikasi yang menggunakan simbol-simbol

yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam system kemasyarakatan yang

luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-

gambar, dan lain-lain, eksistensinya ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, misalnya

konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatar belakangi

keberadaannya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi,

kepentingan-kepentingan, dan lain-lain.

Jadi, analisis wacana yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah sebagai upaya

pengungkapan maksud tersembunyi dari subjek (penulis) yang mengemukakan suatu pernyataan.

Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang penulis yang mengikuti

struktur makna dari sang penulis sehingga bentuk distribusi dan produksi ideologi yang

disamarkan dalam wacana dapat diketahui. Jadi, wacana dapat dilihat dari bentuk hubungan

kekuasaan terutama dalam pembentukan subjek dan berbagai tindakan representasi.


Pemahaman mendasar analisis wacana adalah wacana tidak dipahami semata-mata sebagai

objek studi bahasa. Bahasa tentu digunakan untuk menganalisis teks. Bahasa tidak dipandang

dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dalam analisis wacana kritis selain pada teks juga

pada konteks bahasa sebagai alat yang dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu termasuk praktik

ideologi.

Analisis wacana kritis dalam lapangan psikologi sosial di-artikan sebagai pembicaraan.

Wacana yang dimaksud disini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari

pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana kritis adalah praktik pemakaian

bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu

subjek, dan lewat bahasa ideologi terserap didalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam

analisis wacana kritis.

Analisis wacana (atau yang juga disebut analisis wacana kritis) adalah pendekatan yang

relative baru dari sistematika pengetahuan yang timbul dari tradisi teori sosial dan analisis

linguistik yang kritis. Hal ini dikemukakan oleh Barker dan Galasinski 2001; Fairclough 1995;

Gavey 1997; Gray 1999, dan Hardy 2002; Philips dan Jorgensen 2002; Titscher, Meyer, Wodak

dan Vetter 2000; Wodak dan Meyer 2001; Wood dan Kroger 2000. AWK mengkaji tentang upaya

kekuatan sosial, pelecehan, dominasi, dan ketimpangan yang direproduksi dan dipertahankan

melalui teks yang pembahasannya dihubungkan dengan konteks sosial dan politik AWK mungkin

dilakukan dengan cara berbeda, tetapi sama semua variasi prosedur mempunyai beberapa tujuan

dan asumsi.

Penerapan beberapa disiplin sejauh ini seudah mencegah perspektif tunggal tetapi

perspektif seperti itu mungkin tidak perlu, AWK berbeda dari tradisi lain seperti semiotika dan

etnometodologi dalam menekankan analisis terhadap kekuasaan yang tidak terpisahkan dari

hubungan sosial. AWK sudah ditegaskan sebagai kelompok gagasan atau motif berfikir yang bisa

dikenali dalam teks dan komunikasi verbal, dan juga bisa ditemukan dalam struktur sosial yang

lebih luas. AWK menyediakan wawasan kedalam bentuk pengetahuan dalam konteks yang

spesifik. Selain itu, AWK menghasilkan klaim interpretif dengan memandang pada efek kekuasaan

dari wacana dalam kelompok-kelompok orang, tanpa klaim yang dapat digeneralisasikan pada

konteks lain. Dasar teoritis untuk AWK didasarkan pada beberapa perkembangan sejarah dalam

filsafat, ilmu pengetahuan, dan teori sosial. Sebagai suatu pendekatan pada analisis yang sistematik
dalam pembentukan pengetahuan (wacana), AWK mengambil bagian dibeberapa tradisi pemikiran

barat. Tradisi ini banyak dipengaruhi perkembangan analisis Foucaultian. Pengaruh teoritis yang

utama atas metode ini adalah teori sosial yang kritis, kontra-fondasionalisme, posmodernisme, dan

feminisme.

Dalam AWK, wacana tidak semata-mata dipahami sebagai studi bahasa. Pada akhirnya,

memang analisis wacana kritis menggunakan bahasa dalam teks yang dianalisis, tetapi bahasa yang

dianalisis dalam AWK berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional.

Bahasa yang dianalisis oleh AWK bukan menggambarkan aspek bahasa saja, tetapi juga

menghubungkan dengan konteks. Konteks dalam hal ini berarti bahasa dipakai untuk tujuan

tertentu termasuk didalamnya praktik kekuasaan.

Menurut Fairclough dan Wodak (1997) AWK melihat pemakaian bahasa baik tuturan

maupun tulisan yang merupakan praktik dari bentuk sosial. Menggunakan bahasa sebagai praktik

sosial menyebabkan sebuah hubungan dialeksis di antara peristiwa deskriptif tertentu dengan

situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa jadi menampilkan

efek ideologi. Wacana ini dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak

imbang antara kelas sosial, laki-laki dan perempuan, kelompok mayoritas dan minoritas melalui

perbedaan representasi dalam posisi sosial yang ditampilkan. Keadaan yang rasis, seksis, atau

ketimpangan dari kehidupan sosial dipandang sebagai suatu common sense, suatu kewajiban atau

alamiah, dan memang seperti itu kenyataannya (van Dijk, 1997: 258).

AWK melihat bahasa sebagai fakta penting, yaitu bagaimana bahasa digunakan untuk

melihat ketimpangan-ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. perlu kita ketahui bahwa bahasa

merupakan salah satu akar permasalahan secara keseluruhan, maka pengkajian aspek linguistik

terhadap bahasa adalah penting. Dalam AWK struktur linguistik digunakan untuk (1)

menyistemasikan, mentransformasikan, dan mengaburkan analisis realitas, (2) mengatur ide dan

perilaku orang lain, serta (3) menggolong-golongkan masyarakat. untuk merealisasikan tujuan-

tujuan diatas, teks AWK menggunakan unsure kosakata, gramatika, dan struktur tekstual sebagai

bahan analisisnya.

Dari sekian banyak model analisis wacana kritis yang berkembang hingga saat ini, model

analisis wacana kritis Sara Mills merupakan model analisis wacana kritis yang menaruh titik
perhatian utama pada wacana mengenai gender. Seperti analisis wacana yang lain, Sara Mills

menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dalam analisisnya. Bagaimana suatu pihak,

kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana yang

mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh khalayak.

Dalam model analisisnya, Sara Mills lebih melihat pada bagaimana posisi-posisi aktor

ditampilkan dalam teks. Posisi-posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek penceritaan dan

siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagaimana struktur teks dan bagaimana

makna diberlakukan dalam teks secara keseluruhan. Sara Mills juga menaruh perhatian pada

bagaimana pembaca dan penulis yang ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca

mengidentifikasi dan menempatkan dirinya dalam penceritaan teks. Posisi semacam ini akan

menempatkan pembaca pada salah satu posisi dan mempengaruhi bagaimana teks itu hendak

dipahami dan bagaimana pula aktor sosial tersebut akan ditetapkan (Eriyanto, 2001 : 200).

1. Posisi Subjek-Objek

Seperti analisis wacana lainnya. Sara Mills menempatkan representasi sebagai bagian

terpenting analisisnya. Akan tetapi, berbeda dengan analisis dari tradisi critical linguistics yang

memusatkan perhatian pada stuktur kata, kalimat, atau kebahasaan, Sara Mills lebih menekankan

pada bagaimana posisi dari berbagai actor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu ditempatkan

dalam teks. Analisis atas bagaimana posisi-posisi aktor dalam teks yang ditampilkan secara luas

akan menyingkap bagaimana ideologi dan kepercayaan dominan bekerja dalam teks. Posisi

sebagai subjek atau objek dalam representasi mengandung muatan ideologis tertentu. Posisi-posisi

tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir di tengah khalayak.

Pertama, posisi ini akan menunjukkan batas tertentu sudut pandang penceritaan. Artinya

sebuah peristiwa atau wacana akan dijelaskan dalam sudut pandang subjek sebagai narator dari

suatu peristwa. Dengan demikian, pemaknaan khalayak akan tergantung kepada narator sebagai

juru warta kebenaran, dalam kasus ini pembaca akan tergantung kepada penafsiran pengisi konten

website yang ditampilkan.

Kedua, sebagai subjek representasi narator bukan hanya memiliki keleluasaan dalam

menceritakan peristiwa tetap juga menafsirkan berbagai tindakan yang membangun peristiwa
tersebut, dan kemudian hasil penafsirannya mengenai peristwa digunakan untuk membangun

pemaknaannya yang disampaikan kepada khalayak.

Ketiga, proses pendefinisian tersebut bersifat subjektif, maka perspektif dan sudut pandang

yang dipakai tersebut akan turut berpengaruh terhadap bagaimana sebuah peristiwa didefinisikan.

Dalam wacana gender, posisi (subjek-objek) dalam wawancara akan turut menempatkan posisi

pria ketika ditampilkan dalam sebuah wacana.

2. Posisi Pembaca

Hal yang penting dan menarik dalam model yang diperkenalkan oleh Sara Mills adalah

bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Sara Mills berpandangan, dalam posisi

pembaca sangatlah penting dan haruslah diperhtungkan dalam teks. Mills menolak pandangan

banyak ahli yang menempatkan dan mempelajari konteks semata dari sisi penulis, sementara dari

sisi pembaca diabaikan. Dalam model semacam ini, teks dianggap semata sebagai produksi dari

sisi penulis dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan pembaca. Pembaca hanya ditempatkan

sebagai konsumen yang mempengaruhi pembuatan suatu teks. Sedangkan model analisis Sara

Mills ini justru sebaliknya.

Model yang diperkenalkan oleh Sara Mills mengasumsikan bahwa teks adalah suatu hasil

negosiasi antara penulis dan pembaca. Bagi Sara Mills, membangun suatu model yang

menghubungkan antara teks dan penulis di satu sisi dengan teks dan pembaca di sisi lain,

mempunyai sejumlah kelebihan. Pertama, model semacam ini akan secara komprehensif melihat

teks bukan hanya berhubungan dengan faktor produksi tapi juga resepsi. Kedua, posisi pembaca

disini ditempatkan dalam posisi yang penting. Hal ini karena teks memang ditujukan untuk secara

langsung atau tidak “berkomunikasi” dengan khalayak.

Oleh karena itu, Sara Mills berpandangan dalam suatu teks posisi pembaca sangatlah

penting dan harus diperhitungkan dalam teks, dalam penelitian ini yaitu bagaimana pembaca

diposisikan dalam media atu dalam kasus ini website online store. Bagaimana website online store

melalui teks yang dibuat menempatkan dan memposisikan pembaca dalam subjek tertentu dalam

seluruh jalinan teks.


Penempatan posisi pembaca ini umumnya berhubungan dengan bagaimana penyapaan /

penyebutan dilakukan dalam website online store yang menurut Sara Mills dilakukan secara tidak

langsung (indirect address) melalui dua cara. Pertama, mediasi yaitu penempatan posisi kebenaran

pada pihak / karakter tertentu sehingga pembaca akan mensejajarkan dirinya sendiri dengan

karakter yang tersaji dalam teks. Kedua, melalui kode budaya atau nilai budaya yang berupa nilai-

nilai yang disetujui bersama, yang dipakai pembaca ketika menafsirkan suatu teks.

1.4 Kerangka Berpikir

Konstruksi fashion dan image pria


metroseksual sebagai komoditas
ekonomi

“Bagaimana kategorisasi fashion pria


Kesimpulan

1.5 Metodelogi Penelitian


1.5.1 Metode Riset

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan perspektif

Studi Analisis Wacana Kritis Sara Mills. Metode kualitatif dengan perspektif Studi Analisis

Wacana Kritis Sara Mills ini dipilih oleh peneliti karena dirasa lebih sesuai untuk mengekplorasi

objek penelitian. Konsep dasar pemikiran Mills lebih melihat pada bagaimana aktor ditampilkan

dalam teks baik dia berperan sebagai subyek maupun obyek.

Ada dua konsep dasar yang diperhatikan yaitu posisi Subjek-Objek, menempatkan

representasi sebagai bagian terpenting. Bagaimana seseorang, kelompok, pihak, gagasan dan
peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana dan memengaruhi makna khalayak.

Penekanannya adalah bagaimana posisi dari aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa

ditempatkan dalam teks.

Selain posisi aktor dalam teks, Sara Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana

pembaca dan penulis bisa ditampilkan. Posisi pembaca memengaruhi bagaimana seharusnya teks

itu dipahami dan bagaimana aktor sosial ditempatkan. Penceritaan dan posisi ini menjadikan satu

pihak legitimate dan pihak lain illegitimate. Karena Sara Mills adalah seorang feminist, maka

aktor yang sering dia tampilkan dalam karyanya adalah perempuan.

Selain itu, metode kualitatif tidak mewajibkan peneliti untuk menyusun suatu hipotesis dan

membiarkan peneliti untuk secara bebas melakukan interpretasi terhadap objek penelitian

(Moleong, 2005).

1.6.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif adalah data dalam bentuk

kata-kata dari dokumen, observasi, dan transkrip. Data dalam penelitian ini

menitikberatkan pada penggunaan tanda-tanda berupa adanya kategorisasi khusus pria

dalam kolom belanja disalah satu website fashion e-commerce Maskoolin.com. Sumber

data yang digunakan dibagi menjadi 2, yakni data primer dan data sekunder.

- Data Primer sumber data berupa tulisan, foto atau gambar dari Maskoolin.com

selaku online store yang menjadi objek penelitian.

- Data Sekunder adalah data yang diperoleh melalui buku, artikel, jurnal ilmiah,

dan teori-teori yang relevan. Dalam hal ini, teori yang dicari berkaitan dengan

komunikasi, target pemasaran penjualan, e-commerce, serta fashion dan gaya

hidup metroseksual pria masa kini.

1.6.2 Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini diantaranya : Posisi Subjek – Objek, dimana subjek

penelitian ini adalah e-commerce maskoolin.com. Dan yang diteliti adalah seluruh konten website,

atribut website, ikon fashion, studi pustaka, penelusuran sejarah metroseksual dan lain sebagainya
yang menggambarkan penyampaian objek penelitian secara jelas. Dimana objek penelitian

tersebut, adalah kategorisasi fashion pria dalam e-commerce maskoolin.com.

Kemudian posisi pembaca, peneliti akan meneliti posisi pembaca melalui Fitur jurnal

website, judul artikel, serta konten artikel dalam jurnal tersebut. Dimana karakteristik pembaca

diteliti berdasarkan wacana model Sara Mills, yaitu bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam

teks. Dalam suatu teks posisi pembaca sangatlah penting dan haruslah diperhitungkan dalam teks.

Model yang diperkenalkan Mills, teks adalah suatu hasil negosiasi antara penulis dan pembaca.

Oleh karena itu, pembaca disini tidaklah dianggap semata sebagai pihak yang hanya menerima

teks, tetapi juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam teks. Bagi Mills,

membangun suatu model yang menghubungkan antara teks dan penulis disatu sisi dengan teks dan

pembaca disisi lain, mempunyai sejumlah kelebihan.

1. Akan secara komprehensif melihat teks bukan hanya berhubungan dengan faktor produksi tetapi

juga resepsi.

2. Posisi pembaca disini ditempatkan dalam posisi yang penting. Hal ini karena teks memang

ditujukan secara langsung atau tidak berkomunikasi dengan khalayak.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data dan Pencatatan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data

primer berupa fashion pria yang difoto yang terdapat pada e-commerce maskoolin.com, dari

fashion pakaian, aksesoris, hingga perlengkapan perawatan (grooming) pria. Data riset juga berupa

potongan gambar kolom-kolom kategorisasi fashion dan grooming pria yang terdapat dalam e-

commerce maskoolin.com. Selain itu juga dilakukan pencarian data melalui buku kepustakaan

berbagai literature dengan melihat realitas sosial di masyarakat mengenai kategorisasi fashion pria

dalam e-commerce khususnya e-commerce maskoolin.com.

1.6.4 Teknik Analisis dan Interpretasi Data

Analisis dan interpretasi data dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan analisa model

wacana kritis milik Sara Mills, yakni melihat kategorisasi fashion pria yang telah dijadikan

komoditas ekonomi dalam bentuk pemasaran e-commerce. Kategorisasi fashion pria inilah yang

digunakan sebagai objek penelitian, dan e-commerce Maskoolin.com sebagai subjek penelitian ini.
Peneliti akan menganalisa teks, symbol dan gambar yang terdapat pada e-commerce

maskoolin.com berkomunkasi dengan pembaca atau khalayak dengan cara yang tidak langsung.

Dari berbagai posisi yang ditempatkankepada pembaca, Sara Mills memusatkan perhatian pada

gender dan posisi pembaca. Dalam banyak kasus, bagaimana laki-laki dan wanita mempunyai

persepsi yang berbeda ketika membaca suatu teks. Sebab, juga terdapat perbedaan penempatan

posisi dalam teks antara laki-laki dan perempuan. Pertama, bagaimana pembacaan dominan

(dominant reading) atas suatu teks. Apakah teks cenderung ditujukan untuk pembaca laki-laki

ataukah pembaca wanita. Kedua, bagaimana teks itu ditafsirkan oleh pembaca. Meskipun secara

dominan teks tersebut dapat dibaca atau ditujukan kepada pembaca laki-laki. (Eriyanto, 2001 :

209-210). Penggunaan analisis wacan kritis Sara Mills pada penelitian ini karena penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui mengenai kategorisasi fashion pria dalam marketing e-commerce.

1.1 Teknik Analisis dan Interpretasi Data

No Tingkat Identifikasi Metode

1. Posisi Subjek- Bagaimana peristiwa dilihat, dari Teks atribut, Fitur website,

Objek kacamata siapa peristiwa tersebut Quotes e-commerce,

dilihat. Siapa yang diposisikan Keterangan teks di setiap

sebagai pencerita (subjek) dan varian produk, Ikon fashion,

siapa yang menjadi objek yang dan Studi pustaka.

diceritakan. Apakah masing-

masing aktor dan kelompok

sosial mempunyai kesempatan

untuk menampilkan dirinya

sendiri, gagasan atau

kehadirannya, atau gagasannya

yang ditampilkan oleh kelompok

atau orang lain.


2. Posisi Penulis- Bagaimana posisi pembaca Fitur jurnal website, Kategori

Pembaca ditampilkan dalam teks. jurnal, Judul artikel, Konten

Bagaimana pembaca artikel

memposisikan dirinya dalam teks

yang ditampilkan. Kepada

kelompok pembaca manakah

pembaca mengidentifikasi

dirinya.
BAB II

DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN

2.1 Maskoolin.com

2.1.1 Sejarah Maskoolin.com

Maskoolin is a Fashion Discovery Site. Dengan tagline “What Makes A Man”

Maskoolin.com hadir untuk melengkapi kebutuhan hidup pria mulai dari fashion pakaian,

grooming, hingga lifestyle dengan menampilkan informasi dan produk yang sesuai dengan style,

personality dan karakter konsumennya.

Maskool.in yang merupakan sebuah situs e-commerce khusus pria yang hadir secara

eksklusif di tengah maraknya situs-situs e-commerce khusus untuk wanita di Indonesia.

Maskool.in dikembangkan oleh PT. Rocktocom Ritek Busana yang sebelumnya telah berhasil

mengembangkan sebuah platform untuk social recommendation, yaitu Rockto. Namun, pada

tanggal 27 Mei 2016 lalu PT. Rocktocom Ritel Busana melakukan acara peluncuran situs barunya

di Freeware Spaces, Kemang, Jakarta. Start-up e-commerce asli Indonesia ini sebenarnya telah

didirikan sejak tahun 2012 lalu, dengan alamat domain sebelumnya Maskool.in. berganti menjadi

Maskoolin.com. Selain berganti alamat domain, platform e-commerce yang didirikan oleh Ilham

Syafrialdi (CEO), Kristian Harahap, Errol Widhavian dan Mustafa Kemal ini juga berganti konsep.

Gambar 2.1 Tampilan Maskool.in versi lama (https://id.techinasia.com)


Gambar 2.2 Tampilan Maskoolin.com versi baru (http://maskoolin.com)

Gambar 2.3 Tampilan Maskoolin.com versi baru (http://maskoolin.com)

Sewaktu meluncur pertama kali, Maskoolin masih menggunakan domain maskool.in. Di

masa ini konsep mereka sederhana saja, seperti e-commerce fashion pada umumnya, seperti halnya

Zalora yang menjual produk fashion bermerek dan berkualitas. Bedanya, Maskoolin lebih

mengutamakan merek-merek lokal. Namun, mereka juga memiliki brand fashion sendiri yang

bernama Koala Authentic.

Maskoolin.com juga sudah berkembang menjadi e-commerce dengan konsep agregator.

Produk dari brand atau retailer yang sudah memiliki website e-commerce akan dikumpulkan dan

ditampilkan oleh Maskoolin. Beberapa supplier brand lokal yang bekerjasama dengan Maskoolin

antara lain Brodo, Fabelio, Monstore dan Goods Dept. Tidak hanya brand lokal, beberapa brand

internasional juga turut mengisi jajaran produk yang ditawarkan Maskoolin, di antaranya: Nike,

Fred Perry, Bellroy dan Briston Watches.

Maskoolin juga memiliki pilihan katalog yang lengkap untuk segala bentuk kebutuhan pria,

yaitu
1. Kategori Atasan Pria yang terdiri dari pilihan : a. katalog Kemeja, b. katalog Kaos, c.

katalog Polo Shirt, d. katalog Kemeja Batik

2. Kategori Bawahan Pria yang terdiri dari pilihan : a. katalog Celana Jeans, b. katalog Celana

Panjang, c. katalog Celana Pendek, d. katalog Celana Chino, e. katalog Celana Jogger

3. Kategori Luaran Pria yang terdiri dari pilihan : a. katalog Jaket Bomber, b. katalog Jaket

Jeans, c. katalog Sweater & Cardigan, d. katalog Jaket Parka

4. Kategori Sepatu Pria yang terdiri dari pilihan : a. katalog Sepatu Formal, b. katalog Sepatu

Boots, c. katalog Sepatu Sneakers, d. katalog Sepatu Casual, e. katalog Sandal, f. katalog

Pembersih Sepatu & Aksesoris

5. Kategori Jam Tangan Pria yang terdiri dari pilihan : a. katalog Jam Tangan Kayu, b. katalog

Jam Tangan Kulit, c. katalog Jam Tangan Analog

6. Kategori Tas Pria yang terdiri dari pilihan : a. katalog Tas Ransel, b. katalog Tas

Selempang, c. katalog Tas Pria Lainnya, d. katalog Tas Laptop,

7. Kategori Grooming Pria yang terdiri dari pilihan : a. katalog Pomade, b. katalog Perawatan

Rambut, c. katalog Penumbuh Jenggot, d. katalog Perawatan Wajah & Tubuh

8. Kategori Aksesoris Pria yang terdiri dari pilihan : a. katalog DompetTopi, b. katalog

Gelang Pria, c. katalog Dasi, d. katalog Cufflinks, e. katalog Aksesoris Pria Lainnya, f.

katalog Kacamata, g. katalog Gift Card).

(www.maskoolin.com / diakses 01 Mei 2017 / pukul 14:00)

Dengan perkembangan Maskoolin.com yang sangat pesat, kini telah terdapat 156

brand nasional maupun internasional yang bekerjasama dengan Maskoolin.com,

diantaranya :

Tabel 2.1 Brand-Partner Maskoolin.com

No. Brand No. Brand No. Brand No. Brand

1. ACTPATIS 41. FJALLRAVEN 81. MANJZE 121. RUMBLE 59


KANKEN SCHMIERE

2. ADIDAS 42. FOOTSTEP 82. MARK AND 122. SAUVAGES


FOOTWEAR TIMS

3. ADIDAS 43. FRANC NOBEL 83. MAROO CO. 123. SCHIFF


ORIGINALS POMADE
4. ADLER 44. FRED PERRY 84. MASKOOLIN 124. SELF EDGE

5. ALVIERI 45. GENERAL 85. MINARNO 125. SGP SPIGEN


CULTURE

6. AMERICAN 46. GOEK GOLF 86. MONSTORE 126. SHOEDEALER


POMADE S.ID

7. ANDRROWS 47. GOODISM INC. 87. MOOSE b 127. SINAU SOCKS


MMXIV

8. ANONYMOUS 48. GRAND TEMPS 88. MOREBYMO 128. SMITH


RELLO

9. ARAFURA 49. GRAVITY 89. MOTRAP & 129. SOURIRE


ELEMENT CO.

10. AS GOOD 50. GYVEN 90. MURRAY'S 130. STEADY AND


SUPPLY CO STUDIO SLOW

11. ASICS 51. HANZO 91. N.A.H 131. STEEZE.LTD


INDONESIA

12. BARBERBROS 52. HELLOLULU 92. NAM 132. STRONG


BRAVE
ATTITUDE
13. BELLROY 53. HELLYEAH 93. NAPPA 133. SUAVECITO
MILANO POMADE

14. BELLWOOD 54. HERSCHEL 94. NEGARAWA 134. TAKEO


CHANNEL SUPPLY CO. N

15. BHADRA 55. HIRAETH 95. NEW 135. TAYLOR FINE


WATCH LOCALE BALANCE GOODS

16. BOGI 56. HOUSEOFCUF 96. NIKE 136. THE DAIMON


OUTERWEAR F BARBER

17. BONOLO 57. HUMBLEZING 97. OAKSTREET 137. THE GREAT


BOOTMAKE GOODFELLAS
RS
18. BRAAF 58. HUSTLE 98. OG 138. THE HORSE
ATHLETIC JAKARTA

19. BREWOK BRO 59. HYPERGRAND 99. OLDBLUE 139. THE


CO. ORIGINAL
FINCH
20. BRISTON 60. IMPERIAL 100. ONE TWO 140. THRIVE
BARBER THREE MOTORCYCL
PRODUCTS E
21. BRODO 61. JACKHAMMER 101. OPTIKA 141. TOWNSTALL
CO. LUNETT

22. BUSHIDO 62. JAPAN BLUE 102. OWND 142. TREVALLY


JEANS JEANS

23. BUTTERFLY 63. JAQ 103. PALA 143. TSUNE NO


EFFECT NUSANTAR KATA
A
24. CHEVALIER 64. JESLYN QUINN 104. PARLENTE 144. TYREX
POMADE

25. CONFI 65. JOURNEY 105. PATTE 145. UMBRE


FOOTWEAR FOOTWEAR

26. COUP DE 66. JUNKARD 106. PATTENT 146. URBAIN INC


COMPANY GOODS
COEUR

27. CUNEYA 67. KARKA 107. PREGHIERO 147. VENTURES

28. DANE AND 68. KOALA 108. QUTN 148. VOYEJ


DINE AUTHENTIC

29. DANIEL 69. KOMONO 109. QWSTION 149. WAK DOYOK


WELLINGTON

30. DAPP 70. KOOPOO 110. RADUSA 150. WAKU


INDONESIA

31. DAPPERS 71. KYO 111. RAGLANE 151. WESTWARD


GROOMING CO WORKS

32. DEVALA 72. LADY WHITE 112. RAILCAR 152. WOODSTER


CRYSTAL CO. CO

33. DJENGGO 73. LADY WHITE 113. RASTACLAT 153. WORKDONE


GROOMING CO. AND CO
CO.
34. DöUJ 74. LAYRITE 114. REACH 154. WORSTKIND

35. DSVN 75. LIMA WATCH 115. RED WING 155. ZAPATO
SHOES FOOTWEAR

36. ELDERS 76. LIQUID GOLD 116. REDMOON 156. ZEVIN


COMPANY

37. ELHAUS 77. LOCALE 117. REUZEL


POMADE

38. ENGINE NERD 78. LUXURY RE 118. RFTL


POMADE PROJECTS

39. ESGOTADO 79. LYCAN DENIM 119. RIDGEBAKE

40. FABELIO 80. MAJOR 120. RITJHSON

Maskoolin.com sendiri sedang merencanakan untuk membuka layanan e-commerce di

Singapura, Malaysia, dan Australia dengan misi memperkenalkan brand lokal Indonesia ke pasar

global. Untuk menjamah para pelanggan di luar negeri, mereka berencana menggunakan model
bisnis outer-warehouse. Model bisnis ini mirip dengan sebuah marketplace, perbedaannya adalah

vendor dari mancanegara tidak dapat langsung memasarkan produknya seperti di marketplace.

Vendor harus mengirimkan contoh produk kepada pihak maskoolin.com untuk sesi pengambilan

foto produk dan prosedur lainnya sebelum mulai dipasarkan di website maskoolin.com.

Maskoolin.com juga hadir dengan konsep Flash Sale yang menjual produk-produk diskon

dari merek lokal. Sejak saat itu, maskoolin.com berkembang menjadi destinasi utama bagi pria

untuk mendapatkan informasi berkualitas dan produk-produk fashion terbaik.

Maskoolin.com sebagai website e-commerce yang fokus di fashion pria ternyata

mempunyai suatu keunikan, yaitu menjual gadget seperti produk Apple dan GoPro. Sayangnya,

keunikan itu tidak ditopang oleh strategi untuk mendukung penjualan gadget tersebut. Terlihat di

halaman jurnal Maskoolin.com tidak ada artikel yang membahas mengenai gadget yang mereka

tawarkan.

2.1.2 Keunggulan Maskoolin.com

Situs baru Maskoolin.com ini memiliki fitur unik yang diberi nama “Jurnal”. Fitur ini

sendiri berisi artikel-artikel mengenai fashion pria, tips berpakaian pria, produk perawatan pria,

cara merawat wajah dan tubuh pria, lifestyle pria masa kini itu seperti apa, dan masih banyak lagi

hal-hal terbaru dan paling trendi seputar pria masa kini.

Gambar 2.4 Jurnal Artikel Maskoolin.com


Selain fitur jurnal, yang paling menarik dari konsep baru Maskoolin.com, yaitu fitur utama

yang diberi nama fitur “Personalisasi”. Konsumen pun bisa memilih sendiri kategori produk

fashion atau produk perawatan apa yang ingin dilihat, serta artikel apa yang ingin dibaca sesuai

dengan kepribadian yang mereka miliki. Namun, sebelum menentukan personaliti apa yang sesuai

dengan konsumen, konsumen tersebut harus mendaftarkan diri terlebih dahulu sebagai member e-

commerce Maskoolin.com. Lalu konsumen harus mengisi “take style quiz”, dimana kuis

penentuan gaya fashion tersebut akan menentukan gaya fashion apa yang sebenarnya cocok

dengan kepribadian konsumen.

Contohnya, jika konsumen memiliki personaliti yang macho dan sporty, maka ia bisa

memilih kategori personalisasi sporty. Setelah memilih personalisasi tersebut, secara otomatis

konsumen akan diarahkan secara fokus untuk melihat produk-produk fashion dan perawatan tubuh

yang mengarah ke personality sporty. Selain itu, artikel yang ditampilkan pun akan disesuaikan

dengan personalisasi yang dipilih oleh konsumen. Sehingga, konsumen tidak akan kesulitan dalam

menentukan kategori produk apa yang diinginkan dari sekian banyak produk fashion dan

perawatan tubuh yang ditawarkan oleh Maskoolin.com.

Gambar 2.5 Fitur Personafikasi Maskoolin.com

Maskoolin.com juga selalu berusaha memberikan layanan terbaik dan menghadirkan

produk-produk berkualitas kepada konsumen prianya. Dengan fitur universal checkout contohnya,

maskoolin.com menghubungkan konsumen dengan ribuan produk terbaik dari supplier terpercaya

baik lokal maupun internasional. Seluruh pengiriman akan dilakukan oleh partner logistik yang

sudah terkoordinasi dengan semua pemasok barang.

Meski begitu, Maskoolin.com menawarkan beberapa fitur menarik lainnya, salah satunya

ialah menjual produk dalam bentuk paket. Penjualan paket yang paling menarik saat ini
adalah berbentuk “Gift Card”, yang bertujuan untuk memberikan hadiah surprise kepada orang-

orang terkasih viewer (konsumen) Maskoolin.com. Dikatakan surprise karena pelanggan akan

membeli sebuah sebuah kartu hadiah dengan harga mulai Rp 100.000,- hingga Rp 1.000.000,-.

Paket “Gift Card” berisikan tiga jenis produk secara acak dari brand yang dipilih pihak

Maskoolin.com, namun tetap disesuaikan dengan size konsumen, dengan diskon yang tinggi (

hingga 74% ), yang tampaknya cukup fashionably-up-to-date. Jadi ada kemungkinan Anda bisa

menyukai semua produk kejutan tersebut atau bahkan tidak ada yang Anda suka sama sekali.

Keuntungan lain dari fitur “Gift Card” adalah kartu hadiah tersebut tidak memiliki batas

kadaluarsa, artinya setelah kamu membeli kartu hadiah tersebut kamu bisa menukarkannya dengan

surprise gift milik kamu kapan saja tanpa batas waktu tertentu. Tetapi terdapat kekurangan dalam

fitur ini, karena produk yang sudah dibeli melalui “Gift Card” tidak dapat dikembalikan dan

ditukarkan.

Gambar 2.6 Fitur Gift Card Maskoolin.com

Metode pembayaran yang ditawarkan saat ini cukup bervariasi seperti transfer bank, kartu

kredit, dan e-banking. Terobosan paling menarik yang dimiliki Maskoolin dalam metode

pembayaran adalah pembeli dapat melakukan pembayaran secara langsung di Indomaret terdekat.

Fitur ini sangat menarik karena saat ini gerai-gerai Indomaret tersebar luas di sekitar kita. Untuk

menghemat biaya pengiriman, konsumen dapat memesan beberapa produk yang anda inginkan

atau butuhkan dari satu brand yang sama, agar mendapatkan layanan “Bebas Ongkos Kirim”

dengan minimal pembelian Rp 500.000,-.

Konsumen juga bisa melacak status pengiriman barang yang telah dipesan, dengan cara

masuk ke “my account”, lalu klik “view order” pada menu Order History. Disini anda dapat

mengetahui status pesanan, estimasi waktu pengiriman, nomor tracking pengiriman, dan invoice

pesanan konsumen. Konsumen akan mendapatkan notfikasi pengiriman ke email mereka saat
barang telah dikirim supplier. (https://www.maskoolin.com/shipping/ - diakses pada 5 Mei 2017,

pukul 08:06)

Selain itu, konsumen akan diuntungkan dengan adanya berbagai diskon yang ditawarkan

oleh Maskoolin.com, yaitu potongan 50.000 untuk setiap pendaftaran member. Terdapat pula fitur

“ajak-ajak” dimana konsumen akan diberikan kredit potongan 25.000 setiap mengajak seorang

konsumen baru untuk bergabung menjadi member di Maskoolin.com.

Gambar 2.7 Fitur Diskon Maskoolin.com pada laman bagian atas

2.2 Sejarah Perkembangan Fashion Pria

Perkembangan fashion sebenarnya lebih dipengaruhi oleh kondisi sosial yang terjadi pada

saat itu, atau yang disebut dengan vice versa. Perkembangan fashion perempuan maupun laki-laki

dari tahun ke tahun sebenarnya yang selalu berubah ubah dan dinamis. Namun, memang perubahan

fashion pada wanita lebih menonjol daripada pria sebelum tahun 2000an. Padahal, tanpa disadari

pria juga mengikuti perkembangan fashion yang sedang trend semenjak jaman dahulu.

Sekitar 50 tahun silam, Indonesia pun pernah melahirkan desainer fashion seperti

almarhum Peter Sie dan Non Kawilarang. Namun mereka harus menimba ilmu mode terlebih

dahulu di negeri Belanda. Di era selanjutnya, perkembangan busana pria juga masih belum

tersentuh. Almarhum Muara Bagdja, pengamat mode senior pernah mengungkapkan bahwa pada

saat itu para pria masih sering menjahit baju di Tanah Abang dengan alasan banyak penjahit yang

menjamur di wilayah tersebut. Biasanya mereka memilih bahan yang diinginkan secara langsung

dan setelah itu diukur oleh penjahitnya.

Tak perlu heran bila pada awal kemunculan mode dan gaya busana pria pada saat itu

tampak seragam, begitu juga untuk tatanan rambutnya. Memasuki era 70an, beberapa orang

perancang busana mulai bermunculan seperti Iwan Tirta, Prajudi Atmodirdjo, dan Harry Darsono.
Gambar 2.8 (Alm.) Iwan Tirta Fashion Designer Indonesia 80an

Salah satu perancang busana yang berjasa untuk perkembangna mode di Indonesia adalah

almarhum Iwan Tirta. Pasalnya, beliau pernah mempopulerkan kain batik dalam dunia fashion

nusantara. Batik itu sendiri merupakan peninggalan leluhur yang kini lahir dengan tampilan elegan

berkat sentuhan tinta emas. Kontribusi almarhum untuk fashion pria juga cukup besar berkat buah

tangannya, yakni kemeja batik tanpa lapisan.

Almarhum Prajudi juga sempat menyumbangkan buah pikirannya untuk mode fashion

pria. Salah satunya adalah pakaian atasan seperti kemeja yang terbuat dari material jenis tenunan

ikat. Mode inipun sempat marak di kalangan menengah ke atas.

Sedangkan Harry Darsono menciptakan busana bagi para bangsawan dan pangeran dari

Eropa karena kekerabatan mereka yang cukup dekat. Tidak hanya itu, beliau juga sempat

memamerkan beberapa karya fashion, barang antik, dan karya seni miliknya di museum fashion.

Beliau sempat mengenyam pendidikan fashion di Paris dan memiliki ciri berupa adibusana (haute

couture) dalam setiap karya fashionnya.

Perkembangan fashion pria di Indonesia yang sangat dipengaruhi tren fashion dunia. Maka

tidak heran kalau perubahannya juga cukup banyak. Apalagi dengan arus informasi yang menyebar

semakin cepat di masa kini. Berikut adalah beberapa perkembangan fashion pria dari masa ke masa

1. TAHUN 1960 (CAMISETA)

Tahun 1960 juga dihiasi dengan sering munculnya gerakan-gerakan pemuda yang

menentang pemerintah. Peran dan dominasi anak muda dalam perkembangan dunia diawali pada

tahun 1960 ini. Tidak dapat dihitung lagi banyak pemuda yang menjadi milyader melewati masa

mudanya pada tahun 1960, seperti Steve Job dan Bill Gates.
Gambar 2.9 Fashion CAMISETA tahun 1960-an

Dominasi anak muda secara tidak langsung juga mempengaruhi gaya berbusana

masyarakat umum. Budaya memakai celana jin dan kaos oblong pertama kali populer pada tahun-

tahun ini. Camiseta sendiri berarti Kaos dalam bahasa Spanyol.

Kaos oblong, kaos berkancing depan, atau polo shirt yang super ketat juga umum dipakai

para pria. Ciri yang paling menonjol dari fashion pria 60 dan 70-an adalah, bagian bawah baju

dimasukkan ke dalam celana, sehingga sabuk/gesper terlihat jelas, rapat mengikat pinggang. Tidak

lupa aksesori seperti sepatu derby, loafer, atau sepatu sport, dan kacamata.

2. TAHUN 1960 (HIPPIE)

Akibat perang Vietnam yang berkepanjangan, kondisi politik yang ramai dengan

terbunuhnya Presiden JFK, dan arus informasi yang begitu masive dari sebelumnya, menyebabkan

semua kalangan mengerti masalah kejamnya perang Vietnam, munculah gerakan anti pemerintah

yang dikenal dengan sebutan Hippie.

Gambar 2.10 Fashion HIPPE tahun 1960-an

Kaum Hippie terpengaruh gaya berbusana Bohemian Style pada tahun 1950an. Kaum

Hippie identik dengan pakaian longgar yang menunjukkan kedekatan mereka dengan alam.
3. TAHUN 1970 (DISCO)

Gambar 2.11 Fashion DISCO tahun 1970-an

Tahun 1970an terkenal dengan budaya music disco. Gaya berbusana yang mencirikan

budaya disco berkembang pesat. Sekali lagi, tahun-tahun ini didominasi oleh anak-anak muda.

Gaya berbusana ditunjukkan dengan penggunaan celana pendek ketat / hot pant , sepatu beralas

rata, dan tentunya celana komprang. Artis populer pada saat itu adalah John Travolta dengan

filmnya yang terkenal “Saturday Night Fever”,tentu saja dengan gaya disco-nya. Cenala komprang

dan rambut ditarik kebelakang menjadi sangat tren tahun 1970an.

Di awal 1970-an, music rock’n roll baru diterima di Indonesia. Pria Indonesia pun tidak

mau kalah dengan ikut mengadopsi tren fashion rock’n roll dari budaya barat yang waktu itu

begitu mendunia. Fashion pria masa itu identik dengan celana cutbray (bahan denim, katun,

maupun corduroy). Atasannya, kemeja bermotif dengan ukuran super ketat pun menjadi pilihan.

4. TAHUN 1970 (PUNK)

Tahun 1970an akhir juga diramaikan dengan gaya berbusana Punk. Gaya berbusana

Punk berasal dari Inggris yang kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan Dunia. Awal mula

budaya Punk diramaikan dengan munculnya grup band beraliran Punk bernama Sex Pistols dengan

lagunya yang populer pada saat itu yaitu “God Save The Queen”.

Gambar 2.12 Fashion PUNK tahun 1970-an


Kaum-kaum urban yang menentang kondisi politik identik dengan sebutan kaum Punk.

Punk merupakan budaya subculture yang secara eksplisit menentang politik kotor, menerapkan

kehidupan mandiri, lugas, dan kebebasan. Gaya berbusana Punk sendiri identik dengan rambut

spaik tajam, baju hitam dengan ornamen metal tajam dan make-up yang mencolok.

5. TAHUN 1980 (NEW WAVE)

Gambar 2.13 Fashion NEW WAVE tahun 1980-an

Kaos dan cenala jin menjadi begitu populer dikalangan remaja. Pada masa ini, musik

menjadi bagian penting dari gaya berbusana urban pada tahun 1980an awal. Masih dipengaruhi

oleh budaya Punk, New Wave menawarkan gaya berbusana yang lebih diterima khalayak umum

ketimbang Punk. Pengaruh televisi dan film yang lebih mudah terjangkau menyebabkan budaya

ditahun 1980 lebih cepat tersebar. Pengaruh musik dari Inggris masih mendominasi, semacam

Elastica dan grup beraliran Britpop lain.

6. TAHUN 1980 (YUPPIE)

Berkembangnya teknologi juga menyebabkan perubahan lifestyle. Kalkulator saku dan jam

digital sudah mulai banyak digunakan yang merembet pada kegiatan dunia kerja yang semakin

tegas dan profesional. Kalangan Pekerja tidak lagi bergelut dengan mesin sebagai buruh, banyak

kelas pekerja yang bekerja di dalam ruangan dengan perangkat elektronik di hadapan mereka.

Para kelas pekerja juga tidak hanya melulu kaum pria. Wanita pun mulai menapaki dunia karier

sehingga julukan Wanita Karir dan Independen mulai dikenal dunia.


Gambar 2.14 Fashion YUPPIE tahun 1980-an

Tata busana akhir tahun 1980an akibat merebaknya kalangan pekerja kantoran ini disebut

Yuppie. Singkatan dari “young urban professional” atau “young upwardly-mobile

professional”. Gaya berbusana Yuppie dikenal dengan pakaian-pakaian kantoran yang rapi

dengan aksen minimalis. Tak terkecuali perempuan yang mulai menggunakan Jas dipadu dengan

rok atau celana panjang dari kain.

7. TAHUN 1990 (GRUNGE)

Pada tahun 1990 muncul grup band semacam Nirvana dan OASIS yang menggemparkan

dunia. Aliran musik Grunge berawal dari Amerika yang kemudian menyebar ke Inggris. Musik

Grunge menjadi simbol fashion tahun 1990an. Meskipun begitu, tahun 1990 dikenal sebagai tahun

terburuk dalam sejarah fashion dunia atau dikenal dengan sebutan “The decade fashion has

forgotten”. Style Grunge ini mirip gaya Punk namun tidak begitu radikal. Celana jin, kaos, dan

perpaduan dengan baju bermotif kotak-kotak lebar menjadi ciri identik gaya berbusana masa ini,

selain tentu saja rambut gondrong dan berantakan sebagai pelengkap.

Gambar 2.14 Fashion GRUNGE tahun 1990-an

Kalau kamu masih ingat film Warkop DKI yang sering diputar waktu liburan dulu, kurang

lebih seperti dalam film itulah fashion pria di era 90-an. Gaya pria di masa itu masih dengan

kemeja atau kaos polo, dengan ukuran lebih longgar, tapi masih terlihat junkies. Celana yang

dipakai disebut baggy, kebalikan dari cutbray. Kalau bagian bawah celana cutbray lebih lebar dari

bagian atasnya, maka celana baggy memiliki bagian bawah yang sempit. Pada umumnya

didominasi oleh celana berbahan jins/denim. Untuk aksesori, banyak pria 80 dan 90-an memakai

jaket kulit. Selebihnya tidak banyak berubah dari era sebelumnya.

8. TAHUN 1990 (MIX UP)


Blue jeans dengan denim jackets in acid wash, baby doll dresses, t-shirts kedodoran, pakaian olah

raga, pakaian basket, pakaian baseball, sweatshirt and sweater, dengan perpaduan sepatu sneakers

and keds. Gaya busana tahun 1960s and 1970s juga berkembang lagi di tahun 1990s dengan

pakaian floral dan gaya hippie. Tren tahun 1990an lebih pada mengkombinasikan gaya busana

tahun 1960-1980. Namun demikian, pada tahun tahun 1990an, celana jin dan pakaian longgar

yang dimasukkan menjadi simbol umum berbusana.

Gambar 2.15 Fashion MIX UP tahun 1990-an

9. TAHUN 2000 (NEW MILLENIA)

Gambar 2.16 Fashion NEW MILLENIA tahun 2000-an

Milenium baru memberikan nuansa serba silver bagi perkembangan fashion. Nuansa

futuristik namun tetap glamor menjadi awal dari perkembangan fashion awal tahun 2000an.

10. TAHUN 2000 (EMO)


Gambar 2.17 Fashion EMO tahun 2000-an

Pertengahan tahun 2000-an juga diwarnai dengan gaya berbusana Emo. Gaya berbusana

Emo yang serba gothic, hitam, eye shadow hitam, dengan ciri khas rambut lurus kesamping hingga

hampir menutupi mata menjadi populer. Potongan rambut jabrik tajam namun masih tetap panjang

juga menjadi gaya rambut wanita pada pertengahan tahun 2000. Grup band macam My Chamical

Romance menjadi salah satu tren dan panutan.

11. TAHUN 2000 (INDIE)

Mirip pada tahun-tahun sebelumnya, budaya sub-culture juga memainkan peran. Mirip

dengan budaya Grunge, Punk, dan Hippie, budaya Indie bertitik-berat pada simbol pertentangan

budaya konservatif yang berkembang. Kata indie standout for Independen, atau bisa disebut

mandiri. Ini mencerminkan cara fashionista Indie memilih baju yang cenderung mandiri dan tidak

terpengaruh dengan model fashion umum.

Gambar 2.18 Fashion INDIE tahun 2000-an

Gaya berbusana Indie terkenal dengan celana jin pensil ketat, perpaduan celana pendek

degan sepatu, Kaos berbentuk V-neck, baju bentuk Bill Cosby, atau swetter kedodoran, perpaduan

retro, vintage, modern, sepatu canvas warna dengan tali sepatu colourful adalah beberapa ciri

karakter. Gaya berbusana Indie lebih cenderung kepada perpaduan fashion segala jenis baju namun

masih terkesan modern.

12. TAHUN 2010 (HIPSTER)

Tahun ini muncul budaya pop culture lain, yang disebut Hipster. Budaya ini berasal dari

Amerika Serikat dan sedang mewabah ke anak muda seluruh dunia. Sama seperti budaya Sub-

Culture sebelumnya, budaya berpakaian Hipsterkebebasan menekankan pada kegiatan self-

sustaining, DIY *Do It Yourself*, dan anti konserfatif. Awal mula budaya Hipster muncul, budaya
ini menekankan pada model busana yang dimiliki oleh para Tunawisma dan orang urban miskin

di Amerika Serikat.

Gambar 2.19 Fashion Hipster tahun 2010-an

Budaya Hipster menekankan pada kegiatan mereka yang tidak bisa lepas dari gedget

pribadi, smartphone, laptop, dan hardwere personal lain. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2010

awal, produk elektronik semacam smartphone telah masuk ke hampir setiap negara dan dapat

dimiliki hampir setiap manusia di bumi.

Gambar 2.20 Fashion HIPSTER tahun 2010-an

Skinny Jin, Kacama besar, Rambut tidak terurus rapi, Baju kedodoran, sepatu boot tinggi,

Penutup Kepala, Syal, jaket kedodoran, membawa Smartphone atau Laptop Apple, naik sepeda,

pakai tas vintage, dan minum kopi latte di pojokan cafe jadi ciri khas gaya berbusana wajib hipster.

13. TAHUN 2016 (PRIA METROSEKSUAL)


Gambar 2.21 Fashion Metroseksual tahun 2016 keatas

Pria metroseksual mengandalkan penampilan yang lebih fleksibel. Maka apapun yang

dipakai, harus berukuran pas. Kemeja slimfit polos atau bermotif garis, jugacelana slimfit dan

celana pensil berbahan denim atau katun. Di masa ini, kaos oblong jadi primadona. Terutama

dengan membanjirnya usaha distro dan clothing. Selain kaos oblong (bergambar atau polos) dan

kemeja, pria milenia memiliki banyak pilihan baju atasan, seperti kemeja flannel, jumper / sweater,

dan kaos v-neck yang bisa dipadupadankan sesuka hati dengan bawahan celana slimfit / pensil

atau celana pendek dengan berbagai pilihan bahan.


BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

3.1 Penyajian Data

Pada bab ini, peneliti akan menyajikan data penelitian mengenai wacana kritis kategorisasi

fashion pria dalam e-commerce Maskoolin.com, dimana e-commerce tersebut merupakan e-

commerce yang khusus menjual produk fashion dan grooming untuk pria. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode riset analisis wacana kritis model Sara Mills.

Model Sara Mills ini menganalisis 2 elemen yaitu posisi subjek-objek, dan posisi pembaca

(viewer). Maka penyajian data disajikan sebagai berikut :

3.1.1 Data Varian Produk Maskoolin.com

Maskoolin.com merupakan e-commerce khusus pria yang memiliki 8 varian produk, serta

berbagai macam fitur diskon dan jurnal referensi fashion. Varian produknya terdiri dari atasan,

bawahan, luaran, sepatu, jam tangan, tas pria, grooming (perawatan), dan akeseoris pria dari

berbagai brand ternama baik lokal maupun luar negeri. Di laman pertama Maskoolin.com juga

memperkenalkan brand “Koala Authentic” yang merupakan brand keluaran Maskoolin.com

sendiri, yang dibranding dengan konsep pria metroseksual yang modern. Koala Authentic

merupakan brand fashion khusus para pria yang mengedepankan konsep modern dan fungsional.

Fokus pada pemilihan material, dan fit, Koala Authentic sangat cocok bagi pria yang menyukai

produk minimalis.

Setiap varian produk yang terdapat pada laman e-commerce Maskoolin.com memiliki sub-

varian produk sesuai merek, model pakaian, dan bahan pakaiannya tersendiri. Seperti halnya

varian produk “atasan” dari Maskoolin.com yang memiliki 5 kategori model pakaian atasan pria,

yaitu varian kemeja pria, kaos pria,

polo shirt pria, kemeja batik pria dari


berbagai brand ternama baik lokal maupun luar negeri.

Gambar 3.1.1.1 Varian Atasan Pria

Varian produk bawahan dari Maskoolin.com juga memiliki 6 kategori model pakaian

bawahan pria, yaitu celana jeans, celana pendek pria, celana jogger pria, celana chino pria, celana

kerja (formal) pria, serta celana panjang pria.

Gambar 3.1.1.2 Varian

Bawahan Pria

Selain itu, terdapat varian produk luaran, sepatu, tas, produk grooming dan asesoris dari

Maskoolin.com juga memiliki lebih dari 1 sub-varian produk, sehingga konsumen dapat memiliki

berbagai pilihan produk yang beragam, sesuai dengan kebutuhan serta keinginan mereka. Tidak

hanya itu, varian produk grooming dari maskoolin memiliki 2 kategori varian grooming yang

menarik, yaitu perawatan wajah & tubuh, dan perawatan rambut. Sub-varian dari produk grooming

terdiri dari pomade untuk gaya rambut pria terbaik, obat penumbuh rambut, obat penumbuh

jenggot, sisir rambut pria, sabun mandi, produk perawatan wajah dan tubuh. Penampilan menarik

selalu dimulai dari merawat diri sendiri.

Gambar 3.1.1.3 Varian Grooming Pria Gambar 3.1.1.4 Varian Perawatan Wajah & Tubuh Pria
Gambar 3.1.1.5 Varian Perawatan Rambut Pria

Terdapat pula varian produk aksesoris pria dari maskoolin yang memiliki 2 kategori varian

aksesoris pria, yaitu dompet pria, kacamata, topi, ikat pinggang, aksesoris pria (contoh : gantungan

kunci, cufflinks), dasi, gelang pria & perhiasan.

Gambar 3.1.1.6 Varian Aksesoris Pria

3.1.2 Data Fitur / Atribut Website Maskoolin.com

Gambar 3.1.2.1 Varian Diskon Member Gambar 3.1.2.2 Varian Diskon Collection

Gambar 3.1.2.3 Varian Diskon Ajak Teman Gambar 3.1.2.4 Varian Produk Diskon

Website e-commerce Maskoolin.com dilengkapi oleh 6 fitur menarik yang ditawarkan ke

konsumen. Yang pertama fitur diskon, fitur ini sendiri juga terdirin dari 6 jenis diskon berbelanja,

yaitu fitur diskon berbelanja 20% apabila membayar menggunakan e-banking Bank Permata.

Kedua, potongan diskon Rp 50.000 akan diberikan setiap konsumen membuka laman

maskoolin.com. Lalu ada diskon 75% untuk pembelian jeans, diskon 25% untuk pembayaran

menggunakan “Go Points”, diskon 15% untuk penukaran poin “BonsTRI”. Maskoolin juga

menyediakan diskon potongan harga 25.000 setiap mengajak 1 orang teman untuk bergabung

menjadi member. Dan terdapat 1 fitur kategori khusus untuk barang-barang diskon.

Selain itu juga terdapat fitur garansi untuk menukarkan barang yang dibeli konsumen

dalam waktu 14 hari. Fitur ini dapat digunakan oleh pelanggan apabila terdapat kekurangsesuaian

antara warna, size atau merek produk yang dibeli dengan yang diterima oleh konsumen. Fitur ini

berada satu laman dengan fitur gratis biaya ongkos kirim. Fitur ini memberikan gratis biaya
pengiriman produk ke seluruh wilayah di Indonesia bagi konsumennya namun dengan nominal

pembelian minimal tertentu.

Gambar 3.1.2.5 Fitur Garansi Gambar 3.1.2.6 Fitur Gratis Biaya Kirim

Fitur koleksi referensi fashion dan brand fashion yang ditawarkan oleh maskoolin.com ini

berisikan gaya fashion selebritis pria Indonesia yang dapat dijadikan panutan untuk berpenamilan

sehari-hari. Tak hanya itu, maskoolin juga memberikan koleksi terbaik produk maskoolin yang

sedang trend dikalangan masyarakat.

Gambar 3.1.2.7 Fitur Collections

Salah satu fitur yang paling menarik adalah fitur personafikasi yang ditawarkan

maskoolin.com untuk memudahkan konsumen dalam memilih fashion yang ingin dibeli sesuai

dengan karakter dan kepribadian konsumen tersebut. Dalam fitur ini konsumen akan diberikan

kuis pendek mengenai kepribadian, sehingga maskoolin dapat mengarahkan konsumen ke produk-

produk yang sesuai dengan kepribadian mereka.

Gambar 3.1.2.8 Fitur Personafikasi


Fitur Maskoolin Gift Card memberikan layanan paket kejutan belanja dimana konsumen

dapat memilih paket harga namun tidak dapat mengetahui barang yang ingin dibeli sebagai bentuk

kejutan.

“No guesswork. They’ll get multiple selection of best quality products from fashion, grooming

and lifestyle. Let them discover style products that defines who they are.”

Gambar 3.1.2.9 Fitur Gift Card

3.1.3 Data Artikel Jurnal Fashion dan Grooming Maskoolin.com (publish antara Februari –

Juni 2017)

E-commerce maskoolin.com merupakan e-commerce yang bergerak dibidang retail

fashion pria, baik pakaian maupun produk asesoris dan perawatan wajah serta tubuh khusus untuk

konsumen pria. Namun, start up Maskoolin.com ini memiliki fitur unik yang diberi nama fitur

“Jurnal”. Fitur ini sendiri berisi artikel-artikel mengenai fashion pria, tips berpakaian pria, produk

perawatan pria, cara merawat wajah dan tubuh pria, gaya hidup pria masa kini itu seperti apa, dan

masih banyak lagi hal-hal terbaru dan paling trendi seputar pria masa kini.

Tetapi sayangnya, sistem penerbitan jurnal tersebut tidak berjalan dengan baik sebab

apabila dilihat secara detail tidak setiap bulan terdapat pembaharuan konten artikel pada jurnal

tersebut. Mayoritas konten artikel maskoolin.com lebih berisi pada ulasan produk dari brand-brand

yang bekerja sama dengan maskoolin.com, hanya saja ulasannya diimbuhi dengan kalimat-kalimat

persuasi agar konsumen membeli produk tersebut supaya terlihat modis. Kalimat-kalimat persuasi

pada artikel-artikel yang ditampilkan oleh e-commerce maskoolin.com juga banyak mengarahkan
konsumen dan pembacanya agar lebih konsumtif dan mengikuti gaya kekinian yang metroseksual.

Maskoolin.com menganggap bahwa pria modern yang patut dicontoh adalah selebritis yang

berpenamilan metroseksual dan bergaya kekinian. Berikut adalah 2 contoh artikel yang terdapat

pada fiitur “Jurnal” di e-commerce maskoolin.com, dan masih banyak lagi :

1. Jurnal Fashion : Kategori Outfit Of The Day, 22.06.2016 6:40 pm

Judul : OOTD : GAYA TOM CRUISE (Get The Look : Gaya Smart Casual)

Pembuat film sekaligus menjadi aktor yang bermain di dalam film Mission

Impossible membuat nama Tom Cruise dikenal diseluruh dunia. Bakat akting yang

dimiliki oleh Tom Cruise memang harus diakui begitu hebat, memukau, sekaligus

mengagumkan. Namun gaya Tom Cruise juga mampu membuat kita semua kagum, dan

tak jarang banyak pria yang meniru gaya pakaian yang dikenakan oleh Cruise. Berikut

pilihan outfit seperti yang dikenakan oleh Cruise yang bisa kamu miliki.

Gambar 3.1.3.1Gaya Pakaian Tom Cruise

Dalam karirnya Tom Cruise juga berhasil memenangkan banyak sekali penghargaan.

Selain Mission Impossible, ada beberapa film Tom Cruise yang Mister suka

seperti Oblivion serta Edge of Tomorrow.

Film keren dengan gaya fashion keren. Tom Cruise memang paling cocok untuk menjadi

inspirasi untuk gaya smart casual kali ini.


1. Kemeja Berwarna Biru

Kali ini gaya Tom Cruise yang Mister pilih adalah smart casual. Dimana Cruise memilih

mengenakan kemeja berwarna biru.

Untuk itu Mister menyarankan kamu memilih kemeja Band Collar LS – Sky Blue Oxford

dari qunt. Dengan warna biru kalem yang membuat kamu terlihat lebih berwibawa lagi,

serta bahan kemeja yang tidak membuat gerah ketika dipakai bertumpuk. Band Collar LS

– Sky Blue Oxford

Gambar 3.1.3.2 Contoh Kemeja (Qutn Band Collar LS – Sky Blue Oxford)

2. Sweater Berwarna Abu-Abu

Untuk membuat tampilan terlihat lebih casual Cruise memilih mengenakan

luar sweater berwarna abu-abu. Pilihan sweater Zayden dari DSVN sangat cocok untuk

kamu miliki. Selain warna dan bentuknya mirip dengan outfit milik Tom Criuse. Bahan

Zayden yang ditawarkan pun sangat lembut dan tidak membuat gerah.

Gambar 3.1.3.3 Contoh Sweater (DSVN Zayden)

3. Celana Jeans
Inspirasi gaya Tom Cruise ini adalah smart casual, so tidak ada salahnya untuk

menganti celana chinomu dengan celana jeans. Celana jeans juga cocok untuk menunjang

penampilanmu. Setuju nggak?

Cobalah untuk mengenakan celana jeans dari Oldblue Co. for MORE – 7.5 Cut – 19oz

Plain Selvedge Indonesia. Jeans yang terbuat dari 100% selvedge dan 100% cotton ini

menjamin pemakainya merasa nyaman. Dengan bentuk slim fit yang pas sekali dikenakan

untuk gaya smart casual!

Gambar 3.1.3.4 Contoh Jenas Oldblue Co. for MORE – 7.5 Cut – 19oz Plain Selvedge

Indonesia

4. Sepatu Boots Hitam

Agar penampilan semakin terlihat Maskoolin. Tom melengkapi

gaya casual smart-nya dengan mengenakan sepatu

boots dengan tipe chelsea boots berwarna hitam. Jika kamu tidak

memiliki sepatu boots dengan tipe chelsea tenang jangan sedih dulu. Kamu bisa

menggantinya dengan pilihan boots yang ada di maskoolin Signore El Full Black dari

Broodo sangat mister rekomendasikan untuk kamu miliki.

Dengan material Upper Engineered Leather yang dirancang khusus untuk melindungi

sepatu dari air sehingga tidak membuat warna sepatu mudah berubah dan tentunya tidak

menyulitkan kamu dalam perawatannya.

Gambar 3.1.3.5 Contoh Sepatu Boots (Signore El Full Black)

Gimana tertarik untuk mengikuti gaya Tom Cruise ini? Jangan lupa lengkapi koleksi

pakaianmu di maskoolin.
2. Jurnal Fashion : Kategori Fashion Trends, 28.02.2016 9:00 am

“5 Merek Jam Tangan Pria Yang Jarang Diketahui”

Merek Jam Tangan Pria Yang Tidak Terkenal Namun Berkualitas. Kebanyakan orang rata-rata

hanya mengenal jam tangan bermerek terkenal seperti Rolex, Hamilton, maupun Omega.

Padahal, masih banyak merek jam tangan pria lainnya yang tidak kalah baik dari segi

kualitas maupun model yang ditawarkan lho.

Kali ini, Mister akan memperkenalkan 5 merek jam tangan pria berkualitas baik yang

tidak umum diketahui banyak orang. Bagi penggila dan penggemar jam tangan bermerek,

wajib banget tau agar pengetahuan kamu tentang semakin bertambah. Siapa tau tertarik

untuk menambah koleksi jam tangan kamu!

1. Heritor Watches

Gambar 3.1.3.6 Contoh Produk Jam Tangan Heritor Watches

Jam tangan dari USA ini didesain dengan gaya yang sangat apik dan tidak akan lekang

oleh zaman. Heritor watches memang dibuat khusus agar bisa dipakai oleh beberapa

generasi, seperti kakek, ayah, anak, cucu, bahkan great grandson dengan ketahanan yang

sangat baik. Untuk yang suka bergaya vintage, Mister sarankan untuk mempunyai OLDS

HR3204.

2. Reign Watches
Gambar 3.1.3.7 Contoh Produk Jam Tangan Reign Watches

Jam tangan pria ini sangat memperhatikan detail dan dibuat oleh tangan ahli dengan

desain klasik. Bagi pria yang menyukai seni dan kualitas tinggi, Reign Watches adalah

pilihan tepat.

3. Earth Watches

Gambar 3.1.3.8 Contoh Produk Jam Tangan Earth Watches

Jam tangan pria dari USA ini terbuat dari organic wood yang bisa dipakai oleh pria

maupun wanita sebagai simbol dari pelestarian bumi. Walaupun demikian, siapa saja bisa

memakainya karena tidak dibuat khusus untuk pecinta lingkungan.

4. Morphic Watches
Gambar 3.1.3.9 Gambar 3.1.3.8 Contoh Produk Jam Tangan Morphic Watches

Morphic Watches memiliki filosofi embracing the future and the present. Jika kamu suka

dengan desain yang modern, morphic watches adalah pilihan yang tepat untuk abad 21

ini. Pembuat jam tangan pria ini percaya bahwa masa depan adalah sekarang, bukan dulu

atau nanti. Jadi, desainnya memang sangat modern dan keren.

5. Shield Watches

Gambar 3.1.3.10 Contoh Produk Jam Tangan Shield Watches

Seperti namanya, jam tangan pria ini dirancang agar tahan dan kuat dalam berbagai

situasi. Bahkan ntuk kamu yang menyukai diving, jam ini bisa kamu pakai karena tahan

sampai dengan kedalaman 600 kaki. Dengan desain classic maritime look with a modern

aesthetic, pria yang suka berpetualang wajib memilikinya! Jam tangan pria mana yang

paling kamu suka?

3.2 Analisis Data

Setelah melihat pada sub bab penyajian data, terdapat 3 jenis bentuk sajian data dalam e-

commerce maskoolin.com, yaitu varian produk kebutuhan pria, fitur atau atribut website, serta

jurnal artikel website, yang akan diteliti oleh peneliti menggunakan metode Critical Discourse

Analysis model Sara Mills. Adapun uraian analisisnya sebagai berikut :

3.2.1 Analisis Data Varian Produk Maskoolin.com

3.2.1.1 Posisi Subjek - Objek


Dalam konsepsi Sara Mills, kita perlu mengkritisi bagaimana peristiwa ditampilkan dan

bagaimana pihak-pihak yang terlibat itu diposisikan dalam teks. Posisi disini berarti siapakah aktor

yang dijadikan sebagai subjek yang mendefinisikan dan melakukan penceritaan, dan siapakah

yang ditampilkan sebagai objek, pihak yang didefinisikan dan digambarkan kehadirannya oleh

orang lain.

Teks dalam penelitian ini adalah berupa teks ikon varian produk kebutuhan pria, fitur atau

atribut website, serta jurnal artikel website maskoolin.com. Sedangkan subjek pada penelitian ini

tentu saja e-commerce maskoolin.com dan pria sebagai objek dari representasi. Sebagai subjek, e-

commerce maskoolin.com akan menceritakan, yang tentu saja sesuai dengan perspektif dan

kepentingannya mengenai bagaimana representasi pria atau laki-laki akan ditampilkan oleh e-

commerce maskoolin.com kepada masyarakat.

Terlebih dengan adanya tagline “whats make a man”, semakin memperkuat pesan yang

dibangun oleh e-commerce maskoolin.com untuk para konsumennya, bahwa yang membentuk

citra pria adalah penampilannya. Penggunaan kosa kata bahasa inggris pada fitur grooming

(perawatan) pun mengisyaratkan konsumennya untuk mengakui bahwa budaya kebarat-baratan

lebih dianggap keren, dari mulai bahasa, gaya berpakaian, gaya hidup maupun cara

bersosialisasinya dengan lingkungan sekitar, sehingga hal tersebut layak untuk ditiru khususnya

oleh pria Indonesia.

Dimana e-commerce maskoolin.com sebagai e-commerce yang khusus menjual berbagai

kebutuhan fashion dan perawatan wajah dan tubuh pria ini, semakin meyakinkan statement

mengenai perubahan hegemoni kultural status sosial pria di kalangan masyarakat umum. Terlebih,

maskoolin.com mengeluarkan produknya sendiri yang diberi nama “Koala Authentic” yang

merupakan brand fashion khusus pria dengan konsep yang sangat modern dan metroseksual.

Hal ini terlihat dengan jelas pada laman awal maskoolin, dimana terdapat quotes atau notes

“Koala Authentic adalah brand fashion khusus para pria yang mengedepankan konsep modern
dan fungsional. Fokus pada pemilihan material, dan fit, Koala Authentic sangat cocok bagi pria
yang menyukai produk minimalis.”
Kalimat “brand fashion khusus para pria” sangat menarik untuk dikaji, dimana hal

tersebut menampakkan bahwa pria harus memiliki gaya berpakaian khusus. Hal ini tentu saja

bertentangan dengan tradisi patriarki heteroseksual yang ideal yang selama ini dianut oleh
masyarakat umum. Dimana image pria yang dikonstruksikan oleh masyarakat adalah makhuk

gagah, serampangan, serta cuek akan penampilan. Namun dengan adanya kalimat “brand fashion

khusus para pria” serta lanjutan kalmat “yang mengedepankan konsep modern dan fungsional”

semakin memperjelas bahwa pria saat ini telah jauh dari hierarki pria terdahulu.

Pria saat ini yang dianggap modern adalah pria metroseksual yang telah membalikkan

konsep aktif dan pasif dalam hal gender. Dahulu, wanita adalah kaum yang identik dengan fashion

dan berbelanja kebutuhan pakaian serta perawatan wajah dan tubuh secara aktif. Namun, pria masa

kini tidak mau ketinggalan dalam hal fashion dan perawatan tubuh. Hal tersebut dapat diamati

dari adanya varian produk atasan, bawahan, luaran, sepatu, grooming (perawatan wajah dan

tubuh), hingga aksesoris khusus pria.

Pertama, varian atasan pria dan luaran pria dimana kedua varian produk tersebut sama-

sama pakaian atasan pria. Namun, dalam e-commerce ini kedua jenis atasan tersebut dijadikan 2

kategori pakaian yang berbeda dengan lebih banyak varian model pakaian di dalamnya. Seperti

varian atasan yang masih memiliki 4 kategori pakaian didalamnya, yaitu kemeja pria, kaos pria,

polo shirt pria, dan kemeja batik pria, Varian produk luaran pun juga memiliki banyak sekali

jenisnya yang dapat memanjakan mata para pria, seperti jaket jeans, jaket bomber, jaket motor,

sweater pria, jaket varsity, cardigan ria, serta jaket parka.Terlebih modelnya yang sangat beragam

bentuknya menimbulkan pola pikir bahwa fashion pria juga tidak boleh kalah dibandingkan

dengan wanita.

Gambar 3.2.1.1.1 Varian Atasan Pria (2)

Dari segi model, bahan pakaian, hingga jenis pakaiannya hampir sama dengan fashion

pakaian wanita, seperti halnya sweater dan cardigan yang biasa dikenakan wanita kini mulai

dikenakan pula oleh kaum pria yang semakin ditegaskan eksistensinya melalui maskoolin.com

tersebut.

Nilai maskulinitas pria semakin mengalami pergeseran makna, khususnya dalam bidang

lifestyle fashion, dimana nilai pria maskulin telah berubah menjadi nilai pria metroseksual. Seperti
yang diucapkan oleh Beynon (dalam Nasir, 2007 : 5) hal yang terjadi dengan laki-laki sekarang

ini adalah munculnya sesuatu yang khas dan semakin lama gejala kelelakian semakin penuh

dengan istilah-istilah baru yang saat ini sedang “trend” adalah pria metroseksual.

Bila diamati secara mendalam, maskoolin.com selaku subjek dalam penelitian ini secara

luas membuktikan bahwa maskoolin.com telah menjadi salah satu alat yang dipakai kaum pria

untuk memproduksi identitas pria metroseksual. Disini semakin dibuktikan bahwa pria sudah tidak

lagi malu-malu untuk menampilkan sisi femininnya. Pria semakin bebas dalam mengekspresikan

diri melalui fashion, dilihat dari pilihan model pakaian, warna pakaian, serta jenis pakaian yang

mereka inginkan.

Tidak hanya itu, semakin banyak varian model celana dan sepatu pria yang notabene adalah

keperluan pakaian standart, tapi dimofikasi sedemikian rupa sehingga menghasilkan banyak model

yang menarik untuk dibeli konsumen pria. Seperti varian celana jeans, celana pendek, celanan

panjang, celana chino, jogger pants, dan celana formal. Serta varian alas kaki yang hampir mirip

dengan milik kaum wanita, yaitu sepatu boots, sneakers, sepatu formal, sepatu casual, serta sandal.

Dengan begitu banyaknya jenis atasan, luaran, bawahan, dan alas kaki yang dipamerkan oleh e-

commerce tersebut, tanpa sadar telah mengkonstruksi pikiran para pria mengenai penampilan

dirinya.

Gambar 3.2.1.1.2 Varian Bawahan Pria (2) Gambar 3.2.1.1.3 Varian Sepatu Pria (2)

Sejak abad pertengahan, konstruksi kelelakian terhadap pria telah terjadi, dan masyrakat

menyebutnya maskulinitas. Maskulinitas bukan merupakan sifat alami, tetapi dibentuk oleh

budaya masyarakat setempat. Budaya maskulinitas, dimana pria dikatakan harus kuat, mandiri,

macho, mendominasi, memiliki sifat petualang, dan semangat juang yang tinggi (hasil penelitin

William & Best dalam Lips, 2008 : 7).

Tetapi pada abad gaya hidup, bagi pria masa kini penampilan sebagai pria metroseksual

yang memiliki style yang modern dan keren adalah yang utama. Layaknya perempuan, pria

metroseksual memiliki hobi belanja di mall, butik dan melalui online store (e-commerce). Mereka
berlama-lama di mall untuk pleasure shopping, berlangganan e-commerce tertentu untuk

mengetahui brand dan mode fashion terbaru apa yang menjadi trend.

Pria metroseksual terbiasa hidup di kota besar sehingga mereka sangat brand minded,

terbukti dengan banyaknya brand-brand terkenal yang digaet oleh maskoolin.com untuk menjadi

suppliernya. Brand terkenal, dengan harga super mahal, dan model pakaian paling baru akan

menjadi daya tarik paling kuat bagi pria metroseksual untuk berbelanja, karena dianggap dapat

meningkat status sosialnya di mata masyarakat. Seperti brand “Alveri”, sebuah jam tangan klasik

dengan harga selangit di maskoolin.com.

Gambar 3.2.1.1.4 Varian Jam Tangan Pria (2)

Sebenarnya, hal utama yang paling menarik dari e-commerce maskoolin.com yang

membuktikan bahwa pria saat ini adalah pria metroseksual yang tidak kalah dengan wanita dalam

memperhatikan penampilannya, adalah varian tas, grooming, serta aksesoris pria. Kalau dulu tas

pria biasanya hanya ransel dengan model tas yang standart untuk menampilkan sisi macho, namun

sekarang tas pria memiliki bentuk yang hampir mirip dengan milik wanita, dan hal tersebut

dianggap lumrah untuk dikenakan pria.

Gambar 3.2.1.1.5 Varian Tas Pria


Hal ini terjadi karena adanya tuntutan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan

serta munculnya konstruksi budaya konsumtif yang lahir di masyarakat membuat munculnya

perubahan gaya hidup di masyarakat, khususnya bagi kamu pria terjadi perubahan gaya hidup yang

sangat signifikan yaitu perubahan gaya hidup pria maskulin menjadi gaya hidup pria metroseksual

yang sangat memperhatikan penampilan fisik dan pakaiannya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Pria yang awalnya digambarkan sangat maskulin dan jantan berubah menjadi gaya hidup

metroseksual yang gemar bersolek dan tidak malu untuk menunjukkan sisi feminimnya di mata

publik agar ia dianggap ada dan diakui keberadaannya.

Terlebih, varian grooming dan aksesoris pria pada maskoolin.com menjadi bukti paling

utama bahwa kategorisasi pria dalam berbagai sisi fashion memang sengaja disediakan untuk

menciptakan budaya pria metroseksual yang modern, konsumtif, dan bergaya. Seperti ucapan

Mark Simpson (dalam Survival of The Prettiest : The Science of Beauty: 1999) :

“a dandyish narcissist in love not only himself but also his urban lifestyle...”
Jadi, kategorisasi pria baru-baru ini memiliki rasionalitasnya sendiri, yaitu sifat narsistik

yang tinggi sehingga mereka selalu memperhatikan penampilannya (dandy). Visibilitas pria dalam

kategorisasi fashion khusus dapat dengan mudah ditemui di kota-kota besar atau kota metropolitan

yang merupakan julukan yang ditujukan kepada pria urban perkotaan yang senang memperhatikan

penampilannya yang cenderung narsistik dan tidak malu-malu menunjukkan sisi feminin dari

dirinya.

Secara tidak langsung, maskoolin.com sebagai subjek yang menceritakan mengenai pria

sebagai objek, memberikan konstruksi sosial bahwa pria yang modern dan fungsional adalah pria

metroseksual yang terobsesi dengan penampilan prima dari ujung kaki hingga ujung rambut yang

terawat bersih. Citra metroseksual adalah wangi dan rapi, dimana pria metroseksual akan nyaman

dengan pakaian yang bermerek dan pas di badannya, disertai aksesoris untuk “mempercantik”

penampilannya.

Varian Grooming : “Dapatkan produk grooming pria terbaik dan terlengkap mulai dari pomade
untuk gaya rambut pria terbaik, obat penumbuh rambut, obat penumbuh jenggot, sisir rambut pria,
sabun mandi, produk perawatan wajah dan tubuh. Penampilan menarik selalu dimulai dari
merawat diri sendiri.”

Varian Aksesoris Pria : “Koleksi produk fashion aksesoris pria terbaik mulai dari dompet pria,
kacamata hitam, topi snapback, ikat pinggang, gantungan kunci, dasi, cufflinks, gelang pria &
perhiasan. Jangan lupakan sentuhan terakhir yang tidak kalah penting untuk penampilan
terbaik.”
Dapat dilihat bahwa pria semakin memperhatikan perawatan wajah, rambut, serta

tubuhnya. Berbagai produk perawatan wajah, rambut, dan tubuh semakin diminati oleh para pria

metroseksual. Terlebih dengan pernyataan “Penampilan menarik selalu dimulai dari merawat

diri sendiri” adalah bentuk konstruksi opini bahwa pria yang memiliki penampilan menarik

adalah pria yang merawat diri dari ujung rambut hingga ujung kaki. Hal tersebut akan semakin

menumbuhkan dorongan bagi viewer (konsumen) maskoolin.com untuk mengakui bahwa setiap

orang khususnya pria harus merawat diri dengan perawatan terbaik, pemilihan fashion pakaian dan

aksesoris yang bergaya agar memiliki eksistensi yang menonjol di kalangan masyarakat.

Selain itu, pernyataan pada varian aksesoris pria, yaitu “Jangan lupakan sentuhan

terakhir yang tidak kalah penting untuk penampilan terbaik.” Merupakan hal yang sangat

mengarah pada sifat-sifat feminin wanita. Aksesoris seperti gelang dan perhiasan adalah hal yang

selalu fokus mengarah pada perempuan. Namun, pada e-commerce maskoolin.com, konsumennya

diarahkan untuk percaya dan yakin bahwa pria memang membutuhkan aksesoris seperti gelang

dan perhiasan agar terlihat semakin menarik dan memiliki penampilan yang terbaik.

Hal ini merujuk pada maraknya dengungan kaum feminisme dalam kesamaan hak antara

perempuan dengan laki-laki, sehingga laki-laki pun merasa bahwa mereka juga dapat melakukan

apa yang dilakukan oleh perempuan, seperti berbelanja kebutuhan fashion, perawatan wajah dan

tubuh, menggunakan aksesoris gelang dan perhiasaan, mengenakan model dan warna pakaian yang

biasanya identik dengan perempuan.

Melalui e-commerce ini, pria sebagai objek penelitian mengalami peningkatan visibilitas

eksposur di media, dan budaya populer secara online. Tidak hanya wajah dan tubuhnya saja yang

di ekspose, namun juga gaya hidupnya yang konsumtif serta kebutuhan emosional pria yang

hampir sama dengan wanita memunculkan sebuah representasi tertentu dalam budaya populer

dimana penampilan laki-laki dianggap ideal dan menarik.

E-coomerce maskoolin.com selain membuktikan juga menguatkan fenomena pria

metroseksual dengan sifat dandy dan narsis, dimana pria akan sangat memperhatikan penampilan

dan perawatan tubuhnya, hobi berbelanja kebutuhan fashion stylist-nya serta senang menjadi pusat

perhatian orang lain. Selain itu, maskoolin.com membawa pesan bahwa pria yang sukses adalah

pria yang mengenakan pakaian mahal serta memakai krim wajah ataupun sabun wajah seperti yang
terdapat pada e-commerce maskoolin.com. Hal tersebut dapat diamati dari setiap note yang

dituliskan di setiap laman varian produknya, seperti pada laman varian parfum dengan note :

“Looking good start with basics. That means keeping your skin, hair, and beard looking clean and
smelling fresh.”
Pesan tersebut sangat jelas sekali bahwa e-commerce maskoolin.com mengkonstruksi

pikiran pria, bahwa pria yang terlihat baik dan menarik adalah pria yang wajah, rambut dan

tubuhnya terlihat bersih dan rapi serta berbau wangi. Rapi dan wangi adalah ciri khas utama kaum

dandy (pesolek). Maskoolin.com memberikan ilusi tertentu mengenai keunikan dalam gaya hidup

personal yang menyilaukan, sehingga para pria sebagai konsumennya akan terperangkap dalam

penampakan luar dimana mereka sudah tidak memiliki kendali untuk tidak mengikuti trend atau

gaya hidup yang sedang berkembang saat ini. Melalui e-commerce inilah dapat kita amati dimana

komoditi diukir dengan gaya dan gaya diukir dengan komoditi yang bernilai.

Produk-produk yang ditawarkan oleh e-commerce maskoolin.com pun terkesan lebih

kearah dandy, dimana diartikan bahwa pria tersebut sudah tidak malu lagi untuk menunjukkan

sikap femininnya dengan menawarkan produk pakaian yang berwarna merah muda, warna-warna

lembut seperti pakaian wanita, selain itu juga model baju v-neck dan model tas slempang yang

sangat mirip dengan model tas wanita. Semakin hari, citra macho semakin digeser dengan citra

pria feminin yang sangat peduli dengan penampilan, dan hal tersebut dirasa kurang baik karena

akan menimbulkan konsep pria yang kewanita-wanitaan bukan pria metroseksual yang macho dan

keren.

3.2.1.2 Posisi Pembaca

Bagi Mills, membangun sebuah model yang menghubungkan antara teks dan penulis di

satu sisi dengan teks dan pembaca di sisi yang lain, mempunya beberapa keuntungan. Pertama,

model semacam ini akan secara komprehensif melihat teks bukan hanya berhubungan dengan

faktor produksi tetapi juga resepsi. Kedua, posisi pembaca disini ditempatkan dalam posisi yang

penting. Hal ini karena teks memang ditujukan untuk secara langsung atau tidak “berkomunikasi”

dengan khalayak.
Maskoolin.com disini sengaja menempatkan banyak kategori produk fashion pria, tak lupa

catatan di setiap laman ikon variannya untuk menarik minat pembacanya konsumen, agar membeli

produk yang mereka jual dan mempercayai apapun yang mereka katakan secara tidak langsung.

Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan dalam tuntutan gaya hidup, baik pada laki-laki

maupun permepuan. Melalui maskoolin.com semakin terkuak bahwa laki-laki tetap dituntut

macho, namun tetap bergaya dan “cantik”. Dengan adanya varian produk “grooming” pada e-

commerce maskoolin.com, konsep bahwa industry kecantikan selama ini seolah bernaung dibawah

gender perempuan, kini mulai bergeser ke arah gender laki-laki. Produk sabun wajah dan tubuh

pria, sampo pria, parfum pria, dan segala bentuk perawatan tubuh dan wajah bukan hal yang tabu

lagi di era sekarang. Terkadang, pria metroseksual cenderung lebih memperhatikan penampilan

dan perawatan tubuhnya secara rutin, telaten dan intensif ketimbang perempuan.

Sebagian dari mereka mengatakan hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar termasuk ketika

berpenampilan seperti wanita. Namun, peneliti setuju dengan opini yang diungkapkan Simpson

(2002), bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang wajar karena pada dasarnya pria seperti sedang

melihat dirinya dalam cermin (mirror man). Di depan cermin tersebut mereka seperti sedang

melihat dirinya sendiri dan kemudian merasa puas.

Jadi bisa disimpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai pria “metroseksual” ketika

mereka membeli dan memakai produk yang sedang menjadi trend terbaru di pasaran dengan

ribuan iklan komersial yang mendukung di sekelilingnya, dan media belanja dengan daya persuasi

untuk berdandan dan bersolek.

Maskoolin.com menampilkan foto-foto produk dengan notes persuasi disetiap laman varian

produknya untuk memberikan bujuk rayu terhadap para pelanggan melalui ilusi-ilusi tentang diri

mereka (illusions of self). Artinya maskoolin.com menarik pembaca atau dalam kasus ini

konsumen menggunakan bahasa-bahasa penampilan yang digunakan melalui websitenya.

Fenomena pria yang senang merawat diri dan berbelanja kebutuhan fashion memang sudah

ada sejak abad 19, namun hanya 1 banding 1000 pria jaman dahulu yang memiliki sifat tersebut.

Tetapi di era abad 21 ini, fenomena pria yang senang merawat diri dan berbelanja kebutuhan

fashion malah menjadi sebuah kultur populer dikalangan masyarakat. Maskulinitas pria luntur

digantikan mindset pria metroseksual yang dianggap lebih keren dan beradab di mata masyarakat.
Berbagai macam varian yang ditawarkan maskoolin.com sengaja memberikan banyak

varian produk, seperti varian poduk grooming dan aksesoris pria untuk memenuhi segala bentuk

kebutuhan gaya hidup pria metroseksual terpenuhi. Gaya hidup metroseksual bisa dianggap seperti

penyakit menular, dimana apabila satu kota besar terjangkit budaya populer metroseksual. Budaya

pria metroseksual di masyarakat semakin marak dan kebutuhan pria akan perawatan wajah dan

tubuh, juga fashion semakin tinggi. Hal ini lah yang menjadi dasar semakin banyaknya e-

commerce yang menjual berbagai produk khusus pria.

Dari tahun ke tahun, pria semakin menggeser posisi wanita sebagai segmen pasar utama

bagi para pengusaha di bidang fashion dan perawatan tubuh. Kini visibilitas tubuh pria telah

menjadi salah satu komoditas utama ekonomi untuk diserang oleh industri fashion dan kecantikan.

Walaupun begitu, e-commerce maskoolin.com juga memberikan ketidaknyamanan bagi

konsumennya pada fitur jurnal artikel. Seluruh konten artikel pada jurnal maskoolin.com lebih

banyak mempromosikan produk jualannya daripada memberikan informasi mengenai gaya

berpakaian pria masa kini. Padahal, pembaca yang membuka fitur tersebut bertujuan untuk

mendapatkan referensi gaya berpakaian atau sekedar untuk mendapatkan informasi mengenai

dunia fashion. Namun, e-commerce maskoolin.com hanya fokus pada promosi produk yang dijual

saja tanpa memperdulikan kebutuhan konsumennya akan informasi mengenai fashion.

3.2.2 Analisis Data Fitur / Atribut Website Maskoolin.com

3.2.2.1 Posisi Subjek-Objek

Maskoolin.com secara sengaja membangkitkan kebutuhan kaum pria terhadap estetika

penampilan didalam kehidupan sehari-hari, melalui berbagai bentuk tawaran iklan produk atasan,

bawahan, luaran serta keahlian perawatan wajah, tubuh rambut, jenggot dan lain sebagainya.

Sebab, saat ini telah terjadi perubahan didalam kultur dan nilai maskulinitas melawan nilai

feminitas, dengan perubahan peran “sex”. Seperti kata Hoyer dan MacInnis (2004 : 425),

maskulinitas seringkali dihubungkan dengan ketegasan, kesuksesan serta persaingan dimana

kemudian laki-laki dihubungkan dengan sifat agresif, dominan, dan kuat. Sementara nilai-nilai

feminine mengacu kepada wanita sebagai pihak yang memiliki budaya memelihara, serta dikaitkan

dengan istilah lemah, emosional, pandai mengatur waktu, pandai mengatur keuangan, dan pandai

berkomunikasi.
Dewasa ini, maskoolin membuktikan ungkapan Gauntlett (2002) bahwa feminitas tidak

lebih dari sebuah stereotip dari peranan wanita di masa lalu. Mengapa demikian? Karena adanya

fenomena pria metroseksual yang memiliki sifat feminine, dimana ia senang merawat diri layaknya

wanita. Pria metroseksual juga cenderung pandai berkomunikasi seperti sejarah mengenai pria

dandy di abad 19 yang sangat pandai menggunakan bahasa. Pria metroseksual pun sangat pandai

mengatur waktu dan keuangan layaknya wanita, terbukti dengan banyaknya fitur diskon yang

terdapat pada maskoolin.com guna menarik minat konsumen prianya, agar tergiur untuk membeli

produk keluaran brand ternama dengan harga diskon sebagai imin-iming.

Maskoolin.com mengkonstruksi pikiran para konsumennya untuk terus mengkonsumsi

barang-barang bermerek dengan iming-iming potongan harga, agar tertanam di alam bawah sadar

mereka bahwa belanja barang bermerek itu pasti kualitasnya bagus dan dengan adanya diskon

adalah sebuah kode untuk berbelanja, karena diskon berarti lebih murah dari harga sebenarnya.

Padahal, diskon hanyalah permainan kata-kata untuk menarik minat konsumen agara produknya

dianggap lebih murah dari harga aslinya. Dengan adanya pola piker seperti itu yang terus menerus

dilakukan oleh konsumen, adalah berbelanja secara konsumtif hanya karena ada diskon bukan

berdasarkan pada kebutuhan tapi keinginan. Permainan pola pikir para pelaku bisnis fashion dan

kosmetik pria untuk mendapatkan konsumen secara terus menerus semakin kentara disini.

Selain itu, fitur-fitur gratis lainnya yang disediakan oleh maskoolin.com sebenarnya hanya

kamuflase untuk mendatangkan lebih banyak konsumen hanya karena kata gratis. Yang mana kita

bahwa sebenarnya harga barang dijual pasti sudah dinaikkan berkali-kali lipat untuk mendapatkan

keuntungan yang besar sekaligus menutup biaya pengiriman. Tidak mungkin suatu perusahaan

dagang mau rugi hanya untuk menyenangkan konsumennya, hal tersebut hanya strategi marketing

yang dipersuasikan dengan cara terselubung. Sebab, perusahaan mengetahui bahwa

masyarakatnya adalah tipe yang senang dengan image kata “gratis”.

Selain memainkan strategi marketing gratis, maskoolin.com juga ingin semakin

meyakinkan konsumennya untuk percaya bahwa pria yang dianggap tampan dan menarik adalah

pria dengan penampilan rapi, wangi serta berpakaian mahal. Disini terdapat fitur “Collections”

dimana maskoolin.com menghadirkan sosok-sosok artis tampan dan terkenal, yang merupakan

pujaan banyak kaum hawa untuk mengulas gaya berpakaian mereka sehari-hari. Artis-artis yang

dihadirkan pun, merupakan sosok pria metroseksual yang sangat memperhatikan penampilan dan
perawatan tubuhnya. Hal ini secara tidak langsung merefleksikan ideologi penampilan pria

metroseksual para selebritis pria tersebut untuk diadopsi oleh kaum pria kebanyakan dalam

kehidupan sehari-hari, untuk mendapatkan hasil yang sama dengan mereka yaitu kepopuleran dan

center of attention.

Untuk menjawab keinginan para konsumennya akan perhatian yang khusus,

maskoolin.com menghadirkan fitur “Personasifikasi” dan fitur “Gift Card”. Yang mana fitur

personafikasi akan memberikan kuis kepribadian singkat untuk mengetahui hobi, karakter

konsumen, agar konsumen dapat diarahkan untuk membeli produk fashion yang sesuai dengan

karakter dan kepribadiannya. Karakter pria metroseksual yang senang diperhatikan dan

memperhatikan penampilannya telah mempengaruhi segala bentuk aspek psikologis pria

kebanyakan, bahwa pria yang biasanya cuek dan indepen kini merasa bahwa perhatian adalah salah

satu bentuk emosional yang penting bagi mereka. Sehingga, fenomena pria metroseksual ini

dianggap sebagai produk dari globalisasi yang wajib diikuti sebagai budaya populer masyarakat.

Fitur “Gift Card” sebenarnya adalah konsep dari “give attention to customer” seperti fitur

“Personalisasi”, namun fitur “Gift Card” lebih kepada memberikan kejutan produk bermerek

kepada customer yang dianggap sangat menarik. Jadi disini maskoolin.com ingin terus menarik

konsumen untuk berbelanja dengan memberikan banyak fitur menarik dang mengejutkan yang

berbeda-beda untuk setiap personalnya. Mengapa? Karena e-commerce ini menyadari betul

pentingnya faktor kedekatan antara komunikator dengan komunikan agar dapat menyampaikan

pesannya dengan lebih mengena. Nah, faktor kedekatan antara produsen dan konsumen dibangun

melalui berbagai fitur yang dapat menarik personal konsumennya untuk merasa nyaman, dekat

dan diperhatikan.

3.2.2.2 Posisi Pembaca

“Belanja” dan “Sale” adalah 2 kata yang tidak bisa terlepas dari image perempuan.

Perempuan dikatakan sangat gemar untuk memperkaya kebutuhan fashionnya dan konsisten dalam

merawat wajah dan tubuh demi penampilan yang tampak maksimal. Sedangkan pria selalu

digambarkan sosok yang membeli berdasarkan kebutuhan yang real bukan hanya untuk

pemenuhan kesenangan untuk berpenampilan menarik seperti wanita. Terlebih, di pasar yang
berjualan secara konvensional, wanita adalah makhluk yang selalu mencari fashion dengan

tampilan mahal produksi brand ternama dengan diskon besar-besaran.

Namun, maskoolin.com mengungkapkan bahwa tidak hanya wanita yang menyenangi

belanja dan diskon, tapi konsumen pria pun sangat gemar dengan yang namanya diskon berbelanja

barang bermerek.

Terdapat 6 fitur diskon yang ditawarkan oleh maskoolin.com untuk menarik minat

konsumennya. Mengapa demikian? Karena maskoolin.com sangat mengetahui bagaimana karakter

konsumen prianya yang metroseksual dan membawa sedikit karakter feminin perempuan.

Pria yang mewarisi sedikit sifat feminine wanita, dan wanita yang sedikit mewarisi sifat

maskulin pria adalah hasil dari emansipasi, dimana wanita dapat melakukan apa yang pria lakukan

dan begitupun sebaliknya. Evolusi peranan gender ini menyebabkan wanita memandang pria

sebagai pesaing dalam segala aspek kehidupan khususnya dalam berkarir dan berkarya. Wanita

yang sejak dulu telah merawat diri dan menjaga penampilannya dengan baik mampu

merepresentasikan karya yang lebih baik untuk perkembangan karirnya. Pria akhirnya menyadari

hal tersebut, dan merasa bahwa penampilan fisik yang sempurna dari ujung kaki hingga ujung

rambut merupakan salah satu faktor penunjang utama untuk mendapatkan kesuksesan.

Dengan adanya perubahan ini, tanpa disadari terjadi semacam kesepakatan bahwa

kecantikan ternyata membawa pada kekuasaan dan status sosial yang lebih tinggi. Dengan kata

lain, telah terjadi pergeseran didalam “kekuasaan” dimana pria dianggap menjadi ancaman nyata

bagi kecantikan yang merupakan status kekuasaan perempuan yang telah dimiliki bertahun-tahun.

Sedangkan, bagi para produsen di bidang fashion dan kosmetik hal ini merupakan kabar baik,

sebab pangsa pasar mereka pun semakin luas. Tidak hanya wanita yang saat ini yang

membutuhkan produk fashion ataupun produk kecantikan, namun pria saat ini pun memiliki

kebutuhan dasar yang sama, sehingga peluang keuntungan yang didapat oleh para produsen

industri fashion dan kosmetik tersebut tentu saja semakin besar.

Selain itu terdapat fitur “Garansi 14 hari tukar”, dimana konsumen diberikan gratis

penukaran barang yang diterima konsumen apabila rusak atau tidak sesuai ukuran atau warnanya

dalam jangka waktu 14 hari. Tak ketinggalan fitur “Gratis Biaya Kirim”, dimana konsumen

dibebaskan biaya pengiriman dimanapun mereka berada asalkan dalam minimal jumlah pembelian

produk yang telah ditetapkan maskoolin.com.


Seperti yang peneliti ungkapkan diatas, pria metroseksual senang bergaya hidup glamor

namun tetap memperhatikan aspek-aspek kemurahan, dimana mereka berpikir dapat mendapatkan

barang yang bagus dan bermerek namun dengan harga yang menurut mereka terjangkau. Gaya

hidup metroseksualitas yang hadir ditengah-tengah masyarakat dengan ideologi sosok artistik

berpenampilan dandy, konsumtif serta memanfaatkan waktu luangnya di klub, salon, spa, butik,

berbelanja online merupakan hasil dari keahlian para produsen ideologi. Pria dengan ideologi yang

telah dikonstruksi mengenai perubahan makna maskulinitas menjadi metroseksual akan rela

menginvestasikan berbagai usaha dan uangnya hanya demi penampilan semata. Terlebih siapa

konsumen yang tidak tergiur dengan kata “Gratis”, dimana tipe pria metroseksual yang pandai

mengatur keuangan namun gila belanja akan tegiur karena merasa diuntungkan. Sehingga dia akan

terus mengkonsumsi produk tersebut karena merasa mendapatkan keuntungan tertentu, walaupun

sebenarnya tanpa mereka sadari itu hanyalah strategi marketing perusahaan.

E-commerce ini juga memiliki fitur “Collections” yang semakin fungsi untuk menguatkan

ideologi bahwa pria yang keren, menarik dan modern adalah pria yang memiliki fashion rapi dan

wangi ala artis. Jadi, konten dari fitur ini adalah membahas mengenai style fashion para artis yang

memang memiliki gaya fashion pria kekinian yang metroseksual, yaitu Mike Lewis, Hamish Daud,

Nicholas Saputra, dan masih banyak lagi. Selain itu, konten dari fitur ini juga mix and match

berbagai macam model pakaian dari berbagai brand ternama yang menjadi pemasok produk di

maskoolin.com.

E-commerce maskoolin.com sangat mengerti bagaimana menghadapi pria metroseksual

yang notabene adalah konsumen utamanya. Pria metroseksual adalah pribadi yang sangat senang

diperhatikan secara personal, maka dari itu fitur “Personafikasi” sangat sesuai untuk mengetahui

apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh konsumennya tersebut. Fitur ini berfungsi untuk

memudahkan konsumen dalam memilih fashion atau perawatan tubuh apa yang cocok ia beli atau

kenakan, sesuai dengan kepribadian konsumennya. Sehingga konsumen akan bisa fokus bergaya

sesuai dengan kepribadiannya tanpa kebingungan dengan banyaknya varian yang ada. Hal tersebut

akan memicu timbulnya pria-pria metroseksual baru yang akan bergaya dan berbelanja sesuai

dengan apa yang sudah diatur oleh maskoolin.com, karena mereka merasa diutamakan dan

merasakan kemudahan dalam bergaya yang menarik melalui e-commerce ini.


3.2.3 Analisis Data Artikel Jurnal Fashion dan Grooming Maskoolin.com (publish

antara Februari – Juni 2017)

3.2.3.1 Posisi Subjek-Objek

Dewasa ini, peningkatan teknologi informasi dan komunikasi selain membantu manusia

dalam mempermudah pekerjaanya di berbagai aspek kehidupan, juga mempermudah manusia

dalam menyebarkan informasi serta budaya populer yang saling mempengaruhi di berbagai

belahan dunia. Terlebih invensi budaya barat yang telah mempengaruhi budaya Indonesia dalam

bersosialisasi dan cara pria bergaya. Apa yang ditampilkan oleh artis-artis Holywood dianggap

sebagai strata berkehidupan yang paling tinggi. Sehingga, segala bentuk cara bergaul,

bersosialisasi, bergaya, dan bersolek yang ditampilkan melalui media-media populer, seperti

internet, media sosial, e-commerce, televisi, mengenai pentingnya pria memperhatikan tampilan

tubuh menjadi suatu hal yang telah mendominasi alam pikiran bawah sadar beberapa pria dalam

cara berpakaian dan menata diri.

Maka dari itu apa yang ditampilkan dan dipresentasikan dalam e-commerce maskoolin.com

sebenarnya adalah bagaimana budaya Eropa mengubah selera konsumen dan cara berpikir mereka

(mind set) dalam memaknai bagaimana pria seharusnya berpakaian dan bergaya. Hal tersebut

diamati peneliti dari jurnal awal yang ditampilkan oleh maskoolin.com. Jurnal tersebut membahas

mengenai bagaimana gaya berpakaian artis Holywood Tom Cruise, yang berjudul “OOTD : Gaya

Tom Cruise (Get The Look : Gaya Smart Casual)”. Tom Cruise adalah seorang aktor Holywood

yang sangat terkenal dan tampan. Dengan judul “OOTD : Gaya Tom Cruise (Get The Look : Gaya

Smart Casual)” saja sudah jelas menyampaikan pesan kepada pembaca, apabila kamu ingin

terlihat santai namun tetap nampak smart gaya berpakaian Tom Cruise (gambar 3.1.3.1) lah yang

patut dijadikan teladan.

Dengan kulit wajah dan tubuh yang tampak mulus terawat, kemeja dengan sweater yang

rapi serta sepatu yang kinclong dan mahal, Tom Cruise secara alam bawah sadar pembacanya

dijadikan patokan untuk tampak keren dan tampan ala Tom Cruise. Terlebih dengan konten artikel

yang mempromosikan pakaian-pakaian tersebut dengan persuasi produk brand ternama, bahan

apik, model terbaru, dengan harga tinggi yang disebut-sebut dapat meningkatkan kualitas

penampilan diri pria. Maskoolin.com terus mengkonstruksi pikiran konsumennya bahwa selebritis,

terlebih selebriti luar negeri adalah patokan mutlak dalam gaya berpakaian, dan pria yang tidak
berpakaian rapi, wangi ataupun tidak merawat tubuhnya layaknya selebriti bukanlah pria yang

menarik.

Adanya artikel tersebut sebagai salah satu artikel utama dalam jurnal maskoolin.com telah

menimbulkan masyarakat yang konsumtif, karena maskoolin.com menjual mimpi dan idealism

kepada konsumen prianya agar dianggap menarik seperti ilusi menjadi Tom Cruise yang

ditampilkan dalam artikel tersebut diatas.

Maskoolin.com juga menerbitkan banyak sekali artikel-artikel marketing yang isinya

mengenai produk suatu brand ternama yang bekerja sama dengan maskoolin.com, seperti Sepatu

bermerek “Zevin”, jam tangan dengan berbagai merek lokal ternama, sepatu sport yang wajib

dimiliki pria untuk berolahraga, dan lain sebagainya. Ini merupakan salah satu keunggulan

maskoolin.com, yaitu terus up date dalam menampilkan produk fashion dari pakaian, celana,

sepatu, aksesoris, produk grooming terbaru dengan model bermacam-macam, yang menyebabkan

perkembangan perilaku gaya hidup metroseksual dikalangan masyarakat semakin meningkat

pesat.

Hal paling menarik dari artikel-artikel promosi tersebut adalah judulnya, seperti :

1. 5 Merek jam tangan pria yang jarang diketahui (Merek jam tangan pria yang tidak terkenal

namun berkualitas).

2. Zevin, local brand in premium taste (Leather is the new denim, start your journey style

with Zevin).

3. Sepanjang tahun 2014 dari segi harga dan performa (Sepatu futsal terbaik sepanjang tahun

2014).

Ketiga artikel tersebut merupakan beberapa artikel yang memiliki banyak viewer,

walaupun konten artikelnya hanya berdasarkan promosi produk-produk bermerek baik lokal

maupun internasional dengan harga yang cukup tinggi. Dari judul artikelnya kita dapat mengetahui

bahwa maskoolin.com terus berupaya memberikan asupan gaya hidup glamor kepada

konsumennya. Seperti judul artikel pertama, yaitu “5 Merek Jam Tangan Pria Yang Jarang

Diketahui (Merek Jam Tangan Pria Yang Tidak Dikenal Namun Berkualitas)”, dengan judul

seperti itu akan dengan mudah menggugah rasa penasaran pria untuk mendapatkan barang dengan

kualitas baik namun tidak banyak ketahui, sehingga dapat disebut eksklusif. Terlebih terdapat kata
“Merek Jam Tangan Pria” yang disebutkan telah membetuk kategorisasi khusus dimana pria

memang memiliki varian produk khusus yang harus dimiliki sesuai dengan gender-nya.

Sedangkan artikel kedua dengan judul “Zevin, Local Brand In Premium Taste (Leather

Is The New Denim, Start Your Journey Style With Zevin)”, disini ingin mengungkapkan bawa

brand lokal pun memiliki kualitas yang bagus, namun harus tetap dengan standart brand ternama

dengan harga mahal yang harus dimiliki untuk dapat tampil sempurna. Dan artikel dengan judul

“Sepanjang Tahun 2014 Dari Segi Harga dan Performa (Sepatu Futsal Terbaik Sepanjang

Tahun 2014)”, dari judul tersebut dapat diamati bahwa maskoolin.com merangkum beberapa

sepatu dengan brand ternama yang menurutnya terbaik dan wajib dimiliki oleh konsumennya.

Maskoolin.com secara tidak langsung ingin menyampaikan bahwa segalau bentuk informasi yang

diberikan oleh maskoolin.com tersebut adalah informasi yang terbaik di bidangnya, sehingga wajib

untuk dianut oleh konsumennya. Dan dapat memberikan mindset bahwa apabila konsumen ingin

mengetahui mengenai produk fashion ataupun informasi perihal dunia fashion, maskoolin.com

adalah jawaban terbaik bagi konsumen.

Artikel terakhir berjudul “7 Gaya Menggunakan Jaket Denim Pria (Berbagai Macam

Gaya Menggunakan Jaket Denim Untuk Pria)”, konten artikel ini berisi mengenai tips dalam

bergaya menggunakan jaket denim, dimana hakikatnya jaket denim adalah luaran paling simple

dan natural yang sesuai digunakan oleh siapa saja dan dipadukan dengan warna apa saja. Bisanya,

pria memilih jaket denim karena manfaatnya yang serba guna dan simple dikenakan, sebab sifat

pria jaman dulu adalah simple dan macho. Namun, dari judul artikel diatas dapat ditelaah bahwa

jaket denim kini dikenakan bukan karna simple dan natural tapi merupakan bagian dari gaya

berpakaian.

Terdapat lead yang menarik pada artikel tersebut, yaitu :

“Mister yakin, kamu pasti memiliki jaket denim karena item ini memang atasan casual wajib yang
harus dimiliki setiap orang. Mister juga yakin beberapa orang berpikir jaket denim hanya bisa
digunakan dengan celana jeans, kaos, dan sneakers saja. Padahal, kamu bisa menggunakan item
fashion apapun untuk dipadukan dengan jaket denim jika kamu tau caranya.”
Dengan kata “memang atasan casual” membuktikan bahwa jaket denim memang salah

satu item pakaian yang simple dan natural untuk dikenakan dan dipadukan dengan berbagai macam

pakaian casual pula. Namun, kata “wajib” seakan menghipnotis konsumennya untuk berpikir

bahwa pria yang tampak santai dan casual itu harus memiliki jaket denim, padahal tidak harus

selalu seperti itu. Terlebih terdapat kalimat “Padahal, kamu bisa menggunakan item fashion
apapun untuk dipadukan dengan jaket denim jika kamu tau caranya.” Yang mana hal ini semakin

menguatkan pendapat peneliti bahwa jaket denim bukan lagi pakaian casual yang standart

digunakan pria tapi telah menjadi salah satu kebutuhan fashion utama pria untuk tampil gaya.

Maskoolin.com ingin semakin mengubah cara pandang pria akan penampilan dengan cara

memberikan informasi-informasi terkait gaya berpenampilan stylish bagaimanapun pakaiannya.

Seperti hendak menyampaikan tidak langsung bahwa, bagaimanapun kondisimu dan dimanapun

kamu berada, apabila “kamu bergaya maka kamu ada!” seperti ungkapan David Chaney

(Lifestyle : 1997).

3.2.3.2 Posisi Pembaca

Tom Cruise adalah salah satu aktor Holywood papan atas yang penampilannya selalu

menjadi perbincangan netizen. Dari ujung rambut sampai ujung kaki Tom Cruise dianggap

sempurna sebagai salah satu bentuk representasi pria keren dan menarik. Dan, menurut Hoyer dan

MacInnis (2004 : 453), Tom Cruise, David Beckham, Brad Pitt, dan Orlando Bloom merupakan

beberapa selebriti yang dianggap menjadi pemimpin opini dalam standart baru representasi pria

yang dianggap keren dan menarik. Dapat dikatakan ia adalah salah satu orang yang memiliki

pengaruh besar dalam perubahan gender culture pria khususnya dalam berbusana dan gaya hidup.

Dan dengan adanya artikel yang berjudul “OOTD : Gaya Tom Cruise (Get The Look : Gaya Smart

Casual)” membuktikan bahwa Tom Cruise memang salah satu ikon pria metroseksual yang style

nya banyak ditiru pria kebanyakan. Pada paragraph kedua artikel terdapat argument yang

mendukung bahwa Tom Cruise memang pria metroseksual yang mampu menarik perhatian publik

“Namun gaya Tom Cruise juga mampu membuat kita semua kagum, dan tak jarang banyak pria

yang meniru gaya pakaian yang dikenakan oleh Cruise.”

Keempat kata tersebut memiliki makna yang besar dalam mempengaruhi pembaca artikel

maskoolin.com, dimana pembaca akan berpikir bahwa Tom Cruise adalah sosok yang sangat

berbakat dan dikagumi banyak orang, sehingga meniru gayanya adalah kewajiban agar mereka

dapat dikagumi pula seperti halnya Brad Pitt. Pada kalimat akhir artikel tersebut juga menarik,

yaitu :
“Gimana tertarik untuk mengikuti gaya Tom Cruise ini? Jangan lupa lengkapi koleksi

pakaianmu di maskoolin.”

Secara tidak langsung, maskoolin.com menantang pembacanya untuk mengikuti gaya Tom

Cruise yang dianggap sebagai salah satu ikon fashion dunia, dan secara bersamaan mengharuskan

pembacanya untuk berbelanja di maskoolin.com apabila ingin memiliki penampilan semenarik

Tom Cruise dengan sambungan kalimat “Jangan lupa lengkapi koleksi pakaianmu

di maskoolin”.

Artikel kedua yang berjudul, “5 Merek Jam Tangan Pria Yang Jarang Diketahui (Merek

Jam Tangan Pria Yang Tidak Dikenal Namun Berkualitas)”, dengan judul seperti itu akan dengan

mudah menggugah rasa penasaran pria untuk mendapatkan barang dengan kualitas baik namun

tidak banyak ketahui, sehingga dapat disebut eksklusif. Terlebih terdapat kata “Merek Jam

Tangan Pria” yang disebutkan telah membetuk kategorisasi khusus dimana pria memang

memiliki varian produk khusus yang harus dimiliki sesuai dengan gender-nya. Hal ini

membangkitkan pola pikir bahwa pria wajib memiliki barang eksklusif dengan embel-embel brand

berkualitas untuk menghalalkan gaya hidup glamornya.

Sedangkan artikel kedua dengan judul “Zevin, Local Brand In Premium Taste (Leather

Is The New Denim, Start Your Journey Style With Zevin)”, kata “Start Your Journey Style” juga

merupakan penyampaian secara tidak langsung bahwa konsumen harus menggunakan brand

tersebut untuk memulai harinya. Dimana setiap kegiatan digambarkan akan lebih menyenangkan

dengan sepatu kulit dari Zevin, seakan-akan pria yang gayanya sangat macho adalah pria yang

menggunakan produk Zevin tersebut. Sebab kata “Journey” berkaitan dengan kegiatan

petualangan yang menantang dan bersifat macho. Padahal yang kita tahu, berbagai produk fashion

yang berbahan dasar pasti memiliki harga yang relatif mahal. Disini maskoolin.com seakan ingin

meningkatkan taraf konsumtif masyarakat dan hanya terpaku pada style, sehingga para pria

metroseksual tidak akan peduli berapa mahalnya produk tersebut asalkan terlihat gaya.

Selanjutnya, terdapat lead yang menarik pada artikel dengan judul “Sepanjang Tahun

2014 Dari Segi Harga dan Performa (Sepatu Futsal Terbaik Sepanjang Tahun 2014)”, yaitu

“Mencari sepatu futsal yang cocok memang tidak mudah. Peran sepatu yang digunakan saat

bermain sangat penting, bahkan untuk pemain amatir sekalipun. Bukan hanya dalam kualitas

permainan tetapi juga dari bentuk kaki seseorang, hal ini tentu saja berpengaruh terhadap
kenyamanan dan potensi terjadinya cedera pada kaki seseorang. Pada kesempatan kali ini kami

mengurutkan 10 sepatu futsal terbaik dari sisi harga dan performa.”

Sejatinya pria metroseksual adalah pria yang sangat concern dengan bentuk tubuhnya,

mereka menganggap bentuk tubuh ideal adalah bentuk tubuh yang berotot dengan perut sixpack.

Sehingga pria metroseksual biasanya memiliki hobi yang baik terhadap aktivitas olahraga untuk

membentuk tubuh sempurna versi pria metroseksual. Maka dari itu, artikel yang telah banyak

dibaca dan dibagikan ini semakin membuktikan apabila pria metroseksual tidak hanya fokus pada

aktivitas olahraganya, namun juga tetap mempertahankan penampilan luarnya apapun

kegiatannya, dan bagaimanapun keadaannya.

Artikel dengan judul “7 Gaya Menggunakan Jaket Denim Pria (Berbagai Macam

Gaya Menggunakan Jaket Denim Untuk Pria)” memiliki lead yang menarik, yaitu

“Mister yakin, kamu pasti memiliki jaket denim karena item ini memang atasan casual wajib yang

harus dimiliki setiap orang. Mister juga yakin beberapa orang berpikir jaket denim hanya bisa

digunakan dengan celana jeans, kaos, dan sneakers saja. Padahal, kamu bisa menggunakan item

fashion apapun untuk dipadukan dengan jaket denim jika kamu tau caranya.”

Jaket denim merupakan pakaian yang marak dikenakan banyak orang karena fungsinya

yang simple dan casual untuk dikenakan, baik oleh pria maupun wanita dari berbagai kalangan

usia. Namun, hal tersebut bukan merupakan suatu keharusan yang hakiki untuk dimiliki setiap

orang. Dengan statement “wajib” dan diulang dengan statement “harus” memberikan makna

bahwa memiliki sebuah jaket denim adalah kewajiban yang mutlak bagi setiap orang, khususnya

konsumen maskoolin.com yang bergender pria. Selain itu, kalimat terakhir paragraph tersebut

menyatakan “kamu bisa menggunakan item fashion apapun untuk dipadukan dengan jaket

denim jika kamu tau caranya”. Yang memberikan pemaknaan bahwa jaket denim adalah sebuah

kebutuhan fashion yang penting bagi pria untuk terlihat menarik. Tidak hanya sebagai kebutuhan

fashion, namun jaket denim akan dipadupadankan dengan item fashion lain. Sehingga jaket denim

tidak dijadikan sebagai mana fungsinya yang simple dan casual, namun sebuah item fashion yang

wajib dimiliki pria dilemarinya.

3.3 Interpretasi data


Fenomena metroseksual ini telah dianggap sebagai produk dari globalisasi, dicap sebagai

suatu budaya populer baru yang wajib diikuti oleh seluruh golongan masyarakat. Fenomena

metroseksual telah menjadi suatu tren lifestyle dalam masyarakat metropolitan di seluruh dunia.

Sentuhan modern khas masyarakat urban sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari para laki-

laki metroseksual. Metroseksual ini sering didefinisikan secara bebas sebagai gaya hidup pria-pria

yang gemar bergaya, berdandan dan narsis.

Ketika gaya menjadi segala-galanya dan segala-galanya adalah gaya, maka perburuan

penampilan dan citra diri juga akan masuk dalam permainan konsumsi. Kalau dalam gaya itu

sendiri sudah melekat unsur permainan, maka sudah bisa dipastikan unsur-unsur yang membentuk

gaya hidup akan menjadi sebuah tontonan. Apalagi produk yang memanfaatkan kekuatan citra

bisa menjadi perlambang bagi kolektivitas sosial, dan munculnya asosiasi gaya hidup di

masyarakat.

Hal ini dibuktikan oleh maskoolin.com, yang ketiga aspek dalam e-commerce tersebut

memberikan pemaknaan mengenai gaya hidup pria metroseksual yang glamor dan konsumtif.

Dari mulai varian produknya, fitur-fitur website-nya, hingga jurnal fashion yang ditampilkan oleh

maskoolin.com, semua mengarah kepada konstruksi pikiran pria baik yang tinggal di perkotaan

maupun pedesaan untuk memiliki gaya hidup pria metroseksual yang dianggap modern. Sebab,

metroseksual adalah sebuah bentuk maskulinitas baru dimana pria sudah tidak segan lagi untuk

menunjukkan sisi femininnya. Hal ini ditandai dengan semakin maraknya iklan produk fashion

serta perawatan pria. Tak hanya itu pertumbuhan fenomena metroseksual ini juga diimbangi

dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat, yaitu semakin

menjamurnya e-commerce yang ikut menyebarluaskan fenomena ini agar dianggap sebagai

budaya populer yang wajib diikuti masyarakat.

Akan tetapi, fenomena metroseksual yang merupakan sebuah upaya untuk mendefinisikan

maskulinitas baru ini ditunggangi oleh kepentingan kapitalisme. Komodifikasi metroseksual

mengubah maknanya yang awalnya hanya sekedar gaya hidup laki-laki urban. Sayangnya, saat ini

metroseksual tidak lagi mencerminkan definisi awalnya. Kapitalisme telah mendistorsi

metroseksual. Jika ditanya kepada masyarakat tentang definisi metroseksual, maka mayoritas

mungkin akan menjawab metroseksual sebagai gaya hidup pria yang konsumtif, narsistik dan

kosmopolitan. Di Indonesia, berbagai gerai perawatan tubuh kaum laki-laki bermunculan


menandakan bahwa nilai kapitalistik lebih kental dalam pemilihan metroseksual. Sejatinya untuk

menunjukkan nilai feminin dari seorang laki-laki tidak hanya sekedar ditandai dengan perawatan

tubuh, namun juga perubahan hobi, kesukaan, kebiasaan, peran dalam keluarga, lingkungan sekitar

dan terlebih perubahan posisi pekerjaan.

Kapitalisme ekonomi ini seakan menemukan pasar baru dengan munculnya gaya hidup

metroseksual. Kapitalisme mencoba menawarkan produk-produk baru bagi para laki-laki dengan

embel-embel “maskulin definisi baru”. Para laki-laki yang tadinya “hanya” menemani istrinya

berbelanja, akhirnya justru menjadi ikut berbelanja. Dan akhirnya metroseksual justru identik

dengan gaya hidup pria urban yang konsumtif.

Pria telah memiliki kategorinya sendiri dalam berbelanja, produk shampoo, sabun wajah,

sabun badan yang biasanya digunakan untuk umum kini hanya dikhususkan untuk wanita atau pria

saja. Sebenarnya, kategorisasi gender ini sendiri dibentuk oleh kapitalis-kapitalis ekonomi yang

menemukan jalur pembeda gender ini akibat Teori Emansipasi yang banyak didengungkan oleh

kaum feminis. Dimana wanita dan pria dianggap setara, wanita dapat melakukan apa yang

dilakukan pria dan begitu pun sebaliknya, wanita dapat bekerja di lapangan dan pria dapat

mengasuh anak dirumah. Pertukaran peran gender yang masih labil ini didukung dengan gencarnya

iklan dan promosi produk mengenai pentingnya pria dalam memperhatikan penampilan tubuhnya.

Terlebih dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin cepat, seperti

halnya internet dengan sangat mudah mendominasi alam pikiran masyarakat yang haus akan hal-

hal baru yang inovatif seperti teknologi belanja online, uang elektronik, dan lain sebagainya.

Terlebih, perkembangan internet, e-commerce, online social media, dan lain sebagainya

adalah bentuk adopsi perkembangan teknologi dan informasi dari bangsa barat atau Negara Eropa.

Dimana budaya populer metroseksual yang ditampilkan melalui iklan dan e-commerce maskoolin

salah satu contohnya, yang menampilkan Tom Cruise sebagai ikon fashion, adalah representasi

bagaimana bangsa Eropa melalui perusahaan-perusahaan yang memproduksi item fashion dan

kosmetik mencoba mengubah selera konsumen dan cara berpikir masyarakat dalam memaknai

bagaimana pria seharusnya berpenampilan.

Masifnya penetrasi modernisasi ini, jika dulu dibantu dan dipercepat melalui peralatan

perang, maka di era sekarang mereka masuk melalui teknologi dan komunikasi. Imperialisme dan
globalisasi sesungguhnya dua fenomena dengan pesan yang sama, ‘perluasan daerah kekuasaan

modernitas’. Media menjadi lebih penting daripada pesan yang disampaikannya dan sistem tanda

(system of signs) lebih bermakna dibandingkan sistem objek (system of objects). Konsumen

kemudian hanyut dalam simbol, citra dan penampilan yang telah dikonstruksikan oleh bangsa-

bangsa yang lebih maju dalam penguasaan teknologi.

E-commerce semacam maskoolin.com berusaha mengkonstruksi pola pikir masyarakat

khususnya kaum pria, untuk membangkitkan kebutuhan terhadap estetika penampilan dalam

kehidupan sehari-hari. Penduduk urban perkotaan lebih mengutamakan penampilan luar, citra diri

dimata orang lain daripada kebutuhan utama yang sebenarnya, mereka tidak peduli walau esok

hari harus puasa untuk menghemat uang demi membeli kebutuhan tersier mereka yaitu item

fashion branded yang dapat meningkatkan status sosial mereka.

Fenomena tersebut dimanfaatkan oleh para pelaku industri hiburan dan fashion sebagai

target pemasaran. Inilah yang patut diwaspadai dan ditelaah, masyarakat harus paham mengenai

literasi media, agar pola pikir masyarakat khususnya pria tidak mudah didekonstruksi bahwa

budaya konsumtif untuk berbelanja itu adalah sebuah tren yang tidak wajib diikuti oleh

masyarakat. Sebab, hal tersebut dapat mengakibatkan mudahnya masyarakat khususnya

masyarakat urban perkotaan yang dengan mudah menjadi korban iklan atau target pemasaran atau

target penjualan bagi e-commerce sebagai target manipulasi komoditas ekonomi semata.

Hal ini pun sesuai dengan fungsi media massa berdasarkan teori jarum hipodermik.

Menurut teori ini media massa memiliki dampak yang sifatnya langsung, segera serta kuat

terhadap khalayak massa. Hal ini pun sangat sesuai dengan konstruksi citra pria yang dilakukan

oleh e-commerce maskoolin.com terhadap konsumennya, dimana pembaca website maskoolin.com

terkena dampak konstruksi pola pikir mengenai konsep maskulin pria yang baru yaitu pria

metroseksual. Dan dampak konstruksi tersebut sangat kuat, sehingga konsumen maskoolin.com

akan percaya dengan pesan apapun yang disampaikan oleh e-commerce maskoolin.com mengenai

konsep berpakaian pria metroseksual yang terlihat keren dan macho.


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Terdapat beberapa simpulan yang dihasilkan dalam penelitian mengenai wacana

kategorisasi fashion dalam e-commerce diantaranya sebagai berikut :

1. Dari posisi subjek-objek,

Melalui e-commerce ini, pria sebagai objek penelitian mengalami peningkatan visibilitas

eksposur di media, dan budaya populer secara online. Tidak hanya wajah dan tubuhnya saja yang

di ekspose, namun juga gaya hidupnya yang konsumtif serta kebutuhan emosional pria yang

hampir sama dengan wanita memunculkan sebuah representasi tertentu dalam budaya populer

dimana penampilan laki-laki dianggap ideal dan menarik.

Semakin sering tubuh pria muncul sebagai bentuk dari promosi suatu produk dan role

model penampilan untuk pria lain, akan semakin mudah pula konstruksi pola pikir pria berubah

mengenai gaya berpakaian dan gaya hidup mereka sendiri. Pandangan masyarakat akan berubah

mengenai pria konvensional idaman wanita itu seperti apa, dan mengikuti alur sebagai pria

metroseksual idaman wanita yang secara sengaja telah dikonstruksi oleh media massa, yaitu e-

commerce maskoolin.com.

E-coomerce maskoolin.com selain membuktikan juga menguatkan fenomena pria

metroseksual dengan sifat dandy dan narsis, dimana pria akan sangat memperhatikan penampilan

dan perawatan tubuhnya, hobi berbelanja kebutuhan fashion stylist-nya serta senang menjadi pusat

perhatian orang lain. Selain itu, maskoolin.com membawa pesan bahwa pria yang sukses adalah

pria yang mengenakan pakaian mahal serta memakai krim wajah ataupun sabun wajah seperti yang

terdapat pada e-commerce maskoolin.com.

Maskoolin.com sendiri seakan ingin semakin mengubah cara pandang pria akan

penampilan dengan cara memberikan informasi-informasi terkait gaya berpenampilan stylish

bagaimanapun model pakaiannya. Maskoolin.com seperti hendak menyampaikan secara tidak


langsung bahwa, bagaimanapun kondisimu dan dimanapun kamu berada, kamu harus tetap tampil

gaya dan mengutamakan penampilan.

2. Dari posisi pembaca

Maskoolin.com berusaha mengkonstruksi pola pikir masyarakat khususnya kaum pria,

untuk membangkitkan kebutuhan terhadap estetika berpenampilan dalam kehidupan sehari-hari.

Penduduk urban perkotaan lebih mengutamakan penampilan luar, citra diri dimata orang lain

daripada kebutuhan utama yang sebenarnya, mereka tidak peduli walau esok hari harus puasa

untuk menghemat uang demi membeli kebutuhan tersier mereka yaitu item fashion branded yang

dapat meningkatkan status sosial mereka.

Fenomena tersebut dimanfaatkan oleh para pelaku industri hiburan dan fashion sebagai

target pemasaran. Inilah yang patut diwaspadai dan ditelaah, masyarakat harus paham mengenai

literasi media, agar pola pikir masyarakat khususnya pria tidak mudah didekonstruksi bahwa

budaya konsumtif untuk berbelanja itu adalah sebuah tren yang tidak wajib diikuti oleh

masyarakat. Sebab, hal tersebut dapat mengakibatkan mudahnya masyarakat khususnya

masyarakat urban perkotaan menjadi korban iklan atau target manipulasi komoditas ekonomi

semata bagi e-commerce. Terlebih dengan adanya tagline “whats make a man”, semakin

memperkuat pesan yang dibangun oleh e-commerce maskoolin.com untuk para konsumennya,

bahwa yang membentuk citra pria adalah penampilannya. Penggunaan kosa kata bahasa inggris

pada fitur grooming (perawatan) pun mengisyaratkan konsumennya untuk mengakui bahwa

budaya kebarat-baratan lebih dianggap keren, dari mulai bahasa, gaya berpakaian, gaya hidup

maupun cara bersosialisasinya dengan lingkungan sekitar, sehingga hal tersebut layak untuk ditiru

khususnya oleh pria Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti yang dianalisis menggunakan

Analisis Wacana Kritis Sara Mills, disini ditemukan fakta bahwa citra pria telah dikonstruksi

sedemikian rupa agar menghasilkan segmentasi pasar baru yang dapat diperdagangkan secara

meluas oleh berbagai pihak. Tubuh pria kemudian dikelompok-kelompokkan di dalam kategori

yang ada di atribut website e-commerce maskoolin.com. Berbagai kebutuhan pria dalam

berpenampilan dari ujung kepala hingga ujung kaki, kini sengaja dijadikan kategori khusus

tersendiri. Fenomena pria metroseksual dijadikan komoditas barang baru agar membentuk

peluang bisnis yang baru pula sehingga peningkatan pendapatan pun terjadi. Keinginan pria untuk
bisa tampil sempurna bukanlah monopoli orang-orang berduit saja. Sebab, kini mayoritas pria

urban perkotaan maupun pedesaan telah terjangkit wabah metroseksual untuk menunjukkan

identitas diri mereka agar keberadaan mereka diakui oleh masyarakat.

Hal ini pun sesuai dengan fungsi media massa berdasarkan teori jarum hipodermik.

Menurut teori ini media massa memiliki dampak yang sifatnya langsung, segera serta kuat

terhadap khalayak massa. Hal ini pun sangat sesuai dengan konstruksi citra pria yang dilakukan

oleh e-commerce maskoolin.com terhadap konsumennya, dimana pembaca website maskoolin.com

terkena dampak konstruksi pola pikir mengenai konsep maskulin pria yang baru yaitu pria

metroseksual. Dan dampak konstruksi tersebut sangat kuat, sehingga konsumen maskoolin.com

akan percaya dengan pesan apapun yang disampaikan oleh e-commerce maskoolin.com mengenai

konsep berpakaian pria metroseksual yang terlihat keren dan macho.

Walaupun begitu, e-commerce maskoolin.com juga memberikan ketidaknyamanan bagi

konsumennya pada fitur jurnal artikel. Seluruh konten artikel pada jurnal maskoolin.com lebih

banyak mempromosikan produk jualannya daripada memberikan informasi mengenai gaya

berpakaian pria masa kini. Padahal, pembaca yang membuka fitur tersebut bertujuan untuk

mendapatkan referensi gaya berpakaian atau sekedar untuk mendapatkan informasi mengenai

dunia fashion. Namun, e-commerce maskoolin.com hanya fokus pada promosi produk yang dijual

saja tanpa memperdulikan kebutuhan konsumennya akan informasi mengenai fashion.

Produk-produk yang ditawarkan oleh e-commerce maskoolin.com pun terkesan lebih

kearah dandy, dimana diartikan bahwa pria tersebut sudah tidak malu lagi untuk menunjukkan

sikap femininnya dengan menawarkan produk pakaian yang berwarna merah muda, warna-warna

lembut seperti pakaian wanita, selain itu juga model baju v-neck dan model tas slempang yang

sangat mirip dengan model tas wanita. Semakin hari, citra macho semakin digeser dengan citra

pria feminin yang sangat peduli dengan penampilan, dan hal tersebut dirasa kurang baik karena

akan menimbulkan konsep pria yang kewanita-wanitaan bukan pria metroseksual yang macho dan

keren.

4.2 Saran
Adapun saran dari peneliti berdasarkan penelitian mengenai wacana kategorisasi fashion

pria dalam e-commerce maskoolin.com adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini melihat atribut website, fitur website, quotes e-commerce, keterangan teks di

setiap varian produk, ikon fashion, studi pustaka, fitur jurnal website, kategori jurnal, judul

artikel, serta konten artikel mengenai makna-makna yang timbul pada website e-commerce

maskoolin.com. Diharapkan para akademisi dapat terus meneliti isu gender terutama

mengenai isu maskulinitas, agar bisa menangkap perubahan-perubahan yang terjadi di

masyarakat maupun media e-commerce yang terus berubah begitu cepat.

2. Bagi para praktisi e-commerce setiap perusahaan perlu melakukan penelitian terhadap

pasar terlebih dahulu mengenai produknya. Tahap selanjutnya adalah perusahaan perlu

memutuskan siapa target konsumennya, di mana hal ini akan sangat berguna dalam

membentuk layout dasar situs yang akan digunakan. Setelah tahapan ini berjalan dan situs

telah dibuka, perusahaan perlu melakukan berbagai evaluasi terhadap kinerjanya sebelum

dan setelah situs dibuka. Dari hasil evaluasi inilah perusahaan melakukan berbagai

perbaikan terhadap situsnya agar lebih baik dan komunikatif sehingga mampu menarik

perhatian atau minat konsumen.

3. Bagi e-commerce maskoolin.com harus berpikir lebih jauh mengenai dampak yang

ditimbulkan ke dalam masyarakat oleh kontan jurnal maupun jargon yang ada pada website

e-commerce maskoolin.com. Jangan sampai melalui citra maskulinitas yang dikonsepkan

secara modern dan fungsional yang ditampilkan oleh maskoolin.com, masyarakat akan

terkekang dalam konsep maskulinitas yang sempit, sehingga dapat menimbulkan rasa tidak

puas diri dalam segi gaya hidup, dan gaya berpakaiannya pada pria.

4. Bagi para pembaca, melihat hal tersebut seharusnya pembaca lebih menentukan sikap kritis

dan selektif dalam banyaknya terpaan media, terutama website e-commerce

maskoolin.com. Bagaimana pria digambarkan di e-commerce maskoolin.com tidaklah

mutlak harus dipenuhi oleh pembaca. Karena, apabila pembaca terkekang oleh konsep

maskulinitas yang sempit, selain pria tidak akan berpuas diri dengan dirinya sendiri,

pembaca selaku masyarakat tanpa sadar akan terus memaksa diri untuk bisa mencapai gaya

hidup yang dianggap mewah, modern, dan metroseksual.


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ibrahim, Idi Subandy. 1997. Lifestyle Ecstasy : Kebudayaan Pop dalam


Masyarakat Komoditas Indonesia. Yogyakarta : Jalasutra.

Mulyana, Ahmad. 2015. Gaya Hidup Metroseksual Perspektif Komunikasi.


Jakarta : PT Bumi Aksara.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta :


LKiS Yogyakarta.

Drs. H. Ardial, Msi. 2014. Paradigma dan Model : Penelitian Komunikasi. Jakarta
: PT Bumi Aksara

Fiske, John. 2007. Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar


Paling Komprehensif. Yogyakarta : Jalasutra.

Troxell, M.D. & Stone, E. 1981. Fashion Merchandising : 3rd Edition. New York
: McGraw Hill.

Solomon, Michael R. 2004. Consumer Behaviour: European Perspective,

Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Millenium 1 (Diterjemahkan


Oleh Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli). Jakarta: PT. Prenhalindo Assael (1984 :
252)

Kotler, P., Keller, K.L., and Burton, S. 2008, Marketing Management, (1st ed.).
Australia : Pearson Education Australia.

Strinati, Dominic. 2007. Popular Culture : Pengantar Menuju Teori Budaya


Populer. Yogyakarta : Jejak.

1|
Non Buku

Jurnal Menangkap Dinamika Sukses Bisnis Fashion : 2004

Jurnal “Investigating Hegemonic Masculinity – Sex Roles” (Ricciardelli, 2010:


64-78)

Jurnal “Erotizing Men: Cultural Influences on Advertising and Male


Objectification” (Rohlinger : 2002)

Jurnal “Men, Appearences and Cosmetic Surgery” (Rosemary : 2010).

maskoolin.com

http://designaward.hm.com

http://wolipop.detik.com

2|

Anda mungkin juga menyukai