Penulis:
1. Prof. Dr. Hj. Umi Sumbulah, MAg
2. Dr. Narulloh, MTh.I
3. Dr. Ahmad Kholil, M Fil.I
PENERBIT: UIN MALIKI PRESS, 2014.
BAB VII
KLASIFIKASI HADIS BERDASARKAN SIFAT, BENTUK
DAN KUANTITAS PERAWI
Secara bahasa, kata ‚qudsi‛ berarti ‚suci‛, sedangkan menurut istilah hadis
qudsi> adalah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah dan disandarkan
kepada Allah. Hadis jenis ini juga disebut dengan istilah hadis ila>hi> atau hadis
rabba>ni>, karena disandarkan kepada Allah.
Mengenai cara periwayatannya, hadis qudsi ini maknanya berisi
pemberitaan dari Allah kepada Rasulullah melalui ilham atau melalui mimpi
113
yang benar (ru’yah shadiqah), kemudian beliau memberitakannya kepada
umatnya dengan redaksi atau lafadz yang beliau susun sendiri. Hal ini
berbeda dengan al-Qur’a>n yang makna dan redaksinya berasal dari Allah. Di
antara contoh hadis qudsi adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzarr
dari Nabi SAW yang diriwayatkan dari Allah yang berisi tentang larangan
Allah bagi umat-Nya untuk berbuat dzalim, sebagai berikut:
يس الْ َخ ْوالَنِ ِّى َع ْن أَبِى ذَ ٍّر َع ِن النَّبِ ِّى -صلى اهلل عليوِ ِ ِ ِ ِ ِ
َسعي ُد بْ ُن َع ْبد ال َْع ِزي ِز َع ْن َرب َيعةَ بْ ِن يَ ِزي َد َع ْن أَبى إ ْدر َ
ْم َعلَى نَ ْف ِسى َو َج َعلْتُوُ بَ ْي نَ ُك ْم ال « يا ِعب ِ
ادى إِنِّى َح َّرْم ُ ُّ ِ ِ
ت الظل َ يما َرَوى َع ِن اللَّو تَبَ َار َك َوتَ َعالَى أَنَّوُ قَ َ َ َ
وسلم -ف َ
ال إِالَّ من ى َدي توُ فَاست ْه ُدونِى أ َْى ِد ُكم يا ِعب ِ
ادى ُكلُّ ُك ْم َجائِ ٌع إِالَّ َم ْن مح َّرما فَالَ تَظَالَموا يا ِعب ِ
ْ َ َ ض ٌّ َ ْ َ ْ ُ ْ َ ادى ُكلُّ ُك ْم َُ َ َ َُ ً
ادى ُكلُّ ُكم َعا ٍر إِالَّ من َكسوتُوُ فَاست ْكسونِى أَ ْكس ُكم يا ِعب ِ
ادى إِنَّ ُك ْم أَطْعمتوُ فَاستط ِْعمونِى أُط ِْعم ُكم يا ِعب ِ
ُ ْ َ َ َْ ُ َ ْ َْ ْ ْ ْ َ َ َ ُْ َْ ُ
ِ ِ الذنُوب ج ِميعا فَ ِ ِ ِ ِ ِ
ض ِّرى استَ ْغف ُرونى أَ ْغف ْر لَ ُك ْم يَا عبَادى إِنَّ ُك ْم ل ْ
َن تَ ْب لُغُوا َ تُ ْخطئُو َن بِاللَّْي ِل َوالن َ
َّها ِر َوأَنَا أَ ْغف ُر ُّ َ َ ً ْ
س ُك ْم َو ِجنَّ ُك ْم َكانُوا َعلَى أَتْ َقى ِ ِ ض ُّرونِى ولَن تَب لُغُوا نَ ْف ِعى فَ ت ْن َفعونِى يا ِعب ِ
ادى ل َْو أ َّ
َن أ ََّولَ ُك ْم َوآخ َرُك ْم َوإنْ َ َ ُ َ َ َ ْ ْ فَ تَ ُ
ِ ْكى َشيئًا يا ِعب ِ اد ذَلِ َ
ك فِى مل ِ ِ ِ
س ُك ْم َو ِجنَّ ُك ْم َكانُوا ِ ادى ل َْو أ َّ
َن أ ََّولَ ُك ْم َوآخ َرُك ْم َوإنْ َ ْ َ َ ُ ْب َر ُج ٍل َواح ٍد م ْن ُك ْم َما َز َ
قَ ل ِ
114
kalian semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka
hendaklah kalian minta pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai
hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam, dan
Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku,
pasti Aku mengampuni kalian.Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian tidak
akan dapat membinasakan-Ku dan kalian tak akan dapat memberikan manfaat
kepada-Ku. Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir
di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang
yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku
sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara
kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang
paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun
juga. Wahai hamba-Ku, jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara
kalian, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku,
lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi
apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan
ke laut. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya inilah amal perbuatan kalian. Aku
catat semuanya untuk kalian, kemudian Kami akan membalasnya. Maka
barang siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah
dan barang siapa mendapatkan selain dari itu, maka janganlah sekali-kali ia
menyalahkan kecuali dirinya sendiri.‛1
1
544 ص/ 61 ج- )طحيح يسهى
115
2. Hadis Nabawi>
116
ٍصيب ها أَو إِلَى امرأَة
ِ ِ ْ َات وإِنَّما لِ ُك ِّل ام ِر ٍئ ما نَوى فَمن َكان
ِ ِ ُ ْاْلَ ْعم
َْ ْ َ ُ ُت ى ْج َرتُوُ إِلَى ُدنْ يَا ي َْ َ َ ْ َ َ َّال بالنِّ ي َ
)اج َر إِل َْي ِو (البخارى ِ
َ يَ ْنك ُح َها فَ ِه ْج َرتُوُ إِلَى َما َى
2. Hadis fi’li>
Hadis fi’li> merupakan segala perbuatan yang disandarkan kepada
Rasulullah.Maksud dari hadis bentuk fi’li> ini adalah suatu perbuatan atau
perilaku ibadah yang kemudian diikuti dengan perkataan (qawl) beliau,
yang selanjutnya juga dinukil oleh para sahabat.Contoh hadis dalam
bentuk fi’li ini misalnya dapat dilihat pada hadis tentang kaifiyat shalat
dan haji.Perbuatan tersebut dilakukan beliau kemudian diikuti oleh qawl
yang dimaksudkan agar kaum muslimin dapat meneladaninya.Bunyi hadis
tersebut adalah :
ثنا عمر بن أحمد بن علي ثنا محمد بن الوليد ثنا عبد الوىاب ثنا أيوب عن أبي قالبة ثنا مالك بن
عن النبي صلى اهلل عليو و سلم نحوه وقال فيو أيضا صلوا كما رأيتموني أصلي: الحويرث
117
‛Rasulullah Saw., bersabda wahai manusia Ambillah dariku tata cara (haji)
kalian, karena sesungguhnya saya tidak tahu apakah saya bisa melakukan haji
kembali setelah tahun ini atau tidak.‛4
Kendati berbentuk perkataan (qawl), namun hakikat dari hadis yang harus
diikuti tersebut bukan perkataan Nabi tetapi perbuatan beliau, sehingga hadis
yang qawli> ini lebih tepat disebut sebagai hadis fi’li>.
3. Hadis Taqri>ri>
Hadis taqri>ri> adalah segala sesuatu yang mengacu kepada ketetapan
Rasulullah. Dalam hal ini terdapat dua model taqri>r yang mencakup segala
masalah yang terjadi di depan maupun di belakang beliau. Dua model tersebut
adalah: pertama, membenarkan (tidak mengingkari) sesuatu yang diperbuat oleh
sahabat dengan sepengetahuan atau tanpa sepengetahuan beliau. Akan tetapi,
beliau menunjukkan keridhaannya. Dalam konteks ini misalnya dapat
dicontohkan pembenaran Nabi terhadap ijtihad sahabat mengenai shalat ‘ashar di
Bani Quraidhah, yang sesungguhnya bermula dari perkataan (hadis qawli>)
beliau.
4
641 ص/ 61 (ج- ٗ)سُُانَُسائ
5
77 ص/ 5 (ج- ٖ)طحيحانثخار
118
menyatakan bahwa daging dhab halal dimakan. Dalam konteks taqri>r ini, dalam
memberikan fatwa hukum kepada para sahabat beliau sangat memahami kondisi
mereka, sehingga tidak jarang terjadi penyelesaian hukum yang berbeda dalam
masalah yang sama.
4. Hadis shifati>
Hadis shifati> merupakan hadis yang menggambarkan segala sesuatu atau
hal-hal yang berkaitan dengan pribadi dan kondisi yang ada pada diri Rasulullah,
baik sifat dan karakteristik fisik maupun psikisnya (baca: akhlaq). Di antara
hadis bentuk ini adalah hadis tentang gambaran wajah Nabi seperti bulan (al-
wajh ka al-qamar), dan hadis yang menggambarkan tentang postur tubuh beliau
yang tidak terlalu tinggi namun juga tidak terlalu pendek.
ِ ِ ِ ِ ٍِ
ف َع ْن
َ وس
ُ ُيم بْ ُن ي ُ َح َم ُد بْ ُن َسعيد أَبُو َع ْبد اللَّو َح َّدثَنَا إِ ْس َحا ُق بْ ُن َم ْن
ُ صوٍر َح َّدثَنَا إبْ َراى ْ َح َّدثَنَا أ
‚Rasulullah Saw., adalah sebaik-baik manusia dari sisi rupa dan tubuh.
Keadaan beliau tidak terlalu tinggi namun juga tidak terlalu pendek.‛6
Adapun sifat psikis beliau di antaranya digambarkan bahwa akhlak
beliau adalah al-Qur’an, sebagaimana ditanyakan para sahabat kepada ’A>isyah,
isteri Nabi SAW.
ِ ْت يَا أ َُّم الْم ْؤِمنِين أَ ْخبِ ِرينِي بِ ُخلُ ِق ر ُس
ول اللَّ ِو َ ِت َعائ
ُ شةَ فَ ُقل َ َش ِام بْ ِن َع ِام ٍر ق
ُ ال أَتَ ْي َ َع ْن َس ْع ِد بْ ِن ِى
َ َ ُ
ُ ََّت َكا َن ُخلُ ُقوُ الْ ُق ْرآ َن أ ََما تَ ْق َرأُ الْ ُق ْرآ َن قَ ْو َل اللَّ ِو َع َّز َو َجلّى َوإن
ك ل ََعلَى ُخلُ ٍق ْ صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَال
َ
ٍ َع ِظ
يم
6
392 ص/ 63 (ج- ٖ)طحيحانثخار
119
‚Aisyah berkata bahwa akhlak Rasulullah Saw., adalah al-Quran,
beliau (Aisyah) melanjutkan perkataannya, tidakkah kalian membaca
al-Quran, kalam Allah azza wa jalla, Sesungguhnya kamu
(Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur (al-Qalam: 4).‛7
5. Hadis Hammi>
Hadis hammi> merupakan hadis yang menggambarkan segala sesuatu
atau hal-hal yang berkaitan dengan cita-cita Nabi, namun beliau wafat
sebelum berhasil mewujudkan cita-cita tersebut. Di antara hadis bentuk
hammi> ini adalah hadis yang menerangkan tentang keinginan Nabi untuk
berpuasa pada tanggal sembilan di bulan ’A>syu>ra>’.
-صلى اهلل عليو وسلم- ام النَّبِ ُّى ِ ُ اس ي ُق ِ ُ ول َس ِم ْع
ُ َح َّدثَوُ أَنَّوُ َس ِم َع أَبَا غَطََفا َن يَ ُق
َص َ ين
َ ول ح َ ٍ َّت َع ْب َد اللَّو بْ َن َعب
صلى- ول اللَّ ِو
ُ ال َر ُس
َ فَ َق.َّص َارى
َ ود َوالن َ صيَ ِام ِو قَالُوا يَا َر ُس
ُ ول اللَّ ِو إِنَّوُ يَ ْوٌم تُ َعظِّ ُموُ الْيَ ُه ِ ِي وم َعا ُشوراء وأَمرنَا ب
ََ َ َ َ َ َْ
ِ « فَِإ َذا َكا َن الْعام الْم ْقبِل صمنَا ي وم الت-اهلل عليو وسلم
َّاس ِع َ َْ ْ ُ ُ ُ ُ َ
‚Rasulullah Saw., bersabda jika saya sampai tahun depan, saya akan
berpuasa pada tanggal sembilan (Asyura).‛8
7
623 ص/ 7 (ج- )يسُذاالياياحًذ
8
377 ص/ 7 (ج- )سٍُ أتٗ دأد
120
Secara bahasa, kata ‛mutawa>tir‛ berbentuk isim fa’il musytaq dari
kata ‚tawa>tur‛ yang bermakna ‛berturut-turut atau berurutan‛. Sedangkan
secara istilah, hadis mutawa>tir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah
orang yang menurut adat kebiasaan (baca: berdasarkan parameter situasi dan
kondisi saat itu) mustahil mereka bersepakat untuk melakukan kebohongan9.
Manna>’ al-Qaththa>n,10 memberikan definisi hadis mutawa>tir sebagai hadis
yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat kebiasaan
mustahil sepakat untuk berdusta, dari awal sanad hingga akhir sanad (pada
seluruh generasi) dan hadis yang diriwayatkan tersebut bersifat mahshu>s.
Senada dengan ta’rif yang dimajukan al-Thah}h}a>n dan al-Qaththa>n tersebut,
Subhi> Sha>lih11 juga mendefinisikan hadis mutawatir sebagai hadis yang
diriwayatkan oleh orang banyak, yang menurut akal dan kebiasaan mustahil
bersepakat untuk melakukan dusta, dan para perawinya tersebut memiliki
kesamaan sifat (berimbang jumlahnya), mulai dari awal hingga akhir sanad.
Berdasarkan berbagai denifisi tersebut, dapat dipahami bahwa hadis
mutawa>tir memiliki karakteristik sebagai berikut: pertama, jumlah perawinya
banyak hingga menurut akal dan kebiasaan mustahil bersepakat untuk
berdusta. Mengenai berupa jumlah perawi dimaksud, para ulama berbeda
pendapat. Ada yang mengatakan minimal empat orang, yang didasarkan
pada saksi perzinaan, lima orang seperti pada masalah mula>’anah, 12 orang,
40 orang atau yang lebih banyak dari itu berdasarkan argumentasinya
masing-masing. Pada dasarnya, perdebatan tentang batasan minimal jumlah
perawi hadis mutawatir ini, sebenarnya tidak memiliki arti yang terlalu
signifikan karena argumentasi yang dimajukan oleh masing-masing juga tidak
ada kaitannya secara langsung dengan persoalan hadis. Yang penting dalam
perdebatan tentang jumlah perawi ini bukan terletak pada kuantitasnya harus
mencapai berapa orang, tetapi yang perlu digarisbawahi bahwa jumlah
tersebut menurut rasio mustahil untuk berdusta, atau dengan jumlah itu akan
9
Mahmu>d al-Thah}h}a>n, Taysi>r Musthalah al-H{adi>ts (Fakultas Syari’ah dan Dirasah Islamiyah: ttp,
tth), 19.
10
Manna>‘ al-Qaththa>n, Maba>hits fi> ’Ulu>m al-H{adi>ts (Kairo: Maktabah Wahbah, tt), 95.
11
Subhi> Sha>lih, ’Ulu>m al-H{adi>ts wa Musthalahuh (Beirut : Da>r al-‘Ilm, 1973), 146.
121
memberikan keyakinan terhadap kebenaran berita atau hadis yang mereka
riwayatkan. Kedua, jumlah perawi (seperti yang disebut pada point pertama)
terdapat pada setiap generasi. Hal ini berarti bahwa suatu hadis tidak dapat
dikatakan mutawa>tir jika pada setiap generasi diriwayatkan oleh satu, dua
atau tiga orang walaupun pada generasi berikutnya jumlah perawi mencapai
jumlah mutawa>tir. Ketiga, hadis yang diriwayatkan bersifat mahshu>s, artinya
para perawi tersebut meriwayatkan hadis berdasarkan panca indera atau
pengalaman inderawi mereka.
Menurut ‘al-Qaththa>n --lebih lanjut-- hadis mutawa>tir dibagi menjadi
dua yaitu mutawa>tir lafdzi> dan mutawa>tir ma’nawi>.12
a. Mutawa>tir Lafdzi>
Hadis mutawa>tir lafdzi> adalah hadis mutawa>tir yang lafadz dan
maknanya sama. Hadis model ini sedikit sekali jumlahnya karena sangat
sulit jumlah perawi yang begitu banyak dapat meriwayatkan sebuah hadis
dalam satu keseragaman redaksi. Contoh hadis mutawa>tir lafdzi> yang
populer --meski menurut beberapa informasi bahwa hadis tersebut
sebenarnya tidak benar-benar sama redaksinya-- adalah hadis tentang
ancaman Rasulullah terhadap orang yang melakukan kebohongan atas nama
beliau, sebagai berikut:
ِ َعن ب ي- الْم ْعنَى- ح َّدثَنَا َعمرو بن َعو ٍن أَ ْخب رنَا َخالِ ٌد ح وح َّدثَنَا مس َّد ٌد ح َّدثَنَا َخالِ ٌد
انََ ْ َ َ َُ ََ ََ ْ ُ ْ ُ ْ َ
ُ ال أ ََما َواللَّ ِو لََق ْد َكا َن لِى ِم ْنوُ َو ْجوٌ َوَم ْن ِزلَةٌ َولَ ِكنِّى َس ِم ْعتُوُ يَ ُق
ول َ َص َحابُوُ فَ َق
ْ ِّث َع ْنوُ أ
ُ َك َما يُ َحد
ب َعلَ َّى ُمتَ َع ِّم ًدا فَ لْيَتَبَ َّوأْ َم ْق َع َدهُ ِم َن النَّا ِر
َ « َم ْن َك َذ
12
Al-Qaththa>n, Maba>h}its, 96.
122
"Saya mendengar Rasulullah Saw., bersabda barang siapa yang
berbohong atas nama saya maka bersiaplah untuk mengambil tempat di
neraka‛.13
b. Mutawa>tir Ma’nawi>
Hadis mutawa>tir ma’nawi> adalah hadis mutawa>tir yang maknanya
sama akan tetapi redaksinya berbeda. Perbedaan lafadz itu bisa saja terjadi
karena Rasulullah sendiri menyatakan sabdanya dengan bahasa (dialek) yang
berbeda-beda, bisa di tingkat sahabat karena kemampuan mereka beragam di
dalam menerima hadis dari Rasulullah, juga bisa pada perawi pada tingkat dan
tabaqat setelah sahabat. Di antara contoh hadis mutawa>tir ma’nawi ini adalah
hadis yang menyatakan tentang cara beribadah Rasulullah, terutama dalam
persoalan mengangkat tangan dalam berdo’a, mengusap khuffain, isra>’ mi’ra>j
dan lain-lain.
Tentang mengangkat tangan dalam berdoa ditemukan sabda nabi
sebagai berikut:
ِ ِ ِ الَ ي رفَع ي َدي ِو فِى َشى ٍء ِمن دعائِِو إِالَّ فِى- صلى اهلل عليو وسلم-
ُ َ َوإِنَّوُ يَ ْرفَ ُع َحتَّى يُ َرى بَي، اال ْست ْس َقاء
اض َُ ْ ْ ْ َ ُ َْ
إِبْطَْيو
‚Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah Saw., tidak mengangkat kedua
tangannya dalam setiap doa yang beliau panjatkan kecuali dalam shalat
istisqa’ hingga tampak kedua ketiaknya.‛14
2. Hadis A>h}a>d
Terdapat definisi etimologis dan terminologis tentang hadis a>h}a>d ini,
baik secara bahasa maupun istilah. Pengertian hadis a>h}a>d menurut bahasa dan
istilah adalah sebagai berikut:
13
57 ص/ 66 (ج- )سُُأتىذأد
14
326 ص/ 5 (ج- ٖ)طحيحانثخار
123
األحاد خًع أحذ تًعُٗ انٕاحذ ٔخثز انٕاحذ ْٕ يا: خثز األحادنغح
Secara bahasa, kata ‚a>h}a>d‛ merupakan bentuk plural dari kata ‚ah}ad‛
yang bermakna satu, sedangkan khabar ‚a>h}a>d‛ adalah khabar yang
diriwayatkan oleh satu orang. Adapun pengertian hadis a>h}a>d menurut istilah
adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawa>tir.15 Senada
dengan definisi al-Thah}h}a>n tersebut, menurut al-Qaththa>n, hadis a>h}a>d adalah
hadis yang tidak memenuhi syarat mutawa>tir.16 Dengan demikian berarti
bahwa semua hadis yang jumlah perawinya tidak sampai pada tingkat
mutawa>tir dinamakan hadis a>h}a>d. Hadis a>h}ad> ini dibagi menjadi tiga bagian,
masyhu>r, ‘azi>z, dan ghari>b17.
a. Hadis Masyhu>r
يانى يثهغ حذ--فٗ كم طثقح-- يا رٔاِ ثالثح فأكثز: ْٕ اسى يفعٕل يٍ "شٓز"ٔاططالحا: نغح
انرٕاذز
15
Al-Thah}h}a>n, Taysi>r Musthalah, 21.
16
Al-Qaththa>n, Maba>h}its, 98.
17
Ibid.
18
Ibid, 99.
124
Lebih lanjut, berdasarkan pada segi lingkungan, popularitas dan
penyebarannya maupun dari segi frekuensi penggunaannya, hadis masyhu>r
ini juga sangat beragam19, yaitu :
Hadis masyhu>r di kalangan muh}additsu>n
Contoh:
ُ ول َس ِم ْع
ت النَّبِ َّى –صلى ُ ول َس ِم ْع
ُ ت َجابًِرا يَ ُق ِ أَنْ بأَنَا أَبو َع
ُّ اص ٍم َع ِن ابْ ِن ُج َريْ ٍج أَنَّوُ َس ِم َع أَبَا
ُ الزبَ ْي ِر يَ ُق ُ َ
ِول « الْمسلِم من سلِم الْمسلِمو َن ِمن لِسانِِو وي ِده
ُ يَ ُق-اهلل عليو وسلم
ََ َ ْ ُ ْ ُ َ َ َْ ُ ْ ُ
19
Nuruddin ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi> ’Ulu>m al-H{adi>ts (Damaskus : Da>r al-Fikr), 323.
20
671 ص/ 5 (ج- ٖ)طحيح انثخار
21
697 ص/ 6 (ج- )طحيح يسهى
125
Hadis masyhu>r di kalangan ahli ushul fiqh
Contoh :
‚Dari Umar ra., dia berkata, sebaik-baik hamba Allah adalah suhaib. Bila ia
tidak takut kepada Allah, ia tidak berbuat dosa‛.24
Hadis masyhu>r di kalangan ahli pendidikan
Contoh:
22
511 ص/ 1 (ج- سٍُ أتٗ دأد
23
611 ص/ 35 (ج- ٖ)طحيحانثخار
24
)596 ص/ 37 (ج- خايع األحاديث
126
Hadis masyhu>r di kalangan umum.
Contoh:
} ِ َالش ْيط
ان َّ ِم ْن
‚Rasulullah Saw., bersabda ketergesa-gesaan berasal dari syetan.‛26
b. Hadis ‘Azi>z
Secara bahasa dan istilah, hadis ‘azi>z didefinisikan sebagai berikut:
ٍ اٌ اليقم رٔاذّ عٍ اثُي: ْٕ طفح يشثٓح يٍ "عز يعز" ٔاططالحا: نغح
Secara bahasa, kata ‘azi>z merupakan sifat musyabbahah dari kata ‚azza
ya’izzu‛, sedangkan menurut itilah hadis ‘azi>z adalah hadis yang diriwayatkan
oleh tidak kurang dari dua perawi pada seluruh tingkatkan / generasi27. Hadis
‘azi>z ini bisa dinilai shahih, h}asan maupun dha’i>f, sesuai dengan keadaan sanad
dan matannya, setelah dilakukan penelitian terhadapnya. Di antara contohnya
adalah hadis yang diriwayatkan dari Anas ibn Malik dari Rasulullah SAW,
tentang etika sosial sebagai parameter kualitas keimanan seseorang, sebagai
berikut:
-صلى اهلل عليو وسلم- ول اللَّ ِو ٍ ِس بْ ِن مال ُ َس ِم ْع
ُ ال َر ُس
َ َال ق
َ َك ق َ ِ َِّث َع ْن أَن
ُ اد َة يُ َحد
َ َت قَت
ِ َّاس أ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ « الَ ي ْؤِمن أَح ُد ُكم حتَّى أَ ُكو َن أَح
ين ْ ِ ب إِلَْيو م ْن َولَده َوَوالده َوالن
َ َج َمع َ َ ْ َ ُ ُ
25
)77 ص/ 3 (ج- خايع األحاديث. Riwayat di atas terdapat dua jalur periwayatan, pertama dari Ibnu
Mas’ud yang kemudian ditakhrij oleh Ibn al-Syam’ani dalam al-Adab al-Imla’. Kedua, dari Ali
dan kemudian ditakhrij oleh Ibn al-Jauzi dalam al-Ahadits al-Wahiyah. Ibid.
26
316 ص/ 7 (ج- )سثم انسالو
27
Al-Qaththa>n, Maba>hits, 101.
127
‚Rasulullah Saw., bersabda tidaklah sempurna iman seseorang sampai
ia mencintaiku melebihi kecintaannya kepada anaknya, orang tuanya
serta seluruh manusia.‛28
c. Hadis Ghari>b
Dalam pengertian bahasa dan istilah, hadis gharib didefinisikan
sebagai berikut:
28
)317 ص/ 6 (ج- )طحيح يسهى
29
Al-Qaththa>n, Maba>hits.
128
‚Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya perbuatan itu tergantung
(ditentukan) oleh niat, sesungguhnya nilai setiap perbuatan itu (sesuai
dengan) apa yang diniatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena
(dimotivasi) dunia atau karena perempuan yang akan dinikahinya maka
demikianlah (nilai) hijrahnya‛.30
3) Ghari>b matnan la isnadan, yaitu hadis yang pada mula sanadnya tunggal,
akan tetapi pada tahap selanjutnya masyhu>r. Sebenarnya hadis ghari>b
dalam bentuk ini, jika dicermati, dapat dikelompokkan pada kelompok
pertama.
Jika ditinjau dari segi ke-ghari>ban sanadnya, ada sejumlah ulama yang
membaginya pada dua kelompok32, yaitu :
30
547 ص/ 63 (ج- )طحيح يسهى
31
Itr, Manhaj al-Naqd, 415.
32
Al-Qaththa>n, Maba>hits, 101.
129
1) Hadis ghari>b mutlak, yaitu hadis yang ke-ghari>b-an sanadnya terjadi
pada asal sanadnya. Contohnya adalah hadis
tentangniatyangdiriwayatkan secara menyendiri oleh ’Umar, kemudian
diriwayatkan oleh ‘Alaqamah, Yahya bin Sa’i>d dan terakhir oleh
banyak perawi.
2) Hadis ghari>b nisbi>, yaitu hadis yang keghari>ban sanadnya terjadi pada tengah
sanad, bukan pada asal sanad sebagaimana hadis gharib mutlak. Contohnya
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ima>m Ma>lik dan al-Zuhri> secara
menyendiri.
ِ ٍِ
َّ ضي اللَّوُ َع ْنوُ أ ِ ٍ ِ ٌ َِح َّدثَنَا يَ ْحيَى بْ ُن قَ َز َع َة َح َّدثَنَا َمال
َن َ ك َع ْن ابْ ِن ش َهاب َع ْن أَنَس بْ ِن َمالك َر
ِ ِِ َّ ِ َّ َّ َ النَّبِ َّي
َ صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم َد َخ َل َم َّكةَ يَ ْو َم الْ َف ْت ِح َو َعلَى َرأْسو الْمغْ َف ُر فَ لَ َّما نَ َز َعوُ َج
اء َر ُج ٌل
33
)5 ص/ 6 (ج- ٖطحيح انثخار
130
صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو ٌ ِال َمال
َ ك َولَ ْم يَ ُك ْن النَّبِ ُّي َ َستَا ِر الْ َك ْعبَ ِة فَ َق
َ َال اقْتُ لْوُ ق ْ ال ابْ ُن َخطَ ٍل ُمتَ َعلِّ ٌق بِأ
َ فَ َق
34
696 ص/ 65 (ج- ٖ)طحيح انثخار
131