Anda di halaman 1dari 2

Najma Fauziyah Rabbani

1213050139
Ilmu Hukum/Syariah dan Hukum
Mata Kuliah Ilmu Fiqih
IJMA
Menurut bahasa, Ijma' adalah kata kerja (mashdar) dari kata ‫جمع‬١yang memiliki dua
makna, untuk memutuskan dan menyetujui.
Contoh pertama: ajma'a fulan 'ala kadza (A memutuskan seperti ini). Contoh kedua:
ajma'a al-qaum 'ala kadza (semua orang sepakat tentang ini). Makna kedua dan
pertama sering digabungkan, di mana jika ada kesepakatan dengan suara bulat
tentang sesuatu, maka ada keputusan tentang itu juga.
Menurut istilah itu, al-Ghazali mengatakan bahwa makna Ijma 'adalah konsensus
di antara orang-orang Muhammad, khususnya atau masalah agama. Menurut para
ulama ulama, Ijma 'adalah konsensus para mujtahid Muhammad. setelah
kematiannya untuk jangka waktu tertentu, di bawah hukum agama dalam suatu
peristiwa (warqi'ah). Ijma atau kosensus, sumber ketiga hukum Syariah setelah al-
Quran dan al-Sunnah, didefinisikan sebagai persetujuan para ahli hukum Islam pada
waktu-waktu tertentu tentang masalah hukum.
Pendapat Ulama mengenai Ijma'
Al-Syafi'iy menolak Ijma 'para ulama. Arti Ijma 'menurut al-Syafi'iy termasuk
persetujuan dari seluruh komunitas.
Sementara al-Ghazali menyusun mode vivendi yang mengikat komunitas dengan
dasar-dasar yang meninggalkan rincian perjanjian ilmiah, sedangkan sekte Syiah
tidak menerima Ijma 'kecuali jika itu berasal dari keluarga nabi. Ijma 'adalah
konsensus yang menciptakan pandangan keimaman yang sempurna dan bukan
hanya persetujuan seorang sarjana terhadap suatu pendapat.
Mayoritas ulama al-fiqh setelah al-Syafi'i menafsirkan Ijma 'sebagai kesepakatan
para ulama atau mujtahid tentang hukum Islam.
Sebagai contoh, al-Syiraziy (ayat 476 H.), mendefinisikan Ijma 'sebagai perjanjian
ulama tentang hukum peristiwa.
Menurut al-'Amidiy (w. 631 H.) Ijma 'adalah kesepakatan semua anggota ahl al-hill
wa al-'aqdorang-orang Muhammad dalam satu aturan khusus tentang hukum
peristiwa tertentu. Ijma 'adalah pendapat bulat dari semua Muslim dalam setiap
pendapat (hukum) yang mereka sepakati, baik dalam pertemuan atau dalam
perpecahan, sehingga hukum itu mengikat (wajib) dan dalam hal ini Ijma' adalah
dalil qath'iy.
Tetapi jika hukum itu dikeluarkan dari sebagian besar mujtahidin maka itu hanya
akan dianggap sebagai usulan Dzanniy dan orang-orang dapat mengikuti orang-
orang dari tingkat mujtahidin yang dapat berpikir sebaliknya, selama pihak
berwenang tidak diharuskan untuk melakukannya. Ijma 'harus memiliki dasar
Quran dan al-Sunnah.
Menurut arti lughawi, ijma adalah bermaksud atau berniat. Ijma juga diartikan
keepakatan (al-ittifaq) terhadap sesuatu. Pengertian ini dikemukakan oleh Al-
Asnamy Nihayassaul lil Asnawi yang mengutip pendapat Abu Ali Al-Farisi dalam
kitab Al-Idha.
Secara terminologis, ijma adalah kesepakatan semua mujtahid dari ijma umat
Muhammad. SAW. Dalam suatu masa setelah beliau wafat terhadap hukum syara.
Ijma merupakan kesepakatan seluruh mujtahid dari ijma Nabi Muhammad SAW.
Menurut Hanafi, dalam ijma terkandung hal-hal sebagai berikut:
1. Kebulatan dapat terwujud apabila pendapat seseorang sama dengan
pendapat yang lain.
2. Apabila ada yang tidak sependapat maka tidak ada ijma. Tanpa kesepakatan
secara keseluruhan ima tidak terjadi. Hanya pendapat terbanyak yang dapat
dijadikan hujjah.
3. Jika pendapat pada suatu masa tersebut keluar dari seorang mujtahi maka
bukan termasuk ijma.
4. Kebukatan pendapat harus real, artinya semua menyatakannya baik dengan
lisan, tulisan, maupun isyarat.
Terjadinya ijma disebabkan oleh berbagai hal, yaitu sebagai berikut:
1. Pernah terjadi, dan hal itu diakui secara mutawatir.
2. Pada awal masa islam, para mujtahid masih sedikit dan terbatas sehingga
memungkinkan bagi mereka untuk melakukan ijma dan menetapkan suatu
ketetapan hukum. Akan tetapi, ijma yang diakui validitasnya oleh ulama
ahli ushul, hanyalah ijma sahabat karena jumlah sahabat yang sedikit pada
zamannya.
Ada beberapa macam ijma, antara lain:
1. Ijma qauli atau ijma sharih, yaitu ijma yang dikeluarkan oleh para mujtahid
secara lisan ataupun tulisan yang mengeluarkan persetujuannya atas
pendapat mujtahid lain pada zamannya.
2. Ijma sukuti atau ijma ghair sharih yaitu ijma yang dikeluarkan oleh para
mujtahid dengan cara diam, dan tidak mengeluarkan pendapatnya yang
diartikan setuju atas pendapat mujtahid lainhya.
3. Ijma sahabat
4. Ijma khalifah yang empat
5. Ijma ulama madinah
6. Ijma ulama kufah dan basrah
7. Ijma itrah (ahl bait atau kaum syiah

Anda mungkin juga menyukai