Anda di halaman 1dari 4

Program Studi Arsitektur

Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

AR-4142 Permukiman Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah


Semester-II TA 2015-2016
Dosen: Ir. M. Jehansyah Siregar, MT, Ph.D
Kuliah Tanggal 3 Maret 2016

06. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI INDONESIA

Kuliah pada bagian ini menjelaskan perkembangan kebijakan perumahan dan permukiman di Indonesia.
Kebijakan dan program pembangunan perumahan dan permukiman setelah kemerdekaan dimulai dari periode
Orde Lama (1945-1969) dan kemudian dilanjutkan dengan Orde Baru (1969-1998) yang termasuk
didalamnya: Repelita I (1969-1974), Repelita II (1974-1979), Repelita III (1979-1984), Repelita IV (1984-
1989), Repelita V (1989-1994), Repelita VI (1994-1999), serta terakhir pada Era Reformasi (1998-sekarang).

Di setiap periode tersebut pembangunan perumahan, permukiman dan infrastruktur kota merupakan salah satu
sektor penting dalam perencanaan pembangunan nasional. Terutama yang dimuat di dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) di setiap 5 tahun masa pemerintahan Orde Baru. Kebijakan pembangunan perumahan
dan infrastruktur kota sudah dimuat dalam rencana pembangunan nasional dimulai dari Rencana Pembangunan
Lima Tahunan Pertama (Repelita I) pada tahun 1969. Isu perumahan dan permukiman menjadi bagian integral
dari kebijakan dan program pembangunan nasional dan dilaksanakan pada tingkat kota dan nasional.

Repelita I (1969-1974)
Pada Repelita I (1969-1974), Pemerintah nasional menyediakan perumahan dan pelayanan dasar bagi
masyarakat yang membutuhkan melalui melalui proyek pembangunan yang dilakukan secara sektoral1.
Direktorat Jenderal Cipta Karya di bawah Kementerian Pekerjaan Umum2 menangani sub-sektor pelayanan
dasar perkotaan antara lain: penyediaan air minum, sistem drainase, sanitasi, persampahan, dan perumahan
rakyat.
Permukiman kumuh dipandang merupakan salah satu isu penting masalah permukiman yang dihadapi
kelompok MBR di perkotaan. Upaya penataan permukiman kumuh dimulai dengan suatu inisiatif perbaikan
kampung yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin pada tahun 1969. Program ini dikenal dengan
nama Program Perbaikan Kampung atau Kampung Improvement Program (KIP) atau juga KIP MHT.

KIP cukup dikenal di negara-negara berkembang sebagai suatu model peningkatan sarana dan prasarana
lingkungan permukiman yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah terutama di perkotaan. Pada masa-
masa sebelumnya sudah ada program perbaikan kampung (kampoong verbetering) yang dilaksanakan pada
1
IUDP Experience: critical lesson of good practice, UNHABITAT, 1995
2
Pada saat itu, dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Energi

1
Program Studi Arsitektur
Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
jaman kolonial Belanda untuk menyediakan dan meningkatkan prasarana dan sarana permukiman yang dihuni
masyarakat pribumi (kampung) sejak tahun 1920. Mengingat pengalaman sebelumnya sudah melahirkan sistem
dan pengetahuan di tingkat lapangan, model KIP ini bisa dipandang sebagai penyempurnaan dari kampoong
verbetering tersebut.
Evolusi Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia

Pada periode 1974-1984 (Repelita II dan III), Pemerintah Pusat menyadari bahwa upaya perbaikan kawasan
permukiman melalui KIP perlu diintegrasikan dengan peningkatan infrastruktur skala kota. Berbagai proyek
percontohan dimulai untuk memperluas pendekatan pembangunan infrastruktur skala kota (urban projects)
banyak dilakukan pada kota-kota di Indonesia. KIP merupakan salah satu komponen dalam proyek
pembangunan infrastruktur kota tersebut. Selanjutnya, pada pertengahan 1980-an, Pemerintah Indonesia
memperluas proyek perkotaan menjadi program nasional dimana penyediaan infrastruktur dilakukan secara
lebih terdesentralisasi. Proyek ini dikenal sebagai Proyek Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT).
KIP termasuk salah satu komponen dalam P3KT. Pelaksanaan P3KT dilakukan secara masif di kota-kota besar
dan metropolitan yang membutuhkan pengembangan infrastruktur kota secara terpadu dan dilaksanakan lebih
dari 15 tahun mulai dari tahun 1985 sampai 2003. Pendekatan KIP di dalam P3KT mengalami perkembangan
tidak hanya fokus pada pembangunan fisik semata, akan tetapi mulai juga melakukan pengembangan sosial dan
ekonomi masyarakat. Pendekatan ini dikenal dengan sebutan Tribina (Bina Fisik, Bina Sosial dan Bina
Ekonomi)

Kebijakan perumahan dan permukiman mengalami perkembangan yang signifikan setelah diangkatnya Menteri
Muda Perumahan Rakyat (di bawah koordinasi Menteri Pekerjaan Umum) pada tahun 1978. Selanjutnya
pada tahun 1983 dibentuk Kementerian Negara Perumahan Rakyat yang bertugas mengkoordinasikan
pembangunan perumahan di Indonesia. Kementerian ini bertanggung jawab dalam perumusan kebijakan dan
koordinasi pelaksanaan program serta pengawasan. Berbagai kebijakan perumahan dan penanganan
permukiman kumuh mulai disusun, antara lain: Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1990 untuk peremajaan
kawasan permukiman kumuh diatas tanah negara dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman. Dalam UU No. 4/1992 diatur bahwa peningkatan kualitas permukiman kumuh
dapat dilakukan melalui revitalisasi, peremajaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
Pada awal tahun 90-an, Kementerian Perumahan Rakyat bekerjasama dengan UNDP melaksanakan proyek
percontohan penanganan permukiman kumuh melalui program Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada

2
Program Studi Arsitektur
Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Kelompok (P2BPK) di Jakarta dan Bandung3. Pendekatan P2BPK ini kemudia dirumuskan dalam Keputusan
Menteri Nomor 06/KPTS/1994 tentang Pedoman Pelaksanaan P2BPK. Namun demikian, pelaksanaan P2BPK
akhirnya hanya terbatas pada proyek-proyek percontohan yang dilaksanakan di beberapa kota, tidak menjadi
suatu pendekatan yang dilaksanakan secara menerus.

Pembangunan perumahan dan permukiman mengalami perubahan yang mendasar dengan terjadinya krisis
moneter dan keuangan yang pada akhirnya berimbas pada perubahan kondisi politik pada tahun 1997.
Perubahan yang terjadi termasuk dalam hal kelembagaan yang menangani perumahan dan permukiman, dimana
Kementerian Perumahan Rakyat dihapuskan dalam periode pemerintan Era Reformasi.
Pada periode 1999-2004, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah dibentuk untuk menggantikan
Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Pekerjaan Umum. Beberapa kebijakan perumahan dan
permukiman yang dikeluarkan pada masa ini adalah pembentukan Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian
Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional yang ditetapkan melalui Keppres No. 63 Tahun 2000
dan dirumuskannya Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) sebagai pedomana
dalam perumusan kebijakan perumahan dan permukiman di Indonesia.

Banyak program pembangunan perumahan dan permukiman yang didukung pendanaanya dari lembaga
internasiona dilaksanakan dalam periode, diantaranya: Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)
yang dibiayai oleh Bank Dunia dimulai pada tahun 1998 untuk membantu penanganan dampak akibat krisis
ekonomi, Penerapan Pembangunan Perumahan dan Daerah Berbasis Pada Prakarsa Komunitas (Co-BILD)
didukung oleh UNDP pada tahun 2000 dan Proyek NUSSP yang dilaksanakan pada tahun 2004-2009 didanai
oleh ADB. Kemudian P2KP menjadi bagian dari program nasional pengentasan kemiskinan PNPM Perkotaan
sejak tahun 2008.
Pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah pada tahun 1999 memberikan pengaruh pada
meningkatnya kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan pembangunan di daerahnya, termasuk
penanganan urusan perumahan yang menjadi urusan wajib daerah. Berbagai program pembangunan perumahan
dan infrastruktur kota memfokuskan pada upaya peningkatan kapasitas pemerintah daerah untuk meningkatkan
fungsi pelayanan dasar termasuk penyediaan perumahan dan permukiman. Dalam hal penanganan permukiman
kumuh, banyak inisiatif yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam peningkatan kualitas lingkungan
permukiman, diantaranya: program kota tanpa permukiman kumuh 2010 yang dilakukan Walikota Pekalongan,
Pemukiman Warga di Bantaran Sungai Bengawan Solo yang dilakukan Walikota Solo dan terakhir upaya
perbaikan lingkungan permukiman di bantaran kali (stren kali) yang dilakukan Walikota Surabaya. Berbagai
upaya lokal ini menunjukan bahwa penanganan permukiman kumuh sangat mungkin dilakukan oleh Pemerintah
Daerah yang memiliki kepemimpinan yang baik.

Memasuki era kabinet pembangunan dengan terpilihnya Presiden Yudhoyono pada tahun 2004, Kementerian
Perumahan Rakyat kembali dibentuk. Kementerian ini memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan
pembangunan perumahan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan perumahan termasuk penyediaan rumah
bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Beberapa program yang dilaksanakan antara lain: Bantuan Stimulan
Pembangunan Perumahan Swadaya (BSP2S) dan Peningkatan Kualitas Permukiman (PKP).
Pada tahun 2011, telah disahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman untuk menggantikan UU No. 4/1992. Undang-undang ini memberikan dasar hukum dalam
melaksanakan upaya penanganan kawasan perumahan dan permukiman kumuh. Penanganan kawasan
permukiman kumuh dilakukan melalui upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman. Saat ini,

3
Proyek INS/89/006

3
Program Studi Arsitektur
Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Kementerian Perumahan Rakyat sedang menyusun Peraturan Pemerintah yang diamanatkan oleh Undang-
undang sebagai kebijakan operasional untuk pembangunan perumahan di Indonesia.

Selanjutnya, untuk mengatasi kendala dalam penyediaan lahan bagi pembangunan infrastruktur, Pemerintah
Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
Umum. Salah satu yang diatur dalam undang-undang ini adalah mengenai perubahan tata cara pengadaan dan
pembebasan lahan. Perubahan ini akan mempercepat dan menyederhanakan proses pembebasan lahan bagi
pembangunan infrastruktur dan akan berdampak pula pada penanganan dan pembebasan lahan pada kawasan
permukiman kumuh yang berlokasi pada lahan yang ilegal/liar.

KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan, sampai saat ini belum ada suatu kebijakan dan strategi yang pernah dikembangkan secara
komprehensif, efektif dan berdampak signifikan untuk mengurangi angka kekurangan rumah dan menata
permukiman kumuh di Indonesia. Pendekatan penanganan perumahan rakyat dan permukiman kumuh selama
ini hanya terbatas pada kumpulan proyek-proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
dukungan lembaga internasional. Kebijakan dan strategi perumahan dan permukiman masih disusun dan
dijalankan secara terbatas dan terfragmentasi oleh kementerian/ lembaga masing-masing.

***

Anda mungkin juga menyukai