Sejarah Islam Indonesia Kel. 5
Sejarah Islam Indonesia Kel. 5
KELOMPOK 7
DISUSUN OLEH :
Disusun Oleh:
Kelompok 5
1
KATA PENGANTAR
الر حيم
ّ الر محن
ّ بسم هللا
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan
rahmat karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Kerajaan-Kerajaan Islam Sebelum Penjajahan Belanda dengan baik
meskipun banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Makalah ini sepenuhnya
kami dedikasikan untuk mata kuliah Sejarah Islam Indonesia.
Dengan ini kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kami dan pembaca pada umumnya. Kami mengakui bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan dan saran yang
sangat membangun bagi pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Sedangkan di Pulau Jawa juga berdiri kerajaan Demak yang dipimpin oleh
Raden Patah, kemudian berdiri pula Kesultanan Pajang yang dipandang
sebagai pewaris kerajaan Islam Demak. Kesultanan Cirebon adalah kerajaan
Islam pertama di jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Gunung Jati.
Di Kalimantan juga berdiri dua buah kerajaan yaitu kerajaan Banjar yang
rajanya bernama Sultan Suruiansyah, dan kerajaan Kutai yang salah satu
rajanya bernama Tuan di bandang atau lebih dikenal dengan sebutan Dato’Ri
Bandang. Untuk lebih jelasnya simaklah isi makalah berikut ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Sumatera?
2. Apa Saja Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa?
3. Apa Saja Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam di
Kalimantan?
C. Rumusan Masalah
1. Untuk Mengetahui Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Sumatera.
3
2. Untuk Mengetahui Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam
di Jawa.
3. Untuk Mengetahui Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam
di Kalimantan?
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
Badri Yatim, SejarahPeradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), h. 205.
5
Tenggara, mereka umumnya menggunakan dirham. Dari cerita tersebut
menunjukkan masyarakat waktu itu sudah maju dan damai. 2
2. Aceh Darussalam
6
puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dialah yang
membangun kota Aceh Darussalam.
7
terkenal, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin, Syaikh Nuruddin Ar-
Raniri, dan Abdul Rauf As-Sinkili.4
4
https://dimasivantrisetyo.blogspot.com/2017/01/makalah-kerajaan-islam-di-
sumatra.html, diakses pada 03 April 2020.
8
kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus,
meskipun bukan yang tertua dari wali Songo. Demak akhirnya berhasil
menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat.5
2. Pajang
5
Taufik Abdullah, “Islam dan Pembentukan Tradisi di Asia Tenggara” dalam Taufik
Abdullah dan Sharon Siddique (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta:
LP3ES, 1989), h. 73.
9
Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh Brawijaya
sebagai bupati Pengging dan dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun.
Jaka Sengara kemudian bergelar Andayaningrat. Pajang terlihat sebagai
kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa setelah runtuhnya
kerajaan Muslim di daerah Pasisir. Menurut naskah babad, Andayaningrat
gugur di tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit
dan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden
Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging
menjadi daerah bawahan Kerajaan Demak.
Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena
dituduh hendak memberontak terhadap Demak. Putranya yang bergelar
Jaka Tingkir setelah dewasa justru mengabdi ke Demak. Prestasi Jaka
Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai
menantu Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar Hadiwijaya.
Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira
mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh, dan
sekitarnya
Sepeninggal Trenggana tahun 1546, selanjutnya Sunan Prawoto naik
takhta. Namun Sultan Prawoto kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu
Arya Penangsang bupati Jipang tahun 1549. Setelah itu, Arya Penangsang
juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal. Dengan dukungan
Ratu Kalinyamat (Bupati Jepara dan Putri Trenggana), Hadiwijaya dan
para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Hadiwijaya
selanjutnya menjadi pewaris takhta Demak. Pada masa kepemimpinan
Hadiwijaya ini, ibu kota Demak dipindahkan ke Pajang.
Pada awal berdirinya atau pada tahun 1549, bahwa wilayah Pajang
yang terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi
sebagian Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena negeri-negeri Jawa
Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana.
Pada tahun 1568 Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan di
Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati
10
sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur.
Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin
persekutuan adipati Jawa Timur) dinikahkan dengan Putri Hadiwijaya. 6
3. Cirebon
Kerajaan Islam Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di daerah
Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung
Jati diperkirakan lahir pada tahun 1448 M dan wafat pada tahun 1568 M
dalam usia 120 tahun. Di awal abad ke-16 Cirebon masih merupakan
sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran
hanya menempatkan juru labuhan disana, bernama Pangeran
Walangsungsang, seorang tokoh yang mempunyai hubungan darah dengan
raja Pajajaran.
Dia berhasil memajukan Cirebon ketika sudah masuk Islam.
Disebutkan Tome Pires, Islam sudah ada di Cirebon sekitar 1470-1475 M.
Akan tetapi yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah
kerajaan adalah Syarif Hidayatullah, pengganti pangeran Walangsungsang
dan sekaligus keponakannya. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan
kemudan Banten.7
Karena kedudukannya sebagai walisongo, ia mendapat penghormatan
dari Raja-raja di Jawa seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi
berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang merdeka dari kekuasaan
Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Pajajaran yang masih
belum menganut ajaran Islam.
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan ajaran Islam ke
daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali
(Galuh), Sunda Kelapa dan Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan
perdagangan kaum muslimin di Banten diletakkan oleh Sunan Gunung Jati
6
https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-kerajaan-islam-di-pulau-jawa/, diakses
pada 03 April 2020.
7
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizk Putra, 2011), h.. 208.
11
tahun 1524 atau 1525 M. Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan
kepada anaknya, Sultan Hasanuddin.
Sultan inilah yang menurunkan Raja-raja Banten. Di tangan Raja-raja
Banten tersebut akhirnya kerajaan Pajajaran dikalahkan. Atas prakarsa
Sunan Gunung Jati juga penyerangan ke Sunda Kelapa dilakukan (1527
M). Penyerangan ini dipimpin oleh Falatehan dengan bantuan tentara
Demak. Setelah Sunan Gunung Jati wafat ia digantikan oleh cicitnya yang
terkenal dengan gelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan
Ratu wafat tahun 1650 dan digantikan oleh putranya yang bergelar
Panembahan Girilaya.
Keutuhan Cirebon sebagai satu kerajaan hanya sampai pangeran
Girilaya itu. Panembahan Girilaya dimakamkan di Yogyakarta, di bukit
Girilaya, dekat dengan makam raja-raja Mataram di Imogiri, sejajar
dengan makam Sultan Agung di Imogiri. Sepeninggalnya sesuai dengan
kehendaknya sendiri Cirebon diperintah oleh dua putranya Martawijaya
atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom.
Panembahan Sepuh memimpin kesultanan Kasepuhan sebagai Rajanya
yang pertama dengan gelar Samsuddin, sementara panembahan Anom
memimpin kesultanan Kanoman dengan gelar Badruddin.8
C. Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam di
Kalimantan
1. Kerajaan Banjar
Masuknya Islam ke kerajaan Banjar atau Kalimantan Selatan tidak ada
yang dapat menetapkan dengan pasti. Namun demikian setidaknya masuk
dan berkembangnya Islam di Kalimantan Selatan dapat terjadi pada abad
ke-16.9 Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan Daha yang
beragama hindu. Peristiwanya dimulai ketika terjadi pertentangan dalam
keluarga istana, antara pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaan
8
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 338-339.
9
Ditjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah
Kalimantan Selatan, (Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, 1977), h. 12.
12
Daha, dengan pamannya pangeran Tumenggung. Seperti dikisahkan dalam
Hikayat Banjar.
Pada saat Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia
berwasiat agar yang menggantikannya nanti adalah cucunya Raden
Samudera. Putraputranya yakni Mangkubumi, Tumenggung, dan
Bagalung tidak menerima keputusan ayahnya itu, terlebih Pangeran
Tumenggung yang sangat berambisi. Setelah Sukarama wafat, jabatan raja
dipegang oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi. Waktu itu Pangeran
Samudera baru berusia 7 tahun. Pangeran Mangkubumi tidak terlalu lama
berkuasa. Ia dibunuh oleh seorang pegawai istana yang berhasil dihasut
Pangeran Tumenggung. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi,
maka Pangeran Tumenggunglah yang tampil menjadi Raja Daha.
Tentang asal mula perubahan agama istana dikatakan bahwa hal itu
disebabkan karena Pangeran Samudera, yang membangun keraton baru di
Banjarmasin, memberontak melawan pamannya, Pangeran Temenggung
yang bertahan di Negara Daha, guna menuntut haknya sebagai raja sesuai
wasiat kakeknya, yang mewariskan kerajaan untuknya.10
Sesuai dengan saran pembantupembantunya, Pangeran Samudera
mengirim utusan ke Jawa untuk meminta bantuan tenaga prajurit dari
Kesultanan Demak, yang memang bersedia membantu bila pangeran
Samudera memeluk Islam. Ketika dinyatakan kesediaan pangeran
Samudera memeluk Islam dikirimlah prajurit bantuan tersebut beserta
seorang tokoh Islam yang bertugas melaksanakan pengislaman bernama
Khatib Dayyan. Setelah itu gelar yang diperoleh Raden Samudera sejak itu
berubah menjadi Sultan Suriansyah.11
2. Kerajaan Kutai
10
Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), h.
519.
11
M. Suriansyah Ideham, dkk., Sejarah Banjar, (Banjarmasin: Badan penelitian dan
Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan, 2003), h. 72.
13
Menurut risalah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada
masa pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang di antaranya adalah Tuan
di Bandang, yang dikenal dengan Dato’Ri Bandang dari Makassar, yang
lainnya adalah Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu,
Dato’Ri Bandang kembali ke Makassar sementara Tuan Tunggang
Parangan tetap di Kutai. Melalui yang terakhir inilah Raja Mahkota tunduk
kepada keimanan Islam.12 Setelah itu, segera dibangun sebuah masjid dan
pengajaran agama dapat dimulai. Yang pertama sekali mengikuti
pengajaran itu adalah Raja Mahkota Sendiri, kemudian pangeran, para
menteri, panglima dan hulubalang, dan akhirnya rakyat biasa. Proses
Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun
1575.13
3. Kerajaan Qadriyah Pontianak
Kesultanan Pontianak dikenal dengan nama Kesultanan Qadriah,
karena didirikan oleh dinasti Al-Qadrie. Pendiri kesultanan ini adalah
Syarif Abdurrahman Al- Qadrie, putera Sayyed Hussein Al-Qadrie, atau
Habib Hussein Al-Qadrie. Pihak yang selama ini dinisbahkan dengan
penyebaran Islam di Pontianak ini adalah rombongan pendakwah dari
Tarim, Hadramaut. Mereka datang ke Mempawah, kemudian menelusuri
sungai ke arah laut memasuki Kapuas Kecil hingga ke suatu tempat yang
kemudian menjadi kota Pontianak.14
Kesultanan tersebut merupakan kesultanan yang unik di kawasan
Nusantara. Ada dua hal yang mendasari keunikan tersebut. Pertama
kesultanan ini adalah kesultanan termuda di Indonesia dan khususnya di
Kalimantan Barat. Kesultanan ini didirikan pada tanggal 23 Oktober 1771
12
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 221.
13
Uka Tjandrasasmita dkk., Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka,
1984),
h. 25.
14
Jajat Burhanudin, Islam dalam Arus Sejarah Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), h.
36.
14
bersamaan 12 hari bulan Rajab tahun 1185, relatif lebih akhir dibanding
dengan kelahiran kesultanan lainnya, tidak hanya di Kalimantan Barat,
tetapi juga di kawasan lainnya di Nusantara, karena tidak ada kerajaan atau
kesultanan lainnya yang berdiri pada periode yang sama atau lebih akhir
setelah kesultanan Pontianak.
Keunikan kedua terletak pada letak geografisnya yang sangat
menguntungkan dari segi ekonomi, sosial, budaya maupun pertahanan dan
keamanan. Hal ini dimungkinkan oleh letak dan kedudukannya yang tidak
terlalu jauh dari perairan laut dan selat, yaitu Laut Jawa, Selat Karimata
dan Laut Natuna, yang menghubungkan kesultanan ini dengan Batavia,
Banten, Cirebon, Demak,Tuban, dan kesultanan lainnya di utara Jawa,
Banjarmasin, Kutai, Malaka, dan Johor. 15
15
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Syarif Ibrahim Alqadrie: Kesultanan Pontianak
di Kalimatan Barat: Dinasti dan Pengaruhnya di Nusantara, (Pontianak: DP3M, 1979), h. 5.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
17