Anda di halaman 1dari 17

TUGAS TERSTRUKTUR: DOSEN PENGAMPU

Sejarah Islam Indonesia Dese Yoeliani Wikaryo, M. Pd.

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM SEBELUM PENJAJAHAN BELANDA

KELOMPOK 7
DISUSUN OLEH :
Disusun Oleh:
Kelompok 5

Ahmad Badawi: 170102010428


Adina Dilla: 170102011069
Harry Zahwan Hanif: 170102010917

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

‫الر حيم‬
ّ ‫الر محن‬
ّ ‫بسم هللا‬
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan
rahmat karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Kerajaan-Kerajaan Islam Sebelum Penjajahan Belanda dengan baik
meskipun banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Makalah ini sepenuhnya
kami dedikasikan untuk mata kuliah Sejarah Islam Indonesia.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini bisa terwujud atas


bantuan dan jasa berbagai pihak, baik dalam bantuan moril maupun materil.
Untuk itu kami tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada: Dosen Pengampu
Ibu Dese Yoeliani Wikaryo, M. Pd. yang telah membimbing dan memberikan
masukan terhadap pembuatan makalah ini.

Dengan ini kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kami dan pembaca pada umumnya. Kami mengakui bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan dan saran yang
sangat membangun bagi pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 03 April 2020

Penulis

2
BAB I

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang

Sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia, di Indonesia telah berdiri


kerajaan-kerajaan besar seperti: Samudera pasai dan Aceh Darussalam
(Sumatera), Pajang, Demak, dan Cirebon (Jawa), Kerajaan Banjar dan Kutai
(Kalimantan). Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera
Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir timur
laut Aceh. Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan
nama Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu
diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat,
Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan
Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465 – 1497).

Sedangkan di Pulau Jawa juga berdiri kerajaan Demak yang dipimpin oleh
Raden Patah, kemudian berdiri pula Kesultanan Pajang yang dipandang
sebagai pewaris kerajaan Islam Demak. Kesultanan Cirebon adalah kerajaan
Islam pertama di jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Gunung Jati.
Di Kalimantan juga berdiri dua buah kerajaan yaitu kerajaan Banjar yang
rajanya bernama Sultan Suruiansyah, dan kerajaan Kutai yang salah satu
rajanya bernama Tuan di bandang atau lebih dikenal dengan sebutan Dato’Ri
Bandang. Untuk lebih jelasnya simaklah isi makalah berikut ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Sumatera?
2. Apa Saja Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa?
3. Apa Saja Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam di
Kalimantan?
C. Rumusan Masalah
1. Untuk Mengetahui Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Sumatera.

3
2. Untuk Mengetahui Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam
di Jawa.
3. Untuk Mengetahui Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam
di Kalimantan?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Sumatera


1. Samudera Pasai

Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan


ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaaan
Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M sebagai
hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi
pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7 hingga 8 M, dan seterusnya.
Kerajaan ini didirikan oleh Maurah Selu dengan gelar Al-Malikush Shalih
(1261-1289M). Bukti berdirinya kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13
M ini didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudra
Pasai. Dari Nisan itu dapat diketahui bahwa Raja pertama kerajaan itu
meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan
bertetapatan dengan tahun 1297 M.1

Maurah Selu masih keturunan Raja Perlak, Makhdum Sultan Malik


Ibrahim Johan Berdaulat. Samudra Pasai mengalami puncak kejayaan pada
masa Sultan Malik Azh-Zhahir. Diantaranya yaitu majunya kegiatan-
kegiatan agama dan keadaan masyarakat makmur (ekonomi, sosial, dan
pemerintahan yang aman). Mata pencaharian mereka pada umumnya
adalah berdagang. Dari sini memperkokoh sendi-sendi kerajaan dan juga
ditambah dengan pajak yang besar. Ini dilihat dari keadaan waktu itu Pasai
yang terletak sangat strategis dan menjadi pusat perdagangan di Asia

1
Badri Yatim, SejarahPeradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), h. 205.

5
Tenggara, mereka umumnya menggunakan dirham. Dari cerita tersebut
menunjukkan masyarakat waktu itu sudah maju dan damai. 2

Adapun para raja yang pernah memerintah di kerajaan Samudra Pasai


adalah sebagai berikut:

1. Sultan Malik Azh-Zhahir (1297-1326 M)

2. Sultan Mahmud Malik Azh-Zhahir (1326-1345 M)

3. Sultan Manshur Malik Azh-Zhahir (1345-1346 M)

4. Sultan Ahmad malik Azh-Zhahir (1346-1383 M)

5. Sultan Zainal Abidin Malik Azh-Zhahir (1383-1405 M)

6. Sultan Nahrasiyah (1405 M)

7. Sultan Abu Zaid Malik Azh- Zhahir (1455 M)

8. Sultan Mahmud Malik Azh-Zhahir (1455-1477 M)

9. Sultan Zainal Abidin (1477-1500 M)

10. Sultan Abdullah Malik Azh-Zhahir (1500-1513 M)

11. Sultan Zainal Abidin (1513-1524 M)

Kerajaan samudra Pasai berakhir tahun 1524 M ketika direbut oleh


kerajaan Aceh Darussalam dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah.3

2. Aceh Darussalam

Kurang diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas


Machmud berpendapat, sebagaimana yang dikutip dalam buku Badri
Yatim, bahwa kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-
2
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizk Putra, 2011), h.
203.
3
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 332.

6
puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dialah yang
membangun kota Aceh Darussalam.

Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda


Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah.
Ketika Mughayat Syah naik tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil
memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam
kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar
tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir
timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya
(Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah
pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada
Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-
kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam
wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan
nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari penaklukan
kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Peletak dasar kebesaran Kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat
Syah. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Aceh Darussalam
semakin meluas sampai di Bengkulu di pantai Barat, seluruh Pantai Timur
Sumatera, dan Tanah Batak di pedalaman. Kegiatan perdagangan
berkembang dengan pesat, terutama dengan Gujarat, Arab, dan Turki.
Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda (1608-1637 M). Pada masa ini merupakan masa paling
gemilang bagi Aceh, di mana kekuasaannya meluas dan terjadi penyebaran
Islam hampir di seluruh Sumatera.
Di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh Darussalam
menjadi salah satu pusat pengembangan Islam di Indonesia. Di Aceh
dibangun masjid Baiturrahman, rumah-rumah ibadah, dan lembaga-
lembaga pengkajian Islam. Di Aceh tinggal ulama-ulama tasawuf yang

7
terkenal, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin, Syaikh Nuruddin Ar-
Raniri, dan Abdul Rauf As-Sinkili.4

B. Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa


1. Demak
Di Jawa Islam di sebarkan oleh para wali songo (wali sembilan),
mereka tidak hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga
dalam hal pemerintahan dan politik, bahkan sering kali seorang raja
seolah-olah baru sah seorang raja kalau ia sudah diakui dan diberkahi wali
songo. Para wali menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran Islam dan
sekaligus menjadikannya sebagai kerajaan Islam yang menunjuk Raden
Patah sebagai Rajanya. Kerajaan ini berlangsung kira-kira abad 15 dan
abad 16 M. Di samping kerajaan Demak juga berdiri kerajaan-kerajaan
Islam lainnya seperti Cirebon, Banten dan Mataram.
Demak merupakan salah satu kerajaan yang bercorak Islam yang
berkembang di pantai utara Pulau Jawa. Raja pertamanya adalah Raden
Patah. Sebelum berkuasa penuh atas Demak, Demak masih menjadi daerah
Majapahit. Baru Raden Patah berkuasa penuh setelah mengadakan
pemberontakan yang dibantu oleh para ulama atas Majapahit. Dapat
dikatakan bahwa pada abad 16, Demak telah menguasai seluruh Jawa.
Setelah Raden Patah berkuasa kira-kira diakhir abad ke-15 hingga abad ke-
16, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Pati Unus. Dan kemudian
digantikan oleh Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunung Jati dengan
gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1546
dan berhasil menguasai beberapa daerah.
Perkembangan dan kemajuan Islam di pulau Jawa ini bersamaan
dengan melemahnya posisi raja Majapahit.58 Hal ini memberi peluang
kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat-pusat

4
https://dimasivantrisetyo.blogspot.com/2017/01/makalah-kerajaan-islam-di-
sumatra.html, diakses pada 03 April 2020.

8
kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus,
meskipun bukan yang tertua dari wali Songo. Demak akhirnya berhasil
menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat.5
2. Pajang

Kerajaan Pajang adalah satu kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah


sebagai kelanjutan Kerajaan Demak. Kompleks keratonnya pada zaman ini
tinggal tersisa berupa batas-batas fondasinya saja yang berada di
perbatasan Kelurahan Pajang – Kota Surakarta dan Desa Makamhaji,
Kartasura, Sukoharjo. Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman
Kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365,
bahwasanya pada zaman tersebut adik perempuan Hayam Wuruk (raja
Majapahit saat itu) bernama asli Dyah Nertaja menjabat sebagai penguasa
Pajang, bergelar Bhatara I Pajang, atau disingkat Bhre Pajang. Dyah
Nertaja merupakan ibu dari Wikramawardhana (raja Majapahit
selanjutnya).
Berdasar naskah-naskah babad, bahwa negeri Pengging disebut
sebagai cikal bakal Pajang. Cerita Rakyat yang melegenda menyebut
bahwa Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah dipimpin Prabu
Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini
dilanjutkan dengan dongeng berdirinya Candi Prambanan. Ketika
Majapahit dipimpin oleh Brawijaya (raja terakhir versi naskah babad),
bahwa nama Pengging muncul kembali. Dikisahkan bahwa putri
Brawijaya yang bernama Retno Ayu Pembayun diculik Menak Daliputih
raja Blambangan putra Menak Jingga. Muncul seorang pahlawan bernama
Jaka Sengara yang berhasil merebut sang putri dan membunuh
penculiknya.

5
Taufik Abdullah, “Islam dan Pembentukan Tradisi di Asia Tenggara” dalam Taufik
Abdullah dan Sharon Siddique (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta:
LP3ES, 1989), h. 73.

9
Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh Brawijaya
sebagai bupati Pengging dan dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun.
Jaka Sengara kemudian bergelar Andayaningrat. Pajang terlihat sebagai
kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa setelah runtuhnya
kerajaan Muslim di daerah Pasisir. Menurut naskah babad, Andayaningrat
gugur di tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit
dan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden
Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging
menjadi daerah bawahan Kerajaan Demak.
Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena
dituduh hendak memberontak terhadap Demak. Putranya yang bergelar
Jaka Tingkir setelah dewasa justru mengabdi ke Demak. Prestasi Jaka
Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai
menantu Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar Hadiwijaya.
Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira
mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh, dan
sekitarnya
Sepeninggal Trenggana tahun 1546, selanjutnya Sunan Prawoto naik
takhta. Namun Sultan Prawoto kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu
Arya Penangsang bupati Jipang tahun 1549. Setelah itu, Arya Penangsang
juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal. Dengan dukungan
Ratu Kalinyamat (Bupati Jepara dan Putri Trenggana), Hadiwijaya dan
para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Hadiwijaya
selanjutnya menjadi pewaris takhta Demak. Pada masa kepemimpinan
Hadiwijaya ini, ibu kota Demak dipindahkan ke Pajang.
Pada awal berdirinya atau pada tahun 1549, bahwa wilayah Pajang
yang terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi
sebagian Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena negeri-negeri Jawa
Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana.
Pada tahun 1568 Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan di
Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati

10
sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur.
Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin
persekutuan adipati Jawa Timur) dinikahkan dengan Putri Hadiwijaya. 6

3. Cirebon
Kerajaan Islam Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di daerah
Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung
Jati diperkirakan lahir pada tahun 1448 M dan wafat pada tahun 1568 M
dalam usia 120 tahun. Di awal abad ke-16 Cirebon masih merupakan
sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran
hanya menempatkan juru labuhan disana, bernama Pangeran
Walangsungsang, seorang tokoh yang mempunyai hubungan darah dengan
raja Pajajaran.
Dia berhasil memajukan Cirebon ketika sudah masuk Islam.
Disebutkan Tome Pires, Islam sudah ada di Cirebon sekitar 1470-1475 M.
Akan tetapi yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah
kerajaan adalah Syarif Hidayatullah, pengganti pangeran Walangsungsang
dan sekaligus keponakannya. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan
kemudan Banten.7
Karena kedudukannya sebagai walisongo, ia mendapat penghormatan
dari Raja-raja di Jawa seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi
berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang merdeka dari kekuasaan
Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Pajajaran yang masih
belum menganut ajaran Islam.
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan ajaran Islam ke
daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali
(Galuh), Sunda Kelapa dan Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan
perdagangan kaum muslimin di Banten diletakkan oleh Sunan Gunung Jati

6
https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-kerajaan-islam-di-pulau-jawa/, diakses
pada 03 April 2020.
7
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizk Putra, 2011), h.. 208.

11
tahun 1524 atau 1525 M. Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan
kepada anaknya, Sultan Hasanuddin.
Sultan inilah yang menurunkan Raja-raja Banten. Di tangan Raja-raja
Banten tersebut akhirnya kerajaan Pajajaran dikalahkan. Atas prakarsa
Sunan Gunung Jati juga penyerangan ke Sunda Kelapa dilakukan (1527
M). Penyerangan ini dipimpin oleh Falatehan dengan bantuan tentara
Demak. Setelah Sunan Gunung Jati wafat ia digantikan oleh cicitnya yang
terkenal dengan gelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan
Ratu wafat tahun 1650 dan digantikan oleh putranya yang bergelar
Panembahan Girilaya.
Keutuhan Cirebon sebagai satu kerajaan hanya sampai pangeran
Girilaya itu. Panembahan Girilaya dimakamkan di Yogyakarta, di bukit
Girilaya, dekat dengan makam raja-raja Mataram di Imogiri, sejajar
dengan makam Sultan Agung di Imogiri. Sepeninggalnya sesuai dengan
kehendaknya sendiri Cirebon diperintah oleh dua putranya Martawijaya
atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom.
Panembahan Sepuh memimpin kesultanan Kasepuhan sebagai Rajanya
yang pertama dengan gelar Samsuddin, sementara panembahan Anom
memimpin kesultanan Kanoman dengan gelar Badruddin.8
C. Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam di
Kalimantan
1. Kerajaan Banjar
Masuknya Islam ke kerajaan Banjar atau Kalimantan Selatan tidak ada
yang dapat menetapkan dengan pasti. Namun demikian setidaknya masuk
dan berkembangnya Islam di Kalimantan Selatan dapat terjadi pada abad
ke-16.9 Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan Daha yang
beragama hindu. Peristiwanya dimulai ketika terjadi pertentangan dalam
keluarga istana, antara pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaan

8
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 338-339.
9
Ditjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah
Kalimantan Selatan, (Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, 1977), h. 12.

12
Daha, dengan pamannya pangeran Tumenggung. Seperti dikisahkan dalam
Hikayat Banjar.
Pada saat Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia
berwasiat agar yang menggantikannya nanti adalah cucunya Raden
Samudera. Putraputranya yakni Mangkubumi, Tumenggung, dan
Bagalung tidak menerima keputusan ayahnya itu, terlebih Pangeran
Tumenggung yang sangat berambisi. Setelah Sukarama wafat, jabatan raja
dipegang oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi. Waktu itu Pangeran
Samudera baru berusia 7 tahun. Pangeran Mangkubumi tidak terlalu lama
berkuasa. Ia dibunuh oleh seorang pegawai istana yang berhasil dihasut
Pangeran Tumenggung. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi,
maka Pangeran Tumenggunglah yang tampil menjadi Raja Daha.
Tentang asal mula perubahan agama istana dikatakan bahwa hal itu
disebabkan karena Pangeran Samudera, yang membangun keraton baru di
Banjarmasin, memberontak melawan pamannya, Pangeran Temenggung
yang bertahan di Negara Daha, guna menuntut haknya sebagai raja sesuai
wasiat kakeknya, yang mewariskan kerajaan untuknya.10
Sesuai dengan saran pembantupembantunya, Pangeran Samudera
mengirim utusan ke Jawa untuk meminta bantuan tenaga prajurit dari
Kesultanan Demak, yang memang bersedia membantu bila pangeran
Samudera memeluk Islam. Ketika dinyatakan kesediaan pangeran
Samudera memeluk Islam dikirimlah prajurit bantuan tersebut beserta
seorang tokoh Islam yang bertugas melaksanakan pengislaman bernama
Khatib Dayyan. Setelah itu gelar yang diperoleh Raden Samudera sejak itu
berubah menjadi Sultan Suriansyah.11
2. Kerajaan Kutai

10
Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), h.
519.
11
M. Suriansyah Ideham, dkk., Sejarah Banjar, (Banjarmasin: Badan penelitian dan
Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan, 2003), h. 72.

13
Menurut risalah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada
masa pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang di antaranya adalah Tuan
di Bandang, yang dikenal dengan Dato’Ri Bandang dari Makassar, yang
lainnya adalah Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu,
Dato’Ri Bandang kembali ke Makassar sementara Tuan Tunggang
Parangan tetap di Kutai. Melalui yang terakhir inilah Raja Mahkota tunduk
kepada keimanan Islam.12 Setelah itu, segera dibangun sebuah masjid dan
pengajaran agama dapat dimulai. Yang pertama sekali mengikuti
pengajaran itu adalah Raja Mahkota Sendiri, kemudian pangeran, para
menteri, panglima dan hulubalang, dan akhirnya rakyat biasa. Proses
Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun
1575.13
3. Kerajaan Qadriyah Pontianak
Kesultanan Pontianak dikenal dengan nama Kesultanan Qadriah,
karena didirikan oleh dinasti Al-Qadrie. Pendiri kesultanan ini adalah
Syarif Abdurrahman Al- Qadrie, putera Sayyed Hussein Al-Qadrie, atau
Habib Hussein Al-Qadrie. Pihak yang selama ini dinisbahkan dengan
penyebaran Islam di Pontianak ini adalah rombongan pendakwah dari
Tarim, Hadramaut. Mereka datang ke Mempawah, kemudian menelusuri
sungai ke arah laut memasuki Kapuas Kecil hingga ke suatu tempat yang
kemudian menjadi kota Pontianak.14
Kesultanan tersebut merupakan kesultanan yang unik di kawasan
Nusantara. Ada dua hal yang mendasari keunikan tersebut. Pertama
kesultanan ini adalah kesultanan termuda di Indonesia dan khususnya di
Kalimantan Barat. Kesultanan ini didirikan pada tanggal 23 Oktober 1771

12
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 221.
13
Uka Tjandrasasmita dkk., Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka,
1984),
h. 25.
14
Jajat Burhanudin, Islam dalam Arus Sejarah Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), h.
36.

14
bersamaan 12 hari bulan Rajab tahun 1185, relatif lebih akhir dibanding
dengan kelahiran kesultanan lainnya, tidak hanya di Kalimantan Barat,
tetapi juga di kawasan lainnya di Nusantara, karena tidak ada kerajaan atau
kesultanan lainnya yang berdiri pada periode yang sama atau lebih akhir
setelah kesultanan Pontianak.
Keunikan kedua terletak pada letak geografisnya yang sangat
menguntungkan dari segi ekonomi, sosial, budaya maupun pertahanan dan
keamanan. Hal ini dimungkinkan oleh letak dan kedudukannya yang tidak
terlalu jauh dari perairan laut dan selat, yaitu Laut Jawa, Selat Karimata
dan Laut Natuna, yang menghubungkan kesultanan ini dengan Batavia,
Banten, Cirebon, Demak,Tuban, dan kesultanan lainnya di utara Jawa,
Banjarmasin, Kutai, Malaka, dan Johor. 15

15
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Syarif Ibrahim Alqadrie: Kesultanan Pontianak
di Kalimatan Barat: Dinasti dan Pengaruhnya di Nusantara, (Pontianak: DP3M, 1979), h. 5.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Di Indonesia terdapat banyak kerajaan-kerajaan islam yang tersebar luas di


berbagai penjuru Nusantara sebelum penjajahan Belanda, diantaranya adalah
kerajaan Samudera Pasai, kerajaan Aceh, kerajaan Demak, kerajaan Pajang,
Cirebon dan lain sebagainya. Kerajaan islam pertama kali berdiri di Indonesia
adalah pada abad ke-13 dan berkembang luas. Perluasan kerajaan islam itu
terjadi karena proses islamisasi yang dilakukan oleh para walisongo. Kerajan
Demak sangat berperan dalam pembentukan Nusantara yang mayoritasnya
adalah masyarakat islam pada masa sekarang.

Kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara pada masa itu saling membangun


dan bekerjasama dalam pnyebarluasan agama islam. Apabila kerajaan satu
diserang, maka kerajaan islam yang lain akan membantu dan terciptalah
kerajaan yang kuat dikarenakn kerjasama dalam membangun masyarakat
yang beragama islam.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, “Islam dan Pembentukan Tradisi di Asia Tenggara” dalam


Taufik Abdullah dan Sharon Siddique (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan
Islam di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1989.
Burhanudin, Jajat, Islam dalam Arus Sejarah Indonesia, Jakarta: Kencana, 2017.
Daud, Alfani, Islam dan Masyarakat Banjar, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1997.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Syarif Ibrahim Alqadrie: Kesultanan
Pontianak di Kalimatan Barat: Dinasti dan Pengaruhnya di
Nusantara, Pontianak: DP3M, 1979.
Ditjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah
Kalimantan Selatan, Jakarta: Proyek Pengembangan Media
Kebudayaan, 1977.
https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-kerajaan-islam-di-pulau-jawa/,
diakses pada 03 April 2020.
https://dimasivantrisetyo.blogspot.com/2017/01/makalah-kerajaan-islam-di-
sumatra.html, diakses pada 03 April 2020.
Munir Amin, Samsul, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
Syukur, Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizk Putra,
2011.
Suriansyah Ideham, M., dkk., Sejarah Banjar, Banjarmasin: Badan penelitian dan
Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan, 2003.
Tjandrasasmita, Uka, dkk., Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Balai Pustaka,
1984.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

17

Anda mungkin juga menyukai