37-Putri Oktaviani-2001113686
37-Putri Oktaviani-2001113686
37-Putri Oktaviani-2001113686
NIM: 2001113686
NO. URUT: 37
RESUME
A. Demokrasi Indonesia
Konsepsi demokrasi selalu menempatkan rakyat pada posisi yang sangat
strategis dalam sistem ketatanegaraan, walaupun pada tataran implementasinya
terjadi perbedaan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Karena
berbagai varian implementasi demokrasi tersebut,maka di dalam literatur
kenegaraan dikenal beberapa istilah demokrasi yaitu demokrasi konstitusional,
demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi
rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional, dan lain sebagainya. 1 Semua
konsep ini memakai istilah demokrasi, yang menurut asal kata berarti “rakyat
berkuasa” atau government or rule by the people (kata Yunani demos berarti
rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa).2
Sementara itu, Sidney Hook memberikan definisi tentang demokrasi
sebagai bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang
penting atau arah kebijakan di balik keputusan secara langsung didasarkan
pada keputusan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. 3
Hal ini berarti bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan
dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupan mereka, termasuk dalam
1
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi
Revisi,Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hlm. 152 – 162.
2
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-7, Gramedia,
Jakarta,1996, hlm. 50.
3
Sidney Hook dalam Nakamura dan Samallowood, The Polities of Policy Imple-
mentation, st. Martin’s Press, New York, 1980, hlm. 67.
menilai kebijaksanaan negara yang turut menentukan kehidupan mereka
tersebut.4 Oleh karena itu, demokrasi sebagai suatu gagasan politik di
dalamnya terkandung 5 (lima) kriteria,yaitu:5 (1) persamaan hak pilih dalam
menentukan keputusan kolektifyang mengikat; (2) partisipasi efektif, yaitu
kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan
keputusan secara kolektif,(3) pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang
yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya
proses politik dan pemerintahan secara logis, (4) kontrol terakhir terhadap
agenda, yaitu adanya keputusan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan
agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses
pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau
lembaga yang mewakili masyarakat, dan (5) pencakupan, yaitu terliputnya
masyarakat mencakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.
Secara komprehensif kriteria demokrasi juga diajukan oleh Gwendolen M.
Carter, John H. Herz dan Henry B. Mayo. Carter dan Herz
mengkonseptualisasikan demokrasi sebagai pemerintahan yang dicirikan oleh dan
dijalankannya melalui prinsip-prinsip:6 (1) pembatasan terhadap tindakan
pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok dengan
jalan menyusun pergantian pimpinan secara berkala,tertib dan damai, dan
melalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektif; (2) adanya sikap toleransi
terhadap pendapat yang berlawanan; (3) persamaan di depan hukumyang
diwujudkan dengan sikap tunduk kepada rule of law tanpa membedakan
kedudukan politik; (4) adanyapemilihan yang bebas dengan disertai adanya
model perwakilan yang efektif; (5) diberinya kebebasan partisipasi dan
beroposisi bagi partai politik, organisasi kemasyarakatan, masyarakat dan
perseorangan serta prasarana pendapat umum semacam pers dan media
massa; (6) adanya penghormatan terhadap hak rakyat untuk menyatakan
4
Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, CV. Rajawali, Jakarta, 1983, hlm.
207.
5
Robert A. Dahl, Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol,
terjemahan Sahat Simamora, Rajawali Press, Jakarta, 1985, hlm. 19 – 20.
6
Gwendolen M. Carter dan John Herz, Peranan Pemerintah dalam Masyarakat
Masa Kini, dalam Miriam Budiardjo, Masalah Kenegaraan, Gramedia, Jakarta,
1982,hlm. 86 – 87.
pandangannya betapa pun tampak salah dan tidak populernya pandangan itu;
dan (7) dikembangkannya sikap menghargai hak-hak minoritas dan
perorangan dengan lebih mengutamakan penggunaan cara-cara persuasif dan
diskusi daripada koersif dan represif.
Sedangkan Henry B. Mayo menyatakan bahwa nilai-nilai yang harus
dipenuhi untuk kriteria demokrasi adalah: 7 (1) menyelesaikan pertikaian-
pertikaian secara damai dan sukarela; (2) menjamin terjadinya perubahan secara
damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah; (3) pergantian penguasa
dengan teratur; (4) pengunaan pemaksaan seminimal mungkin;(5) pengakuan dan
penghormatan terhadap nilai-nilai keanekaragaman;(6) menegakkan keadilan; (7)
memajukan ilmu pengetahuan; dan (8) pengakuan dan penghormatan terhadap
kebebasan.
Dalam pandangan lain, demokrasi sebagai suatu gagasan politik
merupakan paham yang universal sehingga di dalamnya terkandung beberapa
elemen sebagai berikut:8
1. Penyelenggara kekuasaan berasal dari rakyat;
2. Setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat
mempertanggung jawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah
ditempuhnya;
3. Diwujudkan secara langsung maupun tidak langsung;
4. Rotasi kekuasaan dari seseorang atau kelompok ke orang atau kelompok
yang lainnya, dalam demokrasi peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan
harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai;
5. Adanya proses pemilu, dalam negara demokratis pemilu dilakukan secara
teratur dalam menjamin hak politik rakyat untuk memilih dan dipilih; dan
6. Adanya kebebasan sebagai HAM, menikmati hak-hak dasar,
dalamdemokrasi setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-
hakdasarnya secara bebas, seperti hak untuk menyatakan
pendapat,berkumpul dan berserikat dan lain-lain.
7
Henry B. Mayo dalam Miriam Budiardjo, Ibid., hlm. 165 – 191.
8
Afan Gaffar, Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka
Pelajar,Yogyakarta, 2005, hlm. 15.
Dalam rangka mengimplementasikan semua kriteria, prinsip, nilai,dan
elemen-elemen demokrasi tersebut di atas, perlu disediakan beberapa lembaga
sebagai berikut:9
9
Moh. Koesnardi dan Bintan R. Saragih, Op. Cit., hlm. 171.
Frans Magnis Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan
10
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Op. Cit., hlm.
11
532.
hukum yang dianut. Hal demikian pada prinsipnya mengakibatkan paham
negara hukum yang dianut Indonesia menjadi kurang mengandung kejelasan
serta kepastian. Belum lagi ditambah dengan apa yang dikemukakan
Dayanto (2013:498) bahwa pembangunan hukum pasca reformasi terkesan
tambal sulam.
Penerapan prinsip negara hukum di Indonesia dapat dikatakan
dijalankan tanpa berpatokan secara langsung pada prinsip rechtsstaat
atau rule of law. Janpatar Simamora (2016:26) mengemukakan bahwa
terwujudnya negara hukum sebagaimana yang dicita-citakan dalam UUD
1945 akan dapat direalisasikan bila seluruh proses penyelenggaraan
pemerintahan atau negara benar-benar didasarkan pada kaidah-kaidah yang
tertuang dalam konstitusi itu sendiri.
Negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri tersendiri yang
barangkali berbeda dengan negara hukum yang diterapkan di berbagai negara.
Hanya saja, untuk prinsip umumnya, seperti adanya upaya perlindungan
terhadap hak asasi manusia, adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan,
adanya pelaksanaan kedaulatan rakyat, adanya penyelenggaraan
pemerintahan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan adanya peradilan administrasi negara masih tetap digunakan sebagai
dasar dalam mewujudkan negara hukum di Indonesia.
Berdasarkan pelaksanaannya kemudiannya, sejum-lah unsur penting
tersebut diwujudkan dengan baik. Terkait dengan perlindungan hak asasi
manusia, UUD 1945 setelah perubahan cukup mengakomodir masalah hak
asasi manusia secara lengkap. Bahkan dapat dikatakan jauh lebih lengkap dari
pengaturan yang terdapat dalam konstitusi yang pernah berlaku sebelumnya.
Demikian juga halnya dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan,
dilakukan melalui sejumlah lembaga negara yang diatur dalam UUD.
Presiden menjalankan kekuasaan eksekutif, DPR dan DPD menjalankan
kekuasaan legislatif serta adanya MA dan MK sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman atau kekuasaan yudikatif (Janpatar Simamora,
2015:332). Keberadaan lembaga-lembaga negara tersebut diatur secara
jelas dan tegas untuk menjalankan kekuasaan negara secara terpisah. Namun
demikian dalam pelak-sanaannya, kendati disebut terpisah, masing-masing
lembaga negara saling melakukan pengawasan sesuai dengan kewenangan
yang dimiliki demi terciptanya fungsi kontrol terhadap sesama lembaga
negara.
Terkait dengan unsur berikutnya, yaitu pelaksanaan kedaulatan rakyat,
unsur tersebut juga diterapkan secara langsung di Indonesia.
Dilakukannya proses pemilihan secara langsung terhadap presiden dan
wakil presiden serta para kepala daerah cukup menunjukkan bahwa
Indonesia sangat menunjung tinggi pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Berdasarkan sistem demokrasi yang dijalankan di Indonesia, rakyat
merupakan pemegang kedaulatan tertinggi. Bahkan dilihat dari model
pelaksanaan demokrasi secara langsung di Indonesia, dapat dikatakan bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling demokratis dalam
menjalankan dan merealisasikan kedaulatan rakyat.
Selanjutnya, terkait dengan unsur penye-lenggaraan pemerintahan
negara yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan atau
didasarkan pada hukum yang berlaku, hal tersebut dapat dilihat dari
pelaksanaan kekuasaan negara yang selalu dilandaskan pada aturan yang
sudah ada sebelumnya. Setiap aktivitas pemerintahan tidak dimungkinkan
dijalankan tanpa adanya aturan hukum yang menjadi acuan dan dasar
pelaksanaannya. Dalam konteks ini, sangat terlihat dengan jelas
bagaimana hukum dijadikan sebagai dasar dalam menata kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Selain itu, perwujudan unsur negara hukum berikutnya adalah dapat
dilihat dari adanya peradilan tata usaha negara sebagai jalan dan sarana dalam
rangka melindungi kepentingan individu dalam masyarakat dari pelaksanaan
kekuasaan negara oleh pemerintah. Oleh sebab itu, adanya peradilan tata usaha
negara pada prinsipnya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan individu
dalam masyarakat atas pelaksanaan kekuasaan negara atau pemerintahan.
Dilihat dari sejumlah unsur tersebut, dapat ditegaskan bahwa
penerapan prinsip negara hukum Indonesia didasarkan pada prinsip
tersendiri yang barangkali tidak selalu sejalan secara utuh dengan
prinsip-prinsip negara hukum sebagaimana dikenal pada masa awal
lahirnya konsep negara hukum. Hal demikian dapat dimaknai sebagai
bentuk dinamika atau perkembangan perwujudan negara hukum dalam
tataran kekinian. Bagaimanapun juga bahwa prinsip negara hukum akan
selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan yang dialami oleh suatu negara.
Seiring dengan adanya penerapan negara hukum dengan prinsip
tersendiri di Indonesia, tentu sangat diharapkan agar pelaksanaan negara
hukum itu sendiri benar-benar berjalan sesuai dengan unsur-unsur yang
terkandung dalam prinsip negara hukum. Penerapan negara hukum sangat
membutuhkan konsistensi agar kemudian dapat berjalan dengan baik serta
mampu mencapai tujuan negara hukum itu sendiri.
Penutup
PRAMUDI ATMOSUDIRJO
12
Ibid.
Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan regional
atau lokal. Sementara itu, nilai dasar desentralisasi diwujudkan dengan
pembentukan daerah otonom dan penyerahan kewenangan untuk
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan atau diakui
sebagai domain rumah tangga daerah otonom tersebut.
Sesuai UUD 1945, mengingat Indonesia adalah “Eenheidstaat” 13, maka di
dalam lingkungannya tidak dimungkinkan adanya daerah yang bersifat staat juga.
Ini berarti bahwa sebagai pembatas besar dan luasnya daerah otonom dan
hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah menghindari
daerah otonom menjadi negara dalam negara. Dengan demikian pembentukan
daerah otonom dalam rangka desentralisasi di Indonesia memiliki ciri-ciri:
13
Nilai yang bersifat negara, berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa
dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan
pemerintahan.
Prajudi Atmosudirdjo menyebutkan beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu:
PKS DKI Soal PSBB Jakarta: Tak Pembatasan sosial berskala besar
Efektif Jika Tak Didukung Daerah (PSBB) DKI Jakarta berakhir hari ini.
Penyangga Ketua Komisi B DPRD DKI, Abdul
Aziz, mengatakan pelaksanaan PSBB
Isal Mawardi - detikNews tak bakal efektif bila tak didukung
Minggu, 11 Okt 2020 10:47 WIB daerah penyangga.
15
Ibid, hlm. 241
Menurut Sjachran Basah,16 pemerintah dalam menjalankan aktifitasnya
terutama dalam mewujudkan tujuan-tujuan Negara melalui pembangunan,
tidak berarti pemerintah dapat bertindak semena-mena, melainkan sikap
tindak itu haruslah dipertanggung jawabkan. Artinya meskipun intervensi
pemerintah dalam kehidupan warga Negara merupakan kemestian dalam
konsepsi welfare state, tetapi pertanggung jawaban setiap tindakan
pemerintah juga merupakan keharusan dalam Negara hukum yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Nilai-nilai kebenaran
dan keadilan inilah yang menjadi dasar bertindak pejabat administrasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagai perwujudan dari Asas-asas
Umum PemerintahanYang Layak (AAUPL).
5. Moralitas, yaitu salah satu syarat yang paling diperhatikan oleh
masyarakat; moral dan etnik umum maupun kedinasan wajib dijunjung
tinggi, perbuatan tidak senonoh, sikap kasar, tidak sopan, kata- kata yang
tidak pantas dan sebagainya wajib dihindarkan.
Etika pemerintahan berhubungan dengan keutamaan yang harus
dilaksanakan oleh para elit pejabat publik dan staf pegawai pemerintahan.
Wujud etika pemerintahan adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam
UUD baik yang dikatakan oleh dasar negara (Pancasila) maupun dasar-dasar
perjuangan negara (Teks Proklamasi). Dalam hal ini, etika pemerintahan
mengandung misi kepada setiap pejabat elit politik untuk bersikap jujur, amanah,
siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati dan siap
untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan
secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat. Para aparatur pemerintahan memiliki kesadaran moral yang tinggi
pada para politisi, pemerintah dalam mengemban tugas dan tanggung
jawabnya, sehingga kejujuran, kebenaran dan keadilan dapat diwujudkan.
Ada beberapa alasan mengapa etika pemerintahan penting diperhatikan
dalam pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel,
menurut Dwiyanto (2000) bahwa;