Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL

Pelatihan Strategi Membaca


untuk Percepatan Penuntasan
Buta Aksara bagi Masyarakat
Desa Pamekaran, Soreang, Bandung
Adman, S.Pd, M.Pd
Dosen Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis UPI,
Mahasiswa Program S3 SPS UPI
ABSTRAK
Kegiatan pemberantasan buta aksara telah lama dilakukan, dan hingga kini penyandang buta aksara masih terus
ada. Salah satu penyebab utamanya ialah masih terus terjadinya siswa putus sekolah dasar kelas 1, 2, 3 yang kembali
buta aksara disamping memang karena berbagai hal terpaksa tidak sekolah. Masih adanya penduduk buta aksara
disinyalir memberikan kontribusi terhadap kurang suksesnya Wajar 9 tahun, karena apabila orang tua anak buta
aksara, ada kecenderungan anaknya tidak sekolah dan kalaupun sekolah sering terjadi mereka mengulang kelas dan
bahkan putus sekolah. Disamping itu, buta aksara juga memberikan kontribusi terhadap rendahnya HDI (Human
Development Index=Indeks Pembangunan Manusia) kita.
Penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun melalui Program Pendidikan
Keaksaraan melalui Pelatihan Strategi Pembelajaran membaca dapat menempuh langkah-langkah berikut:
1. Sosialisasi dan promosi tentang pentingnya Wajar Dikdas 9 Tahun,
2. Memberdayakan masyarakat untuk berperan dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun, melalui jalur nonformal,
3. Melakukan konsolidasi dengan pemerintah setempat untuk memberdayakan lembaga-lembaga pendidikan
nonformal dalam mengakomodasi kebutuhan warga masyarakat akan pendidikan,
4. Memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang belum menyelesaikan Wajar Dikdas 9 tahun,
terutama yang berusia antara 10 sampai dengan 44 tahun.

Kata Kunci: pendidikan keaksaraan, buta Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat


huruf, strategi membaca telah mengembangkan program Keaksaraan
Fungsional dalam menangani masalah buta
A. Latar Belakang huruf ini. Keaksaraan fungsional adalah
Pemberantasan buta huruf merupakan pendekatan pembelajaran baca, tulis, dan hitung
bagian integral pengentasan masyarakat dari yang terintegrasi dengan keterampilan usaha
kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, berdasarkan kebutuhan dan potensi warga belajar.
dan ketidakberdayaan dalam kerangka makro
pengembangan kualitas sumber daya manusia Tujuan program ini adalah membelajarkan
Indonesia. Pemberantasan buta huruf menjadi warga belajar agar mampu membaca, menulis,
sangat penting dan strategis, mengingat kondisi berhitung, dan berbahasa Indonesia dengan baik
pendidikan penduduk Indonesia masih rendah. dan benar sebagai dasar untuk meningkatkan
Pada tahun 2001 jumlah penduduk sekitar 202 usaha dan taraf kehidupannya. Strategi yang telah
juta, penduduk usia 10 tahun ke atas yang masih dikembangkan Direktorat Pembinaan Pendidikan
buta huruf masih ada sebanyak 18,9 juta orang Masyarakat antara lain:
dan usia 10-44 tahun sebanyak 5,9 juta orang. • Pemberantasan buta huruf dilaksanakan
di tingkat grass root yang merupakan basis/

5
kantong-kantong masyarakat buta huruf yaitu sekolah dasar kelas 1, 2, 3 yang kembali buta aksara B. Tinjauan Teori Menurut Achmady (1994) wajib belajar
tingkat RT/RW, desa / kelurahan, permukiman disamping memang karena berbagai hal terpaksa 1. Konsep Keaksaraan ala Indonesia tidak identik dengan wajib
tertentu, tempat kerja/perusahaan. tidak sekolah. Pada masa proklamasi kemerdekaan Wajib belajar (compulsory education) belajar (compulsory education) seperti yang
• Mengoptimalkan pemanfaatan infrastruktur RI sekitar 90% penduduk Indonesia manyandang merupakan kewajiban bagi anak-anak yang dipersepsikan oleh negara-negara maju
pendidikan yang ada di masyarakat, seperti buta aksara. Pemerintah dengan berbagai upaya telah berusia 6 tahun untuk memasuki yang secara ekonomi telah lebih makmur.
Madrasah, SD/SLTP Pondok Pesantren dan terus melaksanakan pemberantasan buta aksara pendidikan dasar selama beberapa tahun sesuai Dalam pengertian negara maju compulsory
lain-lain. karena buta aksara erat kaitannya dengan dengan ketentuan negara yang bersangkutan education mempunyai ciri-ciri sebagai
• Memanfaatkan peran seluruh potensi SDM, kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan (M. Dachnel Kamars, 1989: 29). berikut: (1) adanya unsur paksaan agar
seperti; guru, mahasiswa, pelajar, tokoh ketidak berdayaan. Hasilnya, sensus penduduk peserta didik bersekolah, (2) diatur dengan
Gerakan wajib belajar di Amerika Serikat
masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh tahun 1971 penduduk buta aksara usia 10 undang-undang wajib belajar, (3) tolok ukur
telah dimulai sejak 1850. Pada 1910
pemuda, tokoh perempuan / ibu-ibu. tahun ke atas tinggal 39%, tahun 1980 tinggal keberhasilan wajib belajar adalah tidak adanya
disetujui satu undang-undang yang melarang
• Mengoptimalkan peran sekolah, perguruan 28%, tahun 1990 tinggal 21%, dan tahun 2000 orang terkena sanksi karena telah mendorong
anak-anak usia sekolah bekerja pada
tinggi, lembaga kursus, lembaga pelatihan tinggal 10%. Masih adanya penduduk buta anaknya bersekolah, dan (4) ada sanksi bagi
perusahaan atau pabrik-pabrik. Pemerintah
swasta, SKB, BPKB, PKBM, balai pendidikan aksara disinyalir memberikan kontribusi terhadap orang tua yang membiarkan anaknya tidak
(dalam hal ini pemerintah distrik dan
dan pelatihan, pondok pesantren, majelis kurang suksesnya Wajar 9 tahun, karena apabila bersekolah. Konsekuensi adanya unsur
pemerintah negara bagian) wajib menye-
ta’lim dan sebagainya. orang tua anak buta aksara, ada kecenderungan paksaan beserta sanksinya di negara-negara
diakan semua fasilitas belajar bagi anak-anak
• Menggerakkan peran organisasi sosial anaknya tidak sekolah dan kalaupun sekolah maju, pemerintah berkewajiban menyediakan
usia sekolah. Khusus bagi anak-anak yang
kemasyarakatan antara lain; PKK, Dharma sering terjadi mereka mengulang kelas dan bahkan segala fasilitas pendidikan dan karena itu
berasal dari keluarga miskin diberikan
Wanita, LSM, Karang Taruna, organisasi mitra putus sekolah. Disamping itu, buta aksara juga pendidikan berlangsung cuma-cuma sampai
makan pagi dan siang. Biaya sekolah dan
Dikmas (HIPKI, HISPPI, Asosiasi Profesi), memberikan kontribusi terhadap rendahnya HDI tingkat tertentu.
buku-buku pelajaran diberikan secara gratis.
muslimat NU, pemuda Muhammadiyah, remaja (Human Development Index=Indeks Pembangunan Di Indonesia, wajib belajar 6 tahun
Orang tua yang sengaja melalaikan tugasnya
masjid, pramuka, organisasi kemahasiswaan, Manusia) kita. dicanangkan oleh Presiden Republik
tidak menyekolahkan anaknya, maka orang
KADIN, APINDO dan sejenisnya. Indonesia pada tanggal 2 Mei 1984 bagi
Jika buta aksara masih tetap tinggi, maka HDI tua tersebut akan dihukum. Batas wajib
• Program pemberantasan buta aksara anak yang berusia 7-12 tahun. Walaupun
kita tetap rendah. Sebaliknya jika buta aksara belajar di Amerika rata-rata dari umur 6
dilaksanakan secara terintegrasi dengan dicanangkan Pada tanggal 2 Mei 1984 namun
rendah, HDI kita naik. Oleh karena itu sangat tahun sampai 17 tahun, bahkan terdapat
berbagai program penyuluhan, pembimbingan, berbagai upaya telah dilancarkan sejak
diperlukan intensifikasi program pemberantasan beberapa negara bagian yang membuat batas
pendampingan pada masyarakat yang tahun 1974 yang dikenal dengan Instruksi
buta aksara. Dalam pelaksanaan program wajib belajar sampai 18 tahun.
dilakukan berbagai sektor. Presiden tentang memperbanyak bangunan
pemberantasan buta aksara, kebijakan yang Di Belanda, wajib belajar berlangsung 11
• Program pembelajaran dirancang kontekstual dan pengangkatan guru-guru SD, ungkapan
ditetapkan adalah menyelenggarakan program tahun, yaitu sejak anak berumur empat
dengan pekerjaan, minat, mata pencaharian, yang terkenal pada waktu itu adalah ”SD
keaksaraan fungsional. Artinya, bahwa dalam tahun sampai umur 15 tahun yaitu untuk
potensi sumber daya alam pertanian, Inpres”. Sejak tahun 1972 pemerintah sangat
penyelenggaraan program belajar disesuaikan menyelesaikan SD selama 6 tahun dan SMP
peternakan, perikanan, kelautan, kehutanan, gencar membangun gedung.
dengan latar belakang kehidupan, minat dan tiga tahun. Setelah seseorang menyelesaikan
usaha produk kerajinan, pertukangan dan jasa.
kebutuhan hidup sehari-hari warga belajar program SD dan SMP, maka murid tersebut Pemahaman mengenai pengertian wajib
• kegiatan pembelajaran bisa dilakukan di
sehingga kelangsungan belajar dapat dijamin. diharuskan mengikuti pendidikan wajib hanya belajar di Indonesia belum seperti di
berbagai tempat di mana saja (sekolah,
Disamping itu, dalam penyelenggaraan program dua hari seminggu selama satu tahun dengan negara-negara yang telah maju. Wajib
madrasah, masjid, mushola, gereja, balai desa,
belajar dikaitkan langsung dengan pendidikan waktu penuh (fulltime). Kelas tambahan satu Belajar 9 tahun di Indonesia mengandung
balai warga, kantor, pabrik, rumah, di tempat
keterampilan sehingga adanya peningkatan tahun disebut kelas transisi, karena setelah arti sebagai Universal Basic Education
kerja, waktunya kapan saja disesuaikan dengan
kemampuan baca tulis disertai pula dengan mengikuti program tersebut anak dengan yaitu terbukanya kesempatan secara luas
kesempatan yang ada pada warga belajar.
peningkatan keterampilan yang dapat diusahakan persetujuan orang tua akan memilih jenis dan bagi semua peserta didik untuk memasuki
• Melatih dan Menyediakan tenaga pengajar/tutor,
untuk meningkatkan pendapatannya. jenjang sekolah yang disukainya. Pendidikan dasar. Jadi, sasaran utamanya
bahan belajar seperti buku-buku/modul-modul
dan suplemen yang terkait dengan keterampilan Sasaran yang ingin dicapai ialah bahwa sampai adalah menumbuhkan aspirasi pendidikan
Di Jepang, wajib belajar hanya ditetapkan
untuk dijadikan mata pencaharian yang dapat akhir tahun 2004 sekurang-kurangnya 50% dari orang tua dan peserta didik untuk memasuki
untuk SD selama 6 tahun dan ditambah
memberikan penghasilan. jumlah penduduk buta aksara usia 10-44 tahun pendidikan dasar. Jadi, sasaran utamanya
SMP tiga tahun. Wajib belajar dijadikan
yang ada sekarang (5,2 juta orang) telah terberantas. adalah menumbuhkan motivasi orang tua
Sebagai bahan belajar program pemberantasan 9 tahun, termasuk anak-anak cacat wajib
Penetapan prioritas penduduk buta aksara usia 10- dan peserta didik yang telah cukup umur
buta aksara telah disusun dan diterbitkan modul- belajar pada sekolah-sekolah khusus.
44 tahun adalah bahwa pada usia tersebut disinyalir untuk mengikuti pendidikan.
modul keaksaraan fungsional. Biaya pendidikan pada usia wajib belajar
masih dalam usia produktif, sedangkan untuk adalah gratis. Sekolah-sekolah swasta. Adapun ciri-ciri wajib belajar di Indonesia
Kegiatan pemberantasan buta aksara telah kelompok usia 45 tahun ke atas sudah masuk adalah (1) tidak bersifat paksaan melainkan
yang melaksanakan wajib belajar tidak
lama dilakukan, dan hingga kini penyandang kelompok usia tua yang tidak diprioritaskan dalam persuasif, (2) tidak ada sanksi hukum, dan
memungut biaya karena hal tersebut
buta aksara masih terus ada. Salah satu penyebab program pemberantasan buta aksara. yang lebih menonjol adalah aspek moral,
dicantumkan dalam undang-undang pen-
utamanya ialah masih terus terjadinya siswa putus (3) tidak diatur dengan undang-undang
didikan wajib belajar.

6 Jurnal AKRAB! Volume VI Edisi 1/Juni/2015 7


tersendiri, dan (4) keberhasilan diukur sikap, keterampilan dan produktivitas sosial yang disandang, apakah peran selaku Bekal pendidikan tersebut diharapkan
dengan angka partisipasi pendidikan dasar. kerja (Ace Suryadi, 1993: 141). Jika tenaga pekerja, anggota keluarga, ataukah anggota bersifat fungsional dalam menunjang peran-
Wajib belajar pendidikan dasar mengandung kerja merupakan pemegang kapital, masyarakat. Dengan begitu, mereka yang peran utama orang dewasa, baik selaku
arti bahwa pemerintah membuka peluang mereka dapat menginvestasikan dirinya, sudah meiek aksara, bisa secara fungsional tenaga kerja, anggota keluarga maupun
seluas-luasnya bagi semua peserta didik untuk kepentingan dirinya. Peningkatan menggunakan bekal baca-tulis tersebut warga masyarakat, termasuk warga negara.
yang telah memenuhi persyaratan untuk pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk berkembang menjadi pekerja yang Dengan begitu, kualitas hidup mereka yang
memasuki jenjang pendidikan dasar, yaitu dapat meningkatkan produktivitas produktif, anggota masyarakat yang aktif dan telah melek aksara bisa meningkal, secara
6 tahun untuk tingkat SD dan tiga tahun kerja. Peningkatan pengetahuan, sikap efektif serta anggota keluarga yang baik dan sosial maupun ekonomi. Dambaan semacam
untuk tingkat SLTP. dan keterampilan dapat diperoleh di andal. Dampak sosial semacam itulah yang itulah yang mendorong tercurahnya investasi
antaranya melalui pendidikan. Semakin diharapkan (sebagai hasil) dari program » publik pada penyelenggaraan pendidikan
Salah satu konsekwensinya adalah, sejauh tinggi pendidikan semakin besar peluang pendidikan keaksaraan. Dalam hubungan keaksaraan. Ditandaskan oleh Merrifield
mempunyai kemampuan dari sumber seseorang untuk berperan serta dalam ini, Bingman, Ebert, dan Bell (1999:7) bahwa “The social impacts of literacy appear
daya, maka pemerintah dituntut untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara menawarkan empat hasil yang sepatutnya bisa to be the guiding purpose for public invesment
menyediakan sumberdaya yang diperlukan serta lebih memiliki kesadaran sebagai dicapai mclalui pendidikan keaksaraan, yaitu: in literacy education” (1998:12).
oleh peserta didik. Namun, tidak ada warga negara (Ace Suryadi 1993:141)
keharusan mutlak dari pemerintah untuk * Socio-econmic well-being (Jobs, income, Dengan demikian mandat sosial yang
menyediakan semua sumber daya yang e. Dari segi peserta didik, peningkatan survival) diemban oleh program pendidikan
diperlukan untuk melaksanakan pendidikan usia wajib belajar dari 6 tahun menjadi * Social well-being (family and commnity life) keaksaraan bukanlah sekedar untuk
dasar. Hal tersebut disebabkan pelaksanaan 9 tahun, dimaksudkan untuk lebih * Personal well-being (self esteem, life mengantarkan penyandang buta aksara
pendidikan di Indonesia merupakan meningkatkan kemampuan dan satisfaction) menjadi melek aksara. Mandatnya lebih
tanggung jawab bersama antara pemerintah, keterampilan mereka, sehingga pada * Physical well-being (health and access to jauh dari itu. Mandatnya sampai kepada
masyarakat, dan orang tua. gilirannya akan memperbesar peluang health ca-e) hasil “literate functioning”. Yang disebut
mereka untuk meningkatkan harkat dan Sejalan dengan yang telah dipaparkan di literate functioning (“melek aksara yang.
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi martabat, serta kesejahteraan hidupnya. muka, (di dunia Pendikan Luar Sekolah) termanfaatkan secara fungsional”) itu
lahirnya Wajar Dikdas 9 tahun yaitu sebagai pendidikan keaksaraan bagi orang dewasa memang bisa bersifat relatif. Makna
berikut: 2. Mandat Sosial Yang Diemban
(Adult literacy education) yang lazim pula sosialnya bisa bervariasi antara di bangsa
a. Lebih dari 60% tenaga kerja Indonesia Mengapa investasi publik dicurahkan untuk
disebut “pendidikan dasar bagi orang yang satu dan di bangsa yang lain. Walaupun
hanya berpendidikan sekolah dasar pcnyelenggaraan pendidikan keaksaraan?
dewasa” (Adult basic education) sudah demikian, makna esensialnya tetap sama,
termasuk tidak pernah mendapat Mengapa sejumlah sumberdaya (uang,
sangat umum diasumsikan mempunyai yaitu mereka yang telah memperoleh
pendidikan (Ace Suryadi, 1993: 141). tenaga, material, dan waktu) dipertaruhkan
sifat instrumental dalam rangka perbaikan pengetahuan dan keterampilan baca-tulis-
Kondisi ini jauh ketinggalan bila untuk penyelenggaraan pendidikan
sosial dan ekonomi. Kemampuan baca- hitung (menjadi) bisa memanfaatkan dan
dibandingkan dengan negara-negara lain keaksaraan? Tujuan apakah yang mau
tulis dianggap tidaklah bermakna di dalam mempraktikkannya secara fungsional
di ASEAN, apalagi dengan negara-negara dicapai? Apakah sekedar untuk mengurangi
dirinya sendiri. Kebermaknaannya terletak dalam kehidupan sehari-hari bagi keperluan
industri baru seperti Taiwan, Korea jumlah penyandang buta aksara dalam
pada dampak perbaikan sosial dan ekonomi perbaikan kualitas hidup di lingkungan
Selatan, Hongkong, dan lain-lain. masyarakat? Apakah ada tujuan lain yang
yang di timbulkannya. Itu tercermin dalam sosial dan budaya mereka masing-masing.
jauh lebih substansial (dari sekedar untuk
b. Dari segi ekonomi, pendidikan dasar 9 sinyalemen Merrifield (1998, p iv) yang Bagaimanakah memenuhi mandat sosial
mengurangi angka buta aksara)? Apakah
tahun merupakan salah satu jalan untuk menyatakan “Adult basic education lias long yang diemban oleh pendidikan keaksaraan
hasil akhir yang sesungguhnya diharapkan?
meningkatkan kualitas sumberdaya been viewed by many educators and policy tersebut? Jawabannya (ternyata) sangat
manusia yang dapat memberikan nilai Yang jelas (boleh dikatakan) tidak ada lagi makers as a tool for addressing social and bergantung pada cara pandang yang
tambah bagi pertumbuhan ekonomi. yang berfikir bahwa pendidikan keaksaraan economic problems”. Seirama dengan itu, digunakan dalam memaknai keaksaraan
hanyalah untuk mengurangi angka buta Faisal menegaskan “In short, literacy education
c. Pendidikan merupakan investasi insani itu sendiri. Dalam hubungan ini, ada cara
aksara. Sebab, meiek aksara itu sendiri or literacy program is widely conceptulized
(human investment). Oleh karena itu, pandang lama, dan ada puia cara pandang
bukanlah tujuan akhir. Keaksaraan bukanlah as an effort to serve adult to acquire the
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun baru. Cara pandang lama bisa disebut
untuk keaksaraan itu sendiri. ”Literacy is not basic educational skills necessary for literate
perlu diterapkan secara merata dan sebagai paradigma lama dalam pendidikan
for its own sake”, kata Manified (1998:20). functioning. The ultimete goal is to improve the
secara adil, baik di perkotaan maupun di keaksaraan, sedangkan cara pandang
Kemampuan baca-tulis hanyalah alat atau quality of life of partisipants (2001, p.l).
pedesaan. Pemerataan untuk memperoleh baru bisa dinyatakan sebagai paradigma
instrumen. la sekedar bekal atau modal yang
kesempatan belajar yang lebih baik dapat Berdasarkan pola pikir tersebut, pendidikan baru dalam pendidikan keaksaraan. Cara
bisa dan perlu dimanfaatkan sefungsional
meningkatkan akses ekonomi yang merata keaksaraan dipandang (bertugas) membe- pandang baru itulah yang menjadi pusat
mungkin dalam kehidupan nyata sehari-
dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat. rikan bekal kemampuan bersifat dasar perhatian makalah ini.
hari. Dengan berbekalkan kemampuan baca-
yang nantinya dapat diterapkan dan 3. Cara Pandang Baru
d. Menurut teori Human Capital tenaga tulis, seseorang dapat memanfaatkannya
dimanfaatkan untuk meningkalkan kualitas
kerja dianggap sebagai pemegang kapital. dalam praktik kehidupan sosial dan budaya Dalam belasan tahun terakhir ini,
hidup dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Hal ini tercermin melalui pengetahuan, sehari-hari sesuai dengan tuntutan peran

8 Jurnal AKRAB! Volume VI Edisi 1/Juni/2015 9


berkembang cara pandang baru yang sangat dipandang tidak tunggal, melainkan kaian kegiatan usaha tani yang dilakukan tuntutan konteks yang melingkunginya.
kontras (radikal) berbeda dengan cara beraneka ragam, bergantung tuntutan praktik * Mencatat semua jenis dan jumlah Seperti dinyatakan Gee, keaksaraan bukanlah
pandang lama dalam memaknai keaksaraan. keaksaraan di masing-masing konteks sosial. pengeluaran untuk ongkos produksi ”something we do with our heads” melainkan
Sebelumnya, pada cara pandang lama, * Mencatat jenis dan jumlah ”something to do with social, institutional, and
Mengapa keaksaraan lebih dilihat sebagai cultural relationships” (1996, p.l).
keaksaraan sangat kental dimaknai sebagai praktik sosial? Mengapa keaksaraan pendapatan yang diperoleh
ketrampilan teknikal. Kecakapan baca-tulis dinyatakan tidak tunggal, melainkan * Mencatat hutang piutang Cara pandang baru ini tentu saja menghajatkan
ditempatkan sebagai kemampuan spesifik di beranekaragam? Apakah tuntutan praktik » Mencatat nama, alamat serta nomor hadirnya pendidikan keaksaraan yang aneka
ranah kognitif, yang apabila telah dikuasai keaksaraan itu memang benar-benar telepon segenap mitra usaha taninya ragam, yaitu sesuai dengan aneka ragamnya
(menjadi mahir baca-tulis) diyakini akan beranekaragam, bergantung pada domain » Membaca panduan bertani berbagai domain konteks sosial) yang ada, diantaranya
dengan sendirinya bisa diterapkan di mana atau konteks sosialnya masing-masing? jenis tanaman seperti keaksaraan keluarga, keaksaraan lokal,
pun dan kapan pun. Baca-tulis, sebagai » Membaca pedoman pemupukan tanaman keaksaraan kaum perempuan, keaksaraan.
suatu keterampilan teknikal, dianggap Ilustrasi ekstrimnya bisa disimak pada kaum tani pedesaan, dan sebagainya. Di
konteks sosial masyarakat akademis di » Membaca aturan pakai berbagai jenis
sebagai suatu alat bersifat umum yang obat anti hama sini, apa pun ragamnya, sangat penting
pemakaiannya bisa dialihkan (transferable) tingkat pasca sarjana. Praktik keaksaraan (memulainya) bertolak dari tuntutan praktik
dan konteks yang satu ke konteks yang yang sehari-hari mcnjadi keperluan dan Berdasarkan ilustrasi yang telah disebutkan keaksaraan di konteks sosial bersangkutan,
lain. Di sini, keaksaraan dianggap tunggal, perlu dilakukan adalah membaca buku tadi, nyata sekali bahwa praktik keaksaraan dan mempedulikan tujuan-tujuan yang
tak terikal konteks. Siapa pun yang lelah teks yang umumnya berbahasa Inggeris. melibatkan perilaku baca-tulis yang menjadi keperluan warga belajar itu sendiri.
menguasai keterampilan teknikal tersebut Juga, suatu keperluan untuk bisa mengakses kandungan dan kebermaknaannya ditentukan Dengan demikian, teks dan aktivitas belajar
(diyakini) tinggal ”memanggilnya dari berbagai bahan yang dibutuhkan dari oleh, dan menjadi bagian dari konteks baca-tulis menjadi benar-benar autentik,
otak” bila mau memakai, menerapkan, internet. Selain itu, juga perlu menyusun kehidupan sosial dan budaya seseorang. yaitu sesuai dengan hajat kehidupan riil
atau memanfaatkannya di konteks sosial berbagai rupa makalah serta karya ilmiah Karenanya, menjadi sangat beralasan bila warga belajar sehari-hari.
apa pun. Seiring dengan itu, kemampuan lain, yang mau tak mau harus menggunakan Barton dan Hamilton (1998:7) menyatakan: Pemikiran tersebut menuntut sedemikian
baca-tulis juga dianggap sebagai suatu komputer. Karenanya, peristiwa keaksaraan » Literacy is best understood as a set of social pentingnya menghadirkan “dunia nyata”
kompetensi fungsional. Begitu seseorang yang sehari-hari (bisa disaksikan) dilakukan practices yang dialami atau dihadapi sehari-hari untuk
menguasai kecakapan baca-tulis dianggap oleh mahasiswa beserta dosen di tingkat » Literacies are associated with different “dibaca” di dalam pendidikan keaksaraan.
akan dengan sendirinya termanfaatkan pascara sarjana adalah membaca buku teks domains of life Dunia nyata keseharian yang dihadirkan
secara fungsional bagi perbaikan kualitas berbahasa Inggeris, mengakses berbagai » Literacy practices are patterned by social untuk “dibaca” itu bukan hanya dalam
hidup dalam kehidupan nyata sehari-hari. bahan dari internet, dan menyusun makalah institutions and power relationship, and pengertian “menghadirkan materi pelajaran”
serta karya ilmiah lain dengan menggunakan some literacies become more dominant, keaksaraan yang sesuai dengan kebutuhan
Cara pandang lama yang demikian itu, komputer. Dengan begitu, siapa pun yang visible and influential than others dalam dunia nyata di sesuatu konteks.
olch Street (1984) diberi label ’’autonomous tak mahir membaca buku teks berbahasa » iteracy practices are purposeful and Tetapi juga mengandung pengertian untuk
view a literacy”. Disebut dengan ”julukan” Inggris, tak mahir ’berinternet”, tak mahir embedded in broader social goals and “membaca dunia nyata” keseharian itu
demikian karena sangat kental menganggap komputer, dan tak mahir menyusun makalah cultural practices sendiri, dengan mempersoalkan secara kritis
keaksaraan sebagai keterampilan teknikal atau karya ilmiah lain (dalam kenyataan » Literacy is historically situated berbagai segi dan seluk-beluknya. Dengan
yang memiliki daya otonom di dalam riil sehari-hari) tergolong buta aksara atau » Literacy practices change, and new ones begitu, pendidikan keaksaraan menjadi
dirinya sendiri. Keaksaraan dianggap bisa illiterate di lingkungan masyarakat akademis are frequently acquired through processes of tidak hanya berurusan dengan olah otak
dengan sendirinya dialihkan penerapannya tingkat pasca sarjana. informal learning and sense making. untuk bisa “baca kata”, melainkan juga asah
dari konteks yang satu ke konteks yang Itu menunjukkan bahwa keaksaraan sebagai otak untuk bisa “membaca dunia” yang
lain. Keaksaraan juga dianggap bisa dengan Apakah praktik keaksaraan yang demikian berada di balik kata kata yang dibaca.
suatu praktik sosial memang tidak tunggal,
sendirinya bersifat fungsional bagi keperluan itu juga berlaku di domain atau konteks melainkan beraneka ragam. Itulah yang
sosial yang lain (seperti rumah, sekolah, Menghadirkan dunia nyata keseharian untuk
kehidupan nyata sehari-hari, termasuk lazim disebut dengan label multiple literacies. “dibaca” secara serempak seperti disebutkan
untuk menghasilkan perbaikan kualitas kantor, pabrik, gereja, dan sebagainya)? Keaksaraan yang beranekaragam. Berbeda tadi juga mcrupakan karakteristik esensial
hidup, baik secara sosial maupun ekonomi. Jawabannya jelas tidak. Masing-masing domain (konteks sosial) akan berbeda pula dari pendidikan keaksaraan kritis (critical
domain atau konteks sosial ”memiliki peristiwa dan praktik keaksaraan yang literacy). Dan, keaksaraan kritis itu sendiri
Belakangan ini muncul cara pandang baru praktik keaksaraan sendiri-sendiri, sesuai
yang sangat berlainan (bahkan bertolak dihajadkannya. Karenanya, seseorang boleh sangat lazim dilabelkan dengan keaksaraan
dengan tuntutan kehidupan sosial dan jadi tidak hanya memerlukan satu jenis ideologis. Oleh sebab itu, cara pandang baru
belakang) dengan cara pandang lama budaya di konteks sosial bersangkutan.
yang telah disebutkan tadi. Dalam cara keaksaraan, melainkan beberapa sesuai .ini memang berhimpitan sedemikian rupa
Dalam konteks sosial masyarakat petani, dengan konteks sosial dimana ia terlibat. dengan pemikiran keaksaraan kritis dan
pandang baru ini, keaksaraan tidak dilihat misalnya, praktik keaksaraan yang menjadi
sebagai seperangkat keterampilan teknikal Keaksaraan sebagai suatu praktik sosial keaksaraan ideologis. Karenanya, pendidikan
keperluan sosial dan budaya mereka keaksaraan yang menggunakan cara pandang
atau kompetensi fungsional, melainkan memang senantiasa bersifat kontekstual.
barangkali akan berkisar pada: baru ini dikenal dengan berbagai sebutan.
lebih dilihat sebagai praktik sosial bersifat la merupakan sesuatu yang dilakukan,
» Mencatat waktu pelaksanaan berbagai rang- diperbuat, dipraktikkan sesuai dengan tcrmasuk dengan sebutan keaksaraan kritis
kontekstual. Karenanya, keaksaraan
dan ideologis. Sebutan lainnya adalah multiple

10 Jurnal AKRAB! Volume VI Edisi 1/Juni/2015 11


literacies, sociocultural theories of literacy, praktik pendidikan keaksaraan (diyakini) Desa Pamekaran yang terletak di Kecamatan baik dalam teknis penyiapan pelaksanaan
contextual literacy, literacy as social practice. akan bisa menghasilkan praktik keaksaraan Soreang Kabupaten Bandung tergolong ke kegiatan pelatihan tersebut.
yang fungsional, berkelanjutan dalam dalam desa yang sudah maju. Letaknya yang Mulai dari penyiapan kegiatan secara
Melalui proses belajar “membaca kata” dan berada di Ibu Kota Kabupaten menunjukkan
“membaca dunia kehidupan nyata” semacam kehidupan riil sehari-hari, dan berdampak administrasi maupun secara teknis panitia
bagi perbaikan kualitas hidup seseorang. bahwa desa Pamekaran merupakan desa pelaksana bahu membahu bekerjasama
yang disebutkan tadi, bisa diharapkan tercipta paling maju. Berdasarkan informasi yang
pendidikan keaksaraan yang relevan secara Yang disebutkan terakhir itu bukanlah sekedar mempersiapkan kegiatan dengan baik.
diperoleh dari kepala desa dan beberapa Sarana dan prasarana kegiatan disiapkan
budaya dan memberdayakan secara sosial bersifat teoretis. Menurut Purcell-Gates, telah informasi lain yang dihimpun oleh
(Degener, 2001:26). Pendidikan keaksaraan cukup banyak dan luas hasil penelitian yang oleh perangkat desa dengan baik. Berkaitan
panitia, menginformasikan bahwa kondisi dengan materi, metode dan pelaksanaan
semacam itulah yang nyaring disuarakan membuktikannya secara empiris (2000:4). pembangunan desa Pamekaran mengalami
sejumlah pakar seperti Averbach (1989), Penelitian Purcell-Gates sendiri tentang hasil kegiatan disiapkan panitia dari UPI.
kemajuan yang cukup berarti. Penyediaan konsumsi dan keperluan lainnya
Freire (1993), Shor (1992), Lankshirdan pendidikan keaksaraan keluarga (2000) juga
McLaren (1993), dan Quigley (1997). memperlihatkan bukti serupa. Berdasarkan Dalam bidang pendidikan masyarakat desa disiapkan melalui kerjasama dengan pihak
Pamekaran juga menunjukkan kondisi yang desa Pamekaran.
Untuk memenuhi karakteristik esensial kerangka fikir keaksaraan keluarga (lihat
sudah baik. Walaupun masih belum merata, Permasalahan yang dihadapi dalam
yang dimaksudkan tadi, diperlukan tipe gambar 1), orang tua haruslah efektif sebagai masih ada sebagian yang menunjukkan
pendidik terpenting bagi kesuksesan anak- kegiatan Pelatihan Strategi Membaca untuk
pendidikan keaksaraan yang konten kondisi yang memuaskan. Dari 15 RW yang percepatan Penuntasan Buta huruf bagi
atau materinya relevan dengan tuntutan anaknya disekolah. Karenanya, orang tua ada rata-rata masih ada yang mengalami
perlu melek aksara yang memungkinkan Masyarakat desa Pamekaran sesungguhnya
kehidupan dalam dunia nyata warga belajar. putus sekolah atau tidak sekolah sama sekali. berupa kendala teknis antara lain :
Bersamaan dengan itu, juga perlu sarat mereka menjadi pembimbing belajar bagi Sehingga masih ditemukan beberapa warga
dengan sifat dialogis, yang mencerminkan anak-anaknya di rumah. Dengan begitu, anak- masyarakat yang belum bisa baca tulis. a. Kurangnya informasi yang disampaikan
tingginya keterlibatan warga belajar anak mereka menjadi lebih berprestasi dan oleh pihak desa kepada warga
sukses di sekolah, sehingga keluarga mereka Kondisi kemampuan membaca warga masyarakat mengenai kegiatan pelatihan
untuk bisa menyalurkan daya kritis dan masyarakat secara rata-rata menunjukkan
rasa ingin tahu mereka, termasuk rasa juga menjadi keluarga sukses. Mandat tersebut mengakibatkan tidak semua warga
dipikul oleh pendidikan keaksaraan keluarga. kondisi yang baik. Beberapa warga masyarakat masyarakat yang diundang hadir.
ingin “bersuara” tentang dunia nyata yang belum bisa membaca dari program-
yang mereka hadapi. Bila dimensi “life- Lingkaran kesuksesan yang dimandatkan b. Karena merasa bukan bagianya, para
program desa ada upaya untuk selalu pengurus tidak bisa mengikuti kegiatan
conlexlulizea” dan “dialogical” tersebut itu ternyata bisa dipenuhi oleh program meningkatkan kemampuan membaca dengan
keaksaraan keluarga. sampai dengan selesai.
benar-benar teraktualisasi dalam proses mengikutkan ke dalam sanggar-sanggar c. Kurangnya partisipasi dari dosen di
pendidikan keaksaraan maka tidak hanya Program pendidikan keaksaraan di kegiatan belajar di PKBM dan lain-lain. Program studi Manajemen Perkantoran,
akan mencerdaskan dan memberdayakan, Indonesia juga bisa menuai cerita sukses Kehadiran tim Pengabdian Pada Masyarakat diakibatkan karena kesibukan dan
tetapi juga akan melanggengkan praktik bila betul-betul mau menerapkan (secara dari Universitas Pendidikan Indonesia kegiatan lain yang bersamaan waktunya.
keaksaraan (selaku praktik sosial) dalam sungguh-sungguh, terencana dan konsisten) memberikan suasana yang berbeda. Tim P2M d. Jauhnya jarak antara UPI dan Soreang
kehidupan nyata sehari-hari. cara pandang baru yang ditawarkan ini. UPI yang datang dalam rangka pelaksanaan mengakibatkan tidak semua dosen bisa
Pendidikan keaksaraan yang disesuaikan Semoga saja demikian. Kegiatan Pelatihan Strategi Membaca untuk hadir.
dengan tuntutan konteks sosial dunia Gambar 1. Kerangka Pikir Keaksaraan keluarga Percepatan Penuntasan Buta Huruf bagi
Masyarakat Pamekaran Kabupaten Bandung, 3. Solusi permasalahan
kerja kaum tani, misalnya, akan membuat Beberapa permasalahan yang pada dasarnya
para petani menjadi bisa dan terbiasa telah membantu desa terutama dalam
memberikan dan menanamkan kesadaran kendala-kendala teknis pelaksanaan kegiatan
mempraktikkan keaksaraan dalam dunia nyata dapat diatasi dengan baik. Solusi yang
keseharian mereka. Selain itu, bisa diharapkan warga akan pentingnya penuntasan buta
huruf. dilakukan ialah dengan cara bekerja sama
berkembang berbagai rupa pemahaman dan dengan baik antara pihak desa Pamekaran
kesadaran kritis tentang dunia nyata yang Warga masyarakat dan para staf pengurus dengan panitia dari UPI. Pihak desa
mereka hadapi, misalnya yang terkait dengan desa begitu antusias dalam merancang dan pamekaran melalui koordinasi dengan pihak
masalah pupuk, harga dasar gabah, dan melaksanakan kegiatan pelatihan strategi kepala desa memerintahkan warganya untuk
sebagainya. Hasil pemahaman dan kesadaran membaca tersebut. Pengurus desa sangat hadir dalam kegiatan tersebut hingga selesai.
kritis dimaksud bisa menjadi pangkal kooperatif dalam pelaksanaan kegiatan Warga masyarakat dan pihak pengurus desa
bergulirnya berbagai upaya praktis maupun tersebut. Pamekaran mengikuti dan berpartisipasi
strategis untuk menanggulangi permasalahan- 2. Permasalahan sampai acara selesai.
permasalahan yang membelenggu ketakber- Secara riil sebenarnya tidak ada masalah yang Sementara Panitia pelaksana dari Program
dayaan mereka selama ini. berarti dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan Studi Pendidikan Manajemen Perkantoran
FOR FAMILY SUCCESS tersebut. Secara teknis pihak desa dan
Kedua dimensi yang disebutkan di muka, UPI, setelah selesai kegiatan di Pamekaran
relevan tuntutan praktik keaksaraan di masing- C. Hasil dan Pembahasan perangkatnya sangat kooperatif. Perangkat Soreang segera menindak lanjuti perumusan
masing konteks kehidupan, dan sarat bersifat 1. Gambaran Kemampuan Baca Masyarakat desa sangat antusias dan bekerjasama dengan dan menganalisis hasil-hasil pelatihan di UPI.
dialogis, bila benar-benar dihadirkan dalam Pamekaran

12 Jurnal AKRAB! Volume VI Edisi 1/Juni/2015 13


4. Analisis Evaluasi Tim Pelaksana Pengabdian Pada Masyarakat
Setelah dilakukan evaluasi secara keseluruhan berhasil merumuskan pointer-pointer hasil kegiatan
maka dapat dianalisis sebagai berikut; Pelatihan yang dirumuskan dalam laporan kegiatan
Berdasarkan persiapan yang dilakukan panitia dan rumusan artikel sebagai persyaratan Pengabdian
pelaksanaan melaksanakan bisa sesuai dengan pada Masyarakat kepada Lembaga Pengabdian
perencanaan, pembiayaan juga sesuai dengan Universitas Pendidikan Indonesia.
anggaran. Pemateri dan peserta juga sesuai
dengan perencanaan. Kendala ada berkaitan Berkaitan dengan seluruh kegiatan yang
secara teknis mengenai peserta yang kurang sudah dilaksanakan maka untuk menunjang
maksimal datang namun hal itu bisa diatasi keberlangsungan dan kemanfaatan dari kegiatan
dengan baik. Pelatihan Strategi Membaca untuk Percepatan
Penuntasan Buta Huruf bagi Masyarakat desa
Secara praktis pelaksanaan dapat berjalan Pamekaran Kabupaten Bandung, maka terus
dengan lancar dan baik bila diamati secara dibentuk jaringan kerjasama yang baik antara pihak
teliti maka dapat diperoleh keterangan desa Pamekaran dengan pihak UPI pada umumnya
sebagai berikut : dan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat
a. Pengamatan langsung atas pelaksanaan khususnya.
kegiatan, tidak ada halangan yang berarti, Melalui kerjasama yang terjalin antara lembaga
panitia pelaksana, pihak desa Pamekaran di UPI dengan desa Pamekaran akan terjadi
dan warga masyarakat dapat bekerjasama simbiosis yang saling menguntungkan dalam rangka
dengan baik. penuntasan buta huruf secara nasional.
b. Peer review atas hasil tugas kelompok,
berdasarkan pengamatan dalam DAFTAR PUSTAKA
pelaksanaan antara penyaji, instruktur, Aurbach, E.R. (IW)) “Toward a Social Contextual Approach to
panitia dan warga masyarakat sebagai Family Literacy”. Harvard Education Review. 59(2):
peserta bisa terjadi proses pembelajaran 165-181.
yang interaktif. Bigham, Mary Beth et.al. (2000). ^Outcomes of Participation in
Adult Basic Education, Cambridge. NCSALL
c. Memeriksa hasil latihan tersebut untuk
Degener, S.C. (2001). “Making Sence of Critical Paedagogy’ in
dijadikan bahan masukan dalam kegiatan Adult Literacy Educational”. Cambridge NCSALL.
pelatihan berikutnya; pemeriksaan hasil Faisal, S. (2001). Curricula of Literacy Program. Paper Presented
kegiatan oleh panitia dapat dijalankan in The Session of Intemasional Workshop ofISESCO on
Literacy. Malang: STAIN Malang.
dengan baik, sehingga pada diskusi
Freiri, P. (1993). Paedagogy of The Oppressed. New York:
perumusan hasil diperoleh informasi yang Continuum.
cukup baik. Gates, V.P., Sophi, D. & Erik, J. (.1998). U.S. Adull Literacy
Program Practice: A Typology Across Dimensions of
D. Kesaimpulan Life-Contextualized/Decontextualized and Dialogic/
Kerjasama yang baik antara panitia pelaksana Monologic. Cambridge: NCSALL.
dan pihak desa Pamekaran dan Warga masyarakat Gee, J.P. (i 990). Social Linguistics and Literacies. Briston, P.A: The
Palmer Press.
desa Pamekaran telah memberikan kontribusi yang
Lankshear, C., and Mi:! :u-en, P. (Eds.). (1993). Critical Literacy:
sangat besar dari keberhasilan kegiatan Pelatihan Politics, Praxis, and the Post-Modern. Albany NY: State
Strategi Membaca untuk Percepatan Penuntasan University of New York.
Buta Huruf bagi masyarakat desa Pamekaran Marrifield, J. (1998). Contested Ground: Performance Accountability
in Adult Basic Education. Cambridge: NCSALL.
Kecamatan Pamekaran kabupaten Bandung.
Purcell-Gates. (2000), Affecting Change in Literacy Practice of
Secara umum kegiatan berjalan dan berhasil Adult Leaners.
dengan baik. Panitia pelaksana berhasil melaksanakan Cambridge NCSALL.
kegiatan pelatihan sesuai dengan perencanaan. Pihak Quigley, B. A. (1997). Rethinking Literacy Education: The Critical
Need for Practice-Based Change. San Fransisco: Jossey-
desa Pamekaran merasa terbantu dengan kehadiran Bass.
Tim Pelaksana Pengabdian Pada Masyarakat dari Shor, J.(1992). Empowering Education: Critical Teaching for Socisi
Program Studi Pendidikan Manajemen Perkantoran. Change. Chicago:
Warga masyarakat merasa sangat terbantu karena University of Chicago Press.
dengan kehadiran Tim Pengabdian dari UPI. Mereka Street, B. (1984). Literacy in Theory and Practice. Cambridge:

bersemangat dan temotivasi dalam kegiatan tersebut. Cambridge University Press.

14 Jurnal AKRAB! Volume VI Edisi 1/Juni/2015

Anda mungkin juga menyukai