OLEH:
KELOMPOK 1
20
2.Gambaran Umum Sampel
1. Anak Balita
a. Status Gizi
1) Indeks BB/U
Tabel 1
Distribusi Anak Balita Berdasarkan Status Gizi (BB/U)
2) Indeks TB/U
Tabel 2
Distribusi Anak Balita Berdasarkan Status Gizi (TB/U)
Kategori Status Anak Balita
(n) (%)
Gizi
Tinggi - -
Normal 3 60
Pendek 1 20
Sangat Pendek 1 20
Total 5 100
21
a. Indeks BB/TB
Tabel 3
Distribusi Anak Balita Berdasarkan Status Gizi BB/TB
3) Indeks IMT/U
Tabel 4
Distrinbusi Anak Balita Berdasarkan Status Gizi (IMT/U)
Tabel 5
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pengetahuan Gizi
22
Tabel 5 diatas menunjukan bahwa berdasarkan kategori pengetahuan
gizi sebagian besar ibu balita 80%) berpengetahuan kurang, selanjutnya
berpengetahuan baik (20%).
Tabel 6
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pola Asuh
kategori Pola Asuh Ibu Balita
(n) (%)
Ibu
Baik - -
Cukup 1 20
Kurang 4 80
Total 5 100
Tabel 7
Distribusi Pada Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit ISPA
Table 7 diatas menunjukan bahwa kategori riwayat penyakit ISPA sebagian , besar
yang tidak menderita penyakit ISPA sebesar 100%.
1) Penyakit Diare
Tabel 8
Distribusi Pada Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit Diare
23
Kategori Riwayat Pada Balita
(n) (%)
Penyakit Diare
Menderita - -
Tidak menderita 5 100.0
Total 5 100
Tabel 9
Distribusi Pada Balita Berdasarkan Kepemilikan KMS
2) Pemberian Vitamin A
Tabel 10
Distribusi Pada Balita Berdasarkan Riwayat Pemberian Vitamin A
24
3) Pemberian Imunisasi
Tabel 11
Distribusi Pada Balita Berdasarkan Riwayat Pemebrian Imunisasi
a. Sanitasi
Tabel 13
Distribusi Pada Balita berdasarkan Sanitasi
25
Kategori Sanitasi Pada Balita
(n) (%)
Bersih 3 60
Kurang bersih 2 40
Total 5 100
Tabel 14 diatas menunjukan bahwa kategori asupan energy sebagian besar 80%)
kurang, selanjutnya asupan energy baik sebesar 20%.
2) Asupan Protein
Tabel 15
Distribusi Balita Berdasarkan Asupan Protein
Tabel 15 diatas menunjukan bahwa kategori asupan protein sebagian besar (60%)
baik, sedangkan asupan protein kurang sebesar 40%.
26
Tabel 16
Distribusi Balita Berdasarkan Pola Makan
Tabel 16 diatas menunjukan bahwa kategori pola makan sebagian besar (49%)
cukup, selajutnya pola makan kurang sebesar 26.7%
Tabel 17
Distribusi Balita Berdasarkan Pendapatan Keluarga
Kategori Balita
(n) (%)
Pendapatan
Keluarga
Cukup 4 80
Kurang 1 20
Total 5 100
a. Pembahasan .
1. Status Gizi Balita
Status gizi balita menjadi salah satu indikator untuk menilai kesejahteraan
masyarakat. Kondisi status gizi balita dapat memprediksi bagaimana output SDM
di masa mendatang. Untuk menjadi calon penerus dalam membangun bangsa yang
unggul dibutuhkan status gizi yang baik. Menurut Black, et al. (2013), sebesar 45%
kematian balita dikarenakan kekurangan gizi (Black, et al., 2013).
Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia pada tahun 2013 sebesar
19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Terjadi perubahan
27
prevalensi yang ditunjukkan pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% pada tahun
2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Begitu pula dengan tahun 2013
prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% sedangkan dari tahun 2007 dan tahun 2010
tetap dalam angka 13% (Balitbangkes, 2013).
Berdasarkan data yang dikumpulkan di Kelurahan Puuwatu untuk
indikator BB/U terlihat bahwa tidak memeiliki permasalahan gizi,dengan kategori izi
bak 100% ,untuk indikator TB/U terlihat bahwa 20% anak balita mengalami status
gizi pendek dan sangat pendek 20%, untuk indikator BB/TB terlihat bahwa 20%%
mengalami status gizi Gemuk dan . Sedangkan untuk indikator IMT/U terlihat bahwa
40% mengalami status gizi gemuk dan 2. Hal ini diketahui dari hasil pengukuran
tinggi badan dan penimbangan berat badan anak balita yang ada di Kelurahan
Puuwatu yang dilakukan selama satu minggu yakni pada tanggal 08-12 desember
2020.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di Kelurahan Puuwatu
kemungkinan masalah gizi yang terjadi, diakibatkan oleh orang tua balita yang sangat
sibuk dikebun, seperti yang diketaui hampir 80% yang sibuk bertani dan bercocok
tanam, selain itu pola asuhnya tidak baik karena orang taunya sibuk sehingga tidak
teratur asupan energy selain itu pola makanan balita sangat mempengaruhi status
gizi anak balita tersebut.
Sepeti yang kita ketahui Status gizi kurang berdampak pada balita di masa
mendatang. Gizi kurang juga tidak hanya berdampak pada jangka pendek seperti
kerentanan balita terhadap penyakit infeksi, kemampuan bertahan hidup yang
rendah, IQ rendah, kemampuan kognitif rendah dan juga kematian tetapi juga
berdampak pada jangka panjang yaitu memengaruhi kecerdasan calon generasi
penerus, serta kualitas dan produktivitas sumber daya manusia bahkan bisa
menyebabkan kematian. (Pelletier dan Frongillo, 2013).
b. Pola Makan
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam prngaturan jumlah dan jenis
makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan kesehatan,
status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan
didefinisikan sebagai karakeristik dari kegiatan yang berulang kali makan individu
atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan. (Sulistyoningsih,
2011).
Secara umum pola makan memiliki 3 komponen yang terdiri dari: jenis,
frekuensi, dan jumlah makanan.
a) Jenis makan
29
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok pokok yang dimakan setiap hari terdiri dari
makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah yang dikonsumsi setiap hari
makanan pokok adalah sumber makanan utama di Negara Indonesia yang dikonsumsi setiap
orang atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jagung, sagu, dan umbi-umbian,
dan tepung. (Sulistyoningsih,2011).
b) Frekuensi makan
Frekuensi makana adalah beberapa kali makan dalam sehari mmeliputi makan pagi, makan
siang, makan malam dan makan selingan (Depkes, 2013).
c) Jumlah makan
Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimmakan dalam setiap orang atau setiap
individu dalam kelompok. (Willy, 2011).
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pola makan anak balita di
Kel.puuwatu terdapat 40 % dengan pola makan cukup. Sedangkan kurang 60% Seperti yang
kita ketahui pola makan yang kurang di kel .puuwatu disebakan karena orang tua yang sibuk
dengan kegiatan diluar ruamah seperti berkebun dan sebagian ibu yang diwawancarai ada
yang mengatakan anaknya jarang makan dan jenisnya sembarangan.
Selain itu yang kita ketahui pola makan merupakan faktor yang berhubungan
langsung dengan status gizi, konsumsi makan yang rendah kualitas maupun rendah gizi
mengakibatkan kondisi atau keadaan gizi kurang (Damaiyanti, dkk, 2016).
d. Tingkat Pendapatan
31
Tingkat pendapatan adalah total jumlah pendapatan dari semua anggota
keluarga, termasuk semua jenis pemasukan yang terima oleh keluarga dalam
bentuk uang, hasil ,menjual barang, pinjaman dan lain-lain (Thaha, 1996 dalam
Rasifa 2006).
Menurut Madanijah (2004) peningkatan pendapatan merupakan salah satu
faktor yang memberikan peluang untuk membeli pangan kualitas maupun kuantitas
yang lebih baik. Besar kecilnya pendapatan keluarga berpengaruh terhadap pola
konsumsi. Penghasilan keluarga akan menentukan daya beli keluarga termasuk
makanan , sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia
dalam rumah tangga dan pada akhirnya mempengaruhi asupan zat gizi (Suhardjo
dalam Yuliati, 2008).
Berdasarkan tabel diatas di Kelurahan Puuwatu terdapat 64,4% dengan
tingkat pendapatan cukup, 80% dengan tingkat pendapatan kurang 20%. Dan selain
itu dapat dilihat di masyarakat di Kelurahan Puuwatu memiliki tingkat pendapatan
yang tinggi karena selain mempunyai pekerjaan masyarakat juga mempunyai hasil
pendapatan dari perkebunan dan hasil buruh .
Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup,
akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makanan
sehari- hari , sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan
pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsusi
makanan jenis siap santap ( fast food), seperti ayam goreng, bakso , hamburger dan
lain-lain, telah meningkat tajam terutama dikalangan remaja, generasi mudah dan
kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.
e. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan
akan gizi .Orang yang memiliki tingkat pendidikan hanya sebatas tamat SD, Tentu
memiliki pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan orang dengan tingkat
pendidikan tamat SMA atau Sarjana .Tetapi sebaliknya ,seseorang dengan tingkat
pendidikan yang tinggi sekalipun belum tentu memiliki pengetahuan gizi yang cukup
jika dikatakan ≥ 60 % sedangkan Pengetahuan di katakan kurang jika ≤ 60 /% . jika
ia jarang mendapatkan informasi mengenai gizi,baik melalui media iklan
,penyuluhan ,dan lain sebagainya. Tetapi, perlu diingat bahwa rendah–tingginya
pendidikan seseorang juga turut menentukan mudah tindaknya orang tersebuat
32
dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka
peroleh.Berdasarkan hal ini ,kita dapat menentukan metode penyuluhan gizi yang
tepat. Di samping itu, dilihat dari segi kepentingan gizi keluarga,pendidikan itu
sendiri amat di perlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi
di dalam keluarga dan dapat mengambil tindakan secepatnya .( Apriadji 1986 ).
Pengetahuan gizi sangat penting, dengan adanya pengetahuan tentang zat
gizi maka seseorang dengan mudah mengetahui status gizi mereka .Zat gizi yang
cukup dapat dipenuhi oleh seseorang sesuai dengan makanan yang dikonsumsi
yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan .Pengetahuan gizi dapat
memberikan perbaikan gizi pada individu maupun masyarakat (Suhardjo, 1986).
Berdasarkan tabel diatas pengetahuan ibu balita terdapat 80% dengan
pengetahuan kurang dan hanya 20% dengan pengetahuan baik. Di sebabkan karena
banyak ibu balita di Desa Puasana dengan tingkat pengetahuan tentang kesehatan
dan pemahaman ibu tentang kebutuhan zat gizi balita masih kurang .
Pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi yang kurang, akan menyebabkan
seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makanan sehari- hari, sehingga pemilihan
suatu bahan makanan lebih didasarkan pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi.
f. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya ynag diselenggarkan secara sendiri
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perseorangan , keluarga, kelompok dan atau pun
masyarakat. Levey dan Loomba ( dalam Azwar 1996 : 35)
Kementerian Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi
(PPI) pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit pada anak . Program
imunisasi untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31)
pada anak yang tercakup dalam PPI adalah satu kali imunisasi BCG, Tiga kali
imunisasi DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak
(Riskesdas , 2010).
Untuk setiap jenis imunisasi , anak disebut sudah mendapat imunisasi
lengkap bila sudah mendapatkan semua jenis imunisasi satu kali BCG, tiga kali DPT-
HB, empat kali polio, dan satu kali imunisasi campak. Oleh karena jadwal imunisasi
untu BCG, polio,DPT-HB, dan campak yang berbeda, bayi umur 0-11 bulan tidak
33
dianalisis cakupan imunisasi. Hai ini di sebabkan bila bayi umur 0-11 bula
dimasukkan dalam analisis, dapat memberikan intervensi yang berbeda karena
sebagian bayi belum mencapai umur untuk imunisasi tertentu, atau belum
mencapai frekuensi imunisasi tiga kali (Riskesdas, 2010.
Berdasarkan table di atas dapat di ketahui bahwa anak balita 100,0%
mendapatkan kafsul vitamin A dan untuk indicator imunisasi yaitu 40% lengkap
sesuai umur, dalam kategori imunisasi tidak lengkap sesuai umur yaitu 20%.tidak
lengkap 0%,tang tidak ada data 20%
Dari table di atas bahwa yang kepemilikan KMS ya, dapat menunjukan KMS
yaitu 33,3% dan ya tidak dapat menunjukan KMS 62,3% selain itu yang tidak
memiliki KMS ada 4,4%. Dari penjelasan di atas bahwa di Kelurahan puuwatu
banyak anak balita sudah memiliki KMS. Hal ini disebabkan karena jika ditanyai
kepemilikan KMS ibu menjawab “iya ada tapi dan dapat menununjukan dan
sebagian tapi ketinggalan dirumah keluarga”biasa juga “KMS lupa dikampung orang
tua”.
Dari data yang dikumpulkan dilakukan analisis lebih lanjur menggunakan analisis
chi-square dan hasil yang di dapatkan baik indicator pemberian vitamin A dan imunisasi
terhadap status gizi pendek dan wasting di dapatkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pelayanan kesahatan dengan status gizi anak balita di Kelurahan Puuwatu.
g. Asupan Makanan
Asupan makanan adalah semua jenis makanan dan minuman yang
dikonsumsi setiap hari . Umumnya asupan makanan dipelajari untuk dihubungkan
dengan keadaan gizi masyarakat suatu wilayah atau individu . Informasi ini dapat
digunakan untuk perencanaan pendidikan gizi khususnya untuk menyusun menu
atau intervensi untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM), mulai dari
keadaan kesehatan dan gizi serta produktivitasnya. Mengetahui asupan makanan
suatu kelompok masyarakat atau individu merupakan salah satu cara untuk
menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau individu bersangkutan
(Sumarno,dkk dalam Gizi Indonesia 1997).
Dari table diatas dapat kami lihat bahwa anak balita yang senang makanan
jajanan dan bahkan ada yang seharian penuh hanya makan mie snack/makanan
ringan yang terdapat di Kelurahan Puuwatu, dan terdapat di kategorikan yang
cukup yaitu ada 40% sedangkan yang kurang asupan makanan yaitu ada 60% .
34
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di Kelurahan Puuwatu
kemungkinan masalah gizi yang terjadi diakibatkan oleh orang tua balita yang
sangat sibuk sehingga ibu jarang memsaak karena sering berada diluar rumah dan
balita banyak yang menkonsumsi makanan ringan dan makanan cepat saji seperti
mie instan dibandingkan makanan yang mengandung zat gizi yang seimbang.
Seperti yang kita ketahui kurangnya asupan makanan merupakan salah satu
penyebab gangguan gizi pada balita , dimana yang nutrisinya tidak cukup akan
berdampak pada gangguan gizi seperti kependekan atau stunting (Black RE, dkk
2008).
h. Riwayat penyakit
Penyakit infeksi dengan status gizi balita merupakan dua hal yang saling
berkaitan. Penyakit dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk
dapat mempermudah terkena infeksi . Penyakit infeksi ini didukung dengan
keadaan sanitasi lingkungan , apabila balita hidup dalam lingkungan yang
memungkinkan diare serta penyakit infeksi lainnya ( Hanasiah,Bustami, dan Abidin,
2016).
Menurut Santoso dan Ranti (1995), anak balita lebih rentang menderita
penyakit infeksi karena sudah mulai bergerak aktif untuk bermain, sehingga sangat
mudah terkontaminasi oleh kotoran . Pudjiadi (2000) juga menjelaskan bahwa anak
usia 6-5 tahun sudah mulai memiliki kebiasaan membeli makanan jajanan yang
belum tentu terjaga kebersihannya. Baik dalam pengolahan maupun penyajiannya ,
sehingga sangat mudah terkontaminasi oleh kuman yang biasa menyebabkan
diare.
ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah , biasanya
menular dan dapat menimbulkan gejala penyakit infeksi mulai ringan sampai
penyakit yang parah. Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau
bakteri. Penyakit diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala, demam
disertai flu atau batuk berdahak kering , sesak napas yang di sertai bunyi. Periode
prevalensi ISPA dihitung dalam 1 bulan terahir (Riskesdas 2013).
Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat riwayat penyakit atau tidakan
mereka pada saat anak mereka terkena DIARE atau yang menderita ada 0,0% dan
yang tidak menderita ada 100,0%, Selain itu penyakit ISPA dapat juga kita lihat dari
tabel di atas bahwa riwayat penyakit ISPA yang menderita ada 0,0% sedangkan
35
yang tidak menderita ada 100%. Yaitu anak balita yang terkena penyakit ISPA atau
yang sering pergi kedokter praktek ada 100,0% dan yang di bawah ke puskesmas
100,0%
Berdasarkan riwayat penyakit atau tidakan mereka pada saat anak mereka
terkena DIARE atau yang menderita ada 0,0% dan yang tidak menderita ada 100,0%,
Selain itu penyakit ISPA dapat juga kita lihat dari tabel di atas bahwa riwayat
penyakit ISPA yang menderita ada 0% sedangkan yang tidak menderita ada100%.
Yaitu anak balita yang terkena penyakit ISPA atau yang sering pergi kedokter praktek
ada 100,0% dan yang di bawah ke puskesmas 100,0%
Salah satu faktor penyebab terjadinya stunting adalah penyakit diare.
Penyakit infeksi yang disertai diare dan muntah dapat menyebabkan anak balita
kehilangan cairan serta sejumlah zat gizi. Seorang anak yang mengalami DIARE akan
terjadi malabsorbsi zat gizi dan hilangnya zat gizi dan balita tidak segera ditindak
lanjuti dan dilimbangi dengan asupan yang sesuai makan terjadi gagal tumbuh
jumlah kejadian diare berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2015
adalah sebayak 5.405.235 dan kasus yang ditangani adalah 74% dari total kasus.
Sepeti yang kita ketahui penyakit ISPA biasanya menular dan dapat
menimbulkan gejala penyakit infeksi mulai ringan sampai penyakit yang parah.
Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit diawali
dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala, demam disertai flu atau batuk
berdahak kering , sesak napas yang di sertai bunyi. Periode prevalensi ISPA dihitung
dalam 1 bulan terahir (Riskesdas 2013).
36
BAB V
ANALISIS MASALAH
A. Identifikasi Masalah
Terdapat masalah pada data dasar balita. Sejumlah variable menunjukan
prevalensi yang cenderung rendah maupun tinggi. Prevalensi masalah tersebut
dibandingkan dengan nilai rujukan yang ada yaitu masalah kesehatan masyarakat.
Variable yang diteliti terhadap status gizi (BB/U, TB/U, BB/TB, IMT/U), dan faktor
penyebabnya menjadi masalah yaitu pola asuh,asupan makanan, penyakit infeksi,
pengetahuan dan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut akan berpengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap status gizi balita.
B. Prioritas Masalah
Pengetahuan ibu balita terdapat 80% dengan pengetahuan kurang dan hanya
20% dengan pengetahuan baik. Pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi yang kurang,
akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makanan sehari-
hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan pertimbangan selera
dibandingkan aspek gizi.
Pola makan anak balita di Kel.puuwatu terdapat pola makan baik 40% dan 60%
dengan pola makan cukup. Seperti yang kita ketahui pola makan yang kurang di kel
.puuwatu disebakan karena orang tua yang sibuk dengan kegiatan diluar ruamah seperti
berkebun dan sebagian ibu yang diwawancarai ada yang mengatakan anaknya jarang
makan dan jenisnya sembarangan.Selain itu yang kita ketahui pola makan merupakan
faktor yang berhubungan langsung dengan status gizi, konsumsi makan yang rendah
kualitas maupun rendah gizi mengakibatkan kondisi atau keadaan gizi kurang.
Kelurahan Puuwatu terdapat 80% dengan tingkat pendapatan cukup, 20%
dengan tingkat pendapatan kurang. Dan selain itu dapat dilihat di masyarakat di
Kelurahan Puuwatu memiliki tingkat pendapatan yang tinggi karena selain mempunyai
pekerjaan masyarakat juga mempunyai hasil pendapatan dari perkebunan dan hasil
buruh .Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan
menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makanan sehari- hari ,
sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan pertimbangan selera
dibandingkan aspek gizi
Kelurahan Puuwatu memiliki hygiene dengan kategori bersih, 100% dengan
kategori kurang bersih, sedangkan untuk sanitasi di Kelurahan Puuwatu terdapat 40%
37
sanitasi dengan kategori kurang bersh dan 60 % dengan kategori bersih .Seperti yang
kita lihat pada tabel diatas masalah yag ditemukan adalah sanitasi yang kurang sehat hal
ini di sebabkan karena masih terdapat rumah yang tidak mempunyai jamban/WC dan
warga masih banyak yang memakai sarana umum seperti air bersih tetapi ada juga
sebagian warga yang sulit mendapatkan sarana air bersih hal ini disebabkan karena
musim kemarau.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan prioritas masalah di atas yaitu tingkat
Pengetahuan kurang, tingkat pendapatan yang cukup,hygiene bersih dan sanitasi kurang
bersih.
D. Penyebab Masalah
Penyebab permasalahan yang ditemukan di Kelurahan Puuwatu kemungkinan
masalah gizi yang terjadi, diakibatkan oleh orang tua balita yang sangat sibuk dikebun,
seperti yang diketaui hampir 80% yang sibuk bertani dan bercocok tanam, selain itu pola
asuhnya tidak baik karena orang taunya sibuk sehingga tidak teratur asupan energy selain
itu pola makanan balita sangat mempengaruhi status gizi anak balita tersebut.
Dari hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa dari 45 anak balita di Kelurahan
Puuwatu memiliki pola asuh Baik 11,1%,cukup 42,2% dan yang kurang 46,7% dikarenakan
sebagian besar dari ibu balita memiliki pengetahuan untuk merawat balitanya dan otomatis
akan di pengaruhi oleh pola asuhnya karena dari pengetahuan ibunya dia akan
implementasikan terhadap anaknya, jadi pengasuh anak sangat berperan penting dalam
pola asuh gizinya anak balita tersebut.
pola makan anak balita di Kel.puuwatu terdapat 26,7% pola makan kurang dan 73,3%
dengan pola makan cukup disebabkan oleh orang tua yang sibuk dengan kegiatan diluar
rumah sehingga tidak terlalu memperhatikan pola makan anaknya.
Kelurahan Puuwatu, dan terdapat di kategorikan asupan makanan yang cukup yaitu
ada 73,3 % sedangkan yang kurang asupan makanan yaitu ada 26,7% .
Pengetahuan ibu balita terdapat 88,9% dengan pengetahuan kurang dan hanya
11,1% dengan pengetahuan baik. Di sebabkan karena banyak ibu balita dengan tingkat
pengetahuan tentang kesehatan dan pemahaman ibu tentang kebutuhan zat gizi balita
masih kurang
38
Masih ada anak mereka terkena DIARE atau yang menderita ada 0,0% dan yang
tidak menderita ada 100,0%, Selain itu penyakit ISPA riwayat penyakit ISPA yang menderita
ada 0%sedangkan yang tidak menderita ada 100%. Yaitu anak balita yang terkena penyakit
ISPA atau .Anak balita 100,0% tidak mendapatkan kafsul vitamin A dan untuk indicator
imunisasi yaitu 40 % lengkap sesuai umur, dalam kategori imunisasi tidak lengkap sesuai
umur yaitu 20 %,tdk lengkap 20% tidak ad data 20%. kepemilikan KMS ya, dapat
menunjukan KMS yaitu 40% dan ya tidak dapat menunjukan KMS 40% selain itu yang tidak
memiliki KMS ada 20%.
39
BAB VI
RENCANA INTERVENSI
A. Status Gizi Balita
Rencana kegiatan intervensi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah gizi
pada balita di Kelurahan puuwatu diantaranya yaitu:
1. Memberikan PMT penyuluhan bekerja sama dengn puskesmas
2. Melakukan penyuluan dan keluarga binaan terkait pola makan, sanitasi keluarga.
40
2. Memberikan onsultasi gizi
G. Pengeluaran Pangan
Rencana kegiatan intervensi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah
sosial ekonomi meliputi pengeluaran pangan di kelurahan puuwatu yaitu :
1. Mensosialisasikan tentang pemanfaatan pekarangan atau lahan untuk menanam
2. Mengajak masyarakat untuk menanam tanaman toga dan sayu-sayuran ataupun
buah-buahan. Yang kemudian hasil panennya bisa dijadikan bahan makanan
produksi sendiri sehingga dapat mengurangi pengeluaran pangan yang terlalu tinggi.
3. Membuat tabulatorait tanaman bbmu dalam pekaraangan guna menghemat
penggeluaran
4. Membuat tabulapot yaitu tanamanbubuk dalam
BAB VIII
PENUTUP
41
A. Kesimpulan
1. Hasil pengukuran status gizi balita dari 5 sampel, untuk indikator BB/U terlihat
bahwa 100% gizi baik, untuk indikator TB/U terlihat bahwa 20% anak balita
mengalami status gizi pendek dan sangat pendek 20 %, untuk indikator BB/TB
terlihat bahwa 40%% mengalami status gizi Gemuk. Sedangkan untuk indikator
IMT/U terlihat bahwa 40% mengalami status gizi gemuk
2. Hasil pola Asuh dari 5 sampel, pola asuh yaitu,cukup 20% dan yang kurang 80%
3. Hasil pola makan anak balita di Kel.puuwatu terdapat 60% dengan pola makan
cukup kurang 40%
4. Hasil pemeriksaan hygiene dan sanitasi,di Kelurahan Puuwatu memiliki 100%
hygiene dengan kategori bersih, sedangkan untuk sanitasi terdapat 40% sanitasi
dengan kategori kurang bersih dan 60% dengan kategori bersih.
5. Hasil pendapatan, di Kelurahan Puuwatu terdapat 80 % dengan tingkat pendapatan
cukup, 20% dengan tingkat pendapatan kurang
6. Hasil pengetahuan ibu balita terdapat 80% dengan pengetahuan kurang dan hanya
20% dengan pengetahuan baik
7. Hasil pelayanan Kesehatan,bahwa anak balita 100% tdk mendapatkan kafsul
vitamin A dan untuk indicator imunisasi yaitu 40% lengkap sesuai umur, dalam
kategori imunisasi tidak lengkap sesuai umur yaitu 20 %.,tdk lengkp 20%,tidak ad
20%
8. Hasil Asupan makanan,Kelurahan Puuwatu, dan terdapat di kategorikan yang cukup
yaitu ada 60 % sedangkan yang kurang asupan makanan yaitu ada 40% .
9. Hasil riwayat penyakit ,terkena DIARE atau yang menderita ada 0,0% dan yang tidak
menderita ada 100,0%, bahwa riwayat penyakit ISPA yang menderita ada 0,0%
sedangkan yang tidak menderita ada 100%. Yaitu anak balita yang terkena penyakit
ISPA atau yang sering pergi kedokter praktek ada 100,0% dan yang di bawah ke
puskesmas 100,0%
B. Saran
Dalam upaya perbaikan masalah gizi pada Balita sebaiknya dapat diberikan
intervensi gizi sesuai dengan masalah yang dialami oleh Balita.
1. Untuk memperbaiki status gizi pada balita maka perlu perhatian lebih dari ibu balita
terutama pengetahuan ibu tentang gizi yang baik dalam masa pertumbuhan balita.
42
2. Ibu harus menambah wawasan pengetahuan tentang gizi baik dan gizi buruk di usia
balita.
3. Pola asuh harus di perhatikan terhadap balita agar tidak terjadi gizi yang tidak baik
4. Ibu harus memperhatikan pola makan balita agar teratur setiap harinya.
5. Ibu harus mengetahui dampak buruk dari lingkungan kotor dan manfaat dari lingkungan
bersih
dokumentasi wawancara
43
44
45