Anda di halaman 1dari 16

ABSTRAK

Proyek adalah sekumpulan kegiatan yang dimaksudkan untuk mencapai hasil


akhir tertentu yang cukup penting bagi kepentingan pihak manajemen. Proyek
tersebut salah satunya meliputi proyek konstruksi. Proses pembangunan proyek
konstruksi pada umumnya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur
bahaya. Salah satu fokus perusahaan kontraktor adalah menciptakan kondisi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang baik di proyek. Sedangkan budaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja memegang peranan yang sangat penting dalam
membentuk perilaku pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Penelitian
ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi budaya keselamatan dan kesehatan kerja terutama pada proyek
konstruksi, serta menganalisa pengaruh faktor-faktor budaya keselamatan dan
kesehatan kerja terhadap kinerja proyek konstruksi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara simultan dan parsial variabel bebas yang terdiri dari Komitmen Top
Management terhadap K3 (X1), Peraturan dan Prosedur K3 (X2), Komunikasi
Pekerja (X3), Kompetensi Pekerja (X4), Lingkungan Kerja (X5), dan Keterlibatan
Pekerja dalam K3 (X6) berpengaruh signifikan terhadap variabel Kinerja Proyek
Konstruksi (Y). Karena koefisien regresi pengaruh Komitmen Top Management
terhadap K3 (X1) terhadap Kinerja Proyek Konstruksi (Y) bertanda positif
mengindikasikan bahwa pengaruh keduanya searah.

Kata kunci: kecelakaan kerja, budaya keselamatan dan kesehatan kerja, kinerja
proyek konstruksi.
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Proyek konstruksi sangat berpengaruh terhadap pembangunan suatu bangsa,

khususnya dalam memajukan ekonomi. Indonesia yang merupakan negara

berkembang mempunyai banyak proyek pembangunan konstruksi, proyek konstruksi

itu bukan hanya gedung bertingkat atau apartemen mewah. Melainkan proyek yang

bergerak di bidang transportasi masal seperti monorel dan jalan tol, atau transportasi

penghubung seperti jembatan dan pelabuhan.

Dalam membangun seluruh proyek tersebut dibutuhkanlah sebuah aturan yang

menjamin keselamatan dan kesehatan pelaksanaan kerja. Maka pemerintah Indonesia

mengeluarkan peraturan yang diantaranya UU No. 1 Tahun 1970 tentang

keselamatan kerja; peraturan menteri No. PER-05/MEN/1996 tentang sistem

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan

kerja sebaiknya dimulai dari tahap yang paling dasar, yaitu pembentukan budaya

keselamatan dan kesehatan kerja. Dan program keselamatan dan kesehatan kerja

dapat berfungsi dan efektif, apabila program tersebut dapat terkomunikasikan kepada

seluruh lapisan individu yang terlibat pada proyek konstruksi.

2. Rumusan masalah

1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi budaya keselamatan dan

kesehatan kerja khususnya pada proyek konstruksi?


2. Apakah faktor-faktor budaya keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh

terhadap kinerja proyek konstruksi?

3. Tujuan

1. Mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi budaya

keselamatan dan kesehatan kerja khususnya pada proyek konstruksi.

2. Menganalisa pengaruh faktor-faktor budaya keselamatan dan kesehatan kerja

terhadap kinerja proyek konstruksi.

4. Batasan Masalah

Tenaga kerja dalam penilitian ini adalah tenaga kerja yang bekerja di proyek

kontruksi .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Industri konstruksi adalah industri yang mencakup semua pihak yang terkait

dengan proses konstruksi termasuk tenaga profesi, pelaksana konstruksi dan juga

para pemasok yang bersama-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam industri

(Hillebrandt, 1985).

Jasa konstruksi tidak akan terlepas dari definisi tentang bentuk dan jenis

pekerjaan yang terkait dengan jasa konstruksi tersebut. Dalam undang-undang jasa

konstruksi dijelaskan tentang pengertian dari “pekerjaan konstruksi” yaitu

keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan

beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal

dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan

suatu bangunan atau bentuk fisik lain (Triwidodo, 2003).

Lokasi proyek merupakan salah satu lingkungan kerja yang mengandung

resiko cukup besar, sehingga dapat dikatakan bahwa industri konstruksi terbilang

paling rentan terhadap kecelakaan (Ervianto, 2005).

Kecelakaan Kerja

Menurut Ramli (2010), bahwa dalam proses terjadinya kecelakaan terkait 4

(empat) faktor yaitu People, Equipment, Material, Environment (PEME) yang saling

berinteraksi ketika terjadi kontak antara manusia dengan alat, material, dan

lingkungan dimana dia berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau

material yang kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi
lingkungan kerja yang tidak aman seperti ventilasi, penerangan, kebisingan, atau

suhu yang tidak aman melampaui ambang bantas.

Namun menurut Ervianto (2005), ada banyak kemungkinan penyebab

terjadinya kecelakaan kerja dalam proyek konstruksi, salah satunya adalah karakter

dari proyek itu sendiri. Proyek konstruksi memiliki konotasi yang kurang baik jika

ditinjau dari aspek kebersihan dan kerapiannya, karena padat alat, pekerja dan

material. faktor lain penyebab timbulnya kecelakaan kerja adalah faktor pekerja

konstruksi yang cenderung kurang mengindahkan ketentuan standar keselamatan

kerja; pemilihan metoda kerja yang kurang tepat; perubahan tempat kerja dengan

karakter yang berbeda, sehingga selalu harus menyesuaikan diri; perselisihan antara

pekerja dengan tim proyek; dan masih banyak faktor lainnya.

Teori-teori Kecelakaan Kerja

Hinze (1997), menyebutkan bahwa terdapat beberapa teori yang dikemukakan

oleh beberapa ahli seperti Dahlback, Denning dan Kerr untuk menjelaskan dan

menelusuri penyebab terjadinya kecelakaan. Teori-teori tersebut dikelompokkan

menjadi dua bagian, yaitu (1) teori yang menggunakan pendekatan perorangan

(Personal Approach), seperti:

1. The Accidents-Proneness Theory

Teori ini menitikberatkan pada faktor perorangan (personal approach) yang

berhubungan dengan penyebab kecelakaan. The Accidents-Poreness Theory

menyatakan bahwa suatu kecelakaan disebabkan oleh faktor kondisi psikologis yang

timbul dari dalam diri pekerja atau dapat disebut sebagai ‘pembawaan’ pekerja,
misalnya seperti sifat ceroboh, mudah gugup, dan sikap yang ‘sok jagoan’ (macho

behavior).

Sedangkan (2) teori yang menggunakan pendekatan sistem (System Approach),

seperti:

1. The Goals-Freedom-Alertness Theory

Menurut The Goals-Freedom-Alertness Theory, mengungkapkan bahwa

kecelakaan yang terjadi merupakan akibat dari perilaku kerja yang berkualitas rendah

yang muncul dalam suatu iklim psikologis yang tidak dihargai. Hinze (1997),

menyebutkan inti dari teori ini adalah manajemen harus memberikan kebebasan

kepada pekerja dalam usahanya mencapai tujuan dari pekerjaan, dengan tidak

dibebani oleh target-target yang memberatkan. Hasilnya adalah bahwa pekerja akan

lebih memfokuskan kerjanya yang mengarah pada tujuan kerja.

2. The Adjusment-Stress Theory

Teori ini dibuat bertujuan untuk melengkapi The Goals-Freedom-Alertness

Theory, yang menyatakan bahwa pekerja akan merasa aman jika berada pada

lingkungan kerja yang positif. Teori ini merupakan kebalikan dari teori-teori yang

mengemukakan kondisi-kondisi yang menyebabkan seorang pekerja merasa tidak

aman.

3. The Distractions Theory

Pada dasarnya teori ini menyatakan bahwa kecelakaan disebabkan oleh situasi.

Apabila tidak terdapat bahaya di tempat kerja, maka pekerja tidak akan mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Demikian pula sebaliknya, jika ada

bahaya di tempat kerjanya, maka pekerja akan kesulitan dan bahkan dapat membuat

seorang pekerja mengalami frustasi. Jika seorang pekerja mengalami tekanan mental
yang cukup kritis ketika melakukan suatu pekerjaan, maka kecelakaan hanya tinggal

menunggu waktu untuk tejadi.

4. Mental Stresses

Berdasarkan teori Mental Stresses, dapat disimpulkan bahwa penyebab

terjadinya kecelakaan adalah tekanan atau stress yang dialami pekerja. Tekanan

mental (stress) dapat juga disebabkan oleh berbagai kejadian yang positif maupun

negatif. Kejadian positif dapat berupa kesuksesan, prestasi dan peningkatan kualitas

hidup, sedangkan kejadian negatif dapat berupa perceraian, kematian dan masalah

rumah tangga.

5. The Chain-of Events Theory

Teori ini mengungkapkan bahwa sebuah kecelakaan terjadi sebagai hasil dari

urutan kerjadian-kejadian. Kejadian-kejadian tersebut saling berkaitan satu sama

lain, dimana setiap kejadian mengikuti kejadian lain yang terjadi sebelumnya. Pada

akhirnya akan menghasilkan sebuah kecelakaan, sebaliknya jika salah satu kejadian

tersebut tidak muncul, maka kecelakaan tidak akan terjadi (Ridley, 1986).

6. Multiple Causation Theory

Teori ini berbeda dengan The Chain-of Events Theory, dimana kecelakaan

terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dalam suatu urutan peristiwa. Teori ini

menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut bergabung secara acak yang akhirnya

menyebabkan suatu kecelakaan. Tiap faktor penyebab kecelakaan ini dapat mewakili

suatu tindakan yang tidak aman ataupun suatu kondisi/lingkungan kerja yang tidak

aman.
Faktor Penyebab Kecelakaan

Berdasarkan pada 7 (tujuh) teori kecelakaan yang telah dikemukakan oleh

beberapa ahli, secara umum dapat disimpulkan bahwa sebuah kecelakaan disebabkan

oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu adalah (1) Tindakan yang tidak aman; (2) Kondisi

lingkungan pekerjaan yang tidak aman (Ramli, 2010); dan (3) Kombinasi dari kedua

faktor tersebut (Anton, 1989; Hinze,1997).

1. Tindakan yang tidak aman (Unsafe act)

Anton (1989), mendefinisikan tindakan yang tidak aman atau unsafe act

sebagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang sehingga dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya kecelakaan. Tindakan tidak aman ini dianggap sebagai salah

satu hasil dari kesalahan yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secara

langsung maupun kesalahan yang dilakukan oleh organisasi.

2. Kondisi yang tidak aman (Unsafe Condition)

Menurut Anton (1989), suatu kondisi lingkungan kerja yang tidak aman adalah

suatu kondisi fisik dari lingkungan pekerjaan dimana dapat meningkatkan peluang

pekerja mengalami kecelakaan. Manajemen sebagai pihak yang bertanggungjawab

atas kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman. Hal ini disebabkan karena

manajemen memiliki kemampuan untuk mengontrol seluruh kondisi lingkungan

pekerjaan dan memiliki wewenang untuk mengambil tindakan terhadap situasi

tersebut.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan dapat diartikan sebagai kondisi bebas dari bahaya; terhindar dari

bencana; aman sentosa; sejahtera; tidak kurang suatu apapun; sehat; tidak mendapat

gangguan dan kerusakan; beruntung; tercapai maksudnya; tidak gagal (Kamus Besar

Bahasa Indonesia).

Menurut Hinze (1997), keselamatan kerja merupakan bagian yang penting

dalam pelaksanaan proyek konstruksi, dimana keselamatan kerja perlu mendapat

perhatian yang sama dengan kualitas, jadwal dan biaya. Keterlibatan secara aktif dari

manajemen perusahaan sangat penting artinya bagi terciptanya perbuatan dan kondisi

lingkungan yang aman. Program keselamatan kerja (safety work program) perlu

dibuat oleh manajemen perusahaan, serta memiliki komitmen untuk menjalankan

program tersebut demi terciptanya keamanan di lokasi proyek.

Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Budaya keselamatan kerja merupakan sub komponen dari budaya organisasi

yang membahas keselamatan kerja individu, pekerjaan dan hal-hal yang diutamakan

oleh organisasi mengenai keselamatan kerja.

Definisi mengenai budaya keselamatan dan kesehatan kerja yang paling

sederhana, dinyatakan oleh The Confederation of British Industry-CBI (1991) dalam

Cooper (2000), yaitu “…the way we do things around here.”


Kinerja Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan (proses) yang

mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan berupa bangunan.

Karakteristik proyek konstruksi dapat dipandang dalam 3 (tiga) dimensi, yaitu unik,

melibatkan sejumlah sumber daya (resources), dan membutuhkan organisasi. Proses

penyelesaian proyek konstruksi ini berpegang pada 3 (tiga) kendala (constraint),

yaitu sesuai dengan spesifikasi yang diterapkan (mutu), sesuai dengan time schedule

(jadwal) dan sesuai dengan anggaran yang dialokasikan (biaya). Ketiga diselesaikan

secara simultan (Ervianto, 2005).


BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Melalui penelitian manusia

dapat menggunakan hasilnya. Secara umum data yang diperoleh dari penelitian dapat

digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Menurut

tingkat penelitiannya, maka jenis Penelitian yang dilakukan adalah termasuk jenis

penelitian kausal dengan pendekatan kuantitatif, penelitian ini akan menjelaskan

pengaruh variabel X terhadap Y melalui pengujian hipotesis dan secara umum data

yang disajikan adalah dalam bentuk angka-angka yang akan dihitung melalui uji

statistik. Dengan penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu teori yang dapat

berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala.

Kerangka Penelitian

KOMITMEN TOP MANAGEMENT TERHADAP K3


(X1)

PERATURAN DAN PROSEDUR K3 (X2)

KOMUNIKASI PEKERJA (X3)


KINERJA PROYEK KONSTRUKSI (Y)

KOMPETENSI PEKERJA (X4)

LINGKUNGAN KERJA (X5)

KETERLIBATAN PEKERJA (X6)


a. Hipotesa 1

Diduga ada pengaruh yang signifikan antara variabel Komitmen Top Management

terhadap K3 (X1) terhadap variabel Kinerja Proyek Konstruksi (Y)

b. Hipotesa 2

Diduga ada pengaruh yang signifikan antara variabel Peraturan dan Prosedur K3 (X2)

terhadap variabel Kinerja Proyek Konstruksi (Y)

c. Hipotesa 3

Diduga ada pengaruh yang signifikan antara variabel Komunikasi Pekerja (X3)

terhadap variabel Kinerja Proyek Konstruksi (Y)

d. Hipotesa 4

Diduga ada pengaruh yang signifikan antara variabel Kompetensi Pekerja (X4)

terhadap variabel Kinerja Proyek Konstruksi (Y)

e. Hipotesa 5

Diduga ada pengaruh yang signifikan antara variabel Lingkungan Kerja (X5) terhadap

variabel Kinerja Proyek Konstruksi (Y)

f. Hipotesa 6

Diduga ada pengaruh yang signifikan antara variabel Keterlibatan Pekerja (X6)

terhadap variabel Kinerja Proyek Konstruksi (Y)

Metode Proses Penelitian

Tahap-tahap pada proses penelitian secara keseluruhan sering mengalami penambahan

maupun pengurangan, bahkan memungkinkan terjadinya perubahan bergantung pada tiap

masukan yang diberikan. Hal tersebut memungkinkan adanya feedback (umpan balik) yang

dapat digunakan sebagai langkah evaluasi dan modifikasi terutama pada proses identifikasi

variabel sebelumnya sampai diperoleh suatu hipotesis yang akan dianalisa untuk menjawab

perumusan masalah, seperti pada Gambar 2.


Diagram Alur Tahap Penelitian
MULAI

LATAR BELAKANG

Feed
RUMUSAN MASALAH
back

IDENTIFIKASI VARIABEL

MODEL HIPOTESIS
Pengaruh Budaya K3 terhadap Kinerja Proyek Konstruksi pada Proyek Pembangunan Dermaga Multipurpose Teluk Lam

PENYUSUNAN KUESIONER

YA
PERLU REVISI
PERBAIKAN? KUESIONER

TIDAK

PENGUMPULAN DATA
(PENYEBARAN KUESIONER)

ANALISIS DATA

Uji Validitas
r hitung ≥ r tabel
Uji Reliabilitas
α > 0,6
TIDAK

UJI ASUMSI KLASIK


YA
UJI AUTOKORELASI
UJI NORMALITAS
UJI MULTIKOLINIERITAS
UJI LINIERITAS

A
B

Secara Simultan
Fhitung > Ftabel
(F-value) < 0,05
Secara Parsial
thitung > ttabel
(t-value) < 0,05

KESIMPULAN DAN SARAN

SELESAI
DAFTAR PUSTAKA

Ervianto, W. I. 2005. Manajemen Proyek Konstruksi. Andi, Yogyakarta.

Kadin. 2002. Industri Jasa Konstruksi di Indonesia. Kompartemen Jasa Konstruksi,

Konsultasi, Real Estate dan Teknologi Tinggi, Kadin Indonesia, Jakarta.

Peraturan Menteri No.PER-05/MEN/2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.

Ramli. S. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001, Dian

Rakyat-Jakarta.

Soeharto, I. 1999. Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional. Penerbit

Erlangga, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai