Anda di halaman 1dari 98

MODUL

ETIKA PROFESI HUKUM KESEHATAN

Disusun Oleh :

YOLANDA DEVA SONIA


NPM. 2026041001.P

Kelas : Blok C Kebidanan

Dosen Pengampu : Suhita Tri Oklaini, M.Tr.Keb

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur dengan berkat rahmat Allah


SWT, yang telah memudahkan kami dalam menyelesaikan modul ini dengan baik.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
Rasulullah terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh
rahmat, dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang
ada agar modul ini dapat tersusun sesuai harapan. Sesuai dengan fitrahnya,
manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan
kekhilafan, maka dalam modul yang kami susun ini belum mencapai tahap
kesempurnaan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam proses penyelesaian modul ini. Mudah-mudahan modul ini dapat
memberikan manfaat untuk kita semua dalam kehidupan sehari-hari.

Bengkulu, Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
MATERI I....................................................................................................... 4
MATERI II...................................................................................................... 17
MATERI III.................................................................................................... 38
MATERI IV.................................................................................................... 47
MATERI V...................................................................................................... 62
MATERI VI.................................................................................................... 70
MATERI VII................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 94

iii
A. PENGANTAR
Dalam ilmu antropologi, yang telah menjadikan berbagai cara hidup
manusia dengan berbagai macam sistem tindakan tadi sebagai obyek penelitian
dan analisanya, aspek belajar itu merupakan aspek yang sangat penting. Itulah
sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep “kebudayaan” atau
Culture itu, artinya dalam hal memberi definisi terhadap konsep “kebudayaan”,
ilmu antropologi seringkali sangat berbeda dengan berbagai ilmu lain. Juga
apabila dibandingkan dengan arti yang biasanya diberikan kepada konsep itu
dalam bahasa sehari-hari, yaitu arti yang terbatas kepada hal-hal yang indah
seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara, kesustraan dan filsafat, definisi
ilmu antropologi lebih luas sifat dan ruang lingkupnya. Menurut ilmu
antropologi. “Kebudayaan” adalah : kesuluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar.

B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiwa dapat menjelaskan dan memahami Etika Profesi Hukum
Kesehatan

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mengetahui konsep, prinsip etika, kode etik profesi dan kode etik
a. Pengertian
b. Perbedaan etika, etiket dan etika profesi
2. Mengetahui aplikasi etika bidan dengan mempertimbangkan hak-hak klien
pada :
a. Asuhan antenatal
b. Asuhan intranatal
3. Mengetahui aplikasi etika bidan dengan mempertimbangkan hak-hak klien
pada :
a. Asuhan postnatal
b. Asuhan BBL

1
4. Mengetahui aplikasi etika bidan dengan mempertimbangkan hak-hak klien
pada :
a. Asuhan KB
b. Penelitian
5. Mengetahui tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelayanan
kebidanan
a. Pengertian tanggungjawab dan tanggung gugat
b. Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan praktik kebidanan dan
profesi kesehatan lain
6. Mengetahui aturan baku, standar yang berhubungan dengan pengelolaan
pelayanan kebidanan yang mandiri
7. Mengetahui konsep HAM dan Hak reproduksi :
a. UU kesehatan kepmenkes

D. MATERI
1. Konsep, prinsip etika, kode etik profesi dan kode etik
2. Aplikasi etika bidan dengan mempertimbangkan hak-hak klien pada :
a. Asuhan antenatal
b. Asuhan intranatal
3. Mengetahui aplikasi etika bidan dengan mempertimbangkan hak-hak
klien pada :
a. Asuhan postnatal
b. Asuhan BBL
4. Aplikasi etika bidan dengan mempertimbangkan hak-hak klien pada :
c. Asuhan KB
d. Penelitian
5. Tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelayanan kebidanan
a. Pengertian tanggungjawab dan tanggung gugat
b. Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan praktik kebidanan dan
profesi kesehatan lain

2
6. Aturan baku, standar yang berhubungan dengan pengelolaan pelayanan
kebidanan yang mandiri
7. Konsep HAM dan Hak reproduksi :
UU kesehatan kepmenkes

3
MATERI I
KONSEP, PRINSIP ETIKA, KODE ETIK PROFESI DAN KODE ETIK

A. Pengertian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan
hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur
bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut
menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata
krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan
masing-masing yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung
tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang
tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari
tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat
kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana
yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik,
berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik,
seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
1. Drs. O.P. Simonangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
2. Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang
tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh
yang dapat ditentukan oleh akal.
3. Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara
mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam
hidupnya.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan
manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya

4
melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia
untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.
Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang
tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama
bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita,
dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai
dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam
menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1. Etika Deskriftif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan
rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia
dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif
memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang
prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan
pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini
sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus
memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan
diputuskan.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
1. Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana
manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan
etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi
pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai
baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan
dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum
dan teori-teori.
2. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam
bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana
saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan
kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan

5
prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud :
Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang
kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang
memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia
mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral
dasar yang ada dibaliknya.
Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
1. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap
dirinya sendiri.
2. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku
manusia sebagai anggota umat manusia.

Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat
dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap
diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik
secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara),
sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi
maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini
terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan
bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi
Dari sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa ETIKA PROFESI
merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari
etika sosial. Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak,

6
kemauan, wil. Dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh
perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini ada (4 empat) variabel yang terjadi :

B. Pengertian Etikat
Etikat berasal dari bahasa Prancis etiquette, yang artinya aturan sopan
santun dalam pergaulan. Mengabaikan sopan santun sering menimbulkan
perselisihan atau kesalahpahaman. Etiket merupakan sarana/alat untuk
kelancaran pergaulan yang dapat membantu seseorang dalam mencapai cita-
cita.
Sedangkan Etika, berasal dari bahasa Yunani ethos, artinya falsafah
moral dan merupakan pedoman cara hidup yang benar dilihat dari sudut
budaya, susila, dan agama. Etika memuat kriteria apa yang “baik” dan yang
“tidak baik” asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak, serta nilai apakah suatu
perbuatan boleh atau tidak boleh dilakukan. Pergaulan yang beretika membuat
manusia saling menghormati satu sama lain sehingga keamanan dan
kenyamanan dalam menunaikan kewajiban dan menikmati hak masing-masing
dapat terjamin. Semua itu membuat hidup terasa aman, nyaman dan harmonis.

C. Pengertian Profesi
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang
berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan
keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan
keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup
disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari
praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang
pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya,
tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan,
pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu,
menurut De George, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu
sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini

7
timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk
dalam pengertian profesi. Berikut pengertian profesi dan profesional menurut
De George:
1. Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
2. Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna
waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian
yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan
mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu
kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan
hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk
mengisi waktu luang.

Profesi dan Profesional terdapat beberapa perbedaan :


Profesi :
1. Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
2. Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
3. Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
4. Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

Profesional :
1. Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
2. Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
3. Hidup dari situ.
4. Bangga akan pekerjaannya.

Ciri – Ciri Profesi :


Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada
profesi, yaitu :

8
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-
tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya
setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi
harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan
selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai
kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan
sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu
ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat


menyimpulkan bahwa kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki
tolak ukur perilaku yang berada di atas rata-rata. Di satu pihak ada tuntutan
dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan
mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat.
Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu
standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas
masyarakat yang semakin baik.
Prinsip – Prinsip Etika Profesi:
1. Tanggung jawab
a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
b. Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau
masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja
apa yang menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan
di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.

9
Syarat – Syarat Suatu Profesi:
1. Melibatkan kegiatan intelektual.
2. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
4. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

Peranan Etika Dalam Profesi:


1. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan
orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok
yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-
nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai
untuk mengatur kehidupan bersama.
2. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi
landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat
umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat
profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya
tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik
profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
3. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku
sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai
pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik
profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi
tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya
mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian
klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak
mungkin menjamahnya.

10
D. Kode Etik Profesi
Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata,
tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya
untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu
organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok
tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di
tempat kerja.
Menurut UU No. 8 (Pokok – Pokok Kepegawaian) :
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi
sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk
mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat
melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh
oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah ; SUMPAH
HIPOKRATES, yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi
dokter.
Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari : Bapak Ilmu
Kedokteran. Beliau hidup dalam abad ke-5 SM. Menurut ahli-ahli sejarah
belum tentu sumpah ini merupakan buah pena Hipokrates sendiri, tetapi
setidaknya berasal dari kalangan murid-muridnya dan meneruskan semangat
profesional yang diwariskan oleh dokter Yunani ini. Walaupun mempunyai
riwayat eksistensi yang sudah-sudah panjang, namun belum pernah dalam
sejarah kode etik menjadi fenomena yang begitu banyak dipraktekkan dan
tersebar begitu luas seperti sekarang ini. Jika sungguh benar zaman kita di
warnai suasana etis yang khusus, salah satu buktinya adalah peranan dan
dampak kode-kode etik ini.
Profesi adalah suatu Moral Community (Masyarakat Moral) yang
memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi
penyeimbang segi segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat

11
kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga
menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban
dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu
profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik
tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi
etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat
mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak
akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau
instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai
yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.
Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali
dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu
sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat
berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil Self
Regulation (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas
putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki.
Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang
berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang
bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk
dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat
lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah
bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan
mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
Sanksi Pelanggaran Kode Etik:
1. Sanksi moral
2. Sanksi dikeluarkan dari organisasi

Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu
dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena

12
tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali
kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban
melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu
merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik;
seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian
juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap
pelanggar.
Namun demikian, dalam praktek seharihari control ini tidak berjalan
dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota-anggota
profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat
yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas
antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan demikian maka
kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah
menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih
lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode
etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik
profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah
dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas,
mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna
walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi.
Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang
ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak
baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan
dan tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional

E. Tujuan Kode Etik Profesi


1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.

13
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah
dibutuhkan dlam berbagai bidang.

Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan
bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan
yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik
Ikatan Penasehat Hukum Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode
Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi
kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.
Suatu gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini perusahaan-
perusahan swasta cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan itu
mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan sekaligus meningkatkan
kredibilitasnya dan karena itu pada prinsipnya patut dinilai positif.

F. Tiga Norma Umum


Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau
siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah
kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau
kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang
lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau
keburukan suatu perbuatan. Jadi secara terminologi kiat dapat mengambil

14
kesimpulan menjadi dua macam. Pertama, norma menunjuk suatu teknik.
Kedua, norma menunjukan suatu keharusan. Kedua makna tersebut lebih
kepada yang bersifat normatif. Sedangkan norma norma yang kita perlukan
adalah norma yang bersifat prakatis, dimana norma yang dapat diterapkan
pada perbuatan-perbuatan konkret
Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan
manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia
yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu
dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa
norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan
pelaksanaannya harus bersifat praktis
Norma memberi pedoman tentang bagaimana kita harus hidup dan
bertindak secara baik dan tepat, sekaligus menjadi dasar bagi penilaian
mengenai baik buruknya perilaku dan tindakan kita.
1. Macam Norma :
a. Norma Khusus
Adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan atau
kehidupan khusus, misalnya aturan olah raga, aturan pendidikan dan
lain-lain
b. Norma Umum
Sebaliknya lebih bersifat umum dan sampai pada tingkat tertentu
boleh dikatakan bersifat universal.
1) Norma Sopan santun
Adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah
dalam pergaulan sehari-hari. Etika tidak sama dengan Etiket. Etiket
hanya menyangkut perilaku lahiriah yang menyangkut sopan
santun atau tata krama
2) Norma Hukum
Adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas
oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi

15
keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat.
3) Norma Moral
Yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai
manusia. Norma moral ini menyangkut aturan tentang baik
buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia
dilihat sebagai manusia.
Ada beberapa ciri utama yang membedakan norma moral dari
norma umum lainnya ( kendati dalam kaitan dengan norma hukum
ciri-ciri ini bisa tumpang tindih) :
a) Kaidah moral berkaitan dengan hal-hal yang mempunyai atau
yang dianggap mempunyai konsekuensi yang serius bagi
kesejahteraan, kebaikan dan kehidupan manusia, baik sebagai
pribadi maupun sebagai kelompok.
b) Norma moral tidak ditetapkan dan/atau diubah oleh keputusan
penguasa tertentu. Norma moral dan juga norma hukum
merupakan ekspresi, cermin dan harapan masyarakat mengenai
apa yang baik dan apa yang buruk. Berbeda dengan norma
hukum, norma moral tidak dikodifikasikan, tidak ditetapkan
atau diubah oleh pemerintah. Ia lebih merupakan hukum tak
tertulis dalam hati setiap anggota masyarakat, yang karena itu
mengikat semua anggota dari dalam dirinya sendiri
c) Norma moral selalu menyangkut sebuah perasaan khusus
tertentu, yang oleh beberapa filsuf moral disebut sebagai
perasaan moral (moral sense)

16
MATERI II
APLIKASI ETIKA BIDAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN HAK-
HAK KLIEN

A. Aplikasi Etika dalam ANC


Dalam filosofi asuhan kehamilan ini dijelaskan beberapa keyakinan
yang akan mewarnai asuhan itu.
1. Kehamilan merupakan proses yang alamiah. Perubahan-perubahan yang
terjadi pada wanita selama kehamilan normal adalah bersifat fisiologis,
bukan patologis. Oleh karenanya, asuhan yang diberikan pun adalah
asuhan yang meminimalkan intervensi. Bidan harus memfasilitasi proses
alamiah dari kehamilan dan menghindari tindakan-tindakan yang bersifat
medis yang tidak terbukti manfaatnya.
2. Asuhan kehamilan mengutamakan kesinambungan pelayanan (continuity
of care). Sangat penting bagi wanita untuk mendapatkan pelayanan dari
seorang profesional yang sama atau dari satu team kecil tenaga
profesional, sebab dengan begitu maka perkembangan kondisi mereka
setiap saat akan terpantau dengan baik selain juga mereka menjadi lebih
percaya dan terbuka karena merasa sudah mengenal si pemberi asuhan.
3. Pelayanan yang terpusat pada wanita (women centered) serta keluarga
(family centered). Wanita (ibu) menjadi pusat asuhan kebidanan dalam arti
bahwa asuhan yang diberikan harus berdasarkan pada kebutuhan ibu,
bukan kebutuhan dan kepentingan bidan. Asuhan yang diberikan
hendaknya tidak hanya melibatkan ibu hamil saja melainkan juga
keluarganya, dan itu sangat penting bagi ibu sebab keluarga menjadi
bagian integral/tak terpisahkan dari ibu hamil. Sikap, perilaku, dan
kebiasaan ibu hamil sangat dipengaruhi oleh keluarga. Kondisi yang
dialami oleh ibu hamil juga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga.
Selain itu, keluarga juga merupakan unit sosial yang terdekat dan dapat
memberikan dukungan yang kuat bagi anggotanya. Dalam hal
pengambilan keputusan haruslah merupakan kesepakatan bersama antara

17
ibu, keluarganya, dan bidan, dengan ibu sebagai penentu utama dalam
proses pengambilan keputusan. Ibu mempunyai hak untuk memilih dan
memutuskan kepada siapa dan dimana ia akan memperoleh pelayanan
kebidanannya.
4. Asuhan kehamilan menghargai hak ibu hamil untuk berpartisipasi dan
memperoleh pengetahuan/pengalaman yang berhubungan dengan
kehamilannya. Tenaga profesional kesehatan tidak mungkin terus menerus
mendampingi dan merawat ibu hamil, karenanya ibu hamil perlu mendapat
informasi dan pengalaman agar dapat merawat diri sendiri secara benar.
Perempuan harus diberdayakan untuk mampu mengambil keputusan
tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui tindakan KIE dan
konseling yang dilakukan bidan.
Seorang bidan harus memahami bahwa kehamilan dan persalinan
merupakan proses yang alamiah dan fisiologis, walau tidak dipungkiri dalam
beberapa kasus mungkin terjadi komplikasi sejak awal karena kondisi tertentu/
komplikasi tersebut terjadi kemudian. Proses kelahiran meliputi kejadian fisik,
psikososial dan cultural. Kehamilan merupakan pengalaman yang sangat
bermakna bagi perempuan, keluarga dan masyarakat. Perilaku ibu selama
masa kehamilannya akan mempengaruhi kehamilannya, perilaku ibu dalam
mencari penolong persalinan akan mempengaruhi kesehatan ibu dan janin
yang dilahirkan. Bidan harus mempertahankan kesehatan ibu dan janin serta
mencegah komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan sebagai satu
kesatuan yang utuh.
Tujuan Antenatal Care
1. Memantau kemajuan kehamilan dan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu
dan bayi
3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan/komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan
dan pembedahan

18
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu
dan bayi dengan trauma seminimal mungkin
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
Ekslusif
6. Peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh
kembang secara normal.
Aplikasi Etika Dalam Asuhan Antenatal Care
1. Lingkup Asuhan Kehamilan
Ruang lingkup asuhan kehamilan meliputi:
a. Konsepsi: Bersatunya ovum dan sperma yang didahului oleh ovulasi
dan inseminasi
b. Ovulasi: Runtuhnya ovum dari folikel dalam ovarium bila ovum gagal
bertemu dalam waktu 2 x 24 jam → mati/hancur
c. Inseminasi: Keluarnya sperma dari urethra pria kedalam vagina
wanita. Sperma bergerak melalui uterus lalu ke tuba fallopi dengan
kecepatan 1 kaki/jam. Alat gerak sperma adalah Ekor dengan panjang
rata-rata 10x bagian kepala
d. Asuhan kehamilan normal dan identifikasi kehamilan dalam rangka
penapisan untuk menjaring keadaan resiko tinggi dan mencegah
adanya komplikasi kehamilan.
Standart Asuhan Kehamilan
Kebijakan program untuk standar asuhan kehamilan merupakan
anjuran dari WHO, yaitu:
a. Trimester I: Satu kali kunjungan
b. Trimester II : Satu kali kunjungan
c. Trimester II : Dua kali kunjungan
Standar Minimal Asuhan Antenatal : “7 T”
a. Timbang berat badan
b. Tinggi fundus uteri
c. Tekanan darah
d. Tetanus toxoid

19
e. Tablet Fe
f. Tes PMS
g. Temu wicara
Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga
kesehatan profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi. Sebagai
profesional bidan, dalam melaksanakan prakteknya harus sesuai dengan
standard pelayanan kebidanan yang berlaku. Standard mencerminkan
norma, pengetahuan dan tingkat kinerja yang telah disepakati oleh profesi.
Penerapan standard pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat
karena penilaian terhadap proses dan hasil pelayanan dapat dilakukan atas
dasar yang jelas. Kelalaian dalam praktek terjadi bila pelayanan yang
diberikan tidak memenuhi standard dan terbukti membahayakan.
Prinsip Pokok Dalam Asuhan Kehamilan
Prinsip-prinsip pokok asuhan antenatal konsisten dengan dan
didukung oleh prinsip-prinsip asuhan kebidanan. Lima prinsip-prinsip
utama asuhan kebidanan adalah :
a. Kehamilan adalah proses yang normal.
Kehamilan dan kelahiran biasanya merupakan proses yang
normal, alami dan sehat. Sebagai bidan, kita membantu dan
melindungi proses kelahiran tersebut. Sebagai bidan kita percaya
bahwa model asuhan kebidanan yang membantu dan melindungi
proses kelahiran normal, adalah yang paling sesuai untuk kebanyakan
ibu selama kehamilan dan kelahiran.
b. Otonomi.
Ibu dan keluarga memerlukan informasi sehingga mereka dapat
membuat suatu keputusan. Kita harus tau dan menjelaskan informasi
yang akurat tentang resiko dan keuntungan semua prosedur, obat-
obatan dan tes. Kita juga harus membantu ibu dalam membuat suatu
pilihan tentang apa yang terbaik untuk diri dan bayinya berdasarkan
nilai dan kepercayaannya (termasuk kepercayaan-kepercayaan budaya
dan agama)

20
c. Jangan Membahayakan
Intervensi haruslah tidak dilaksanakan secara rutin kecuali
terdapat indikasi-indikasi yang spesifik. Pengobatan pada kehamilan,
kelahiran atau periode pasca persalinan dengan tes-tes ”rutin”, obat
atau prosedur dapat membahayakan bagi ibu dan bayinya. Bidan yang
terampil harus tau kapan harus melakukan sesuatu. Asuhan selama
kehamilan, kelahiran dan pasca persalinan, seperti halnya juga
penanganan komplikasi harus dilakukan berdasarkan suatu bukti.
d. Tanggung Jawab
Bidan harus bertanggung jawab terhadap kualitas asuhan yang ia
berikan. Praktek asuhan maternitas harus dilakukan berdasarkan
kebutuhan ibu dan bayinya, bukan atas kebutuhan penolong persalinan.
Asuhan yang berkualitas tinggi, berfokus pada klien dan sayang ibu
berdasarkan bukti ilmiah sekarang ini adalah tanggung jawab semua
bidan.
Evidance Based Dalam Praktik Kehamilan
Asuhan antenatal yang direkomendasikan :
a. Kunjungan antenatal yang berorientasi pada tujuan petugas kesehatan
terampil
b. Persiapan kelahiran (kesiapan menghadapi kompliksi)
c. Konseling KB
d. Pemberian ASI
e. Tanda-tanda bahaya, HIV/AIDS
f. Nutrisi
g. Deteksi dan penatalaksanaan kondisi dan komplikasi yang diderita
h. TT
i. Zat besi dan asam folat
j. Pada populasi tertentu, pengobatan preventif malaria, yodium dan
vitamin A

21
Tenaga Profesional atau Penolong yang Terampil
Tindakan bidan saat kunjungan antenatal :
a. Mendengarkan dan berbicara kepada ibu serta keluarganya untuk
membina hubungan saling percaya.
b. Membantu setiap wanita hamil dan keluarga untuk membuat rencana
persalinan
c. Membantu setiap wanita hamil dan keluarga untuk persiapan
menghadapi komplikasi.
d. Melakukan penapisan untuk kondisi yang mengharuskan melahirkan di
R
e. Mendeteksi dan mengobati komplikasi-komplikasi yang dapat
mengancam jiwa (pre-eklamsia, anemia, PMS).
f. Mendeteksi adanya kehamilan ganda setelah usia kehamilan 28 mg dan
adanya kelainan letak setelah usia kehamilan 36 mg.
g. Memberikan konseling pada ibu sesuai usia kehamilannya, mengenai
nutrisi, istirahat, tanda-tanda bahaya, KB, pemberian ASI,
ketidaknyamanan yang normal selama kehamilan dsb.
h. Memberikan suntikan imunisasi TT bila diperlukan.
i. Memberikan suplemen mikronutrisi, termasuk zat besi an folat secara
rutin, serta vitamin A bila perlu
Asuhan Antenatal yang Terfokus
Isi asuhan antenatal terfokus : “Setiap wanita hamil, melahirkan atau
nifas mengalami resiko komplikasi yang serius dan mengancam jiwanya.
Meskipun pertimbangan ’resiko’ ini bisa digunakan oleh individu-individu
bidan, perawat dan dokter untuk menyusun advis pengobatan. Kadang kala
wanita hamil yang beresiko rendah sering terabaikan sehingga
mengembangkan komplikasi dan banyak yang lainnya yang memiliki
RESTI malah melahirkan tanpa masalah sama sekali.”
Tujuan Asuhan Antenatal terfokus meliputi :
a. Peningkatan kesehatan dan kelangsungan hidup melalui:
1) Pendidikan dan konseling kesehatan tentang:

22
a) Tanda-tanda bahaya dan tindakan yang tepat
b) Gizi termasuk suplemen mikronutrisi serta hidrasi
c) Persiapan untuk pemberian ASI eksklusif segera
d) Pencegahan dan pengenalan gejala-gejala PMS
e) Pencegahan malaria dan infstasi helmith
f) Pembuatan rencana persalinan termasuk kesiapan menghadapi
persalinan komplikasi
g) Penyediann TT
h) Suplemen zat besi dan folat, vitamin A, yodium dan kalsium
i) Penyediaan pengobatan/pemberantasan penyakit cacing dan
daerah endemi malaria
j) Melibatkan ibu secara aktif dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi dan kesiapan menghadapi persalinan
b. Deteksi dini penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan
janin:
1) Anemia parah
2) Proteinura
3) Hypertensi
4) Syphilis dan PMS
5) HIV
6) Malpresentasi janin setelah minggu ke 36
7) Gerakan janin dan DJJ
c. Intervensi yang tepat waktu untuk menatalaksana suatu penyakit atau
komplikasi:
1) Anemia parah
2) Pendarahan selama kehamilan
3) Hypertensi, pre-eklamsia dan eklamsia
4) Syphilis, chlamidia, GO, herpes serta PMS lainnya
5) HIV
6) Malpresentasi setelah minggu ke- 36
7) Kematian janin dalam kandungan

23
8) Penyakit lainnya seperti TBC, diabetes, hepatitis, demam reumatik
d. Peningkatan kesehatan dan komunikasi antar pribadi:
1) Pendidikan kesehatan yang bersifat mengikutsertakan dan tidak
memecahkan masalah kekhawatiran daripada klien sering sekali
’dipersyaratkan’ sebagai bagian dari asuhan antenatal yang rutin.
2) Para klien harus dilibatkan sebagai peserta aktif dalam pendekatan
terhadap pendidikan beserta pemecahan masalahnya.
3) Kesiapan mental untuk melahirkan dan mengasuh kelahiran yang
akan datang
e. Kesiapan kelahiran yang berfokus pada klien dan masyarakat:
1) Rencana persalinan : tempat persalinan, penolong yang terampil,
serta perlengkapan ibu & bayi, transportasi yang inovatif serta
sistem perujukannya, dana darurat.
2) Asuhan antenatal secara terus menerus terfokus pada klien serta
lingkungannya untuk memaksimalkan kesempatan memperoleh
hasil kehamilan yang sehat ibu dan anak.
Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Asuhan Kehamilan
Pada setiap tingkat masyarakat dan negara terdapat tindakan yang
dapat diambil oleh bidan untuk membantu memastikan bahwa ibu-ibu
tidak akan meninggal dalam kehamilan dan kelahiran. Tindakan-tindakan
ini dapat dilakukan pada beberapa tingkatan:
1. Rumah dan masyarakat
a. Bagilah apa yang anda ketahui :
Bidan dapat mengajar ibu-ibu, anggota masyarakat lainnya,
bidan-bidan lain dan petugas kesehatan lainnya tentang tanda-
tanda bahaya. Ia juga dapat membagi informasi tentang dimana
mencari petugas dan fasilitas kesehatan yang dapatmembantu jika
tanda-tanda bahaya terjadi. Ia dapat menekankan alasan dan
keuntungan didampingi oleh penolong kesehatan yang terampil
pada saat persalinan selain mempromosikan dan menunjukkan

24
perilaku yang sehat. Bidan juga harus mengajarkan sesuatu
berdasarkan kebutuhan orang yang ia layani.
b. Jaringan promosi kesehatan :
Bidan harus melakukan kontak yang positif dengan pemuka-
pemuka masyarakat, selain ibu-ibu yang lebih tua dan gadis-gadis
muda di dalam masyarakatnya. Ia dapat mengajari keluarga dan
masyarakat bagaimana mengenali ibu yang memerlukan asuhan
kegawatdaruratan dan bagaimana mengatur asuhan tersebut (dana
darurat, pola menabung, transportasi, komunikasi, donor darah).
c. Membangun kepercayaan :
Bidan harus berperilaku yang memberikan rasa hormat kepada
ibu dan keluarga yang ia layani. Membangun kepercayaan adalah
suatu keterampilan penyelamatan jiwa. Jika seorang bidan
memiliki keterampilan teknis untuk menangani eklampsia atau
perdarahan pasca persalinan, tetapi ia tidak dipercaya, maka tidak
ada seseorangpun yang akan meminta bantuannya. Walaupun
seorang bidan mempunyai keterampilan teknis untuk
menyelamatkan jiwa seorang ibu, tetapi tidak memiliki
kepercayaan dari ibu tersebut, ia tidak akan diberikan kesempatan
untuk mempergunakan keterampilannya dan menyelamatkan jiwa
si ibu tadi.
2. Pusat Kesehatan dan rumah bersalin
a. Asuhan yang berkualitas :
Memberikan asuhan yang berkualitas pada kelahiran akan
membantu mencegah komplikasi, mendeteksi masalah lebih dini
dan kemampuan untuk mengatur , menstabilisasi dan merujuk
masalah yang memerlukan penanganan di rumah sakit.
b. Penatalaksanaan kegawatdaruratan awal :
Memberikan penatalaksanaan awal perdarahan pasca
persalinan, eklampsia, sepsis, aborsi yang tidak aman dan partus
macet sangat penting untuk menyelamatkan jiwa ibu.

25
c. Memberikan contoh yang baik :
Bidan harus memberikan contoh yang baik kepada bidan lain,
petugas kebersihan dan staf yang lain. Bidan harus memberikan
contoh pelaksanaan dan pencegahan infeksi yang baik dan
keterampilan-keterampilan interpersonal yang berkualitas.
Hak – Hak Wanita Hamil
1. Wanita hamil berhak mendapat penjelasan oleh tenaga kesehatan yang
memberikan asuhan tentang efek-efek potensial langsung/tidak
langsung dari penggunaan obat atau tindakan selama masa kehamilan,
persalinan. Kelahiran atau menyusui.
2. Wanita hamil berhak mendapat informasi terapi alternatif sehingga
dapat mengurangi atau meniadakan kebutuhan akan obat dan intervensi
obstetric
3. Pasien kebidanan berhak untuk merawat bayinya sendiri bila bayinya
normal
4. Pasien kebidanan berhak memperoleh informasi tentang siapa yang
akan menjadi pendampingnya selama persalinan dan kualifikasi orang
tersebut
5. Pasien kebidanan berhak memperoleh/memiliki catatan medis dirinya
serta bayinya dengan lengkap, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan
6. Wanita hamil berhak mendapat informasi efek tindakan yang akan
dilakukan baik pada ibu & janin
7. Wanita hamil berhak untuk ditemani selama masa-masa yang
menegangkan pada saat kehamilan & persalinan
8. Pasien kebidanan berhak memperoleh catatan perincian biaya
RS/tindakan atas dirinya.
9. Wanita hamil berhak mendapat informasi sebelum/bila diantisipasi
akan dilakukan SC
10. Wanita hamil berhak mendapat informasi tentang merk obat dan reaksi
yang akan ditimbulkan atau reaksi obat yang pernah dialaminya

26
11. Wanita hamil berhak mengetahui nama-nama yang memberikan obat-
obat atau melakukan prosedur tindakan
12. Wanita hamil berhak mendapat informasi yang akan dilakukan atasnya
13. Wanita hamil berhak memilih konsultasi medik untuk memilih posisi
yang persalinan yang dapat menurunkan stress

B. Alikasi Etika dalam INC


Aplikasi etika dalam pelayanan intranatal dapat dilukiskan melalui
prinsip-prinsip etika, antara lain:
1. Menghargai otonomi
2. Melakukan tindakan yang benar (Beneficience)
3. Mencegah tindakan yang dapat merugikan.( Nonmaleficience)
4. Memberlakukan manusia dengan adil.( justice)
5. Menjelaskan dengan benar
6. Menepati janji yang telah disepakati
7. Menjaga kerahasiaan (Nonmaleficience dan beneficience)
Prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip utama untuk tindakan
profesional dan untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan
sebagai berikut:
1. Otonomi
Otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autos ( self atau diri
sendiri) dan nomos yang artinya aturan ( rule). Dengan demikian otonomi
mengandung arti mengatur diri sendiri yaitu bebas dari kontrol pihak lain
dan dari perbatasan pribadi. Bidan harus menghormati otonomi pasien
oleh karena itu kita mengenal yang namanya informed consent.
Persetujuan penting dari sudut pandang bidan, karena itu berkaitan
dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur
yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari
sudut pandang wanita (pasien)sebagai konsumen penerima jasa asuhan
kebidanan. Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih
asuhannya. Peran bidan tidak hanya membuat asuhan dalam manajemen

27
asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih
asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik
internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus
menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong
wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.
Sebagaimana telah dijelasakan sebelumnya bahwa penting untuk
memegang teguh segi etika , terutama hak pasien untuk mendapatkan
manfaat dan informasi sejujurnya. Pasien juga menolak tawaran tindakan.
Ada beberapa jenis pelayanan intranatal yang dapat dipilih oleh
pasien yang juga merupakan apliksi dari pada etika ( menghargai otonomi
pasien ), antara lain :
a. Tempat bersalin (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS) dan kelas
perawatan di RS
b. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
c. Pendampingan waktu bersalin
d. Clisma dan cukur daerah pubis
e. Metode monitor denyut jantung janin
f. Percepatan persalinan
g. Diet selama proses persalinan
h. Mobilisasi selama proses persalinan
i. Pemakaian obat pengurang rasa sakit
j. Pemecahan ketuban secara rutin
k. Posisi ketika bersalin
l. Episiotomi
m. Penolong persalinan
n. Keterlibatan suami waktu bersalin, misalnya pemotongan tali pusat.
2. Beneficience dan Nonmaleficiene
Beneficience berarti berbuat baik. ini adalah prinsip yang
mengharuskan bidan untuk bertindak dengan menguntungkan pasien.
Nonmaleficience berarti tidak merugikan pasien. Jika bidan tidak bisa

28
berbuat baik kepada pasien atau melakukan tindakan yang menguntungkan
pasien, paling tidak bidan tidak merugikan pasien.
Beneficience dan nonmaleficience merupakan keharusan untuk
meningkatkan kesehatan klien dan tidak merugikannya. Hal ini sering
bertentangan dengan otonomi. Sebagai contoh. Seorang klien melahirkan
bayinya namun mengalami robekan jalan lahir. Oleh karena itu perlu
dilakukan inspeksi khusus pada vulva, vagina dan serviks dengan
menggunakan spekulum . Dan untuk tindakan selanjutnya semua sumber
perdarahan harus diklem ,diikat, dan luka ditutup dengan penjahitan
sampai perdarahan berhenti. Teknik penjahitan memerlukan rekan
,anastesi lokal , dan penerangan yang cukup. Namun klien tidak ingin jika
rekan bidan tersebut ikut membantu. Pertimbangan bidan yaitu perdarahan
akan lebih parah jika tetap dibiarkan. Teman sejawat ataupun asisten
perawat tentu dibutuhkan karena akan sulit jika melakukannya sendiri.
Dalam hal ini bidan harus pandai membaca keadaan spiritual ,
psikologis klien, menenangkan klien, meminta bantuan keluarga (misalnya
suami) untuk menyakinkan klien ,dan memberi penjelasan pada klien dan
keluarga akan tindakan yang akan dilakukan serta akibat buruk yang
terjadi jika klien tetap mempertahankan egonya. Bidan harus menolak
otonomi pasien demi mewujudkan beneficience dan nonmaleficience.
3. Justice
Justice atau keadilan merupakan prinsip yang sangat penting. Penting
bagi bidan untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia. Bidan memberikan
pelayanan dengan kulalitas yang baik pada semua klien tanpa
membedakannya.
4. Menjaga Kerahasiaan Klien
Berdasarkan Kode Etik Kebidanan salah satu kewajiban bidan
terhadap tugasnya adalah setiap bidan harus menjamin kerahasiaan
keterangan yang didapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila
diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan
klien.

29
Sesuai kewenangan yang diberikan kepada bidan oleh pemerintah
dalam pelayanan intranatal, banyak tindakan mandiri yang dapat dilakukan
bidan bagi kliennnya, sesuai yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Aplikasi etika dalam pelayanan
intranatal care, diantaranya:
a. Menerima pasien baru intranatal. Bidan memberikan layanan
intrapartum sesuai dengan prinsip keadilan (justice), artinya adalah
bidan melayani semua pasien dengan perlakuan yang sama, tidak
memandanag latar belakang agama, suku, ekonomi, tingkat sosial dan
lain sebagainya. Hal tersebut berlaku dalam melakukan setiap tindakan
yang diberikan kepada semua pasien yang ada. 
b. Memberikan tindakan kapada pasien. Selain prinsip keadilan (justice),
bidan juga menghargai kemandirian pasien dalam membuat keputusan
terhadap tindakan yang akan diberikan kepadanya (otonomy), apakah
pasien setuju atau tidak keputusan ada di tangan pasien, tentunya
setelah mendapat penjelasan (informed consent dan informed choice)
terlebih dahulu. Hal tersebut juga berlaku termasuk dalam pemilihan
tempat bersalin/ tempat rujukan, petugas yang akan menanganinya,
pendamping persalinan, posisi persalinan dan lain sebagainya. Dalam
memberikan tindakan kepada pasien, bidan juga melakukannya sesuai
hak dan kewajiban bidan/ pasien, kewenangan serta ilmu pengetahuan.
Pelayanan yang diberikan berfokuskan pada kebutuhan dan
keselamatan pasien. 
c. Memberikan penjelasan dengan benar (veracity). Dalam setiap hasil
pemeriksaan dan tindakan lanjut yang harus diambil oleh bidan
sehubungan dengan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan,
sebelumnya bidan harus memberikan penjelasan dengan benar kepada
pasien. Penjelasan tidak boleh dimanipulasi demi kepentingan
sepihak, tetapi harus sesuai dengan yang ditemukan dalam
pemeriksaan. 

30
d. Menghargai kehidupan (Avoiding killing). 
e. Menjaga kerahasiaan (videlity). Seluruh hasil pemeriksaan yang
dilakukan kepada pasien dan ditemukan oleh bidan adalah suatu
kerahasiaan yang tidak boleh diinformasikan kepada orang lain,
kecuali dalam hal kepentingan persidangan. 
f. Bidan dalam menjalankan tugasnya wajib mengutamakan kepentingan
pasien.
Etika Bidan Dalam Pelayanan INC
1. Langkah Pengambilan Keputusan Klinik
Pada saat pasien datang pada bidan, maka yang pertama kali dilakukan
bidan adalah melakukan pendekatan komunikasi terapeutik dengan ucapan
salam, bersikap sopan, terbuka, dan siap melayani. Setelah terbina
hubungan saling percaya, barulah bidan melakukan pengumpulan data
(anamnesis) baik data subjektif dan data objektif.
Data yang dikumpulkan harus memenuhi kriteria :
a. Data harus akurat. Data yang didapatkan dari pasien adalah sesuai
kenyataan atau data sebenarnya, sehingga pada saat pengambilan
keputusan klinik dapat tepat dan efektif.
b. Kemampuan analisis. Bidan harus memiliki kemampuan analisis yang
tinggi mengenai masalah, data subjektif, dan data objektif serta sangat
dibutuhkan dalam pengambilan keputusan klinik.
c. Pengetahuan essensial. Pengetahuan essensial seorang bidan adalah
semua pengetahuan yang berkaitan dan mendukung pelayanan bidan.
Pengetahuan ini dapat berasal dari pendidikan formal, nonformal, dan
dari membaca. Semakin banyak atau tinggi pengetahuan bidan tentang
pelayanan kebidanan, maka peluang untuk mengambil keputusan yang
tepat dalam pelayanan akan makin besar.
d. Pengalaman yang relevan. Bidan sebaiknya memiliki pengalaman yang
cukup dan relevan dengan bidang ilmu yang ditekuninya, sehingga
tidak memiliki keraguan saat harus mengambil keputusan.

31
e. Memiliki intuisi. Intuisi yang tinggi sangat diperlukan dalam proses
pengambilan asuhan yang diberikan dan dalam penentuan masalah
serta menentukan diagnosis. Dengan demikian, bidan dapat
memberikan pelayanan yang cepat dan akurat.
2. Hak-Hak Klien pada Asuhan Sayang Ibu dan Bayi pada Persalinan
a. Memberi pelayanan kepada ibu dengan ramah dan penuh perhatian.
b. Memberikan semangat dan dukungan kepada ibu.
c. Meminta keluarga mendampingi ibu selama proses persalinan.
d. Memberi kesempatan bagi ibu untuk memilih posisi meneran yang
diinginkan.
e. Memberi asupan nutrisi yang cukup bagi ibu, seperti makan dan
minum di setiap proses persalinan.
f. Melakukan rawat gabung ibu dan bayinya.
g. Membimbing ibu untuk memeluk bayinya dan sesegera mungkin
memberikan Air Susu Ibu (ASI), diupayakan pemberiannya
dilakukan kurang dari 1 jam atau disebut Iniasiasi Menyusu Dini
(IMD).
h. Memantau kondisi ibu dan janin setelah melahirkan.
i. Memberikan asupan nutrisi setelah melahirkan.
j. Menganjurkan ibu untuk beristirahat setelah melahirkan.
k. Mengajarkan ibu dan keluarga atau suami mengenali tanda dan
gejala bahaya yang mungkin terjadi.
l. Mengajarkan ibu, keluarga, dan suami cara untuk mencari
pertolongan di saat terjadi hal yang berbahaya.
m. Selama persalinan normal, intervensi hanya dilaksanakan jika benar-
benar dibutuhkan yaitu jika ada infeksi dan penyulit.
n. Obat-obat essensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia oleh
petugas dan keluarga.
3. Pencatatan (Dokumentasi)
Pada setiap pelayanan atau asuhan, harus selalu memperhatikan
pencatatan atau dokumentasi. Manfaat dokumentasi sebagai berikut :

32
a. Aspek legal atau landasan hukum bagi bidan dalam pelayannya.
b. Aspek manajemen, dokumentasi dapat mengidentifikasi mutu
pelayanan seorang bidan dan juga untuk mengatur kebutuhan saran
yang perlu dipersiapkan seorang bidan pada saat praktik.
c. Aspek pembelajaran, dokumentasi merupakan asset yang sangat
berharga bagi bidan dalam pelayanannya karena data sebelumnya
yang sudah didokumentasikan dapat dipakai sebagi referensi atau
acuan saat mengahadapi masalah atau kasus yang mungkin sama dan
pernah dihadapi.
Dokumentasi dapat berupa SOAP atau menggunakan manajamen asuhan
kebidanan yang lain. Namun dalam persalinan, dokumentasi yang
digunakan adalah partograf. Hal-hal yang perlu diingat oleh seorang
bidan mengenai dokumentasi adalah:
a. Catat semua data: hasil pengumpulan data, pemeriksaan, diagnosis,
obat-obatan yang diberikan, serta semua asuhan yang diberikan pada
ibu dan bayi.
b. Jika tidak dicatat, dapat dianggap bahwa asuhan tersebut tidak
dilakukan.
c. Pastikan setiap partograf telah diisi dengan lengkap, benar, dan tepat
waktu, serta sebelum persalinan dan sesudah persalinan berlangsung.
4. Penilaian Klinik
a. Kala I
1) Pengkajian awal. Apabila seorang ibu hendak melahirkan,
pengkajian awal perlu dilakukan untuk menetukan apakah
persalinan sudah pada waktunya, apakah kondisi ibu dan
bayinya normal, yaitu dengan
a) Lihat. Tanda-tanda perdarahan, mekoneum, atau bagian
organ yang lahir, tanda bekas operasi sesar terdahulu, ibu
yang warna kulitnya kuning atau kepucatan.
b) Tanya. Kapan tanggal perkiraan kelahiran, menentukan ibu
sudah waktunya melahirkan atau belum.

33
c) Periksa. Tanda-tanda penting untuk hipertensi dan detak
jantung janin untuk bradikardi.
Setelah dilakukan penilaian persalinan cepat, dan tidak
ditemukan masalah maka boleh dilakukan pengkajian ibu
bersalin secara lengkap.
2) Pemantauan. Selama persalinan berlangsung perlu pemantauan
kondisi kesehatan ibu maupun bayinya. Hasil pemantuan dicatat
dalam partograf.
a) Kemajuan persalinan . His/kontraksi: frekuensi, lama, dan
kekuatan dikontrol ½ jam sekali pada fase aktif.
Pemeriksaan dalam: pembukaan, penipisan, penurunan
bagian terendah, molase dikontrol setiap 4 jam.
Pemeriksaan abdomen/luar dikontrol setiap 2 jam pada fase
aktif. Kemajuan persalinan normal sesuai dengan partograf.
b) Keadaan ibu. Tanda vital, status kandung kemih dan
pemberian makanan/minuman. Tekanan darah dikontrol
setiap 4 jam. Selain itu, perubahan perilaku seperti
dehidrasi/lemah, kebutuhan akan dukungan.
c) Keadaan janin. Pemeriksaan denyut jantung janin setiap ½
jam pada fase aktif. Jika selaput ketuban pecah, maka
dilakukan pemeriksaan warna, kepekatan, jumlah dan
molase.
3) Penanganan
a) Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti
suami, keluarga pasien atau teman dekat.
b) Mengatur aktivitas sesuai dengan kesanggupannya dan
posisi ibu.
c) Membimbing ibu untuk rileks sewaktu ada his.
d) Menjaga privasi ibu.
e) Penjelasan tentang kemajuan persalinan.
f) Menjaga kebersihan diri.

34
g) Mengatasi rasa panas.
h) Massase.
i) Pemberian cukup minum
j) Mempertahankan kandung kemih tetap kosong.
k) Sentuhan.
4) Rujukan. Diharapkan dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat
yang memiliki kemampuan menangani kegawatdaruratan
obstetrik dengan melibatkan kelurga dalam pengambilan
keputusan yang cepat dan tepat.
b. Kala II
1) Pemantauan. Pemantauan dicatat pada partograf dan dilakukan
pada :
a) Kemajuan persalinan Tenaga atau usaha mengedan dan
kontraksi uterus ibu.
b) Kondisi Janin, periksa DJJ setiap 15 detik, penurunan
presentasi dan posisi serta warna cairan yang keluar dari
jalan lahir.
c) Kondisi ibu, periksa tanda-tanda vital (nadi dan tekanan
darah setiap 30 menit) dan respon keseluruhan pada kala II.
2) Diagnosis
a) Persalinan Kala II ditegakkan dengan melakukan
penmeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan
lengkap.
b) Bila kala II berjalan baik maka ada kemajuan penurunan
kepala bayi.
c) Bila tidak diperlukan kondisi kegawatdaruratan maka
segera persiapkan rujuakan.
3) Penanganan
a) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu.
b) Menjaga kebersihan diri.
c) Mengipasi dan massase.

35
d) Memberikan dukungan mental.
e) Mengatur posisi ibu.
f) Menjaga kandung kemih kosong.
g) Memberikan cukup minum
h) Memimpin mengejan selama his dan istirahat bila tidak ada
his.
i) Bernafas selama persalinan.
j) Memantau denyut jantung janin.
k) Melahirkan bayi : menolong kepala, periksa tali pusat,
melahirkan bahu dan anggota tubuh lainnya.
l) Melakukan penilaian bayi baru lahir.
m) Mengeringkan bayi sambil melakukan rangsangan taktil
n) Melakukan IMD dengan prinsip skin to skin yang ditutupi
handuk atau kain kering dan hangat.
c. Kala III
1) Pengkajian Awal/Segera
a) Palpasi uterus untuk menentukan apakah ada bayi yang
kedua.
b) Menilai apakah bayi lahir dalam keadaan stabil Bila tidak
lakukan rawat bayi segera.
2) Diagnosis
a) Kehamilan dengan janin normal tunggal.
b) Bayi normal.
c) Bayi dengan penyulit segera lakukan rujukan.
3) Penanganan Manajemen Aktif kala III
a) Jepit dan gunting tali pusat.
b) Memberikan oksitosin segera secara IM 10 IU.
c) Melakukan penegangan tali pusat terkendali atau PTT/CCT
(Controled Cord Traction)
d) Melakukan massase fundus uteri

36
d. Kala IV
1) Pemantauan Melakukan pemeriksaan
a) Fundus kontraksi atau tidak, berada di atau di bawah
umbilicus.
b) Kelengkapan plasenta.
c) Selaput ketuban.
d) Memperkirakan pengeluaran darah.
e) Lokhea.
f) Kandung kemih.
g) Kondisi ibu.
h) Kondisi bayi baru lahir.
2) Diagnosis
a) Involusi normal.
b) Kala IV dengan penyulit segera rujuk.
3) Penanganan
a) Ikat tali pusat.
b) Pemeriksaan fundus dan massase uterus.
c) Nutrisi dan hidrasi.
d) Bersihkan ibu.
e) Istirahat.
f) Memulai menyusui.
g) Menolong ibu ke kamar mandi.
h) Mengajari ibu dan anggota keluarga memeriksa fundus,
massase uterus dan tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi.

37
MATERI III
APLIKASI ETIKA BIDAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN HAK-
HAK KLIEN

A. Aplikasi Etika dalam PNC (Postnatal)

Masa nifas adalah masa di mulai beberapa jam sesudah lahirnya


plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2013). Pernyataan
juga diperjelas oleh Abdul Bahri (2000) yang menyatakan bahwa masa nifas
di mulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu.
Dengan kata lain asuhan masa nifas adalah asuhan yang diberikan pada ibu
beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan.
Asuhan ibu nifas oleh bidan dilakukan dengan cara mengumpulkan
data, menetapkan diagnosis dan rencana tindakan, serta melaksananakannya
untuk mempercepat proses pemulihan dan mencegah komplikasi dengan
memenuhi kebutuhan, ibu dan bayi selama periode nifas.
Standart pelayanan nifas.
Standart 13: perawatan bayi baru lahir
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan
pernafasan spontan, mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan
melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus
mencegah dan menangani hiportemi.
Standart 14: penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan.
Bidan melakukan pemantauan pada ibu dan bayi terhadap terjadinya
komplikasi dalam 2 jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang
diperlukan. Di samping itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal
yang mempercepat pulihnya kesehatan ibu untuk memulai pemberian ASI.
Standart 15: pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas.
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan
rumah pada hari ketiga, minggu kedua, dan minggu keenam setelah persalinan
untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat

38
yang benar, penemuan dini, penanganan, atau perujukan komplikasi yang
mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberkan penjelasan kesehatan
secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru
lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.
Tujuan PNC
Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas adalah:
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis.
2. Mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada
ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi, KB,
cara dan manfaat menyusui, imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.
4. Memberikan pelayanan KB.
Kunjungan PNC
Paling sedikit ada 4 kali kunjungan masa nifas yang dilakukan untuk
menilai status ibu dan bayi baru lahir.
Kunjungan masa nifas terdiri dari:
1. Kunjungan I: 6-8 jam setelah persalinan.
Tujuannya:
a. Mencegah perdarahan pada mas nifas karena atonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila
perdarahn berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
Jika bidan menolong persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan
bayi untuk 2 jam pertama setelah melahirkan atau sampai keadaan ibu dan
bayi dalam keadaan stabil.
2. Kunjungan II: 6 hari setelah persalinan.
Tujuannya:

39
a. Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada
bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam infeksi atau pendarahan
abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda-tanda
penyakit.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehar-hari.
3. Kunjungan III: 2 minggu setelah persalinan
Tujuannya: Sama dengan di atas (6 hari setelah persalinan)
4. Kunjungan IV: 6 minggu setelah persalinan.
Tujuannya:
a. Menanyakan ibu tentang penyakit-penyakit yang di alami.
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini (Mochtar.1998)
Perawatan pada masa nifas:
1. Early Ambulation
a. Merupakan kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing keluar
dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan.
b. Keuntungan early ambulation:
1) Ibu merasa lebih sehat dan lebih kuat
2) Faal usus dan kandung kemih lebih baik
3) Memungkinkan kita mengajak ibu memelihara anaknya:
memandikannya, mengganti pakaian, memberi makanan dan lain
-lain.
2. Diet
Masalah diet perlu mendapatkan perhatian pada masa nifas untuk dapat
meningkatkan kesehatan dan memberikan ASI, makanan yang baik
mempercepat alat-alat kandungan.

40
3. Miksi dan defekasi
a. Miksi hendaknya dapat dilakukan secepatnya, sebaiknya ibu di
suruh kencing 4 jam post partum. Bila kangung kemih penuh dan
ibu sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi.
b. Defekasi harus dilakukan 3 sampai 4 hari pasca persalinan bila
terdapat kesulitan dapat diberikan obat laksans peroral atau
perrektal.
4. Perawatan Payudara
a. Perawatan payudara telah di mulai sejak wanita hamil. Supaya puting,
tidak keras dan kering sebagai persiapan menyusui bayinya
b. Bila bayi meninggal, maka laktasi harus di hentikan dengan cara:
1) Pembalutan mamae sampai tertekan.
2) Pemberian obat estrogen untuk supresi LH. Seperti tablet lynoral
dan periodel
Implementasi hak-hak ibu nifas:
Beberapa hak-hak pasien secara umum adalah:
1. Hak untuk memperoleh informasi
2. Hak untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas
3. Hak untuk mendapatkan perlindungan dalam pelayanan
4. Hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan
5. Hak untuk mendapatkan pendampingan suami atau keluarga dalam
pelayanan
6. Hak untuk mendapatkan pelayanan sesuai pilihan.
Untuk memenuhi kebutuhan pasien tersebut, bidan berkewajiban
memberikan asuhan sesuai standart. Standart asuhan pada ibu nifas telah di
atur dalam KEMENKES 369/ MenKes/2007.
Implementasi hak-hak untuk ibu post natal dan bayi, bias di artikan dengan
gerakan sayang ibu. Gerakkan saying ibu merupakan suatu gerakan yang
dilaksanakan dalam upaya membantu salah satu gerakan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang
berdampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil,

41
melahirkan dan nifas. Program ini bertujuan memberkan stimulan dalam
memperhatikan gizi keluarga terutama ibu hamil dan ibu menyusui.
Metode yang digunakan pada program ini adalah meningkatkan
kepahaman pada keluarga dengan pendampingan dan penyuluhan,
pembentukan komunitas (kelompok masyarakat) yang terdiri dari masyarakat
sasaran dan stake holders.
Selain hak untuk mendapatkan pendampingan dalam gerakkan sayang ibu
implementasi hak ibu post natal juga dapat berupa hak ibu dalam menyusui
bayi. Kita tidak dapat memaksa ibu untuk menyusui kalau tidak ingin. Oleh
karena itu menyusui itu juga melibatkan keiklasan ibu, bukan hanya sekedar
memberikan ASI kepada bayinya. Sebaliknya, tidak ada seorangpun yang
boleh menhalangi seorang ibu memenuhi haknya untuk menyusui bayinya.
Selain ibu, bayi juga punya hak. Mendapatkan ASI itu adalah hak bayi.
Hal ini juga di atur dalam konvensi hak anak pasal 24 yang menyatakan
bahwa anak (atau bayi) berhak atas standart kesehatan tertinggi yang dapat
diadakan. Yang paling esensial dari hak ini adalah hak hidup si anak. Dia
berhak mendapatkan kehidupan yang layak di bumi ini.
Kode etik dalam masa nifas:
1. Kebijakan program nasional pada masa nifas
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit 4 kali
melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk:
a. Menilai kondisi kesehatan ibu dan anak.
b. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
c. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa
nifas.
d. Penanganan komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas dan bayinya.
2. Undang-undang yang mengatur kode etik bidan dalam asuhan nifas
Pasal 10 ayat 1 menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan ibu antara lain
pada masa nifas. Pada ayat 2 d menjelaskan bahwa bidan memberikan

42
pelayanan ibu nifas. Ayat 3 e menjelaskan bahwa bidan berwenang
memberikan vitamin A dosisi tinggi pada masa nifas dengan adanya
undang-undang di atas di harapkan bidan dapat melaksanakan tugasnya
sesuai dengan peraturan yang berlaku dan sesuai etika kebidanan dan
dapat memberikan pelayanan sesuai kebutuhan ibu.

B. Aplikasi Etika dalam BBL (Bayi Baru Lahir)

1. Asuhan pada bayi baru lahir


Asuhan pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada
bayi dalam 24 jam pertama, apabila bayi tidak mengalami masalah
apapun. Sedangkan pada asuhan neonatus adalah asuhan yang diberikan
pada bayi sampai usia 28 minggu setelah kelahiran yang dibagi pada
beberapa jadwal kunjungan.
Asuhan ini berupaya untuk melakukan skrining terhadap bayi
beserta komplikasinya secara dini.
2. Peran bidan terhadapa bayi baru lahir
Bulan pertama kehidupan bayi merupakan masa transisi dengan
penyesuaian baik untuk orang tua maupun bayi. Oleh karena itu, bidan
harus memfasilitasi proses tersebut. Peran bidan pada kehidupan bayi baru
lahir satu bulan pertama dimulai sejak bayi meninggalkan ruang bersalin.
Dalam prakteknya, asuhan dilakukan sevara multi disipliner, yakni
perawatan anak, perawat keluarga dan dokter spesialis anak. Bidan
bertugas melanjutkan perawatan bagi ibu dan bayi dalam melewati enam
minggu pertama kelahiran. Pengawasan dilakukan terhadap bayi, antara
lain :
a. Semua bayi baru lahir sebaiknya mendapatkan minimal dua kali
pemeriksaan sebelum meninggalkan rumah bersalin/rumah
sakit/sebelum bidan pulang (jika lahir di rumah).
b. Pemeriksaan pertama adalah pemeriksaan skrining berhubungan
dengan kelahiran.

43
c. Pemeriksaan kedua lebih komprehensif, termasuk usia dan riwayat
kelahiran.
d. Jika bayi baru lahir pulang dalam waktu 6-12 jam, bidan harus
menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang dalam 3-5 hari
sesudah lahir.
e. Jika bayi baru lahir tinggal di rumah sampai 48 jam, kunjungan ulang
dapat ditunda sampai usia bayi 10-14 hari.
3. Tujuan Bidan Memberikan Asuhan (kunjungan) Pada BBL dan
Neonatus
a. Mengidentifikasi gejala penyakit.
b. Menawarkan tindakan skrining metabolis.
c. Memberikan KIE kepada orang tua.
d. Hendaknya di poliklinik anak disediakan ruang tunggu khusus, agar
bayi terlindung dari anak-anak yang sakit.
e. Institusi pelayanan kesehatan harus mengusahakan orang tua bisa ikut
ke ruangan periksa pada saat anak menjalani pemeriksaan.
f. Jika orang tua setuju, maka perlu dilakukan skrining metabolis, apabila
sebelumnya, belum dilakukan untuk mengetahui adanya Hipotiroid
Kongenital dan kadar penilketonuria serta penyakit metabolic.
g. Bidan harus bisa menyiapkan spesimen darah yang dibutuhkan,
biasanya diambil dari daerah tumit bayi. Pemeriksaan ini akan akurat
jika dilakukan minimal 24 jam setelah bayi mendapatkan nutrisi.
h. Bidan harus mempunyai perencanaan untuk melakukan kunjungan
bayi baru lahir meliputi mengkaji ulang riwayat ibu, riwayat persalinan
dan tindakan segera pada bayi.
i. Bidan harus mengkaji riwayat atau masalah pada pemenuhan nutrisi
bayi, perhatian, usaha menangis, buang air besar, buang aur kecil dan
lain-lain.
j. Pada saat melakukan kunjungan ulang, harus melakukan pemeriksaan
fisik, memberikan penyuluhan dan anticipatory guidance pada orang
tua.

44
k. Bidan harus membuat kunjungan dalam 6-8 minggu untuk imunisasi
dan check up serta harus melakukan pengkajian fisik kembali jika
ditemukan kondisi darurat yang memerlukan perawatan dari dokter
spesialis anak.
4. Jadwal kunjungan pertama dan selanjutnya
Kunjungan neonatal dilakukan untuk memantau kesehatan bayi
sehingga bila terjadi masalah dapat segera diidentifikasi seperti bayi
mengalami kesulitan untuk menyusui, tidak buang air besar dalam 48 jam,
ikterus yang timbul pada hari pertama, kemudian tali pusat merah atau
bengkak atau keluar cairan dari tali pusat, bayi demam lebih dari 37,5 °C
sehingga keadaan ini harus segera dilakukan rujukan.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanankesehatan dasar, mengetahui bila terdapat kelainan
pada bayi atau bayi mengalami masalah kesehatan. Risiko terbesar
kematian. Bayi baru lahir terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu
pertama dan dua bulan pertama kehidupannya.
Sehingga bayi lahir sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di
fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Bidan dalam memberikan
pelayanan kesehatan neonatal sekaligus memastikan bahwa bayi dalam
keadaan sehat pada saat bayi pulang atau bidan meninggalkan bayi jika
persalinan di rumah.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar menggunakan pendekatan
komprehensif, Manajemen Terapdu Bayi Muda, yang meliputi :
a) pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi, bakteri,
ikterus, diare, berat badan rendah.
b) perawatan tali pusat
c) imunisasi hep B 0 bila belum diberikan pada saat lahir
d) konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif,
pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di
rumah dengan menggunakan Buku KIA
e) penanganan dan rujukan kasus

45
5. Pelaksanaan kunjungan neonatus dan bayi baru lahir
a. Kunjungan I pada 6 jam pertama setelah persalinan
1) Menjaga bayi agar tetap hangat dan kering
2) Menilai penampilan bayi secara umum yaitu bagaimana
penampakan bayi secara keseluruhan dan bagaimana ia bersuara
yang dapat menggambarkan keadaan kesehatannya.
3) Tanda-tanda pernapasan, denyut jantung dan suhu badan penting
untuk diawasi selama 6 jam pertama.
4) Memeriksa adanya cairan atau bau busuk pada tali pusat, menjaga
tali pusat agar tetap bersih dan kering.
5) Pemberian ASI awal.
b. Kunjungan II pada hari ke-3 setelah persalinan
1) Menanyakan pada ibu mengenai keadaan bayi
2) Menanyakan bagaimana bayi menyusui
3) Memeriksa apakah bayi terlihat kuning (ikterus)
4) Memeriksa apakah ada nanah pada pusat bayi dan apakah
baunya busuk.
c. Kunjungan III pada minggu ke-2 setelah persalinan
1) Tali pusat biasanya sudah lepas pada kunjungan 2 minggu
pascasalin.
2) Memastikan apakah bayi mendapatkan ASI yang cukup
3) Bayi harus mendapatkan imunisasi berikut :
a) BCG untuk mencegah tuberculosis
b) vaksin polio I secara oral.
c) vaksin hepatitis B
d. Kunjungan IV pada 6 minggu setelah kelahiran
1) Memastikan bahwa laktasi berjalan dengan baik dan berat badan
bayi meningkat.
2) Melihat hubungan antara ibu dan bayi.
3) Menganjurkan ibu untuk membawa bayinya ke posyandu untuk
penimbangan dan imunisasi.

46
MATERI IV
APLIKASI ETIKA BIDAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN HAK-
HAK KLIEN

A. Aplikasi Etika dalam Pelayanan KB


Paradigma baru program Keluarga berencana Nasional telah diubah
visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga
Berkualitas tahun 2015” Keluaraga yang berkualitas adalah keluarga yang
sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan
ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan YME.
Dalam paradigma baru program KB ini, misinya sangat menekankan upaya
menghormati hak – hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam
meningkatkan kualitas keluarga Berdasarkan salah satu pesan kunci dalam
Rencana Strategik Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia
adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang diinginkan.
Untuk mewujudkan pesan kunci tersebut , Keluarga Berencana (KB)
merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama
(Saifuddin,2018)
Untuk mencapai hal tersebut di atas Bidan sangat memegang peranan
dalam kesinambungan keberhasilan program KB. Dalam memberikan
pelayanan KB, bidan berkewajiban melaksanakannya secara professional.
Pekerja professional dituntut berwawasan sosial yang luas, sehingga pilihan
jabatan dan perannya didasari nilai tertentu, bersikap positif terhadap jabatan
dan perannya dan bermotivasi serta berusaha untuk berkarya sebaik-baiknya
(Depkes,2018)
Dengan demikian sebagai jabatan professional bidan dalam
pelaksanaan pelayanankebidanan, selalu berpegang pada etika kebidanan.
Etika dapat dapat berarti nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi
sesorang atau sesuatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika
mencakup prinsip, konsep dasar dan nilai – nilai yang membimbing makhluk
hidup dalam berpikir dan bertindak (Supardan S,2008)

47
Tujuan
1. Meningkatkan profesionalisme bidan dalam pelayanan kebidanan
2. Menerapakan etika kebidanan dalam pelayanan kebidanan
3. Meningkatkan kulitas pelayanan kebidanan
4. Meningkatkan peran bidan bagi tercapainya Keluarga berkualitas tahun
2015
Factor- factor yang harus dipertimbangkan dalam pelayanan KB:
1. Status kesehatan
2. Efek samping potensial
3. Konsekuensi kegagalan
4. Besar keluarga yang direncanakan
5. Persetujuan pasangan
6. Norma budaya lingkungan dan orang tua.
Persyaratan umum dalam metode kontrasepsi ideal:
1. Aman, arinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan
2. Berdaya guna, atinya bila digunakan sesuai aturan akan dapat mencegah
terjadinya kehamilan
3. Dapat diterima bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan
budaya di masyarakat
4. Terjangkau
5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera
kembali kesuburannya, kecuali kontap.
Wewenang Bidan Dalam Pelayanan KB
Bidan dalam memberikan asuhan kebidanan melalui proses pengambilan
keputusan dan tindakan dilakukan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup
prakteknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.
Area kewenangan Bidan dalam pelayanan keluarga berencana tercantum
dalam Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 yaitu bidan dalam memberikan
pelayanan keluarga berencana harus memperhatikan kompetensi dan protap
yang berlaku diwilayahnya meliputi :

48
1. Memberikan pelayanan keluarga berencana yakni pemasangan IUD,
AKBK, pemberian suntikan, tablet, kondom, diagfragma, jelly dan
melaksanakan konseling
2. Memberikan pelayanan efek samping pelayanan kontrasepsi.
3. Melakukan pencabutan AKBK tanpa penyulit. Tindakan ini dilakukan atas
dasar kompentensi dan pelaksanaanya berdasarkan protap. Pencabutan
AKBK tidak dianjurkan untuk dilaksanakan melalui pelayanan KB
keliling.
4. Dalam keadaan darurat, untuk penyelamatan jiwa Bidan berwewenang
melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan yang diberikan bila
tidak mungkin memperoleh pertolongan dari tenaga ahli.
5. Kewajiban Bidan yang perlu diperhatikan dalam menjalankan kewenangan
:
a. Meminta persetujuan yang akan dilakukan.
b. Memberikan informasi.
c. Melakukan rekam medis dengan baik.
Penerapan Etika Dalam Pelayanan Kb
1. Konseling
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan
keluarga berencana. Dengan melakukan konseling berarti petugas
membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang
akan digunakan sesuai pilihannya. Jika klien belum mempunyai keputusan
karena disebabkan ketidaktahuan klien tentang kontrasepsi yang akan
digunakan, menjadi kewajiban bidan untuk memberikan informasi tentang
kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh klien, dengan memberikan
informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh klien, dengan
memberikan beberapa alternative sehingga klien dapat memilih sesuai
dengan pengetahuan dan keyakinan yang dimilikinya.
Tujuan konseling:
a. Calon peserta KB memahami manfaat KB bagi dirinya maupun
keluarganya.

49
b. Calon peserta KB mempunyai pengetahuan yang baik tentang alasan
berKB , cara menggunakan dan segala hal yang berkaitan dengan
kontrasepsi.
c. Calon peserta KB mengambil keputusan pilihan alat kontrasepsi
Sikap Bidan Dalam Melakukan Konseling Yang Baik Terutama
Bagi Calon Klien Baru
a. Memperlakukan klien dengan baik
b. Interaksi antara petugas dan klien Bidan harus mendengarkan,
mempelajari dan menanggapi keadaan klien serta mendorong agar
klien berani berbicara dan bertanya
c. Memberi informasi yang baik kepada klien
d. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan
Terlalu banyak informasi yang diberikan akan menyebabkan
kesulitan bagi klien untuk mengingat hal yang penting.
e. Tersedianya metode yang diinginkan klien
f. Membantu klien untuk mengerti dan mengingat
Bidan memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada
klien agar memahaminya dengan memperlihtkan bagaimana cara
penggunaannya. Dapat dilakukan dengan dengan memperlihatkan
dan menjelaskan dengan flipchart, poster, pamflet atau halaman
bergambar.
Langkah – Langkah Konseling:
a. Menciptakan suasana dan hubungan saling percaya
b. Menggali permasalahan yang dihadapi dengan calon
c. Memberikan penjelasan disertai penunjukan alat – alat kontrasepsi
d. Membantu klien untuk memilih alat kontrasepsi yang tepat untuk
dirinya sendiri.
Keterampilan Dalam Konseling
a. Mendengar dan mempelajari dengan menerapkan:
1) Posisi kepala sama tinggi
2) Beri perhatian dengan kontak mata

50
3) Sediakan waktu
4) Saling bersentuhan
5) Sentuhlah dengan wajar
6) Beri pertanyaan terbuka
7) Berikan respon
8) Berikan empati
9) Refleks back
10) Tidak menghakimi
b. Membangun kepercayaan dan dukungan:
1) Menerima yang dipikirkan dan dirasakan klien
2) Memuji apa yang sudah dilakukan dengan benar
3) Memberikan bantuan praktis
4) Beri informasi yang benar
5) Gunakan bahasa yang mudah dimengerti/sederhana
6) Memberikan satu atau dua saran.
2. Informed Choice dan Informed Consent Dalam Pelayanan Keluarga
Berencana
Informed Choice adalah berarti membuat pilihan setelah mendapat
penjelasan tentang alternative asuhan yang dialami. Pilihan atau choice
lebih penting dari sudut pandang wanita yang memberi gambaran
pemahaman masalah yang berhubungan dengan aspek etika dalam
otonomi pribadi. Ini sejalan dengan Kode Etik Internasional Bidan bahwa :
Bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan
mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab dari pilihannya.
Setelah klien menentukan pilihan alat kontrasepsi yang dipilih, bidan
berperan dalam proses pembuatan informed concent. Yang
dimaksud.Informed Concent adalah persetujuan sepenuhnya yang
diberikan oleh klien/pasien atau walinya kepada bidan untuk melakukan
tindakan sesuai kebutuhan. Infomed concent adalah suatu proses bukan
suatu formolir atau selembar kertas dan juga merupakan suatu dialog
antara bidan dengan pasien/walinya yang didasari keterbukaan akal dan

51
pikiran yang sehat dengan suatu birokratisasi yakni penandatanganan suatu
formolir yang merupakan jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak
pasien/walinya telah terjadi.
Dalam proses tersebut, bidan mungkin mengahadapi masalah yang
berhubungan dengan agama sehingga bidan harus bersifat netral, jujur,
tidak memaksakan suatu metode kontrasepsi tertentu. Mengingat bahwa
belum ada satu metode kontrasepsi yang aman dan efektif, maka dengan
melakukan informed choice dan infomed concent selain merupakan
perlindungan bagi bidan juga membantu dampak rasa aman dan nyaman
bagi pasien. Sebagai contoh, bila bidan membuat persetujuan tertulis yang
berhubungan dengan sterilisasi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
bahwa sterilisasi bersifat permanen, adanya kemungkinan perubahan
keadaan atau lingkungan klien, kemungkinan penyelesaian klien dan
kemungkinan kegagalan dalam sterilisasi.
3. Pencegahan Infeksi
a. Tujuan
1) Memenuhi prasyarat pelayanan KB yang bermutu
2) Mencegah infeksi silang dalam prosedur KB, terutama pada
pelayanan kontrasepsi AKDR, suntik, susuk dan kontrasepsi
mantap
3) Menurunkan resiko transmisi penyakit menular seperti hepatitis B
dan HIV/AIDS
b. Kewaspadaan standar
c. Pelayanan KB membutuhkan kepatuhan melaksanakan tindakan sesuai
dengan kewaspadaan standar (standar precaution).
d. Berikut merupakan cara pelaksanaan kewaspadaan standar
1) Anggap setiap orang dapat menularkan infeksi
2) Cuci tangan
3) Gunakan sepasang sarung tangan sebelum menyentuh apapun yang
basah seperti kulit terkelupas, membrane mukosa, darah atau duh

52
tubuh lain, serta alat-alat yang telah dipakai dan bahan – bahan lain
yang terkontaminasi atau sebelum melakukan tindakan invasive
4) Gunakan pelindung fisik, untuk mengantisipasi percikan duh
tubuh.
5) Gunakan bahan antiseptic untuk membersihkan kulit maupun
membrane mukosa sebelum melakukan operasi, membersihkan
luka, menggosok tangan sebelum operasi dengan bahan antiseptic
berbahan dasar alcohol
6) Lakukan upaya kerja yang aman, seperti tidak memasang tutup
jarum suntik, memberikan alat tajam dengan cara yang aman.
7) Buang bahan – bahan terinfeksi setelah terpakai dengan aman
untuk melindungi petugas pembuangan dan untuk mencegah cidera
maupun penularan infeksi kepada masyarakat
8) Pemrosesan terhadap instrument , sarung tangan, bahan lain setelah
dipakai dengan cara mendekomentasikan dalam larutan klorin
0,5%, dicuci bersih, DTT dengan cara-cara yang dianjurkan.
4. Penjelasan / Penerangan Yang Diberikan Saat Pemasangan/ Alat
Kontrasepsi
a. Jelaskan kepada klien apa yang dilakukan dan mempersilahkan klien
mengajukan pertanyaan
b. Sampaikan pada klien kemungkinan akan merasa sedikit sakit pada
beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan diberitahu bila
sampai pada langkah tersebut.
c. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya tentang keterangan
yang telah diberikan dan tentang apa yang akan dilakukan pada
dirinya.
d. Peragakan peralatan yang akan digunakan serta jelaskan tentang
prosedur apa yang akan dikerjakan
e. Jelaskan bahwa klien akan mengalami sedikit rasa sakit saat
penyuntikan anastesi local, sedangkan insersinya tidak akan
menimbulkan nyeri (bila pemasangan AKBK)

53
5. Tentramkan hati klien setelah tindakan.
Pelaksanaan Tindakan Sesuai Standar Operasional Prosedur
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 369/MENKEN/SK/III/2007 Tentang
Standar Profesi Bidan pada standar V TINDAKAN pada definisi
operasional disebutkan bahwa tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai
dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau hasil kolaborasi
6. Menjaga Kerahasiaan Dan Privasi Klien
Berdasarkan Kode Etik Kebidanan salah satu kewajiban bidan terhadap
tugasnya adalah setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang
didapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh
pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien
7. Sistem Pencatatan Dan Pelaporan Pelayanan Kb
Dalam tahun 2001 pencatatan dan pelaporan program KB Nasional
dilaksanakan sesuai dengan sistim , pencatatan dan pelaporan yang
disempurnakan melalui Instruksi Menteri Pemberdayaan Perempuan
/KepalaBKKBN Nomor 191/HK-011/D2/2000 tanggal 29 September
2000.
Sistim pencatatan dan pelaporan program KB nasional saat ini telah
disesuaikan dengan tuntutan informasi , desentralisasi dan perbaikan
kualitas. Sistim pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi meliputi:
a. Kegiatan pelayanan kontrasepsi
b. Hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi baik di klinik maupun di BPS
c. Pencatatan keadaan alat-alat kontrasepsi di klinik KB

B. Aplikasi Etika dalam Penelitian


Menurut kode etik bidan internasional adalah bahwa bidan seharusnya
meningkatkan pengetahuannya melalui berbagai proses seperti pengalaman
pelayanan kebidanan dab dari riset kebidanan. Riset dan diseminasinya
menjadi tanggung jawab bidan. Tuntunan masyarakat terhadap mutu
pelayanan kebidana semakin tinggi, karena semakin majunya jaman, dan kita

54
memasuki era globalisasi dimana akses informasi bagi masyarakat juga
semakin meningkat.
Beberapa waktu lalu praktik kebidana masih banyak berdasarkan
kebiasaan atau dogma,’dulu saya diajarkan begitu’ atau ‘biasanya seperti ini’,
dengan kemajuan ilmu penegtahuan dan tehnologi kebidanan praktek yang
seperti itu tidak dapat dilaksanakan lagi, tetapi dituntut prakte professional
berdasarkan evidence based atau hasil penelitian.
Bidan mungkin banyak terlibat dalam penelitian baik sebagai subjek
maupun objek penelitian. Sehingga bidan perlu tau mengenai etika penelitian,
demi kepentingan melindungi pasien, institute tempat praktek dan diri sendiri.
Bidan wajib mendukung penelitian yang bertujuan memajukan ilmu
pengetahuan kebidanan. Bidan harus siap untuk mengadakan penelitian dan
siap untuk memberikan pelayana berdasarkan hasil penelitian. Bidan wajib
mendukung penelitian yang bertujuan memajukan ilmu pengetahuan, bidan
harus siap mengadakan penelitian dan siap untuk memberikan pelayanan
berdasarkan hasil penelitian.
1. Pada dasarnya penelitian bertujuan untuk :
a. Memajukan ilmu pengetahuan dalam kaitan untuk meningkatkan
pelayanan
b. Kemajuan dalam bidang penelitian itu sendiri
2. Menurut Helsinski prinsip dasar penelitian yang mengambil objek manusia
harus memenuhi ketentuan :
a. Bermanfaat bagi umat manusia
b. Harus sesuai dengan prinsip ilmiah dan harus didasarkan pengetahuan
yang cukup dari dukungan kepustakaan ilmiah.
c. Tidak membahayakan obyek(manusia) penelitian itu (diatas
kepentingan yang lain)
d. Tidak merugikan atau menjadikan beban baik waktu,materi, maupun
secara emosi dan psikologis.

55
e. Harus selalu dibandingkan rasio untung- rugi-resiko. Maka dari itu
penelitian tidak boleh ada factor eksploitasi, atau merugikan nama baik
objek penelitian.
Syarat penelitian kebidanan
1. Suka rela / voluntary
Tidak ada unsure paksaan atau tekanan secara langsung maupun tidak
langsung atau adanya unsure ingin menyenangkan atau adanya
ketergantungan dan diperlukan informed consent.
2. Informed consent penelitian
Setiap profesi perlu mengatur anggotanya, bahwa dalam mengadakan
penelitian, penelitian wajib menjelaskan sejelas-jelasnya kepada objek
penelitian. Selain itu penelitian perlu diyakinkan bahwa informasi yang
diberikan sudah adekuat, juga perlu adanya pemahaman yang adekuat dari
objek penelitian
3. Kerahasiaan
Tidak boleh membuka identitas objek penelitian baik individu, kelompok,
maupun institusi. Adanya jaminan kerahasiaan dari responden dapat
memberikan rasa aman dan akan meningkatkan keabsahan data yang
diberikan.
4. Privacy
Penelitian penelitian seharusnya tidak mengganggu keleluasaan diri atau
privacy dalam hal rasa hormat dan harga diri, aspek social budaya dan
tidak mengganggu ketenangan hidup dan keleluasaan diri atau gerak, hal
ini juga berkaitan dengan kerahasiaan dan masalah pribadi.
5. Kelompok rawan
Kelompok rawa meliputi : wanita hamil, anak balita, usia lanjut, orang
sakit berat, orang sakit mental, orang cacat yang tidak kompetendalam
mengambil keputusan, termasuk juga kelompok minoritas dalam suatu
masyarakat. Untuk penelitian pada kelompok tersebut masalah etika perlu
benar-benar diperhatikan agar tidak melanggar hak objek penelitian atau
terjadi eksploitasi dan eksperimen yang melanggar kode etik penelitian.

56
Issue etika dalam penelitian kebidanan
Issue etika dalam penelitian kebidanan, meliputi beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah topic penelitian ?
Penelitian untuk menjawab pertanyaan dan menemukan jawaban dari
pertanyaan dengan gkah yang sistmatik dan objektif. Beberapa penelitian
seharusnya dimulai dengan asumsi implicit, bahwa penelitian tersebut
bernilai bagi seseorang , penelitian kebidanan sering meliputi aspek
tingkah laku dan gaya hidup individu. Sebagai contoh misalnya perilaku
sex, ketergantungan obat, AIDS, dsbg.
2. Siapa yang melaksanakan penelitian dan siapa yang membiayai ?
Apakah penelitian dilaksanakan oleh bidan sendiri? Atau melibatkan
surveyor ? sebaiknya ada badan yang mengatur pelaksanaan penelitian
dalam kebidanan.
3. Siapa yang akan memperoleh ketergantungan dari penelitian termasuk
konsekuensi atau efeknya?
Hal ini menjawab segi kemanusiaan dan pengembangan ilmu kesehatan,
bagaimana penelitian tersebut berdampak pada hal yyang lebih luas, yaitu
pengembangan ilmu kebidanan.
4. Bagaimana pelaksanaan partisipan ?
Partisipan sering disebut juga dengan subjek penelitian, bagaimana
melindungi haknya dan menjamin kesejahteraannya. Problem utama etik
penelitian kebidanan berhubungan issue informed consent , sehingga
partisipan tahu, merasa bebas, rasional,setuju, dan berperan serta dalam
penelitian. Informed consent merupakan hal utama dalam segi etika
penelitian, segala resiko yang terjadi akibat penelitian harus dijelaskan dan
dipahami. Prosedur dalam penelitian harus dijelaskan selengkap mungkin
dan kemungkinan yang terjadi, kalau perlu didiskusikan.
5. Bagaimana arah dari penelitian ?
Ada dua metodologi dasar dalam kebidanan, yaitu penelitian kualitatif dan
kuantitatif. Sebagai contoh bidan meneliti tentang wawasan klien tentang

57
pikiran dan perasaannya, mengenai tindakan episiotomy, kemudian
bagaimana pengalaman psikologis dan emosional seseorang dalam
persalinan, menurut Lydon Rochelle dan Albers bahwa 67% penelitian
kebidanan menggunakan pendkatan deskriptif. Maka perlu dikembangkan
kembali penelitian dalam kebidanan dengan pendekatan pengembangan
praktik atau yang bersifat aplikatif.
6. Bagaimana penelitian disebarluaskan atau didiseminasikan ?
Penelitian dalam kebidanan adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan
praktek kebidanan. Kemudian menjadi tanggung jawab moral antara
peneliti untuk melaporkan dan praktisi kebidanan untuk mengevaluasi.
Peneliti mempunyai tanggung jawab untuk menjamin apakah yang
dipublikasikan angka yang nyata dan jujur dari hasil penelitian. Hasil hasil
penelititan seharusnya diinterprestasi secara objektif sejauh mungkin dan
kesimpulan tidak dimanipulasi. Adalah penting bagi peneliti untuk
mempertahankan hak melaporkan data secara akurat, meskipun pada
penelitian yang disponsori, sehingga hasilnya tidak bersifat subjektif
karena kepentingan sponsor.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penelitian kebidanan
1. Masalah senisitif
Masalah sensitive artinya informasi yang dicari peneliti bisa sangat
sensitive dan pribadi, ini dapat menyangkut perilaku yang meyimpang dari
norma masyarakat atau hukum, dan ingin dirahasiakan oleh yang
bersangkutan, misalnya informasi tentang objek penelitian dalam hal
penderita AIDS/HIV positif, PHS,NAPZA,penyimpangan perilaku sex,
kekerasan dalam rumah tangga dsbg. Penelitian ini beresiko membuka
rahasia bagi objek penelitian, informed consent juga diperlukan untuk
kepentingan si peneliti sendiri bila ada tuntunan pengadilan.
2. Keahlian peneliti
Untuk penelitian klinik menyangkut manusia tidak boleh bersifat trial
(coba-coba), tetapi harus didasari keilmuan yang kuat dan dilakukan oleh

58
orang yang kompeten ilmunya dan diakui secara akademiknya dan dan
didukung oleh prinsip ilmiah dan kepustakaan ilmiah yang cukup.
3. Pemakaian atau prosedur perijinan
Untuk melakukan penelitian harus ijin secara tertulis, setelah melalui studi
pendahuluan dan melalui pengkajian proposal penelitian.
Peran Bidan sebagai Peneliti ( Investigator )
Adapun tugas-tugas bidan sebagai peneliti antara lain :
a. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
Di dalam langkah ini bidan sebagai tenaga kerja profesional tidak
dibenarkan untuk menduga duga masalah yang terdapat pada kliennya.
Bidan harus mencari dan menggali data atau fakta baik dari klien, keluarga
maupun anggota tim kesehatan lainnya dan juga dari hasi pemeriksaan
yang dilakukan oleh bidan sendiri. Dikumpulkan semua informasi yang
akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan kondisi klien. Untuk
memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa,pemeriksaan fisik
sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda- tanda vital, pemeriksaan
khusus dan pemeriksaan penunjang.
Langkah ini mencakup kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis,
data atau fakta untuk perumusan masalah. Langkah ini merupakan proses
berfikir yang ditampilkan oleh bidan dalam tindakan yang akan
menghasilkan rumusan masalah yang dialami/ diderita pasien atau
klien.Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah
berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi
yang akan menentukan proses intrepetasi yang benar atau tidak dalam
tahap selanjutnya. Sehingga dalam pendekatan ini harus komprehensif
meliputi data subyektif, obyektif, dan hasil pemeriksaan sehingga dapat
menggambarkan kondisi pasien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data
yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.

59
b. Menyusun rencana kerja pelatihan
Rencana kegiatan mencakup tujuan dan langkah-langkah yang akan
dilakukan oleh bidan dalam melakukan intervensi untuk memecahkan
masalah pasien atau klien serta rencana evaluasi.
c. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
Secara sistematis mengumpulkan data dan memperbaharui data yang
lengkap dan relevan dengan melakukan pengkajian yang komprehensif
terhadap kesehatan setiap klien, termasuk mengumpulkan riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik. Pada langkah ini direncanakan asuhan
yang menyeluruh ditentukan oleh langkah langkah sebelumnya. Langkah
ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang
telah diidentifikasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap
dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanay meliputi apa apa yang
sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antispasi terhadap pasien/
klien apa yang terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan,
konseling dan apakah merujuk klien, bila ada masalah masalah yang
berkaitan dengan sosial ekonomi kultural atau maslaah psikologis. Dengan
perkataan lain, asuhan terhadap klien tersebut sudah mencakup setiap hal
yang berkaitan dengan setiap aspek asuhan kesehatan. Setiap rencana
asuhan haruslah disetujui oleh kedua pihak, yaitu oleh bidan dan
klien/pasien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan
melaksanakan rencana tersebut.
Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan
rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama
klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
d. Mengolah dan menginterprestasikan data hasil investigasi.
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah
terhadap interpretasi atas data dat yang telah dikumpulkan. Data dasar yang
telah dikumpulkan diiterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa

60
dan maslah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya
digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi
tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal hal
yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan
hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa.
Diagnosa kebidanan dalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam
lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenkultur diagnosa
kebidanan.
Standar nomenkultur diagnosa kebidanan :
1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi
2) Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan
3) Memiliki ciri khas kebidanan
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan
5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan
6) Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
7) Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan
mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.
8) Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana.

61
MATERI V
TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT DALAM PELAYANAN
KEBIDANAN

A. Tanggung Jawab Bidan


Sebagai tenaga professional, bidan memikul tanggung jawab dalam
melaksanakan tugasnya seorang bidan harus dapat mempertahankan tanggung
jawabnya bila terjadi gugatan terhadap tindakan yang dilakukannya.
Tanggung jawab bidan meliputi :
1. Tanggung Jawab Terhadap Peraturan Perundang-undangan.
Bidan merupakan salah satu bagian dari paramedis. Pengaturan
tenaga kesehatan ditetapkan dalam undang-undang dan peraturan
pemerintah. Tugas dan kewenangan bidan serta ketentuan yang berkaitan
dengan kegiatan praktik bidan diatur didalam peraturan atau keputusan
menteri kesehatan.
Kegiatan praktek bidan dikontrak oleh peraturan tersebut. Bidan
harus dapat mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang
dilakukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang beraku.
2. Tanggung Jawab Terhadap Pengembangan Kompetensi.
Setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara kemampuan
profesionalnya. Oleh karena itu, bidan harus selalu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dengan mengikuti pelatihan,
pendidikan berkelanjutan, seminar, serta pertemuan ilmiah lainnya.
3. Tanggung Jawab Terhadap Penyimpanan Pendokumentasian
Setiap bidan harus mendokumentasikan kegiatannya dalam bentuk
catatan tertulis. Catatan bidan mengenai pasien yang dilayaninya dapat
dipertanggungjawabkan bila terjadi gugatan. Selain itu catatan yang
dilakukan bidan dapat digunakan sebagai bahan laporan
untukdisampaikan kepada teman sesame profesi ataupun atasannya. Di
Indonesia belum ada ketentuan lamanya penyimpanan catatan bidan. Di
Inggris bidan harus menyimpan catatan kegiatannya selama 25 tahun.

62
4. Tanggung Jawab Terhadap Klien dan Keluarganya
Bidan memiliki kewajiban memberikan asuhan kepada ibu dan anak
yang meminta pertolongan kepadanya. Oleh karena itu, kegiatan bidan
sangat erat kaitannya dengan keluarga. Tanggung jawab bidan tidak
hanya pada kesehatan ibu dan anak, tetapi juga menyangkut kesehatan
keluarga. Bidan harus dapat mengidentifikasi masalah dan ebutuhan
keluarga serta member pelayanan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan
keluarga. Pelayanan terhadap kesehatan keluarga merupakan kondisi yang
diperlukan ibu yang membutuhkan keselamatan, kepuasan dan
kebahagiaan selama masa hamil atau melahiran. Olehh karena itu, bidan
harus mengarahkan segala kemampuan, sikap, dan perilakinya dalam
member pelayanan kesehatan keluarga yang membutuhkan.
5. Tanggung Jawab Terhadap Profesi
a. Bidan harus menjaga informasi yang diperoleh dari pasien dan
melindungi privasi mereka.
b. Bidan harus bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan yang
diambil dalam hal perawatan.
c. Bidan harus dapat menolak untuk ikut terlibat didalam aktifitas yang
bertentangan dengan moral, namun hal tersebut tidak boleh
mencegahnya dalam memberikan pelayanan terhadap pasien.
d. Bidan hendaknya ikut serta terlibat dalam pengembangan dan
implementasi kebijakan kesehatan yang biasa mendukung kesehatan
pasien dan ibu hamil juga bayinya.
6. Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat
Bidan adalah anggota masyarakat yang jega memiliki tanggung
jawab. Oleh karena itu, bidan turut tanggung jawab dalam memecahkan
masalah kesehatan masyarakat. Misalnya penganan lingkungan sehat,
penyakit menular,masalah gizi terutam yang menyangkut kesehatan ibu
dan anak, baik secara mandiri maupun bersama teman sejawat dan teman
seprofesi. Bidan berkewajiban memanfaatkan sumber daya yang ada
untuk menigkatkan kesehatan masyarakat, bidan juga harus menjaga

63
kepercayaan masyarakat. Tanggung jawab terhadap masyarakat
merupakan cakupan dan bagian tanggung jawabnya kepada Tuhan.
7. Tanggung jawab bidan terhadap tugasnya
a. Setiap bidan senantiasa pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga
dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk
keputusan mengadakan konsultasi atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan, keterangan yang didapat
atau dipercayakan kepadanya kecuali bila diminta oleh pengadilan
atau diperlukan sehubungan kepentingan klien.
8. Tanggung jawab bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya
untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati
baik terhadap sejawatnya maupun lainnya.

B. Tanggung Gugat
Pengertian tanggung gugat Istilah tanggung gugat, merupakan istilah
yang baru berkembang untuk meminta pertanggung jawaban seseorang
karena kelalaiannya menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Oleh karena itu
tanggung gugat yang dikhususkan di bidang gugatan hak-hak keperdataan
yang terjadi dalam lapangan hukum perdata. Di bidang pelayanan kesehatan,
persoalan tanggung gugat terjadi sebagai akibat adanya hubungan hukum
antara tenaga medis (dokter, bidan) dengan pengguna jasa (pasien) yang
diatur dalam perjanjian.
The United Kingdom Central Council for nursing, midwifery and health
visiting (UKCC), dalam sebuah praktik kebidanan, menyatakan :

64
“ Setiap bidan yang melaksanaka praktik kebidanan bertanggung gugat
terhadap praktiknya dalam lingkungan praktik apapun”. (UKCC, 1994). Kode
tingkah laku profesional menyatakan :
Setiap perawat, bidan dan penilik kesehatan yang sudah terdaftar
seharusnya bertindak setiap waktu, dengan cara yang memperkuat
kepercayaan dan keyakinan masyarakat. Untuk mempertahankan dan
meningkatkan pemahaman dan reputasi profesi yang baik, untuk melayani
kepentingan masyarakat, dan yang terpenting adalah untuk melindungi
kepentingan individu pasien dan klien (UKCC : 1992).
Prinsip penting dalam kutipan tersebut adalah pertanggungjawaban
secara individu, kepercayaan masyarakat dan keyakinannya. Namun, dalam
membuat garis besar sifat tanggung jawab kebidanan sudah jelas bahwa
UKCC mengharapkan tanggunng gugat menjadi lebih luas daripada tanggung
gugat terhadap klien secara individual. Terhadap kewajiban yang jelas pada
profesi dan pada masyarakat secara umum.
Oleh karena itu, bidan sebagai pelaku tugas professional dapat diminta
pertanggungjawabannya baik secara hukum mauppun berdasarkan etika
profesi. Tanggung jawab hukum dikenal dengan sebutan gugatan perdata dan
atau tuntutan pidana. Sedangkan tanggung jawab berdasarkan etika profesi
dikenal gugatan atau pertanggungjawaban dari majels kode etik profesi.
1. Kedudukan Tanggung Jawab Hukum dan Etika Profesi Tenaga
Kesehatan.
Maraknya kasus dugaan malapraktik belakangan ini khususnya
dibidang perawatan ibu dan anak, menjadi peringatan dan sekaligus
sebagai dorongan untuk lebih memperbaiki kualitas pelayanan.
Melaksanakan tugas dengan berpegang teguh pada janji profesi dan tekad
untuk selalu meningkatkan kualitas diri perlu untuk selalu dipelihara.
Kerjasama yang melibatkansegenap tim pelayanan kesehatan perlu
dieratkan dengan kejelasan dalam wewenang dan fungsinya. Oleh karena
tanpa mengindahkan hal-hal yang disebut tadi, maka konsekuensi hokum
akan muncul ketika terjadi penyimpangan kewenangan atau kelalaian.

65
a. Dijelaskan pada Pasal 54 ayat (1) UU No.23 tahun 1992 tentang
kesehatan, yaitu tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau
kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan
disiplin. Selanjutnya dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa
tindakan disiplin, berupa tindakan administrasi, misalnya pencabutan
izin untuk jangka waktu tertentu atau hukuman lain sesuaidengan
kesalahan atau kelalaian yang dilakukan. Khusus berkenaan dengan
wewenang bidan diatur didalam Peraturan Mentri Kesehatan No.
900/Menkes/SK/VII/2002tentang wewenang bidan.
b. Tanggung jawab dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan
Pasal 1365 BW (Burgerlijk Wetboek ), atau kitab UU Hukum Perdata :
Apabila tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan
tindakan yang mengakibatkan kerugian pada pasien, maka tenaga
kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien atau keluarganya yang
merasakan dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW, yang
bunyinya sebagai berikut : Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya mengakibatkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau
kurang hati-hati.
c. Tanggung jawab dari segi Hukum Pidana juga dapat dikenai ancaman
Pasal 351 Kitab Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut
dikenakan kepada seseorang (termasuk tenaga kesehatan) yang karena
kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan orang lain ( pasien) cacat
atau bahkan sampai meniggal dunia. Ancaman pidana untuk tindakan
semacam itu adalah penjara paling lama 5 tahun.
Dengan semua ancaman, baik ganti rugi perdata maupun pidana
penjara, harus terlebih dahulu dibuktikan berdasarkan pemeriksaan
didepan pengadilan. Oleh karena yang berwenang memutuskan seseorang
itu bersalah atau tidak adalah hakim dalam sidang.

66
2. Perlindunan Hukum Bagi Klien Atau Pasien
Undang-undang tentang perlindungan konsumen No.8 Tahun 1999.
Satu diantara ketentuannya adalah bahwa pasien sebagai konsumen
pelayanan jasa kesehatan, berhak atas keamanan, keselamatan, informasi
yang benar, jelas dan jujur serta menuntut ganti rugi apabila dokter atau
tenaga kesehatan lainnya selama melakukan pelayanan kesehatan ternyata
melakukan kesalahan atau kelalaian yang merugikan pasien. Untuk
mengantisipasi kejadian seperti diuraikan diatas :
1. Pasal 23 UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan telah menetapkan
tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Pasal 24 ayat (1) peraturan pemerintah no.23 tahun 1996 menyatakan
yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah bentuk-bentuk
perlindungan yang antara lain berupa rasa aman dalam melaksanakan
tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan membahayakan yang
dapat mengancam keselamatan fisik atau jiwa, baik karena alam
maupun perbuatan manusia.
Perlindungan hukum akan senantiasa diberikan kepada setiap pelaku
profesi apa pun sepanjang pelaku profesi tersebut bekerja dengan
mengikuti prosedur baku sebagaimana tuntutan bidang ilmunya, sesuai
dengan etika serta moral yang hidup dan berlaku dalam masyarakat.

C. Peraturan Pemerintah yang Berkaitan dengan Praktik Kebidanan dan


Profesi Kesehatan Lain
Berdasarkan UU No. 4 tahun 2019, untuk dapat berpraktik mandiri,
bidan wajib mengambil pendidikan profesi. Hal ini wajib dilakukan baik oleh
bidan dengan pendidikan akademik, maupun pendidikan vokasi. Tanpa
mengambil pendidikan profesi, bidan hanya diperbolehkan berpraktik di
fasilitas kesehatan. Selain syarat lulus pendidikan kebidanan, seorang bidan
juga wajib melakukan registrasi yang dibuktikan dengan STR dan izin praktik
resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten.

67
UU No. 4 Tahun 2019 ini berlaku sejak 15 Maret 2019. Terdapat masa
peralihan yang membuat bidan tetap dapat menjalankan praktik kebidanan
yang selama ini telah berjalan.
Pasca UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, Praktik bidan mandiri
hanya diperuntukan bagi bidan berpendidikan profesi, sedangkan Bidan
dengan kualifikasi pendidikan diploma hanya dapat menjalankan praktik di
fasilitas kesehatan.
1. Pendidikan Kebidanan
Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program
pendidikan Kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang
diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan
untuk melakukan praktik Kebidanan.
Pendidikan kebidanan terdiri atas pendidikan akademik, pendidikan
vokasi (program D III), dan pendidikan profesi. Pendidikan akademik
terdiri dari program sarjana, program magister, dan program doktor.
Pendidikan vokasi merupakan program diploma tiga (D III) kebidanan.
Sedangkan pendidikan profesi merupakan program lanjutan dari program
pendidikan setara sarjana atau program sarjana.
2. Bidan Lulusan Diploma Tidak Boleh Praktik Mandiri
Berdasarkan UU 4/2019, untuk dapat berpraktik mandiri, bidan, baik
dengan pendidikan akademik maupun pendidikan vokasi wajib mengambil
pendidikan profesi. Tanpa mengambil pendidikan profesi mereka hanya
diperbolehkan berpraktik di fasilitas kesehatan.
Selain syarat lulus pendidikan kebidanan, seorang  bidan juga wajib
wajib melakukan registrasi dan izin praktik. Registrasi dibuktikan dengan
Surat Tanda Registrasi (STR) yang diberikan konsil kepada bidan yang
memenuhi persyaratan, yaitu memiliki:
a. Ijazah dari perguruan tinggi kebidanan.
b. Memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi.
c. Surat keterangan sehat fisik dan mental
d. Surat pernyataan telah mengucapkan janji/sumpah profesi, dan

68
e. Surat pernyataan mematuhi dan melaksanakan etika profesi.
Sedangkan izin praktik, berupa Surat Izin Praktik Bidan (SIPB)
diberikan oleh Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten kepada bidan yang
telah memiliki STR dan tempat praktik.
3. Masa Peralihan
UU 4/2019 berlaku mulai tanggal 15 Maret 2019, ada masa
peralihan yang membuat bidan tetap dapat menjalankan praktik kebidanan
yang selama ini telah berjalan. Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, setiap orang yang sedang mengikuti pendidikan Kebidanan D IV
dapat berpraktik sebagai Bidan lulusan D IV di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan setelah lulus pendidikan kecuali praktik mandiri Bidan.
Sedangkan, Bidan lulusan D IV sebelum Undang-Undang ini mulai
berlaku dapat berpraktik di Fasilitas Kesehatan kecuali praktik mandiri
Bidan. Bidan lulusan di bawah D III Kebidanan yang telah melakukan
Praktik Kebidanan sebelum Undang-Undang ini diundangkan masih tetap
dapat melakukan Praktik Kebidanan untuk jangka waktu paling lama
Bulan Oktober Tahun 2020.
4. Praktik Mandiri Bidan D III, D IV, Masih Dapat Berjalan
Sementara itu, Bidan lulusan D III dan Bidan lulusan D IV yang
telah melaksanakan Praktik Kebidanan secara mandiri di Tempat Praktik
Mandiri Bidan sebelum Undang-Undang ini diundangkan, masih dapat
menjalankan praktik tersebut paling lama hingga 7 tahun setelah
pengundangan UU 4/2019. Setelah itu, bagi bidan lulusan D3 yang
melakukan praktik mandiri dapat mengikuti penyetaraan Bidan lulusan
profesi melalui rekognisi pembelajaran lampau.

69
MATERI VI
ATURAN BAKU, STANDAR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGELOLAAN PELAYANAN KEBIDANAN YANG MANDIRI

A. Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan


1. Bahwa dalam rangka melindungi masyarakat penerima pelayanan
kesehatan, setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan praktik
keprofesiannya harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. Bahwa Bidan merupakan salah satu dari jenis tenaga kesehatan yang
memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan asuhan
kebidanan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki;
3. Bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan perlu disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum;
4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5)
UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan.

B. Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan


Dalam Peraturan perundang-undangan yang dimaksud dengan;
1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang
telah teregistrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan
oleh Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan.
3. Surat Tanda Registrasi Bidan yang selanjutnya disingkat STRB adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada Bidan yang telah
memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

70
4. Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
Bidan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
kebidanan.
5. Praktik Mandiri Bidan adalah tempat pelaksanaan rangkaian kegiatan
pelayanan kebidanan yang dilakukan oleh Bidan secara perorangan.
6. Instansi Pemberi Izin adalah instansi atau satuan kerja yang ditunjuk oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menerbitkan izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
8. Organisasi Profesi adalah wadah berhimpunnya tenaga kesehatan bidan di
Indonesia.
9. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

C. Kualifikasi Bidan
Dalam menjalankan Praktik Kebidanan, Bidan paling rendah memiliki
kualifikasi jenjang pendidikan diploma tiga kebidanan.
1. STRB
a. Setiap Bidan harus memiliki STRB untuk dapat melakukan praktik
keprofesiannya.

71
b. STRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah Bidan
memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. STRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima)
tahun.
d. Contoh surat STRB sebagaimana tercantum dalam formulir II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
STRB yang telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. SIPB
a. Bidan yang menjalankan praktik keprofesiannya wajib memiliki
SIPB.
b. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Bidan
yang telah memiliki STRB.
c. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu)
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
d. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama STR Bidan
masih berlaku, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
e. Permohonan SIPB kedua, harus dilakukan dengan menunjukan SIPB
pertama.
f. SIPB diterbitkan oleh Instansi Pemberi Izin yang ditunjuk pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
g. Penerbitan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
ditembuskan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
h. Dalam hal Instansi Pemberi Izin merupakan dinas kesehatan
kabupaten/kota, Penerbitan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak ditembuskan.
i. Untuk memperoleh SIPB, Bidan harus mengajukan permohonan
kepada Instansi Pemberi Izin dengan melampirkan:
1) Fotokopi STRB yang masih berlaku dan dilegalisasi asli;

72
2) Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat izin
praktik;
3) Surat pernyataan memiliki tempat praktik;
4) Surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
tempat Bidan akan berpraktik;
5) Pas foto terbaru dan berwarna dengan ukuran 4X6 cm sebanyak 3
(tiga) lembar;
6) Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
setempat; dan
7) Rekomendasi dari Organisasi Profesi.

Persyaratan surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan


Kesehatan tempat Bidan akan berpraktik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d dikecualikan untuk Praktik Mandiri Bidan. Dalam hal Instansi
Pemberi Izin merupakan dinas kesehatan kabupaten/kota, persyaratan
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f tidak
diperlukan. Untuk Praktik Mandiri Bidan dan Bidan desa, Rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dikeluarkan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota setelah dilakukan visitasi penilaian pemenuhan
persyaratan tempat praktik Bidan. Contoh surat permohonan memperoleh
SIPB sebagaimana tercantum dalam formulir III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Contoh SIPB sebagaimana
tercantum dalam formulir IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini. Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak berkas permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) diterima dan dinyatakan lengkap, Instansi Pemberi Izin
harus mengeluarkan SIPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pernyataan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan surat tanda penerimaan kelengkapan berkas.

73
SIPB dinyatakan tidak berlaku dalam hal:
a. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB;
b. Masa berlaku STRB telah habis dan tidak diperpanjang;
c. Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin; atau
d. Bidan meninggal dunia.
e. Bidan warga negara asing yang akan menjalankan Praktik Kebidanan
di Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi, STR sementara, dan
SIPB.
f. Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
Bidan warga negara asing setelah lulus evaluasi kompetensi.
g. Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh STR sementara.
h. Untuk memperoleh SIPB, Bidan warga negara asing harus melakukan
permohonan kepada Instansi Pemberi Izin dan memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
i. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan warga
negara asing harus memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasca disahkannya RUU Kebidanan menjadi UU dalam rapat


paripurna DPR pada Rabu (13/2/2019) lalu, nampaknya membuat profesi
bidan lega. Sebab, beleid itu memberi jaminan kepastian dan perlindungan
hukum bagi profesi bidan saat berpraktik yang selama ini aturannya masih
tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan, seperti UU No. 36
Tahun 2018 tentang Tenaga Kesehatan.
Secara umum, tujuan UU Kebidanan ini untuk meningkatkan mutu
bidan, mutu standar pendidikan, standar pelayanan kebidanan. Lantas,
bagaimana UU Kebidanan mengatur seseorang yang hendak atau bercita-
cita menjadi bidan untuk melayani kalangan perempuan selama masa
sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pasca persalinan hingga
keluarga berencana.

74
Selain mengatur pola pendidikan kebidanan yang bermutu dengan
kurikulum terstandar dan kode etik profesi, UU Kebidanan mengatur
berbagai persyaratan menjadi bidan, mengantongi surat tanda registrasi,
surat izin praktik kebidanan yang diatur mulai Pasal 21 hingga Pasal 30
UU Kebidanan. Misalnya, persyaratan nrjenjadi bidan yakni memiliki
ijazah dan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan kebidanan
Tak hanya itu, setiap bidan yang akan menjalankan praktik kebidanan
wajib memiliki surat tanda registrasi (STR). STR ini merupakan bukti
tertulis yang diberikan oleh Konsil Kebidanan yang telah diregistrasi dan
memenuhi persyaratan. Konsil Kebidanan harus menerbitkan STR paling
lama 30 hari kerja terhitung sejak pengajuan STR diterima. Masa berlaku
STR ini selama 5 tahun. Jika masa berlakunya berakhir, STR dapat
diregistrasi ulang sepanjang telah memenuhi persyaratan.
Terakhir, seorang bidan diwajibkan mengantongi izin praktik berupa
Surat Izin Praktik Bidan (SIPB). Pasal 1 angka 12 UU Kebidanan
menyebukan, "Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya singkat SIPB
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada bidan sebagai pemberian kewenangan untuk
menjalankan praktik kebidanan". Pemerintah daerah kabupaten/kota mesti
menerbitkan SIPB paling lama 15 hari sejak pengajuan SIPB diterima.

D. Persyaratan Praktik Bidan


1. Tempat Praktik
Tempat untuk praktik bidan mandiri terpisah dari ruangan keluarga
terdiri dari :
a. Ruang Tunggu
b. Ruang Pemeriksaan
c. Ruang Persalinan
d. Ruang Rawat Inap
e. WC/Kamar mandi
f. Ruang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

75
2. Papan Nama
Bidan yang praktik mandiri dan telah mempunyai SIPB wajib
memasang papan nama praktik bidan yang memuat : nama, alamat tempat
praktik, Nomor SIPB dan waktu praktik. Ukuran 40 cm x 60 cm dengan
warna dasar putih dan tulisan hitam.
3. Formulir Yang Disediakan
a. Formulir Informed Consent
b. Formulir ANC
c. Formulir Partograf
d. Formulir persalinan/nifas dan KB
e. Buku register : ibu, bayi, anak, KB
f. Formulir Laporan
g. Formulir rujukan
h. Formulir surat kelahiran
i. Formulir surat kematian

E. Aturan Baku dan Standar yang Berhubungan dengan Pengelolaan


Pelayanan Kebidanan Mandiri
Bidan Praktek Mandiri (BPM) merupakan bentuk pelayanan kesehatan di
bidang kesehatan dasar. Praktek bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga, dan
masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya. Bidan yang
menjalankan praktek harus memiliki Surat Izin Praktek Bidan (SIPB)
sehingga dapat menjalankan praktek pada saran kesehatan atau program.
(Imamah, 2018)
Bidan Praktek Mandiri memiliki berbagai persyaratan khusus untuk
menjalankan prakteknya, seperti tempat atau ruangan praktek, peralatan, obat
– obatan. Namun pada kenyataannya BPM sekarang kurang memperhatikan
dan memenuhi kelengkapan praktek serta kebutuhan kliennya. Di samping
peralatan yang kurang lengkap tindakan dalam memberikan pelayanan kurang
ramah dan bersahabat dengan klien. Sehingga masyarakat berasumsi bahwa

76
pelayanan kesehatan bidan praktek mandiri tersebut kurang memuaskan
(Rhiea, 2015)
Praktek pelayanan bidan mandiri merupakan penyedia layanan kesehatan,
yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan,
khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya
masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang
bermutu, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas persiapan
sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek seperti perizinan, tempat,
ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus
sesuai dengan standar.
1. Persyaratan Pendirian Bidan Praktek Mandiri
a. Menjadi anggota IBI
b. Permohonan Surat Ijin Praktek Bidan selaku Swasta Perorangan
c. Surat Keterangan Kepala Puskesmas Wilayah Setempat Praktek
d. Surat Pernyataan tidak sedang dalam sanksi profesi/ hukum.
e. Surat Keterangan Ketua Ranting IBI Wilayah
f. Persiapan peralatan medis dan medis usaha praktek bidan secara
perorangan dengan pelayanan pemeriksaan pertolongan persalinan dan
perawatan.
g. Membuat Surat Perjanjian sanggup mematuhi perjanjian yang tertulis.
h. Bidan dalam menjalankan praktek harus :
1) Memiliki tempat dan ruangan praktek yang memenuhi persyaratan
kesehatan.
2) Menyediakan tempat tidur untuk persalinan minimal 1 dan
maksimal 5 tempat tidur.
3) Memiliki peralatan minimal sesuai dengan ketentuan dan
melaksanakan prosedur tetap (protap) yang berlaku.
4) Menyediakan obat-obatan sesuai dengan ketentuan peralatan yang
berlaku.

77
i. Bidan yang menjalankan prakytek harus mencantumkan izin praktek
bidannya atau foto copy prakteknya diruang praktek, atau tempat yang
mudah dilihat.
j. Bidan dalam prakteknya memperkerjakan tenaga bidan yang lain, yang
memiliki SIPB untuk membantu tugas pelayanannya
k. Bidan yang menjalankan praktek harus harus mempunyai peralatan
minimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan peralatan harus
tersedia ditempat prakteknya.
l. Peralatan yang wajib dimilki dalam menjalankan praktek bidan sesuai
dengan jenis pelayanan yang diberikan.
m. Dalam menjalankan tugas bidan harus serta mempertahankan dan
meningkatkan keterampilan profesinya antara lain dengan :
1) Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan atau saling tukar
informasi dengan sesama bidan.
2) Mengikuti kegiatan-kegiatan akademis dan pelatihan sesuai dengan
bidang tugasnya, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun
oleh organisasi profesi.
3) Memelihara dan merawat peralatan yang digunakan untuk praktek
agar tetap siap dan berfungsi dengan baik.
2. Memenuhi Persyaratan Bangunan
Selain itu harus memenuhi persyaratan bangunan yang meliputi :
a. Papan nama
1) Untuk membedakan setiap identitas maka setiap bentuk pelayan
medik dasar swasta harus mempunyai nama tertentu, yang dapat
diambil dari nama yang berjasa dibidang kesehatan, atau yang telah
meninggal atau nama lain yang sesuai dengan fungsinya.
2) Ukuran papan nama seluas 1 x 1,5 meter.
3) Tulisan blok warna hitam, dan dasarnya warna putih.
4) Pemasangan papan nama pada tempat yang mudah dan jelas
mudah terbaca oleh masyarakat.

78
b. Tata ruang
1) Setiap ruang priksa minimal memiliki diameter 2 x 3 meter.
2) Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai ruang priksa,
ruang adsministrasi/kegiatan lain sesuai kebutuhan, ruang tunggu,
dan kamar mandi/WC masing-masing 1 buah.
3) Semua ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan/pencahayaan.
c. Lokasi
1) Mempunyai lokasi tersendiri yang telah disetujui oleh pemerintah
daerah setempat (tata kota), tidak berbaur dengan kegiatan umum
lainnya seperti pusat perbelanjaan, tempat hiburan dan sejenisnya.
2) Tidak dekat dengan lokasi bentuk pelayanan sejenisnya dan juga
agar sesuai fungsi sosialnya yang salah satu fungsinya adalah
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
d. Hak dan Guna Pakai
1) Mempunyai surat kepemilikan (Surat hak milik / surat hak guna
pakai)
2) Mempunyai surat hak guna (surat kontrak bangunan) minimal 2
tahun.
3. Menerapkan Analisis SWOT
a. Strength (Kekuatan)
1) Telah menyelesaikan program SI Kebidanan
2) Pengetahuanbaiktekhnismaupun non tekhnis, anatara lain :
a) Asuhan persalinan normal
b) LSS
c) Diklat jarak jauh bidan
d) Keluarga berencana
e) Insersi IUD
f) Pemasangan AKBK
g) Pelatihan penanganan HIV AIDS
h) Pelatihan isu gender
i) Pelatian kesehatan reproduksi

79
j) Memiliki wajah yang menarik
k) Memiliki solidaritas yang tinggi
l) Pandai bersosialisasi
m) Memiliki rasa humor
n) Kreatif dan inovatif
o) Ramah dan santun
b. Weakness (Kelemahan)
1) Sensitif
2) Berbicara spontan apa adanya, terkadang tanpa mempedulikan
perasaan orang lain
3) Pelupa
c. Opportunities (peluang)
1) Bidan praktek swasta yang ada relatif sedikit
2) Setelah dianalisis pelayanan sebagian bidan di daerah itu kurang
memuaskan khususnya dalam bidang kepuasan pelanggan
3) Bidan-bidan senior kurang bisa meningkatkan kreatifitas sehingga
terlihat monoton
d. Threats (ancaman)
1) Adanya persaingan yang tidak sehat
Persyaratan menurut KEPMENKES RI NO.
900/MENKES/SK/VII/2002
2) Bidan dalam menjalankan prakteknya harus:
a) Memiliki tempat dan ruangan praktek yang memenuhi
persyaratan kesehatan
b) Menyediakan tempat tidur untuk persalinan, minimal 1 dan
maksimal 5 tempat tidur
c) Memilki peralatan minimal sesuai dengan ketentuan dan
melaksanakan prosedur tetap (protap) yang berlaku.
d) Menyediakan obat-obatan sesuai dengan ketentuan peralatan
yang berlaku

80
3) Bidan yang menjalankan praktek harus mencantumkan izin praktek
bidannya atau fotocopy izin prakteknya di ruang praktek, atau
tempat yang mudah dilihat.
4) Bidan dalam prakteknya menyediakan lebih dari 5 tempat tidur,
harus memperkerjakan tenaga bidan yang lain, yang memiliki
SIPB untuk membantu tugas pelayanannya.
5) Bidan yang menjalankan praktek harus mempunyai peralatan
minimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan harus tersedia
di tempat prakteknya
6) Peralatan yang wajib dimiliki dalam menjalankan praktek bidan
sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan
7) Dalam menjalankan tugas bidan harus senantiasa mempertahankan
dan meningkatkan keterampilan profesinya antara lain dengan:
a) Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan atau saling
tukar informasi dengan sesama bidan
b) Mengikuti kegiatan-kegiatan akademis dan pelatihan sesuai
dengan bidang tugasnya, baik yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun oleh organisasi profesi
c) Memelihara dan merawat peralatan yang digunakan untuk
praktek agar tetap siap dan berfungsi dengan baik
4. Memiliki Surat Perijinan
SIPB dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
yang seterusnya akan disampaikan laporannya kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi
setempat.
5. Pelayanan yang Diberikan Bidan Praktek Mandiri
Dalam bidan praktek mandiri memberikan pelayanan yang meliputi :
a. Penyuluhan Kesehatan
b. Konseling KB
c. Antenatal Care (senam hamil, perawatan payudara)
d. Asuhan Persalinan

81
e. Perawatan Nifas (senam nifas)
f. Perawatan Bayi
g. Pelayanan KB (IUD, AKBK, Suntik, Pil)
h. Imunisasi (Ibu dan Bayi)
i. Kesehatan Reproduksi Remaja
j. Perawatan Pasca Keguguran.

82
MATERI VII
KONSEP HAM DAN HAK REPRODUKSI
UU KESEHATAN KEPMENKES
A. Konsep Asuhan Kebidanan
Konsep asuhan kebidanan adalah konsep penerapan fungsi, kegiatan
dan tanggung jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang
memiliki kebutuhan dan/atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan,
nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi pada wanita
dan pelayanan kesehatan pada masyarakat). Berisi teori-teori yang mengacu
pada suatu pemikiran atau ide tentang kebidanan yang mencakup beberapa
hal yang berkenaan dengan bidan dan kebidanan yang akan memberikan
suatu kejelasan yang menjelaskan bidan sebagai suatu profesi.
Tujuan konsep asuhan kebidanan adalah menjamin kepuasan dan
keselamatan ibu dan bayinya sepanjang siklus reproduksi, mewujudkan
keluarga bahagia dan berkualitas melalui pemberdayaan perempuan dan
keluarganya dengan menumbuhkan rasa percaya diri.
2.2 Definisi Bidan dan Kebidanan
Bidan adalah profesi yang peduli terhadap perbakan kesehatan
reproduksi perempuan selama siklus hidup mereka.
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang
terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk didaftarkan, disertifikasi dan atau
secara sah mendapat lisensi untuk praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai
seorang profesional yang bertanggung jawab dan akuntabel, bermitra dengan
perempuan dalam memberikan dukungan, informasi berdasarkan bukti,
asuhan dan nasihat yang diperlukan selama masa kehamilan, persalinan dan
nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri serta
memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan anak. Asuhan tersebut
mencakup upaya pencegahan, mendeteksi adanya komplikasi pada ibu dan
anak, memperoleh akses bantuan medis dan melakukan tindakan
kegawatdaruratan.

83
B. Paradigma Kebidanan
Paradigma Kebidanan adalah suatu cara pandang bidan dalam
meberikan pelayanan. Keberhasilan pelayanan dipengaruhi oleh pengetahuan
dan cara pandang bidan dalam kaitan atau hubungan timbale balik antara
manusia/perempuan, lingkungan, perilaku, pelayanan kebidanan dan
keturunan. Bidan bermitra dengan perempuan, ia pelindung perempuan.
Karena itu dalam praktiknya bidan harus sensistif terhadap kebutuhan dan
masalah yang ada pada perempuan. Untuk pelayanan yang berkualitas
kerangka konsep berikut menggambarkan penghargaan bidan terhadap hak-
hak perempuan dan hak reproduksinya.

C. Pengertian Ham
HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara
kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,
meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak
keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak
kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh
siapapun. Selanjutnya manusia juga mempunyai hak dan tanggungjawab yang
timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat
(Pembukaan, Tap. No. XVII/MPR/1998).
Yang menjadi subtansi HAM : hak untuk hidup, hak berkeluarga dan
hak melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak
kemerdekaan hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan.
Adapun menurut UU HAM, HAM adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan kebebasan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 butir 1).
Dalam UU HAM dijelaskan bahwa diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tak langsung
didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,

84
kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia
dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam
bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan
lainnya.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Diskriminasi
terhadap Wanita, dengan UU No. 7 Tahun 1984. Yang dimaksud dengan
diskriminasi terhadap wanita adalah setiap perbedaan, pengucilan, atau
pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh
atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan
atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum
wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara
pria dan wanita (Pasal 1). Negara-negara harus mengutuk diskriminasi
terhadap wanita dan melaksanakannya dengan berbagai kebijaksanaan.
Beberapa ketentuan dalam UU HAM. hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia yaitu:
1. Hak untuk Hidup
2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
3. Hak Mengembangkan Diri
4. Hak Memperoleh Keadilan
5. Hak atas Kebebasan Pribadi
6. Hak atas Rasa Aman
7. Hak atas Kesejahteraan
8. Hak Turut Serta dalam Pemerintahan
9. Hak Wanita
10. Hak Anak
11. Implikasi Hukum

85
D. Pengertian Hak-hak Reproduksi
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU
No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Difinisi ini sesuai dengan WHO,
kesehatan tidak hanya berkaitan dengan kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan
mental dan sosial, ditambahkan lagi (sejak Deklarasi Alma Ata-WHO dan
UNICEF) dengan syarat baru, yaitu: sehingga setiap orang akan mampu
hidup produktif, baik secara ekonomis maupun sosial. Dengan definisi
seperti ini, pengertian kesehatan sangat luas mencakup kualitas kehidupan.
Reproduksi merupakan fungsi dari makhluk hidup untuk menurunkan
generasi penerusnya, dengan secara alamiah dilengkapi dengan organ-organ
yang secara biologis untuk itu. Demikian juga manusia, penentuan perilaku
reproduksi berasal dari hormon-hormon yang dimilikinya dan juga adanya
alat-alat reproduksi, yang antara betina dan jantan berbeda, untuk
memfungsikannya dengan melakukan hubungan seksual. Secara biologis,
cara hormon berinteraksi dengan perilaku seksual pada manusia tidak berbeda
pada binatang. Yang membedakan adalah manusia dapat melakukan
pengendalian dengan pikirannya.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesehatan secara fisik, mental,
dan sosial yang utuh, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan
dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-
fungsi serta proses-prosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti
bahwa orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman,
dan mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk
menentukan keinginannya, kapan dan frekuensinya. Dalam hal terakhir
termasuk, hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mengakses
terhadap cara-cara KB yang aman, efektif, terjangkau, dan dapat diterima
sebagai pilihannya, serta metode-metode lain yang dipilih yang tidak
melawan hukum, dan hak untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan
kesehatan yang tepat, yang memungkinkan para wanita mengandung dan

86
melahirkan anak dengan selamat, serta kesempatan memiliki bayi yang sehat
(ICPD – Kairo, 2014)).
Kesehatan bagi wanita adalah lebih dari kesehatan reproduksi. Wanita
memiliki kebutuhan kesehatan khusus yang berhubungan dengan fungsi
seksual dan reproduksi. Wanita mempunyai sistem reproduksi yang sensitif
terhadap kerusakan yang dapat terjdi atau menimbulkan disfungsi atau
penyakit. Wanita adalah subjek dari beberapa penyakit terhadap fungsi tubuh
oleh karna pengaruh laki-laki karna adanya perbedaan bentuk genetik,
hormonal, ataupun perilaku gaya hidup, penyakit pada sistem tubuh ataupun
pengobatan dapat berinteraksi dengan keadaan sistem reproduksi ataupun
fungsinya. Membicarakan kesehatan reproduksi tak terpisahkan dengan soal
hak reproduksi, kesehatan seksual, dan hak seksual.
Kesehatan seksual yaitu suatu keadaan agar tercapai kesehatan
reproduksi yang mensyaratkan bahwa kehidupan seks seseorang itu harus
dapat dilakukan secara memuaskan dan sehat dalam arti terbebas dari
penyakit dan gangguan lainnya. Terkait dengan ini adalah hak seksual, yakni
bagian dari hak asasi manusia untuk memutuskan secara bebas dan
bertanggungjawab terhadap semua hal yang berhubungan dengan seksualitas,
termasuk kesehatan seksual dan reproduksi, bebas dari paksaan, diskriminasi
dan kekerasan.
Hak-hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh
informasi dan mempunyai akses terhadap berbagai metode keluarga
berencana yang mereka pilih, aman, efektif, terjangkau serta metode-metode
pengendalian kelahiran lainnya yang mereka pilih dan tidak bertentangan
dengan hukum serta perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak ini
mencakup hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai
sehingga para wanita mengalami kehamilan dan proses melahirkan anak
secara aman, serta memberikan kesempatan bagi para pasangan untuk
memiliki pasangan yang sehat.

87
E. Macam-macam Hak-hak Reproduksi
Hak-hak reproduksi meliputi hal-hal berikut ini:
1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
Setiap remaja berhak mendapatkan informasi dan pendidikan yang
jelas dan benar tentang berbagai aspek terkait dengan masalah kesehatan
reproduksi. Contohnya: “Seorang remaja harus mendapatkan informasi
dan pendidikan kesehatan reproduksi”.
2. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.
Setiap remaja memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dan
perlindungan kehidupan reproduksinya termasuk perlindungan dari resiko
kematian akibat proses reproduksi. Contoh: “Seorang remaja yang
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan harus tetap mendapatkan
pelayanan kesehatan yang baik agar proses kehamilan dan kelahirannya
dapat berjalan dengan baik”.
3. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi.
Setiap remaja berhak untuk berpikir atau mengungkapkan pikirannya
tentang kehidupan yang diyakininya. Perbedaan yang ada harus diakui
dan tidak boleh menyebabkan terjadinya kerugian atas diri yang
bersangkutan. Orang lain dapat saja berupaya merubah pikiran atau
keyakinan tersebut namun tidak dengan pemaksaan akan tetapi dengan
melakukan upaya advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE). Contoh: “Seseorang dapat saja mempunyai pikiran bahwa banyak
anak menguntungkan bagi dirinya dan keluarganya. Bila ini terjadi maka
orang tersebut tidak boleh serta merta dikucilkan atau dijauhi dalam
pergaulan. Upaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut boleh
dilakukan sepanjang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan setelah
mempertimbangkan berbagai hal sebagai dampak dari advokasi dan KIE
yang dilakukan petugas”.
4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan.
Setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk
mendapatkan perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan kesehatan

88
yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan kematian dalam proses
kehamilan dan melahirkan tersebut. Contoh: “Pada saat melahirkan
seorang perempuan mempunyai hak untuk mengambil keputusan bagi
dirinya secara cepat terutama jika proses kelahiran tersebut berisiko untuk
terjadinya komplikasi atau bahkan kematian. Keluarga tidak boleh
menghalangi dengan berbagai alasan”.
5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.
Setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang
dimilikinya serta jarak kelahiran yang diinginkan. Contoh: “Dalam
konteks program KB, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan tidak
boleh melakukan pemaksaan jika seseorang ingin memiliki anak dalam
jumlah besar. Yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman
sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya mengenai dampak negative dari
memiliki anak jumlah besar dan dampak positif dari memiliki jumlah
anak sedikit. Jikapun klien berkeputusan untuk memiliki anak sedikit, hal
tersebut harus merupakan keputusan klien itu sendiri”.
6. Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya.
Hak ini terkait dengan adanya kebebasan berpikir dan menentukan
sendiri kehidupan reproduksi yang dimiliki oleh seseorang. Contoh:
“Dalam konteks adanya hak tersebut, maka seseorang harus dijamin
keamanannya agar tidak terjadi” pemaksaaan” atau “pengucilan” atau
munculnya ketakutan dalam diri individu karena tidak memiliki hak
kebebasan tersebut”.
7. Hak untuk bebas dari penganiyaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan
seksual.
Remaja laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan
perlindungan dari kemungkinan berbagai perlakuan buruk di atas karena
akan sangat berpengaruh pada kehidupan reproduksi. Contoh: “Perkosaan
terhadap remaja putrid misalnya dapat berdampak pada munculnya

89
kehamilan yang tidak diinginkan oleh yang bersangkutan maupun oleh
keluarga dan lingkungannya. Penganiayaan atau tindakan kekekerasan
lainnya dapat berdampak pada trauma fisik maupun psikis yang kemudian
dapat saja berpengaruh pada kehidupan reproduksinya”.
8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksinya.
Setiap remaja berhak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi
dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, serta
mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya dan
kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan informasi tentang
Kesehatan Reproduksi Remaja. Contoh: Jika petugas mengetahui tentang
Kesehatan Reproduksi Remaja, maka petugas berkewajiban untuk
memberi informasi kepada remaja, karena mungkin pengetahuan tersebut
adalah hal yang paling baru untuk remaja.
9. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
Setiap individu dijamin haknya: kapan, dimana, dengaan siapa, serta
bagaimana ia akan membangun keluarganya.Tentu saja kesemuanya ini
tidak terlepas dari norma agama,sosial dan budaya yang berlaku (ingat
tentang adanya kewajiban yang menyertai adanya hak reproduksi).
Contoh: “Seseorang akan menikah dalam usia yang masih muda, maka
petugas tidak bisa memaksa orang tersebut untuk membatalkan
pernikahannya. Yang bisa diupayakan adalah memberitahu orang tersebut
tentang peraturan yang berlaku di Indonesia tentang batas usia terendah
untuk menikah dan yang penting adalah memberitahu tentang dampak
negatif dari menikah dan hamil pada usia muda”.
10. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam segala kehidupan
berkeluarga dan kehidupan reproduksi.
Setiap orang tidak boleh mendapatkan perlakuan diskriminatif
berkaitan dengan kesehatan reproduksi karena ras, jenis kelamin, kondisi
sosial ekonomi, keyakinan/agamanya dan kebangsaannya. Contoh:
“Orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi

90
yang berkualitas (bukan sekedar atau asal-asalan) yang tentu saja sesuai
dengan kondisi yang melingkupinya. Demikian pula seseorang tidak
boleh mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam hal mendapatkan
pelayanan kesehatan reproduksi hanya karena yang bersangkutan
memiliki keyakinan berbeda dalam kehidupan reproduksi. Misalnya
seseorang tidak mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan secara
benar, hanya karena yang bersangkutan tidak ber-KB atau pernah
menyampaikan suatu aspirasi yang berbeda dengan masyarakat sekitar.
Pelayanan juga tidak boleh membedakan apakah seseorang tersebut
perempuan atau laki-laki. Hal ini disebut dengan diskriminasi gender”.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya
baik melalui pernyataan pribadi atau pernyataan melalui suatu kelompok
atau partai politik yang berkaitan dengan kehidupan reproduksi. Contoh:
“Seseorang berhak menyuarakan penentangan atau persetujuan terhadap
aborsi baik sebagai individu maupun bersama dengan kelompok. Yang
perlu diingatkan adalah dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi
tersebut harus memperhatikan azas demokrasi dan dalam arti tidak boleh
memaksakan kehendak dan menghargai pendapat orang lain serta taat
kepada hokum dan peraturan peraturan yang berlaku”.

F. UU Kesehatan Kepmenkes
1. Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan
berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia

91
Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi
pembangunan nasional;
3. Bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan
pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi
yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan
negara;
4. Bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan
kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan
kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak
baik Pemerintah maupun masyarakat;
5. Bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan
kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan
diganti dengan UndangUndang tentang Kesehatan yang baru;
6. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
7. Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga,
perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta
fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
8. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang
diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
9. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika.
10. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat

92
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
11. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
12. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
13. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,
untuk manusia.
14. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.
15. Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang
ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan
penanganan permasalahan kesehatan manusia.

93
DAFTAR PUSTAKA

Marmi. 2014. Etika Profesi Bidan. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Wahyuningsih, Heni Puji.2018.Etika Profesi Kebidanan;Fitramaya,Yogyakarta.

Marimbi, Hanum.2018.Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan; Mitra Cendikia,


Yogyakarta.

APPHGI, 2015, Buku Panduan : Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Dan


Anak Sebagai Korban Kekerasan, Penerbit Univeritas di Ponegoro,
Jakarta.

Kunthi Tri Dewiyanti. 2018. Pola Tingkah Laku Sosial Budaya dan Kekerasan
Terhadap Perempuan. Yogyakarta : PT. Alumni.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2018 tentang Pusat Kesehatan


Masyarakat. 2018.

Anjarwati, Ria.dkk. 2016. Konsep Kebidanan, EGC. Jakarta.

Materi kuliah (Etika, kode etik profesi dan hokum kesehatan). Poltekkes 2016.
Makassar.

Soepardan, Suriani. 2017. Konsep kebidanan. EGC. Jakarta

APPHGI, 2015, Buku Panduan : Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Dan


Anak Sebagai Korban Kekerasan, Penerbit Univeritas di Ponegoro,
Jakarta.

Kunthi Tri Dewiyanti. 2018. Pola Tingkah Laku Sosial Budaya dan Kekerasan
Terhadap Perempuan. Yogyakarta : PT. Alumni.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2018 tentang Pusat Kesehatan


Masyarakat. 2018.

Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan U G M dan Ford Foundation.

Agnes,Widanti, 2015, Hukum Berkeadilan Gender, Penerbit Buku Kompas,


Jakarta.

Abdullah Cholil. 2016. Tindak Kekerasan terhadap Wanita. Seminar Nasional


Perlindungan Perempuan dari Pelecehan Kekerasan Seksual, 6

94
November. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM dan Ford
Foundation.

Achie Sudiarti Luhulima. 2014. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan


Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Universitas
Indonesia : Kelompok Kerja Convention Watch dan Pusat Kajian Wanita
dan Jender.

Kunthi Tri Dewiyanti. 2014. Pola Tingkah Laku Sosial Budaya dan Kekerasan
Terhadap Perempuan. Yogyakarta : PT. Alumni.

APPHGI, 2015, Buku Panduan : Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Dan


Anak Sebagai Korban Kekerasan, Penerbit Univeritas di Ponegoro,
Jakarta.

Bakker, Saskia dan Hansje Plagman, tanpa tahun, Aim for human rights_Health
Rights of Women Assessment Instrument (HeRWAI), = Instrumen Kajian
Hak-Hak Kesehatan Perempuan, dipublikasikan oleh Aim For Humman
Rights (dulu HOM).

95

Anda mungkin juga menyukai