Pendahuluan
Tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan, demikian juga tidak ada
bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan2.
tentang arti hidup yang ultimate, didasarkan pada sebuah gagasan tentang yang
transenden, yang dapat berarti roh-roh, dewa-dewa, tuhan, dan sebagainya, dan
1
a set of rituals, rationalized by myth, which mobilizes
supernatural powers for the purpose of achieving or
preventing transformation of state in man and nature4.
dogma (creed), aturan (code), kultus (cult), dan struktur komunitas (community
structure). Creed menunjuk kepada aspek kognitif dari agama. Merupakan semua
hal yang berhubungan dengan gagasan pengertian dasar hidup. Code atau etik
termasuk semua peraturan dan kebiasaan atau adat yang mengikuti satu aspek atau
pengakuan yang lain. Cult berarti semua aktivitas ritual yang diikuti aspek
agama dapat dianggap sebagai suatu sarana kebudayaan bagi manusia yang
kelompoknya, alam, dan lingkungan lain yang dirasakan sebagai sesuatu yang
pelbagai masyarakat manusia di dunia, baik itu masyarakat yang sudah sangat
4
Semuel A. Patty. Kebatinan Jawa, Apakah Agama Atau Kebudayaan Dalam Reformasi
Kehidupan Beragama Di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Antropologi Agama,
(Salatiga: UKSW, 2000), 4
5
Leonard Swidler & Paul Mojzes. The Study Of Religion In An Age Of Global Dialogue.
(Philadelphi: Temple University Press, 2000), 7-8
2
A. Latar Belakang Masalah
ke dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak, dan menjadi fokus utama bagi
agama memberi bentuk pada keseluruhan proses sosialisasi yang ditandai oleh
Da’a. Suku Da’a merupakan salah satu sub-suku Kaili 8, yang mendiami daerah
Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Sub suku Kaili Da’a merupakan suatu
6
Nottingham membagi masyarakat dalam tiga tipe, yakni masyarakat terbelakang, masyarakat
pra-industri yang sedang berkembang, dan masyarakat industri-sekuler. Yang dimaksud dengan
masyarakat terbelakang adalah masyarakat yang kecil, terisolasi dan terbelakang. Pada tipe masyarakat
ini, tingkat perkembangan teknik rendah dan pembagian kerja atau pembidangan kelas sosial
relative masih kecil. Keluarga merupakan lembaga mereka yang paling penting dan spesialisasi
pengorganisasian kehidupan pemerintahan dan ekonomi masih sangat sederhana. Laju perubahan
sosial pun masih lambat. Lihat Elizabeth K. Nottingham, Agama Dan Masyarakat, Suatu Pengantar
Sosiologi Agama. (Jakarta: RajaGrafindo Perkasa, cet.8, 2002), 43
7
Nottingham, Ibid, 43-45. Sementara Evans Pritchard mengatakan bahwa pada masyarakat
tertutup (primitif), agama dipikirkan, dirasakan, dan dikehendaki oleh individu-individu, juga merupa-
kan fenomena sosial dan obyektif yang tidak bergantung pada pikiran-pikiran individual. Agama
menjadi obyektif karena tiga karakteristiknya, yakni: Pertama, agama diwariskan dari satu generasi
ke generasi lainnya. Agama ada pada individu juga di luar individu, karena telah ada sebelum
individu itu lahir dan tetap ada sesudah individu itu mati; Kedua, pada masyarakat tertutup, agama
bersifat umum. Setiap orang mempunyai bentuk yang sama tentang kepercayaan dan pelaksanaan
agama, dan kolektivitas mereka memberi sifat obyektivitas yang menempatkan agama melampaui
pengalami psikologis setiap individu; Ketiga, agama merupakan kewajiban. Selain sanksi-sanksi
positif dan negatif, agama juga merupakan sarana yang umum pada masyarakat tertutup, sehingga
seseorang tidak punya pilihan lain selain menerima apa yang disetujui oleh setiap orang. Lihat
Evans Pritchard, Teori Tentang Agama Primitif, 70-71
8
Suku Kaili terdiri dari empat sub-suku, yakni Kaili Da’a, Kaili Unde, Kaili Edo dan Kaili
Tar’a
3
leluhur yang masih dipertahankan hingga kini. Tradisi leluhur yang masih teguh
Agama yang merupakan tradisi leluhur memainkan peran yang penting. Ada
titik-titik dalam hidup dan aktivitas mereka di mana ritus dilakukan. Ritus-ritus
dalam aktivitas keseharian mereka seperti berburu dan bertani, ritus pengobatan,
hingga upacara-upacara dalam siklus hidup mereka seperti perkawinan dan ritus
inisiasi yang dilakukan sekali seumur hidup bagi semua anak Da’a. Salah satu
bentuk ritus yang masih tersisa hingga kini (setelah orang Da’a menganut agama
Kristen) adalah ritus yang dilakukan dalam aktivitas pertanian orang Da’a. Sebagai
petani, orang Da’a menyadari ketergantungan mereka terhadap alam, Yang Maha
Kuasa, dan roh-roh leluhur. Dalam kepercayaan mereka, makhluk hidup seperti
binatang, tanaman, dan unsur-unsur dalam bumi memiliki roh, berasal dari manusia
(leluhur) yang telah berkorban bagi kesejahteraan orang banyak yang dalam bahasa
dan dihargai10.
pertanian mereka. Ritus-ritus yang disebut ramaya11, dibungkus dengan tabu dalam
9
Dalam arti peyoratif, sering diartikan kolot, bodoh, terbelakang, berbeda dari suku-suku lain
yang mendiami daerah sekitar Palu dan Donggala, yang rata-rata merupakan pendatang dari luar
Sulawesi Tengah (dari Jawa, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sumatera, Sulawesi Utara, dan lain-lain).
Istilah primitif kini cenderung dihindari dan diganti dengan masyarakat sederhana. Tondowidjojo
mencoba menjelaskan tanda-tanda masyarakat primitif sebagai berikut: 1. bersifat statis, konservatif
dalam arti kuat mempertahankan adat nenek moyang, tidak berani merubah warisan leluhur; 2.
bergantung pada alam, dan; 3. belum ada diferensiasi, terutama di bidang kekuasaan dan pekerjaan.
Lihat R.M.John Tondowidjojo, Etnologi Dan Pastoral Di Indonesia, (Nusa Indah, tt), 15
10
Hasil wawancara dengan Bpk. Andi Lasipi, S.Pd, 18 Oktober 2005
11
Dalam bahasa Da’a, ramaya berarti pantangan, khususnya pantangan atas jenis makanan
tertentu. Ada 3 jenis ramaya, yakni: ramaya wunja, ramaya balera, dan ramaya sonjo. Hasil
wawancara dengan Bpk. Sidi, Mbuwu, 9 November 2005
4
aktivitas pertanian dan siklus hidup mereka. Ramaya dilakukan oleh keluarga-
keluarga, baik keluarga batih (nuclear family) maupun keluarga luas (extended
family) yang mengolah sebidang tanah bersama-sama, secara khusus untuk tanaman
padi ladang. Rangkaian ritus ini dimulai dari permohonan untuk kesuburan secara
massal yang dipusatkan di desa adat suku Da’a (desa Dombu), menetapkan lokasi
(ritus pantilowu), ulang tahun padi (ritus momporoya), mendirikan rumah padi,
panen (mo anai) yang dimulai dengan ramaya atau pantangan, hingga syukur
panen (muwae dan potamba). Ritus-ritus ini diyakini akan memberi petunjuk
lokasi yang tepat, kesuburan ladang, juga menghasilkan panen yang melimpah.
Beberapa bagian dari rangkaian ritus ini dilakukan dalam keluarga dan
terpusat di ladang, namun juga ada yang dilakukan dalam komunitas suku yang
berpusat di desa adat suku Da’a. Bentuk-bentuk ritus ini adalah doa, pemberian
(sesajian, pengorbanan), gerak isyarat tubuh (lagu), hingga pantangan atau tabu
memiliki makna yang dalam dan berkaitan erat dengan kepercayaan suku Da’a
Ritus yang berakar pada sistem kepercayaan orang Da’a ini merupakan
budaya lokal yang terus terpelihara, walaupun tak dapat disangkal telah
5
faktor interaksi atau kontak dengan komunitas lain. Interaksi tersebut
kebudayaan lain12.
bahwa kehadiran suatu agama baru tidak serta merta diterima oleh masyarakat
dengan agama yang berbeda dan merubah kepercayaan yang lama. Dibutuhkan
proses dalam waktu yang panjang, seperti yang terjadi pada interaksi antara
Kehadiran agama baru khususnya Kristen tidak serta merta merubah atau
nampak dalam dua ragam. Yang satu murni tak-tercampur, yang kedua menyamar
dan tercampur. Agama asli sebagai jenis murni terutama terdapat pada suku-suku
6
berpenduduk turunan deuteromelayu15 agama asli bergerak di dalam lingkungan
agama universal. Secara publik dan formal agama universal ini mengganti agama
asli, tetapi unsur-unsur rohani dari agama asli tetap lestari dalam keadaan menyamar.
Agama asli tersebut tidak statis, tetapi bergerak bersama dengan agama publik,
terbuka16.
Kita menemukan ciri ini dalam pertemuan Injil dan budaya lokal (agama
suku) di beberapa daerah di Nusantara. Sebagai contoh, perjumpaan Injil dan adat
di tanah Batak yang telah terjadi sejak abad ke-17 tidak menghilangkan kebudayaan
Batak. Gereja Batak malah pernah disebut sebagai suatu gereja-adat, yakni gereja
yang diresapi oleh adat asli setempat. Walaupun adat itu telah berubah, namun
masih tetap merupakan adat asli dan tetap mempertahankan sifatnya yang pra-
Contoh lain, perjumpaan Injil dan adat di Maluku yang dimulai pada abad
ke-15, di mana kepercayaan asli orang Maluku yang menyembah roh-roh leluhur
diyakini “menghadirkan” para leluhur18. Demikian juga yang terjadi di Jawa setelah
masuknya kekristenan di sana, masih ada tradisi asli Jawa yang berasal dari
15
Kelompok ini meliputi hampir semua suku di Sumatra, Jawa, Madura, Bawean, Bali,
Lombok, Sumbawa dan Nias. Subagya, ibid, 33
16
Subagya, ibid, 35
17
Untuk lebih jelas baca Lothar Schreiner. Adat Dan Injil, Perjumpaan Adat Dengan
Iman Kristen Di Tanah Batak. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cet. Ke-5, 2000)
18
Untuk lebih jelas baca Frank L. Cooley. Mimbar Dan Takhta: Hubungan Lembaga-
Lembaga Keagamaan dan Pemerintahan di Maluku Tengah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987).
7
kepercayaan lama mereka yang terus dipertahankan walaupun mengalami
perubahan19.
abad ke-20 dengan hadirnya para misionaris Bala Keselamatan telah turut mewarnai
eksistensi budaya lokal20. Hampir satu abad Injil diberitakan dan diterima oleh
orang Da’a. Suatu kepercayaan baru yang berbeda dari kepercayaan lama mereka.
Sistem kepercayaan lama warisan leluhur mengalami interaksi dengan agama baru
ini. Namun hingga kini, kepercayaan lama tersebut masih tetap terjaga. Di sana-
sini ada sedikit perubahan, beberapa di antaranya tidak lagi dilakukan, tetapi
Bagaimanakah interaksi agama suku Da’a dengan kepercayaan baru ini (agama
Kristen)? Sejauh mana interaksi ini merubah kebudayaan Da’a, khususnya yang
perubahan apakah yang terjadi akibat interaksi tersebut? Seperti apakah sistem
kepercayaan Da’a pra-kekristenan? Apa makna dan fungsi ritus tersebut bagi
19
Penjelasan lebih jelas tentang pertemuan Injil dengan budaya Jaw abaca Philip Van
Akkeren. Dewi Sri Dan Kristus, Sebuah Kajian Tentang Gereja Pribumi Di Jawa Timur.
20
Kekristenan hadir di daerah Sulawesi Tengah pada akhir abad ke-19 dengan kehadiran
misionaris NZG yang memusatkan perhatian di daerah Poso. Sementara di lembah Palu kekristenan
baru hadir di awal abad ke-20 (tahun 1913) melalui misionaris Bala Keselamatan yang memusatkan
perhariannya di daerah Marawola yang berpenduduk masyarakat suku Da’a. Lihat Th Van den
End & J. Weitjens, S.J. Ragi Carita 2: Sejarah Gereja Di Indonesia 1860-an~Sekarang. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, cet.6, 2003), 291. selanjutnya akan dibahas pada bab 3 (A.11), 69-71
8
kehidupan masyarakat Da’a Kristen sehingga mereka masih melakukannya?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang ingin dijawab dalam tesis ini, yang diberi judul:
Ramaya
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan tersebut di atas maka rumusan masalah studi ini adalah:
melatarbelakanginya?
ramaya?
C. Tujuan Penelitian
Kristen.
D. Manfaat Penelitian
9
fenomena agama dalam masyarakat sederhana.
E. Metode Penelitian
Metode ini bertujuan untuk membuat deskripsi, yakni gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fenomena atau hubungan antar
keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian, dan memeriksa sebab-
sebab dari suatu gejala tertentu21. Fenomena yang diteliti dengan pendekatan studi
antropologi agama22 ini adalah fenomena ritus ramaya dan sistem religi dalam
realitas kehidupan masyarakat Da’a, makna dan fungsinya serta pergeseran atau
Penelitian ini dipusatkan pada dusun Pompa, yang merupakan salah satu
21
Lihat Imam Suprayogo & Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2003), 136-137
22
Fokus kajian antrologi agama secara umum adalah mengkaji agama sebagai ungkapan
kebutuhan makhluk budaya yang meliputi: 1) pola-pola keberagamaan manusia, dari perilaku
bentuk-bentuk agama primitif yang mengedepankan magi, mitos, animisme, totemisme,
paganisme pemujaan terhadap roh, dan polyteisme, sampai keberagamaan masyarakat industri
yang mengedepankan rasionalitas dan monoteisme. (2) agama dan pengungkapannya dalam
bentuk mitos, simbil-simbol, ritus, tarian ritual, upacara pengorbanan, semedi, selametan; (3)
pengalaman religis, yang meliputi meditasi, doa, mistisisme, sufisme.
http://bashirmujahid.blogspot.com/
10
Tengah. Desa ini merupakan salah satu desa tua suku Da’a, yang berada di sebelah
barat kota Palu, sebelah barat daya kota Donggala, berjarak ± 134 kilometer dari
kota kecamatan, dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor roda dua maupun
empat dalam kurun waktu ± 2 jam kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki
wilayah pegunungan Gawalise dengan jarak tempuh yang sangat jauh sehingga
sulit untuk menjangkau semuanya. Kedua, Ongulara adalah salah satu desa tua
suku Da’a, yang terbagi atas empat dusun dan jarak tempuh antar dusun paling
dekat 1 jam berjalan kaki mendaki. Dusun Pompa merupakan dusun yang paling
seperti yang diharapkan, dari orang-orang yang masih bertahan dengan ramaya.
yang didahului dengan penelitian awal selama dua minggu pada bulan April 2005.
Untuk mendapatkan data tentang ritus ramaya dan sistem kepercayaan asli
11
penulis berada di tengah komunitas dusun Pompa dan memperhatikan
di Pompa dan beberapa desa lain seperti Dombu, Mbuwu, dan Wayu.
dengan tahapan
c. Verifikasi
23
Wawancara tak berstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dapat diubah pada saat
wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik
sosial-budaya informan yang dihadapi. Lihat Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: Rosdakarya, cet. 4, 2004),
180-181.
12