Anda di halaman 1dari 19

DEDI KUSMANA, S.Pt.

NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

HANDS OUT
AGRIBISNIS UNGGAS PETELUR

1.1. Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk yang selalu meningkat dari tahun ke tahu


terus diimbangi dengan kesadaran akan arti penting peningkatan gizi dalam
kehidupan. Hal ini berimplikasi pada pola konsumsi makanan yang juga akan
terus meningkat. Disamping tujuan utama penggunaan makanan sebagai pemberi
zak gizi bagi tubuh yang berguna untuk mempertahankan hidup, manusia juga
menggunakannya untuk nilai-nilai sosial, karena penggunaan makanan telah
melembaga sebagai alat untuk berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu
makanan dalam lingkungan masyarakat menyangkut gizi dan aspek sosial. Secara
ekonomi, pengembangan pengusahaan ternak ayam petelur di Indonesia memiliki
prospek bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah (Cahyono, B.
1994). Hal tersebut dapat berlangsung bila kondisi perekonomian berjalan normal.
Lain halnya bila secara makro terjadi perubahan-perubahan secara ekonomi yang
membuat berubahnya pasar yang pada gilirannya akan mempengaruhi
permodalan, produksi dan pemasaran hasil ternak.
Dalam skala local, konsumsi protein hewani dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan, setelah pada tahun 1998 mengalami penurunan yang
tajam akibat dari krisis moneter. Besarnya peluang pasar ayam petelur ini
merupakan kesempatan yang sangat potensial untuk mengembangkan peternakan
ayam petelur. Bagi seorang peternak kesalahan pemeliharaan ayam akan
menghasilkan pertumbuhan ayam yang buruk sehingga mengakibatkan hasil
produksi menurun. Pemeliharaan ayam petelur membutuhkan penanganan khusus
dan sangat penting untuk diperhatian. Karena dengan pemeliharaan yang baik
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

akan menghasilkan pertumbuhan ayam yang baik, kondisi ayam yang sehat,
tingkat mortalitas yang rendah dan pada akhirnya akan menghasilkan ayam
petelur dengan produksi telur yang tinggi. Bagaimana cara mengoptimalkan
produksi ayam petelur. Pertanyaan ini sering kita jumpai dilapangan. Pelaku
bisnis peternakan ayam petelur sering dihadapkan pada situasi dimana ayam
petelurnya tidak mampu berproduksi secara optimal. Kunci utama untuk mencapai
produksi yang optimal yaitu manajemen pemeliharaan yang baik pada persiapan
peralatan dan perkandangan, starting manajemen, growing manajemen, laying
manajemen, seleksi, culling, program force molting, tatalaksana pemanenan telur,
penangan limbah dan biosekuruti serta didukung dengan baiknya sistem recording
di Farm.

1.2. Tujuan
1. Mengetahui cara Seleksi, Culling dan Program Force Molting
2. Mengetahui Tatalaksana Pemanenan Telur Konsumsi
3. Mengetahui cara pengumpulan limbah dalam manajemen layer
4. Mengetahui biosekuriti pada manajemen layer
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

HANDS OUT
Seleksi, Culling dan Program Force
Molting

3.1. Menerapkan pengetahuan tentang teknik seleksi dan culling unggas petelur

A. Seleksi

Cara menyeleksi ayam petelur dapat dilakukan oleh peternak ayam petelur
sebagai berikut:

1. Memilih ayam yang bermutu tinggi dari suatu kelompok dalam sehari-
hari. Seleksi dimulai dari saat masih kutuk dengan memperhatikan tingkah
laku, nafsu makan, keadaan tubuh dan Iain-lain.
2. Tingkah laku ayam yang sehat ditandai dengan kelincahan bergerak dan
mencari makan.
3. Nafsu makan baik, aktif mencari makan dan tembolok selalu penuh berisi.
4. Kaki-kaki dan paruh cukup kuat
5. Pancaran mata cerah serta mempunyai bentuk yang baik
6. Keadaan tubuh padat, yang menandakan bahwa ayam matnpu beproduksi
secara baik.

B. Culling

Pelaksanaan culling didasarkan atas tanda-tanda kelainan atau cacat yang


diderita ayam. Culling ini dilakukan terus menerus sejak ayam diterima dari Farm
atau Poultry Shop sampai tidak berproduksi lagi. Ayam yang harus di culling
sewaktu DOC baru tiba dari Farm atau Poultry Shop :

1. Anak ayam yang dalam keadaan lemah.


2. Bentuk fisik abnormal, seperti: paruh silang, mata cuma satu, kaki semper
dan Iain-lain.
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

3. Badan telalu kecil dengan kaki yang kering.


4. Selama masa pertumbuhan:
a. Ayam tumbuh kerdil.
b. Kaki bengkok, aayap menggantung lemah.
c. Tulang punggung bengkok dll.
5. Sesudah masa dewasa (masa produksi):
Ayam-ayam yang sudah waktunya produksi tetap tidak lagi produktif
akibat pernah sakit atau memang umurnya tua segera diafkir / culling.
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

Tabel 3. Patokan pelaksanaan culling untuk petelur

Tanda-tanda
Petelur yang Baik Petelur yang Jelek
Bagian
Kepala dan Muka Halus, lebar, bersih Kasar, kecil, pucat
Jengger dan Pial Lebar, berminyak, Kecil, keriput pucat
mengkilap, merah
Mata Cerah bersinar, bulat Sayu, malas
Tulang supit (pubis) Jaraknya berjauhan lebih Sempit, kurang dari 2
besar dari 2 jari tangan jari tangan
Perut Halus, penuh, elastis Keras berlemak
Kulit Tipis, halus, longgar Tebal dan kasar
Kloaka Oval dan selalu basah Sempit dan kering
Badan Lebar dan dalam Sempit
Kaki Rata, pipih Bulat, besar

C. Force Molting

Force molting adalah untuk mendapatkan masa peneluran kedua yang


serasi. Selama masa meranggas (moulting) berat badan layer akan berkurang
sekitar 400-600 gram yaitu dengan cara mengatur makanannya. Banyak metode
yang dilakukan dalam memberikan pakan kepada ayam yang sedang moulting,
umumnya yaitu selama 6 minggu diberikan makanan dengan kadar protein rendah
tetapi ditambah trace mineral dan vitamin, sesudah 6 minggu diberikan makanan
yang normal dan unggas akan berproduksi secara normal selama 4 minggu
berikutnya.

Ayam petelur mulai berproduksi sekitar umur 22-24 minggu dan


produksinya akan terus meningkat serta mencapai puncaknya pada umur 34-36
minggu. Setelah itu, produksinya akan terus menurun sesuai dengan
bertambahnya umur dan pada umur sekitar 18 bulan (72 minggu) secara alami
ayam akan mengalami proses ganti bulu yang lazim disebut moulting
(Kartasudjana, 2006). Akibatnya, setalah terjadi proses alamiah tersebut maka
produksi akan turun dan terhenti sehingga peternak tidak akan mendapatkan telur
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

(keuntungan), tetapi setelah terjadi proses tersebut maka ayam akan kembali
berproduksi lagi (tidak maksiamal). Untuk menjaga kesinambungan ayam, maka
harus diganti dengan ayam dara (pullet), akan tetapi harga ayam dara dari hari ke
hari semakin meningkat sehingga proses gugur bulu tersebut dapat dipersingkat
selama sekitar 2 bulan, dengan menerapkan proses gugur bulu paksa (force
moulting), maka setelah itu, produksi akan meningkat dengan presentase tinggi.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Mulyono (2004) bahwa secara normal
rontok bulu terjadi setelah ayam berumur lebih dari 80 minggu. Pada umur ini
merupakan saat yang tepat bagi ayam untuk diapkir. Proses perontokan bulu
biasanya terjadi selama 2-4 minggu.

Menurut Kartasudjana (2006) bahwa hal-hal yang menjadi pertimbangan


perlu tidaknya dilakukan force moulting untuk menjaga performa pada siklus
produksi tahun kedua yaitu :

a. Biaya produksi, biaya pada pelaksanaan force moulting lebih murah dari
pada biaya untuk membesarkan doc, sehingga pelaksanaan force moulting
lebih baik.
b. Angka kematian, angka kematinan pada siklus pada produksi kedua lebih
rendah dari pada siklus produksi tahun pertama.
c. Konsumsi ransum, konsumsi ransum pada siklus produksi tahun pertama
lebih tinggi dari pada tahun kedua.
d. Masa berproduksi, masa produksi pada tahun pertama lebih lama
dibandingkan dengansiklus produksi kedua.
e. Produksi telur, puncak produksi tahun kedua 7-10 % lebih rendah dari
tahun pertama dan terus menurun secara perlahan setelah mencapai puncak
produksi.
f. Kualitas kulit telur, kualitas telur pada siklus kedua lebih rendah jika
dibandingkan dengan tahun pertama.
g. Berat telur, berat telur pada tahun kedua lebih tinggi dari pada tahun
pertama.
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

Ada dua cara force moulting, yaitu cara konvensional dan


nonkonvensional. Cara konvensional dilakukan dengan menggunakan perlakuan
sederhana melalui pambatasan ransom, air minum, dan cahaya. Cara
nonkonvensional dengan menggunakan obat-obatan yang disuntikkan. Metode
force moulting yang sederhana melalui pembatasan pemberian, yaitu :

1. pembatasan pemberian ransom, ayam puasa dalam waktu tertentu dan


makan sedikit untuk 1 hari lalu puasa lagi.
2. pembatasan pemberian air minum, cara ini sulit diterapkan di
Indonesia karena iklim tropis yang panas.
3. pembatasan pemberian cahaya, cahaya mempengaruhi produksi telur
bila cahaya dibatasi akan menghentikan produksi telur.

Tujuan force moulting adalah agar ayam berhenti bertelur dan memberi
waktu istirahat bertelur agar siap bertelur lagi. Bila selama 2 bulan force moulting
benar-benar terjadi dan ayam berhenti bertelur maka dapat diduga di tahun kedua
ayam akan bertelur banyak dan besar-besar. Ada dua program yang baik
melakukan force moulting, yaitu two-cycle molting dan three-cycle molting
program.

1. two-cycle molting program meliputi satu kali rontok bulu dengan dua
siklus produksi telur
2. three-cycle molting program meliputi 2 kali rontok bulu dan 3 siklus
produksi telur.

D. Keuntungan dan Kerugian Force Moulting

Keuntungan dari program force moulting adalah biaya pemeliharaan lebih


murah dari pada membeli ayam pengganti (DOC, pullet), ayam setelah mengalami
force moulting lebih resisten terhadap penyakit, dan biaya pembelian pullet dapat
dialihkan dengan menabung uang serta tidak menyita waktu yang banyak.
Sedangkan kerugian dari program force moulting adalah selama proses moulting
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

terjadi ayam terus makan dan tidak berproduksi, bila ayam disembelih setelah dua
tahun bertelur tidak empuk (Ellis M.R., 2007).

HANDS OUT
Tatalaksana Pemanenan Telur Konsumsi

KD. 3.4. Menerapkan pengetahuan tentang pemanenan dan penanganan hasil


dalam agribisnis unggas petelur

Pada saat pemanenan sebaiknya sekaligus dilakukan sortasi telur. Artinya,


saat panen hanya telur yang kualitasnya baik dan bersih serta tidak pecah atau
retak yang diambil terlebih dahulu. Sementara itu, teluryang tampilan fisiknya
tidak normal, seperti kulitnya terlalu tipis, telur yang retak, atau terlalu kotor,
dibiarkan dalam kandang. Telur-telur ini diambil belakangan, kemudian
dimasukkan ke dalam wadah tersendiri.

Proses sortasi yang dilakukan bersamaan dengan pengambilan telur seperti


ini dapat menghemat waktu dibandingkan dengan mengambil semua telur yang
ada tanpa melihat kondisinya, lalu melakukan sortasi setelah semua telur selesai
dipanen. Dapat dibayangkan jika dalam satu hari memanen telur sebanyak egg
tray tanpa sortasi. Pekerjaan menjadi tidak efisien, karena setelah semua telur
dipanen harus dilakukan sortasi ulang dengan mengeluarkan kembali telur dari
egg ray. Teknik ini tentu lebih memakan waktu serta beresiko menyebabkan telur
pecah.

Setelah pengambilan telur, sebaiknya tidak ada proses pencucian telur


hasil panen. Telur yang sedikit kotor cukup dilap menggunakan lap yang bersih
dan kering. Pasalnya, pencucian telur dapat menyebabkan penurunan kualitas telur
yang menyebabkan telur menjadi ;ebih cepat busuk.
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

Telur yang kotor sekali memang mau tidak mau harus dicuci agar
tampilannya terlihat lebih baik. Pencucian dilakukan dengan cara menyelupkan
telur sebentar ke dalam air bersih, kemudian mengelapnya hingga benar-benar
bersih dan kering. Telur yang dicuci ini harus dipisahkan dari telur yang tidak
dicuci. Telur yang dicucu ini sebaiknya dijual di sekitar peternakan saja atau
dijual langsung ke konsumen yang akan segera mengkonsumsinya dalam waktu
dekat. Telur yang dicuci ini biasanya memiliki daya simpan yang tidak terlalu
lama. Waktu maksimum sekitar satu minggu.

Penyimpanan telur konsumsi yang utuh dan segar biasanya dilakukan pada
suhu rendah dengan kelembaban tinggi. Telur konsumsi yang disimpan atau
dipasarkan biasanya dikemas, baik secara kemasan eceran dengan nampan telur
(egg tray), maupun secara kemasan partai dengan kotak kayu atau keranjang.
Transportasi telur konsumsi diperlukan selama melewati jalur pemasaran dimulai
dari peternak ke pedagang, dari daerah produsen ke daerah konsumen, dan dari
grosir ke para pengecer. Selama penanganan pascapanen, telur dapat mengalami
penurunan mutu atau kerusakan produk. Karenanya diperlukan pengelolaan
pelaksanaan penanganan pascapanen yang tepat.

Hands Out
Penanganan Limbah

KD. 3.6. Menerapkan pengetahuan tentang penanganan limbah dalam agribisnis


unggas petelur

Limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan ayam terutama berupa


kotoran ayam dan bau yang kurang sedap serta. air buangan. Air buangan berasal
dari cucian tempat pakan dan minum ayam serta keperluan domestik lainnya.
Jumlah air buangan ini sedikit dan biasanya terserap ke dalam tanah serta tidak
berpengaruh besar terhadap lingkungan sekitar. 
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

Dalam upaya  memenuhi kebutuhan telur, daging, susu dan kulit, semula


petani memelihara ternak hanya beberapa ekor. Ternak peliharaannya bebas
mencari makanan sendiri di kebun-kebun atau di ladang dan jumlah limbah yang
dihasilkan masih sangat sedikit dan belum menimbulkan masalah  bagi
lingkungan.  Lingkungan hidup masih mampu mengabsorpsi banyaknya limbah
yang dihasilkan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran.  Tetapi setelah waktu
berlalu, tidak hanya menambah jumlah ternaknya, petani juga meningkatkan
sistem pemeliharaannya dengan membangun kandang dan gudang dengan maksud
untuk menjaga petani dan hewan peliharaannya dari gangguan cuaca yang
buruk.  Pada waktu yang sama, dikarenakan jumlah ternak bertambah dan
dikandangkan, petani dihadapkan pada masalah penanganan limbah ternak yang
bertambah banyak dan menumpuk di lantai kandang.  Sejak kondisi ini terjadi,
petani mulai memikirkan bagaimana cara menangani limbah peternakan agar
usahanya tidak merugi.  Bila diamati, pada waktu yang lalu  sebagian besar petani
menggunakan sistem penanganan limbah dengan parit (gutter) dan kemiringan
lantai kandang (sloping floors).

Arah kemiringan dibuat agar pada saat dibersihkan dengan air, dengan
mudah limbah mengalir menuju ke parit.  Limbah  ternak berbentuk cair tersebut
dikumpulkan diujung parit untuk kemudian dibuang.  Pada kandang
sistem feedlots terbuka, sebagian besar limbah ternak menumpuk di lokasi yang
terbuka di depan kandang.  Agar pengumpulan limbahnya lebih mudah, lantai
pada lokasi ini biasanya ditutup dengan bahan yang keras  dan rata dengan
kemiringan tertentu untuk mengalirkan limbah cairnya.  Untuk membersihkan
lantai digunakan pipa semprot yang kuat agar limbah cair dapat didorong dan
mengalir ke tempat penampungan.

Berdasarkan sistem tersebut, ada tiga cara mendasar pengumpulan limbah,


yang disebut :
       Scraping
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

Scraping diduga merupakan cara pengumpulan limbah yang paling tua dilakukan


oleh para petani-peternak.  Scraping dapat dilakukan dengan cara manual ataupun
mekanik.  Pada dasarnya, kedua cara tersebut menggunakan alat yang terdiri atas
plat logam yang fungsinya untuk mendorong atau menarik limbah sepanjang
lantai dengan maksud agar limbah terlepas dari lantai dan dapat dikumpulkan
       Free-fall

Pengumpulan limbah peternakan dengan system free-fall ini dilakukan dengan


membiarkan limbah melewati penyaring atau penyekat lantai dan masuk ke dalam
lubang penampung.  Teknik ini telah digunakan secara ekstensif dimasa lampau
untuk peternakan hewan tipe kecil, seperti ayam, kalkun, kelinci dan ternak jenis
lain.  Baru-baru ini juga digunakan untuk ternak besar, seperti babi dan sapi.  Pada
dasarnya ada dua sistem free-fall, yaitu  sistem kandang yang lantainya
menggunakan (1) penyaring lantai (screened floor) dan (2) penyekat lantai (slotled
floor).
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

    Flushing

Yaitu pengumpulan limbah menggunakan air untuk mengangkut limbah tersebut


dalam bentuk cair. Sistem flushing telah digunakan sejak tahun 1960-an dan
menjadi cara yang makin populer digunakan oleh peternak untuk pengumpulan
limbah ternak. Hal ini dikarenakan lebih murah biayanya, bebas dari pemindahan
bagian, sama sekali tidak atau sedikit sekali membutuhkan perarawatan dan
mudah dipasang pada bangunan baru atau bangunan lama. Disebabkan frekuensi
flushing, limbah ternak yang dihasilkan lebih cepat dibersihkan, mengurangi bau
dan meningkatkan kebersihan kandang. Hal ini menjadikan sirkulasi udara dalam
kandang lebih baik, yang menghasilkan sistem efisiensi penggunaan energi. Dua
hal penting yang harus diperhatikan dalam mendesain parit flushing adalah : (1).
Lokasi parit berada di dalam fasilitas peternakan dan (2). Desain parit harus rata
dan menggunakan jenis perlengkapan yang memadai.

HANDS OUT
Biosekuriti Operasional

KD. 3.2. Menerapkan pengetahuan tentang penanganan kesehatan dalam


agribisnis unggas petelur

Menurut Jeffrey (1997), penerapan biosekuriti pada peternakan petelur


dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu (1) isolasi, (2) pengendalian lalu lintas,
dan (3) sanitasi.
 Isolasi

Isolasi mengandung pengertian penempatan atau pemeliharaan hewan di


dalam lingkungan yang terkendali. Pengandangan atau pemagaran kandang akan
menjaga dan melindungi unggas serta menjaga masuknya hewan lain ke dalam
kandang. Isolasi ini diterapkan juga dengan memisahkan ayam berdasarkan
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

kelompok umur. Selanjutnya, penerapan manajemen all-in/all-out pada peternakan


besar mempraktekan depopulasi secara berkesinambungan, serta memberi
kesempatan pelaksanaan pembersihan dan disinfeksi seluruh kandang dan
peralatan untuk memutus siklus penyakit (Jeffrey 1997).
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

 Pengendalian lalu lintas

Pengendalian lalu lintas ini diterapkan terhadap lalu lintas ke peternakan


dan lalu lintas di dalam peternakan. Pengendalian lalu lintas ini diterapkan pada
manusia, peralatan, barang, dan bahan. Pengendalian ini data berupa penyediaan
fasilitas kolam dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kendaraan ,
penyemprotan desinfektan terhadap peralatan dan kandang, sopir, penjual, dan
petugas lainnya dengan mengganti pakaian ganti dengan yang pakaian khusus.
Pemerikasaan kesehatan hewan yang datang serta adanya Surat Keterangan
Kesehatan Hewan (SKKH). (Jeffrey 1997).
 Sanitasi

Sanitasi ini meliputi praktek disinfeksi bahan, manusia, dan peralatan yang
masuk ke dalam peternakan, serta kebersihan pegawai di peternakan (Jeffrey
1997). Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi secara teratur terhadap bahan
– bahan dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan. Pengertian disinfeksi
adalah upaya yang dilakukan untuk membebaskan media pembawa dari
mikroorganisme secara fisik atau kimia, antara lain seperti pembersihan
disinfektan, alkohol, NaOH, dan lain-lain (Anonymous, 2000).

Sanitasi peternakan meliputi kebersihan sampah, feses dan air yang


digunakan. Air yang digunakan untuk konsumsi dan kebutuhan lainnya harus
memenuhi persyaratan air bersih (Depkes, 2001). Jika digunakan air tanah atau
dari sumber lain, maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga
memenuhi persyaratan air bersih.

Salah satu perlakuan air yang umum dilakukan adalah dengan


menambahkan klorin 2 ppm. Untuk menjamin bahwa air tersebut memenuhi
syarat air bersih, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala,
minimum 1 tahun sekali. Klorin berguna untuk mematikan mikroorganisme yang
terkandung dalam sumber air. Air merupakan media pembersih selama proses
sanitasi serta merupakan bahan baku pada proses pengolahan pangan (Depkes,
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

2001). Air juga dapat sebagai sumber pencemar. Jika air tercemar, perlu dicari
alternatif sumber air lain atau air tersebut harus diolah dengan metode kimia atau
metode lainnya. Sumber pencemar lain adalah udara di sekitarnya (Marriott,
1999).

Pangan dapat tercemar oleh mikroorganisme pada udara selama proses,


pengemasan, penyimpanan dan penyiapan. Cara yang efektif untuk mengurangi
pencemaran mikroorganisme dari udara antara lain praktek higiene, penyaringan
udara yang masuk ke ruang proses, dan penerapan metode pengemasan yang baik
(Marriott, 1999).
o Higiene Penanganan Telur
Menurut PCFS (1999), sebaiknya saat pengumpulan telur di kandang, telur
yang utuh dan baik dikumpulkan dengan menggunakan baki telur plastik (egg
tray) yang dipisahkan dengan telur yang retak/kotor. Hal ini dilakukan untuk
mencegah telur yang baik terkontaminasi agen patogen yang mungkin terdapat
pada telur kotor/retak. Perlakuan yang dapat diterapkan terhadap telur yang kotor
adalah dengan cara dilap, tanpa dicuci terlebih dahulu. Pada gudang penyimpanan
telur, telur disimpan pada egg tray terbuat dari plastik yang telah dibersihkan dan
didisinfeksi, atau jika tidak ada, telur dapat diletakkan di dalam peti kayu baru
dengan sekam yang telah didisinfeksi, terpisah dengan telur yang retak/rusak.
Telur yang retak harus segera digunakan. Baki telur diletakkan di atas palet plastik
setinggi minimum 15 cm dari permukaan lantai dan berjarak minimum 15 cm dari
dinding. Menurut McSwane et al.(2000) penyimpanan pangan pada area gudang
kering pada permukaan datar yang berjarak minimum 6 inch (15.24 cm) dari
permukaan lantai dan dinding. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembersihan
lantai dan dinding, mencegah seranganhama, serta memberikan sirkulasi udara
yang baik terhadap produk.

Intensitas pengambilan sampah dan limbah peternakan (kotoran ayam) dilakukan


pada periode tertentu secara teratur, karena dapat mengundang lalat atau insekta
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

lain serta tumpukan sampah dapat menjadi sumber pencemaran di peternakan


(Jeffrey, 1997).
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

KESIMPULAN

 Cara menyeleksi ayam petelur dapat dilakukan oleh peternak ayam petelur
sebagai berikut:
 Memilih ayam yang bermutu tinggi dari suatu kelompok dalam sehari-
hari. Seleksi dimulai dari saat masih kutuk dengan memperhatikan
tingkah laku, nafsu makan, keadaan tubuh dan Iain-lain.
 Tingkah laku ayam yang sehat ditandai dengan kelincahan bergerak
dan mencari makan.
 Nafsu makan baik, aktif mencari makan dan tembolok selalu penuh
berisi.
 Kaki-kaki dan paruh cukup kuat
 Pancaran mata cerah serta mempunyai bentuk yang baik
 Keadaan tubuh padat, yang menandakan bahwa ayam matnpu
beproduksi secara baik.

 Cara mendasar pengumpulan limbah, yaitu:


 Scraping
 Free-fall
 Flushing
 Biosekuriti pada manajemen layer meliputi:
 Isolasi
 Pengendalian lalu lintas
 Sanitasi
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

DAFTAR PUSTAKA

Rinaldo, Dkk. 2014. Makalah Manajemen Ternak Unggas (manajamen Layer),


Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran.

[Depkes] Departemen Kesehatan RepublikIndonesia. 2001. Kumpulan Modul


Kursus Penyehatan Makanan bagi Pengusaha Makanan dan
Minuman.Jakarta: Yayasan Pesan.

Ellis M.R. 2007. Moulting - A Natural Process. Poultry Branch, Agriculture


Western Australia. PoultrySite.com (Diakses pada Tanggal 28 Oktober
2014 Pukul 14.43 WIB).

Jeffrey JS. 1997. Biosecurity for poultry flocks. Poultry fact sheet 1(26).
[terhubung berkala]. http://www.vmtrc.ucdavis.edu.html [5 Juni 2011].

Kartasudjana, R dan Suprijatna E. 2006. Manajmen Ternak Unggas. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Marriott NG. 1999. Principles of Food Sanitation. 4th Ed.Gaithersburg,Maryland:


Aspen.

McSwane D, Rue N, Linton R. 2000. Essentials of Food Safety and Sanitation.


2nd Ed. UpperSaddleRiver: Prantice Hall.

Mulyono S. 2004. Memelihara Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Penebar


Swadaya, Jakarta.
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK : 1860759661120002
HP. 081220780934

Anda mungkin juga menyukai