a. Definisi
intra uterine fetal deadth (IUFD) atau kematian janin dalam rahim adalah kematian janin
dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas
atau berat janin 1000 gram. (Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri,
Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC,
1998; 279)
b. Etiologi
Adapun penyebab IUFD:
7. malnutrisi
9. ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
1. abrupsio plasenta
2. plasenta previa
3. preeklamsi / eklamsi
4. polihidramnion
6. kehamilan lama
7. kehamilan ganda
8. infeksi
9. diabetes
10. genitourinaria
c. Diagnosis
1. Anamnesa/keluhan
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin
b. Perut tidak bertambah besar
2. Inspeksi
Tidak tampak gerakan janin
3. palpasi
4.Auskultasi
DJJ (-)
5. Reaksi kehamilan
test kehamilan (-)
7. USG
Gerak anak tidak ada
8.Laboratorium
Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan sebagai
berikut :
a. Rigor mortis
Berlangsung 21/2 jam setelah mati kemudian lemas lagi.
b. Maserasi Tingkat I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih. Tapi kemudian
menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
c. Maserasi Tingkat II
Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, jam setelah anak mati.
d. Maserasi Tingkat III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antar
tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit.
d. Tanda dan gejala
f. Penanganan
1. Terapi
a. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan
bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk
meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
b. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan
melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c. Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996)
memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis
kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam
sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi
kehamilan.
1) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.
Persiapan:
• Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
• Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu
pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.
Tindakan:
• Kuretasi vakum
• Kuretase tajam
• Dilatasi dan kuretasi tajam
2) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu
• Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian
pertama.
• Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
• Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin
10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
3) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20 – 28 minggu
• Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian
pertama.
• Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.
• Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai
maksimal 60 tetes per menit.
• Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
• Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau
atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.
4) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan
• Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
• Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak
efektif bila dilakukan pada KPD).
• Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai
maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2
labu.
• Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan
indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.
Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/intra-uterine-fetal-deadth-
iufd.html#ixzz49ii3vYki