Anda di halaman 1dari 22

REVIEW PAPER IDENTIFIKASI BAHAYA

DI BIDANG KONSTRUKSI

Judul Identifikasi Bahaya di Bidang Konstruksi


Mata Kuliah Konsep Kecelakaan dan Investigasi
Jumlah Halaman 21 halaman
Penulis Afdhal K. U. Anggol
Reviewer Ulfa Fitria Ningsih
Tanggal 6 November 2021
Untuk mengetahui teori, analisis, serta pengendalian
Tujuan Paper
identifikasi bahaya di bidang konstruksi
1. Masih ditemukan penggunaan Calibri font
Kekurangan 2. Banyak sumber kutipan yang tidak masuk daftar pustaka
(Soehatman Ramli, Tarwaka, Stuart)
1. Menggunakan banyak sumber referensi pada bagian
identifikasi bahaya
2. Menyertakan tabel identifikasi bahaya dan penilaian
risiko untuk memudahkan pembaca
Kelebihan
3. Menjelaskan secara rinci alur proses identifikasi bahaya
dan pengendalian bahaya di bidang konstruksi
4. Melampirkan daftar pustaka untuk memberikan
informasi lebih lanjut terkait sumber materi
Menurut pendapat saya paper dari penulis sudah banyak
memberikan gambaran kepada pembaca terkait identifikasi
bahaya di bidang konstruksi. Tidak ada masalah dengan
bahasa, pedoman ejaan, maupun tanda baca, namun
barangkali penyesuaian font tulisan dan display (rata kiri-
kanan) pada halaman 6 (proses identifikasi bahaya) perlu
Kesimpulan
diperbaiki. Semoga tulisan review dapat memberikan ilmu
yang bermanfaat bagi reviewer dan lainnya. Kritikan yang
ada dalam tulisan ini bukan bermaksud untuk merasa lebih
baik, melainkan sebagai ladang pembelajaraan bagi kita
semua untuk mengambil poin-poin penting dalam paper
karya tulis
1. Penulisan berikutnya ada baiknya menggunakan font
TNR atau Arial secara keseluruhan tulisan
Saran 2. Cantumkan semua sumber kutipan yang menjadi rujukan
di bagian daftar pustaka
3. Layout dokumen perlu diperhatikan
IDENTIFIKASI BAHAYA DI BIDANG KONSTRUKSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Konsep Kecelakaan dan Investigasi”

Dosen Pengampu : Bpk. Arham Syam, S.T., M.KKK

Oleh:

Afdhal Khairu Ummah ANGGOL

(01901040001)

PROGRAM STUDI lLMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS


KESEHATAN INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI GRAHA
MEDIKA KOTAMOBAGU 2021
PEMBAHASAN

A. Teori Identifikasi Bahaya di Bidang Konstruksi


Identifikasi bahaya menurut Soehatman Ramli (2009) adalah suatu
teknik komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan,
alat, atau sistem. Sedangkan identifikasi bahaya menurut Tarwaka (2008)
merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh
situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) yang mungkin timbul di
tempat kerja. Identifikasi bahaya dilakukan pada berbagai aspek di bidang
Konstruksi, dari kegiatan pekerja, kondisi lingkungan kerja, serta peralatan
dan mesin yang ada di lingkungan kerja. Semua potensi/risiko kecelakaan
yang ada di lingkungan kerja akan diidentifikasi penyebabnya. Jika risiko
dari bahaya yang ada dapat diketahui, maka perusahaan dapat lebih
waspada dan melakukan langkah pencegahan, tapi tidak semua bahaya
dapat dikenali dengan mudah (Ramli,2010).

Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan


manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk
mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi risiko
merupakan landasan adanya manajemen risiko tanpa melakukan
identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan
baik. Menurut Stuart Hawthron cara sederhana adalah dengan melakukan
pengamatan. Melalui pengamatan maka kita sebenarnya telah melakukan
suatu identifikasi bahaya.

Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program pencegahan


kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko
tidak dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko
tidak dapat dijalankan (Ramli, 2010).
B. Identifikasi Bahaya di Bidang Konstruksi
Pelaksanaan konstruksi mempunyai risiko untung atau rugi yang
sangat divergen yang semua baru dapat diketahui pada saat proyek selesai
dilaksanakan secara tuntas.
Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Proyek Konstruksi di Indonesia proyek konstruksi di negara-negara
berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan
di negara-negara maju.
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan
konstruksi. Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8%
dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari
PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang
paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya
yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan.

Tabel 1. Hazard Identification & Risk Assesment (HIRA) Proses Konstruksi


Potensi Bahaya Penilaian Risiko
Proses/
No. Faktor Risiko dan Risiko Risk
Tahapan L S
Penyakit Ranking
1. Pra- - Debu dan Material beracun Keracunan 2 4 Medium
Konstruksi lainnya ISPA 2 4 Medium
(Persiapan - Sinar matahari Iritasi kulit 3 3 Medium
dll) - Cuaca buruk Heatstroke 2 5 High
- Pecahan material Gangguan
2 3 Medium
- Kondisi tanah dan lantai penglihatan
- Masalah sumber listrik dan api Luka terbuka 2 4 Medium
- Risidu pembakaran Lebam 2 3 Medium
- Mikroorganisme Luka terbakar 1 4 Low
- Jamur Tersetrum 1 3 Low
- Hewan pengerat Tergigit 1 3 Low
Potensi Bahaya Penilaian Risiko
Proses/
No. Faktor Risiko dan Risiko Risk
Tahapan L S
Penyakit Ranking
- Tidak ada SOP Keracunan 2 3 Medium
- Waktu persiapan terbatas Tertular penyakit 2 3 Medium
- Perubahan desain konstruksi Mikosis
2 2 Low
- Posisi tidak alamiah superfisial
- Biaya pengetesan sampel Kerusakan bahan 3 3 Medium
material yang terhambat Asfiksia 2 3 Medium
- Sengketa antar pihak terkait MSDs 4 3 High
- Kesulitan adaptasi Tertekan 2 3 Medium
Stres 2 3 Medium
2. Konstruksi - Kebisingan Gangguan
4 3 High
- Debu bahan dan material Pendengaran
- Sinar Matahari Keracunan 2 4 Medium
- Cuaca buruk ISPA 2 4 Medium
- Pecahan material Iritasi kulit 3 3 Medium
- Pencahayaan tidak optimal Heatstroke 2 5 High
- Tanah dan lantai tidak baik Gangguan
3 3 Medium
- Mesin terbuka penglihatan
- Masalah sumber listrik dan api Daya tahan tubuh
2 2 Low
- Ventilasi udara tidak optimal menurun
- Lingkungan kerja tidak saniter Status gizi
2 2 Low
- Bencana alam menurun
- Akses lokasi sulit Luka terbuka 3 4 High
- Risidu pembakaran Lebam 3 3 Medium
- Mikroorganisme Luka terbakar 2 4 Medium
- Jamur Tersetrum 2 3 Medium
- Hewan pengerat
Tergigit 1 3 Low
- Hewan liar
Tertabrak 3 5 High
- Penyakit bawaan
Terjatuh 2 4 Medium
Potensi Bahaya Penilaian Risiko
Proses/
No. Faktor Risiko dan Risiko Risk
Tahapan L S
Penyakit Ranking
- Tidak ada safety sign Tertimpa 3 3 Medium
- Tidak ada SOP Tertular penyakit 2 3 Medium
- Pekerjaan ketinggian/galian Mikosis
2 2 Low
- Waktu pelaksanaan terbatas superfisial
- Tidak ada P2K3 Zoonosis 2 3 Medium
- Posisi tidak alamiah Kerusakan bahan
3 3 Medium
- Kegagalan arus kas proyek dan material
- Ketidaksesuaian metode Asfiksia 2 3 Medium
- Gangguan fisiologis MSDs 3 3 Medium
- Tidak ada APD Kecelakaan alat
3 5 High
- APD tidak efektif berat
- Keterlambatan gaji Tertekan 2 2 Low
- Sengketa antar pihak terkait
- Demo serta kerusuhan
- Kesulitan operasi teknologi baru
- Kelalaian
- Motivasi kerja kurang Stres 3 3 Medium
- Beban kerja tinggi
- Sulit adaptasi
- Tidak patuh SOP
- Tindakan tidak aman
3. Pasca- - Bahan Kimia Cat Keracunan 3 4 High
Konstruksi - Debu bahan dan material ISPA 3 4 High
(Finishing, - Pencahayaan tidak optimal
Luka lebam 1 3 Low
perawatan - Tanah dan lantai tidak baik
Luka terbuka 1 4 Low
dll) - Masalah sumber listrik dan api
Luka bakar 1 4 Low
- Ventilasi udara tidak optimal
Tersetrum 2 3 Medium
Potensi Bahaya Penilaian Risiko
Proses/
No. Faktor Risiko dan Risiko Risk
Tahapan L S
Penyakit Ranking
- Lingkungan kerja tidak saniter Asfiksia 2 3 Medium
- Bencana alam Tertukar penyakit 2 3 Medium
- Risidu pembakaran
MSDs 3 3 Medium
- Mikroorganisme
Kerusuhan 2 3 Meidum
- Jamur
- Hewan pengerat
- Penyakit bawaan
- Tidak ada SOP
- Posisi tidak alamiah
- Keterlambatan gaji Stress 2 3 Medium

- Sengketa antar pihak terkait


- Demo serta kerusuhan
- Tidak patuh SOP
- Tindakan tidak aman

C. Proses Identifikasi Bahaya

Sistem manajemen K3 yang baik tidak hanya melihat salah satu


bahaya dan pengendalian saja, tapi membuat sebuah sistem atau prosedur
yang tepat yang memungkinkan semua bahaya dan risiko di tempat kerja
teridentifikasi dan pengendaliannya dilaksanakan secara berkelanjutan.
Berikut langkah-langkah identifikasi bahaya dan penilaian risiko
berdasarkan standar OSHA, di antaranya:
a. Kumpulkan semua informasi mengenai bahaya yang ada di
tempat kerja
Kumpulkan, atur, dan tinjau segala informasi tentang bahaya di
tempat kerja untuk menentukan potensi bahaya yang mungkin ada atau
kemungkinan pekerja terpapar atau berpotensi terpapar bahaya tersebut .
Informasi terkait bahaya yang tersedia di tempat kerja biasanya meliputi:
1) Panduan manual pengoperasian mesin dan peralatan
2) Material Safety Data Sheet (MSDS) yang disediakan oleh produsen
bahan kimia
3) Laporan inspeksi langsung di lapangan dan laporan inspeksi dari
lembaga pemerintah atau tim audit
4) Catatan kecelakaan dan penyakit akibat kerja sebelumnya, serta
laporan investigasi kecelakaan kerja
5) Catatan dan laporan kompensasi pekerja yang mengalami
kecelakaan atau terkena penyakit akibat kerja
6) Pola kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang sering terjadi
7) Hasil pemantauan terkait paparan, penilaian kebersihan industri
(industrial hygiene), dan rekam medis pekerja
8) Program K3 yang ada mencakup lockout/tagout, ruang terbatas,
proses manajemen keselamatan, alat pelindung diri (APD) dll.
9) Saran dan masukan dari pekerja, termasuk survei atau notulen pada
pertemuan komite K3
10) Hasil analisis Job Hazard Analysis (JHA), juga dikenal sebagai Job
Safety Analysis (JSA).

b. Lakukan inspeksi secara langsung untuk menemukan potensi


bahaya yang ada di tempat kerja.
Kemungkinan besar bahaya akan muncul seiring dengan adanya
perubahan area/proses kerja, mesin atau peralatan tidak memadai,
pengabaian tindakan pemeliharaan/perbaikan, atau tata graha yang
tidak terlaksana dengan baik. Meluangkan waktu untuk memeriksa
area kerja secara langsung dan berkala dapat membantu Anda
mengidentifikasi adanya bahaya baru atau bahaya yang timbul
berulang kali, untuk segera dilakukan pengendalian sebelum terjadi
kecelakaan kerja.

1) Lakukan inspeksi rutin terhadap semua operasi kerja, peralatan,


area kerja, dan segala fasilitas yang terdapat di area kerja.
2) Libatkan pekerja untuk ikut berpartisipasi dalam inspeksi dan
lakukan diskusi dengan para pekerja tentang bahaya apa saja yang
mereka temukan di tempat kerja atau yang mereka laporkan.

3) Dokumentasikan setiap inspeksi yang dilakukan untuk


mempermudah verifikasi bahaya yang sudah dikendalikan atau
diperbaiki. Hasil dokumentasi dapat berupa form, foto atau video
pada area kerja yang terdapat potensi bahaya.

4) Inspeksi yang dilakukan mencakup semua bidang dan kegiatan,


seperti penyimpanan dan pergudangan, pemeliharaan fasilitas dan
peralatan, dan kegiatan kontraktor, subkontraktor dan pekerja
sementara di tempat kerja.

5) Periksa alat-alat berat/ transportasi yang digunakan secara rutin

6) Gunakan formulir inspeksi potensi bahaya yang telah disediakan.


Inspeksi biasanya mencakup potensi bahaya yang sering terjadi di
area kerja, di antaranya:

- Tata graha secara umum


- Terpeleset, tersandung, dan jatuh
- Bahaya listrik
- Bahaya dari peralatan
- Kebakaran dan ledakan
- Bahaya dari proses/praktik kerja
- Kekerasan di tempat kerja
- Ergonomi
- Prosedur tanggap darurat yang tidak memadai atau bahkan tidak
tersedia.

7) Sebelum mengubah operasi, lokasi kerja, atau alur kerja;


membuat perubahan besar pada organisasi; atau memperkenalkan
peralatan, material, atau proses kerja yang baru, sebaiknya
diskusikan dengan pekerja dan lakukan evaluasi perubahan yang
direncanakan dengan mempertimbangkan bahaya dan risiko
terkait.

c. Lakukan identifikasi bahaya terhadap kesehatan kerja

Suatu bahaya kesehatan akan muncul bila seseorang kontak


dengan sesuatu yang dapat mengakibatkan gangguan/kerusakan bagi
tubuh ketika terjadi paparan yang berlebihan. Bahaya kesehatan
dapat menimbulkan penyakit yang diakibatkan oleh paparan suatu
sumber bahaya di tempat kerja. Potensi bahaya kesehatan tersebut
mencakup faktor kimia (pelarut, perekat, cat, debu beracun, dll.),
faktor fisik (kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, dll.),
bahaya biologis (penyakit menular), dan faktor ergonomi (tugas
monoton/berulang, postur canggung, angkat berat, dll.).

Meninjau rekam medis pekerja dapat membantu Anda dalam


mengidentifikasi bahaya kesehatan yang terkait dengan paparan di
tempat kerja.

1) Identifikasi bahaya kimia. Lakukan peninjauan pada MSDS dan


label produk untuk mengidentifikasi bahaya bahan kimia yang
digunakan di tempat kerja Anda

2) Identifikasi seluruh aktivitas yang dapat mengakibatkan luka


pada kulit akibat paparan bahan kimia berbahaya/ bahan kimia
masuk ke dalam tubuh melalui penyerapan pada kulit

3) Identifikasi bahaya fisik. Mengidentifikasi paparan kebisingan


yang berlebihan (di atas 85dB), suhu ekstrem (dalam atau luar
ruangan), atau sumber radiasi (bahan radioaktif, sinar-X, atau
radiasi frekuensi radio)

4) Identifikasi bahaya biologis. Perhatikan apakah pekerja


berpotensi terkena sumber-sumber penyakit menular, jamur,
bersumber dari hewan (bulu atau kotoran) yang mampu
menimbulkan reaksi alergi atau asma akibat kerja
5) Identifikasi bahaya ergonomi. Memeriksa seluruh tahapan
aktivitas kerja yang membutuhkan pengangkatan berat,
pengangkatan manual, gerakan berulang, atau tugas yang
berpotensi menimbulkan getaran yang signifikan

6) Lakukan penilaian paparan secara kuantitatif. Bila


memungkinkan, gunakan pemantauan dan pengukuran paparan
secara langsung menggunakan alat khusus

7) Lakukan peninjauan rekam medis untuk mengidentifikasi kasus


cedera pada muskuloskeletal, iritasi kulit atau dermatitis,
gangguan pendengaran akibat bising (GPAB), atau penyakit
paru-paru yang terkait dengan paparan di tempat kerja.

d. Lakukan investigasi pada setiap insiden yang terjadi

Insiden di tempat kerja ─ termasuk kecelakaan kerja,


penyakit akibat kerja, near-misses dan laporan tentang bahaya
lainnya ─ memberikan indikasi yang jelas tentang di mana bahaya
berada. Dengan menyelidiki insiden dan membuat laporan secara
menyeluruh, Anda akan dengan mudah mengidentifikasi bahaya
yang kemungkinan besar akan mengakibatkan sesuatu yang fatal di
masa mendatang. Tujuan investigasi adalah untuk menemukan akar
penyebab insiden atau faktor-faktor yang memengaruhi bahaya, agar
kejadian serupa tidak terulang kembali.

1) Kembangkan rencana dan prosedur yang jelas untuk melakukan


investigasi insiden, sehingga penyelidikan dapat dimulai dengan
segera ketika terjadi insiden. Rencana-rencana tersebut harus
mencakup ha-hal seperti:
-Siapa yang akan terlibat
- Bagaimana alur komunikasinya
- Bahan, peralatan, dan perlengkapan apa saja yang dibutuhkan
- Bagaimana dengan formulir dan template laporan
investigasinya
2) Latih tim investigasi tentang teknik investigasi insiden,
pemahaman yang menekankan objektivitas, dan keterbukaan
pikiran selama proses penyelidikan
3) Lakukan investigasi bersama dengan tim yang kompeten,
mencakup perwakilan dari manajemen dan pekerja
4) Lakukan investigasi pada setiap near-misses atau kejadian
hampir celaka yang terjadi
5) Identifikasi dan analisis akar penyebab untuk mengetahui
kelemahan program K3 yang menjadi dasar kemungkinan
terjadinya insiden
6) Komunikasikan hasil investigasi kepada manajer, supervisor,
dan pekerja untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali
7) Investigasi insiden yang efektif tidak berhenti pada identifikasi
satu faktor pemicu insiden saja. Tim investigasi biasanya akan
mengajukan pertanyaan, "Kenapa?" dan "Apa yang menjadi
penyebabinsiden?".
Misalnya jika ditemukan akar penyebab kecelakaan ada
pada peralatan, penyelidikan yang baik tentu akan menimbulkan
pertanyaan:"Mengapa peralatan tidak memadai?", "Apakah
peralatan dipelihara dengan baik?" dan "Bagaimana kecelakaan
serupa seharusnya dapat dicegah?"
Demikian pula, investigasi kecelakaan yang baik bukan mencari
siapa yang salah dalam insiden, tetapi bagaimana memperbaiki
kesalahan tersebut agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
e. Lakukan identifikasi bahaya yang terkait dengan
situasi darurat dan aktivitas non-rutin.
Perlu Anda pahami, keadaan darurat dapat menghadirkan
bahaya yang bisa menimbulkan risiko serius bagi pekerja. Aktivitas
non-rutin, seperti inspeksi, pemeliharaan, atau perbaikan juga dapat
menghadirkan potensi bahaya. Rencana dan prosedur perlu
dikembangkan untuk merespons secara tepat dan aman terhadap
bahaya yang dapat diduga terkait dengan keadaan darurat dan
aktivitas non-rutin.
Identifikasi kemungkinan bahaya yang dapat timbul dari setiap
tahapan aktivitas ketika keadaan darurat dan aktivitas non-rutin,
dengan mempertimbangkan jenis material dan peralatan yang
digunakan serta lokasi kerjanya. Potensi bahaya biasanya timbul
ketika:
- Kebakaran dan ledakan
- Penggunaan bahan kimia berbahaya
- Tumpahan bahan kimia berbahaya
- Start up (menghidupkan mesin) setelah shut down (mematikan
mesin) yang direncanakan atau tidak direncanakan
- Aktivitas-aktivitas non-rutin, seperti jarang melakukan aktivitas
pemeliharaan
- Wabah penyakit
- Keadaan darurat akibat cuaca atau bencana alam
- Darurat medis
- Kekerasan di tempat kerja.
f. Kelompokkan sifat bahaya yang teridentifikasi, tentukan
langkah-langkah pengendalian sementara, dan tentukan prioritas
bahaya yang perlu pengendalian secara permanen.
Langkah berikutnya adalah menilai dan memahami bahaya
yang teridentifikasi dan jenis-jenis kecelakaan atau penyakit akibat
kerja yang dapat timbul akibat bahaya tersebut. Informasi ini dapat
digunakan untuk mengembangkan tindakan pengendalian sementara
dan menentukan prioritas bahaya mana saja yang butuh tindakan
pengendalian permanen.
1) Evaluasi setiap bahaya dengan mempertimbangkan tingkat
keparahan. Perhatikan apa saja dampak dari paparan bahaya dan
jumlah pekerja yang mungkin terpapar
2) Gunakan tindakan pengendalian sementara untuk melindungi
pekerja sampai program pencegahan dan pengendalian bahaya
secara permanen dapat diimplementasikan
3) Perhatikan tingkat kemungkinan dan tingkat keparahan bahaya
untuk memprioritaskan bahaya atau risiko mana yang harus
ditangani terlebih dahulu. Dalam hal ini, pengurus memiliki
kewajiban untuk mengendalikan semua bahaya yang dapat
menimbulkan dampak serius dalam jangka waktu yang panjang
bagi pekerja.
D. Pengendalian Bahaya di Bidang Konstruksi
1) Deklarasi Kebijakan K3 Proyek
Memuat komitment dan dukungan manajemen puncak terhadap
pelaksanaan K3 dalam proyek. Harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja
dan digunakan sebagai landasan kebijakan proyek lainnya.
2) Perencanaan Budget for Health dan Safety
3) Studi Standar fasilitas sementara
4) Perencanaan Site Installation
5) Pengadaan dan Pemasangan Safety Sign
Selama kegiatan proyek berlangsung diselenggarakan program-program Promosi
K3 bertujuan untuk mengingatkan dan meningkatkan awareness para pekerja
proyek. Kegiatan Promosi berupa poster, spanduk, buletin, lomba K3 dsb.
Pemberian tanda keselamatan di setiap sumber potensi bahaya, guna
memberikan peringatan sehingga menghindarkan dari adanya kecelakaan.
6) Pembentukan P2K3 dalam Proyek
Panitia Pembina K3 merupakan saluran untuk membina keterlibatan dan
kepedulian semua unsur terhadap K3 Kontraktor harus membentuk Panitia
Pembina K3 atau Komite K3 (Safety Committee).Komite K3 beranggotakan
wakil dari masing-masing fungsi yang ada dalam kegiatan kerja.Komite K3
membahas permasalahan K3 dalam perusahaan serta memberikan masukan
dan pertimbangan kepada manajemen untuk peningkatan K3 dalam
perusahaan.
7) Pembentukan Tim Housekeeping & Safety
8) Mengatur pembenanan kerja
9) Menetapkan SOP
Harus disusun pedoman keselamatan untuk setiap pekerjaan berbahaya
dilingkungan proyek misalnya :
1) Pekerjaan Pengelasan
2) Scaffolding
3) Bekerja diketinggian
4) Penggunaan Bahan Kimia berbahaya
5) Bekerja diruangan tertutup
6) Bekerja diperalatan mekanis dsb
10) Identifikasi Risiko/Bahaya Kecelakaan dan Rencana Tindak lanjut
Identifikasi Bahaya dilakukan bersama pengawas pekerjaan dan Safety
Departement, menggunakan teknik yang sudah baku seperti Check
List, What If, Hazops, dsb.
Semua hasil identifikasi Bahaya harus didokumentasikan dengan baik
dan dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
Identifikasi Bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan proyek yang
meliputi :
a. Design Phase
b. Procurement
c. Konstruksi
d. Commisioningdan Start-up
e. Penyerahan kepada pemilik
11) Perumusan Rencana K3 di Proyek (Health & Safety Plan)
12) Pembuatan Akte Pengawasan K3 Proyek Konstruksi
13) Pengujian atau pengetesan bahan dan material konstruksi
14) Membuat Inspection Plan dan melakukanInspeksi Rutin
Membuat programsafety Inspection, sebuah program penting dalam phase
konstruksi untuk meyakinkan bahwa tidak ada “unsafe act dan unsafe
Condition” dilingkungan proyek. Inspeksi dilakukan secara berkala. Dapat
dilakukan oleh Petugas K3 atau dibentuk Joint Inspection semua unsur dan
Sub Kontraktor.
15) Safety Talk bulanan rutin
16) Pengadaan perlengkapan dan peralatan K3
17) Pelatihan bagi para teknisi
Pembinaan dan Pelatihan K3 untuk semua pekerja dari level terendah
sampai level tertinggi. Dilakukan pada saat proyek dimulai dan dilakukan
secara berkala.Pokok Pembinaan dan Latihan :
a. Kebijakan K3 proyek
b. Cara melakukan pekerjaan dengan aman
c. Cara penyelamatan dan penanggulangan darurat
18) Pembuatan pedoman K3 Konstruksi
19) Program Wajib Lapor
Untuk mencegah kecelakaan dari berbagai kegiatan berbahaya, perlu
dikembangkan sistim ijin kerja. Semua pekerjaan berbahaya hanya boleh
dimulai jika telah memiliki ijin kerja yang dikeluarkan oleh fungsi
berwenang (pengawas proyek atau K3) Ijin Kerja memuat cara melakukan
pekerjaan, safety precaution dan peralatan keselamatan yang diperlukan.
20) Pengadaan APD
a. Pelindung Tangan
- Metal mesh, sarung tangan yang tahan terhadap ujung benda yang
tajam dan melindungi tangan dari terpotong
- Leather gloves, melindungi tangan dari permukaan yang kasar.
- Vinyl dan neoprene gloves, melindungi tangan dari bahan kimia beracun
- Rubber gloves, melindungi tangan saat bekerja dengan listrik
- Padded cloth gloves, melindungi tangan dari sisi yang
tajam,bergelombang dan kotor.
- Heat resistant gloves, melindungi tangan dari panas dan api
- Latex disposable gloves, melindungi tangan dari bakteri dan kuman
b. Pelindung Kaki
- Steel toe, sepatu yang didesain untuk melindingi jari kaki dari kejatuhan
benda
- Metatarsal, sepatu yang didesain khusus melindungi seluruh kaki dari
bagian tuas sampai jari
- Reinforced sole, sepatu ini didesain dengan bahan penguat dari besi
yang akan melindungi dari tusukan pada kaki
- Latex/Rubber, sepatu yang tahan terhadap bahan kimia dan
memberikan daya cengkeram yang lebih kuat pada permukaan yang
licin.
- PVC boots, sepatu yang melindungi dari lembab dan membantu berjalan
di tempat becek
- Vinyl boots, sepatu yang tahan larutan kimia, asam, alkali, garam, air
dan darah
- Nitrile boots, sepatu yang tahan terhadap lemak hewan, oli, dan bahan
kimia
c. Pelindung Kepala
- Kelas G untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh;dan melindungi
dari sengatan listrik sampai 2.200 volts.
- Kelas E untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh,dan dapat
melindungi dari sengatan listrik sampai20.000 volts.
- Kelas F untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh,TIDAK melindungi
dari sengatan listrik, dan TIDAKmelindungi dari bahan-bahan yang
merusak (korosif)
d. Pelindung Mata
- Kaca mata safety merupakan peralatan yang palingbanyak digunakan
sebagai pelindung mata. Meskipunkelihatannya sama dengan kacamata
biasa, namun kaca mata safety lebih kuat dan tahan benturan
sertatahan panas dari pada kaca mata biasa.
- Goggle memberikan perlindungan yang lebih baikdibandingkansafety
glass sebab lebih menempelpada wajah
e. Pelindung Wajah
- Pelindung wajah memberikan perlindunganmenyeluruh pada wajah dari
bahaya percikan bahankimia, obyek yang beterbangan atau cairan
besi.Banyak dari pelindung wajah ini dapat digunakanbersamaan dengan
penggunaan helm.
- Helm pengelas memberikan perlindungan baik padawajah dan juga
mata. Helm ini menggunakan lensapenahan khusus yang menyaring
intesnsitas cahaya serta energi panas yang dihasilkan dari
kegiatanpengelasan.
f. Pelindung Bahaya Jatuh
- Full Body Hardness (Pakaian penahanBahaya Jatuh), sistim yang
dirancanguntuk menyebarkan tenaga benturanatau goncangan pada
saat jatuh melaluipundak, paha dan pantat.Pakaian penahan bahaya
jatuh inidirancang dengan desain yang nyamanbagi si pemakai dimana
pengikatpundak, dada, dan tali paha dapatdisesuaikan menurut
pemakainya.Pakaian penahan bahaya jatuh inidilengkapi dengan cincin
“D” (high) yangterletak dibelakang dan di depan dimanatersambung tali
pengikat, tali pengamanatau alat penolong lain yang dapatdipasangkan
- Life Line (tali kaitan), talikaitan lentur dengankekuatan tarik minimum
500kg yang salah satu ujungnyadiikatkan ketempat kaitandan
menggantung secaravertikal, atau diikatkan padatempat kaitan yang lain
untukdigunakan secara horisontal
- Anchor Point ( Tempat Kaitan), tempat menyangkutkan pengaityang
sedikitnya harus mampumenahan 500 kg per pekerjayang menggunakan
tempatkaitan tersebut. Tempat kaitanharus dipilih untuk
mencegahkemungkinan jatuh. Tempatkaitan, jika memungkinkan
harusditempatkan lebih tinggi daribahupemakainya
- Lanyard (Tali Pengikat), talipendek yang lentur atau anyamantali,
digunakan untukmenghubungkan pakaian pelindungjatuh pekerja ke
tempatkaitan atau tali kaitan. Panjangtali pengikat tidak boleh melebihi2
meter dan harus yang kancingpengaitnya dapat menguncisecara
otomatis
- Refracting Life Lines(Pengencang Tali kaitan),komponen yang
digunakanuntuk mencegah agar talipengikat tidak terlalu kendor.Tali
tersebut akan memanjangdan memendek secaraotomatis pada saat
pekerjanaik maupun pada saat turun.
20) Audit Pelaksanaan K3 di Proyek
21) Reward and Punismenti
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil identifikasi faktor risiko K3 di Bidang Konstruksi di
dapatkan pembagian menjadi 5 yaitu faktor fisik yang berisi mengenai risiko
kebisingan, debu, paparan radiasi matahari, cuaca, suhu ekstrim dan lain
sebagainya. Kemudian faktor yang kedua adalah faktor kimia dimana pekerja
berisiko untuk terpapar debu semen, silika, asbestos, kekurangan oksigen,
menghirup bahan berbahaya lainnya. Faktor yang ketiga adalah faktor
biologis diantaranya Mikroorganisme (bakteri atau virus) yang terdapat di
lingkungan kerja konstruksi, Jamur yang berada di lingkungan konstruksi
yang lembab, gangguan metabolisme pekerja konstruksi, pelapukan material
dan bangunan oleh rayap, hewan pengerat (Tikus dll), serangan hewan liar
ganas sekitar lingkungan konstruksi, penyakit bawaan pekerja konstruksi.
Faktor yang keempat adalah faktor fisiologis tidak tersedianya safety
sign (rambu-rambu), tidak tersedianya SOP konstruksi (cara kerja serta
penanganan, perawatan dan penyimpanan material dan mesin), pekerjaan
berada di tempat ketinggian (jatuh) atau galian (asfiksia), tidak adanya P2K3,
posisi yang tidak alamiah saat bekerja (membungkuk, memuntir dll). Yang
terakhir adalah faktor Psikologi diantaranya keterlambatan pembayaran gaji
pekerja konstruksi, sengketa antar pihak-pihak terkait konstruksi, pemogokan
kerja atau demo serta kerusuhan, kesulitan penggunaan teknologi baru oleh
pekerja, kelalaian pekerja selala proses awal sampai akhir konstruksi,
motivasi kerja pekerja yang kurang dan lainnya.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan adapun saran dari penulis adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengawasan yang tegas dari manajemen pada pekerja seperti
memberikan sanksi verbal maupun non verbal, agar pekerja dapat bekerja
dengan fokus meskipun pekerja sudah berpengalaman.
2. Untuk risiko tersengat listrik, disarankan pihak manajemen K3
melakukan pemeriksaan berkala terhadap kabel atau sambungan apabila
terjadi kerusakan atau terkelupas sehingga mengurangi risiko pekerja
tersengat listrik.
3. Untuk yang bekerja di ketinggian, pekerja harus memiliki ijin kerja
bekerja di ketinggian dan pekerja yang dipekerjakan sudah mendapat
pelatihan dan ahli dalam pekerjaan tersebut sehingga tidak terulang kasus
kecelakaan kerja yang sama.
4. Memberikan pelatihan dan informasi penting pada pekerja mengenai
pekerjaannya untuk mengenali potensi bahaya K3 dan risiko kecelakaan
kerja serta cara pencegahannya pada saat toolbox meeting seperti
memberi pelatihan pada pekerja agar dapat meminimalisir risiko
kecelakaan kerja
5. Disarankan perusahaan menyediakan alat pelindung diri yang lengkap
dan sesuai dengan pekerjaannya agar dapat meminimalisir risiko
kecelakaan kerja yang disebabkan oleh unsafe action dan unsafe
condition.
DAFTAR PUSTAKA

Komaraningsih, A., & Sjaaf, R. Z. 2013. Manajemen Risiko Keselamatan Kerja


Pada Pekerjaan Bangunan Atas di Proyek Pembangunan Jalan Layang Tol
Bogor Outer Ring Road (BORR) Seksi 2A Oleh PT Wijaya Karya Tahun
2013. Depok: FKM UI.
Kementrian PUPR. 2018. Kompilasi Kecelakaan Konstruksi Tahun 2017-2018. Jakarta:
Kementrian PUPR.
Departemen pekerjaan umum direktorat jenderal bina marga.2006.“Pedoman
Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Untuk Konstruksi
Jalan Dan Jembatan”

6 Langkah Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Risiko Sesuai Standar OSHA


https://safetysign.co.id/news/365/6-Langkah-Identifikasi-
Bahaya-dan-Penilaian-Risiko-Sesuai-Standar-OSHA

Anda mungkin juga menyukai